MIKOLOGI
Isolasi dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji
Disusun oleh:
(132500030)
2. Ferdirika Pormau
(132500021)
3. Icha Restu M.
(132500033)
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Tatang Sopandi, M.P
Prodi Biologi
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga Laporan Praktikum Mikologi tentang Isolasi dan Identifikasi Fungi pada
Buah Jambu Biji ini akhirnya selesai. Laporan praktikum ini kami buat untuk
memberikan wawasan pengetahuan utamanya bagi para pemuda-pemudi atau para
mahasiswa tentang berbagai fungi pada buah, sehingga bisa mengenali jenis fungi
tersebut.
Penulisan laporan praktikum ini merupakan salah satu tugas dan
persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah mikologi. Dalam penulisan
laporan praktikum ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihakpihak yang membantu dalam menyelesaikan laporan praktikum ini, khususnya
kepada:
1.
Dr. Ir. Tatang Sopandi, M.P selaku dosen mata kuliah mikologi yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan,
pengarahan serta dorongan dalam rangka penyelesaian penyusun laporan
praktikum ini.
2.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan dan semangat dalam penulisan laporan praktikum ini.
Laporan praktikum ini masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh sebab
itu dengan penuh rendah hati, kami mohon agar para pembaca beserta dosen
pembimbing berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun guna
sempurnanya tugas ini. Dengan segala kekurangan dan keterbatasannya, semoga
laporan praktikum ini dapat bermanfaat dan berguna terutama bagi para
mahasiswa, Amiin.
penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
BAB 1
i
ii
iii
v
vi
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................... 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.2
BAB III
3
3
3
5
6
7
8
9
13
13
16
19
19
19
20
21
21
22
22
METODE PRAKTIKUM
3.1
3.2
3.3
BAB IV
4.2
25
25
26
27
28
29
31
PEMBAHASAN
5.1
5.2
5.3
5.4
BAB VI
23
23
23
23
24
24
24
HASIL PENGAMATAN
4.1
BAB V
Isolasi Fungi............................................................................
Identifikasi Fungi ....................................................................
Fungi yang Mendominasi .......................................................
Peranan Aspergillus sp. pada Buah .........................................
35
36
38
40
PENUTUP
6.1
Kesimpulan ............................................................................. 42
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
Tabel 5.1
Tabel 5.2
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Fusarium sp............................................................................... 20
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Phomopsis sp............................................................................. 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Jambu biji (Psidium guajava L.) saat ini merupakan salah satu buah-
buahan tropis yang cukup populer. Rasa dan aroma jambu biji yang enak, serta
kandungan vitamin C yang tinggi menyebabkan buah ini digemari oleh
masyarakat (Sujiprihati, 1985).
Pemanfaatan buah jambu biji bisa dalam bentuk konsumsi buah segar atau
dalam bentuk produk olahan seperti jus, es krim, jeli, pasta atau selai (Gould dan
Raga, 2002), gumdrop, nektar, dan dodol (Rismunandar, 1989). Di Indonesia
jambu biji diolah menjadi manisan yang merupakan salah satu oleh-oleh khas dari
Medan (Kompas, 2009), bubur buah (Kompas, 2010), dan sari buah atau jus
jambu biji di dalam kemasan. Selain buahnya daun jambu biji telah lama dikenal
oleh masyarakat Indonesia sebagai obat diare (Soetopo, 1992; Ashari, 2006).
Di Indonesia pada awalnya jambu biji ditanam sebagai tanaman
pekarangan atau pembatas kebun saja sehingga tidak perlu mendapat banyak
perhatian. Hanya di Pasar Minggu (Jakarta) jambu biji ditanam secara komersial.
Pada tahun 1970-an mulai banyak ditanam jambu biji yang buahnya besar-besar,
terkenal dengan sebutan jambu Bangkok (Semangun, 1994). Selain jambu biji
Bangkok, jambu biji merah juga banyak dikembangkan oleh masyarakat
Indonesia karena banyaknya permintaan terutama saat terjadi wabah demam
berdarah (Parimin, 2007).
Produksi total jambu biji di Jawa pada tahun 1981 dan 1982 diperkirakan
mencapai 56.000 ton (Soetopo, 1992). Tahun 2005 jambu biji merupakan salah
satu buah dengan volume ekpor tertinggi selain mangga dan manggis (Ditjen
Hortikultura, 2009). Tahun 2009, total produksi 220.202 ton; meningkat dari
tahun sebelumnya yaitu 212.260 ton (BPS, 2009).
Dalam usaha tani secara komersial, penyakit merupakan salah satu faktor
pembatas yang dapat menyebabkan kerugian secara ekonomi karena dapat
menyebabkan kehilangan hasil. Penyakit yang telah dilaporkan menyerang
tanaman jambu biji di Indonesia antara lain penyakit antraknosa dan kanker buah
Pestalotiopsis (Semangun, 1994). Informasi mengenai penyakit terutama yang
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 1
disebabkan oleh fungi pada tanaman jambu biji yang lebih lengkap dan terperinci
sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan dengan adanya penanaman jambu biji
secara monokultur dan adanya penambahan luas area pertanaman jambu biji dapat
berpotensi menyebabkan adanya masalah penyakit baru atau peningkatan masalah
dan penyakit yang telah ada (Pena, 1986), karena tersedianya bahan makanan atau
inang bagi penyakit yang dapat berasosiasi dengan tanaman jambu biji.
Sedangkan bagi para konsumen, informasi mengenai penyakit yang disebabkan
oleh fungi pada buah jambu biji juga sangat diperlukan agar tidak menyababkan
penyakit pada manusia seperti Aspergillosis. Aspergillosis merupakan infeksi
yang disebabkan oleh moulds saprophyte dari genus Aspergillus, dapat ditemukan
di tanah, air dan tumbuhan yang mengalami pembusukan (Kwon-Chung &
Bennet, 1992).
Berdasarkan beberapa resiko akibat adanya kontaminasi aflatoksin oleh
fungi Aspergillus maka perlu dilakukan penanganan pasca panen yang mampu
mendukung ketahanan jambu biji terhadap pencemaran Aspergillus. Pengkajian
ini dilakukan untuk mengetahui kontaminasi cendawan Aspergillus sp. pada
jambu biji selama penyimpanan.
1.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mengobservasi atau mengisolasi fungi yang tumbuh pada buah jambu
biji.
2. Mengidentifikasi fungi yang mendoninasi pada buah jambu biji.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Sejarah
Dalam perdagangan internasional jambu biji (Psidium guajava L.) disebut
apple guava (Foragri, 2011). Tanaman jambu biji merupakan tanaman asli dari
Amerika tropis, menurut de Candolle diperkirakan berasal dari wilayah antara
Meksiko (Amerika Tengah) dan Peru (Amerika Selatan) (Popenoe, 1974;
Soetopo, 1992). Tanaman ini disebarkan ke Filipina oleh pelaut Spanyol, dan oleh
bangsa Portugis jambu biji diintroduksi dari Barat ke India (Soetopo, 1992;
Ashari, 2006). Sekarang tanaman ini sudah menyebar luas ke seluruh dunia,
terutama di daerah tropis. Diperkirakan terdapat sekitar 150 spesies Psidium yang
menyebar ke daerah tropis dan berhawa sejuk (Ashari, 2006).
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Myrtales
Famili
: Myrtaceae
Genus
: Psidium
Spesies
: Psidium guajava L.
sudah mengering. Bila kulitnya dikelupas akan terlihat bagian dalam batangnya
berwarna hijau dan berair.
meruncing. Menurut Rismunandar (1989), ada korelasi antara bentuk daun dengan
bentuk buahnya jambu biji yang berdaun kecil-kecil buahnya pun kecil (jambu
kerikil). Jika bentuk daunnya bulat, buahnya pun bulat. Pohon yang daunnya
memanjang dan agak lancip ujungnya, buahnya berbentuk buah pir.
Bunga jambu biji berwarna putih, berbau agak wangi, tumbuh di ketiak
daun atau pada pucuk ranting, tunggal atau dalam kelompok kecil (Morton, 1987).
Bunga merupakan bunga sempurna yaitu benang sari (sekitar 250 helai) dan putik
terdapat pada satu bunga. Mahkota bunga jumlahnya 4-5 (Morton, 1987).
Menurut Sujiprihati (1985), mahkota bunga jambu biji Bangkok berjumlah 4-10
helai, dengan bentuk daun mahkota bulat telur. Bunga akan mekar penuh pada
pagi hari. Waktu yang diperlukan dari kuncup hingga mekar penuh antara 14-29
hari (Sujiprihati, 1985). Penyerbukan bunga tanaman jambu biji bersifat
menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang (Nakasone & Paull, 1999) yang
dibantu oleh faktor luar yaitu angin, serangga, dan manusia (Rismunandar, 1989).
Buah jambu biji memiliki variasi yang besar baik dalam ukuran buah,
bentuk buah, maupun warnanya (Panhwar, 2005). Buah berdompolan, bentuknya
globose, bulat telur, lonjong atau berbentuk buah pir, dengan ukuran beragam
diameter sekitar 2,5-10 cm (Nakasone & Paull, 1999) bergantung pada sifat
bawaan, umur pohon, kesuburan tanah, dan
1989). Kulit buahnya halus atau tidak rata, berwarna hijau tua ketika masih muda
dan berubah menjadi hijau sampai hijau kekuning-kuningan setelah masak.
Daging buahnya berwarna putih, kuning, pink atau merah dengan sel-sel batu
sehingga bertekstur kasar, berasa asam sampai manis, dan beraroma musky
ketika masak (Soetopo, 1992). Daging dalamnya bertekstur lunak, dan berwarna
lebih gelap dan berasa lebih manis di banding daging luarnya, secara normal
dipenuhi biji-biji yang keras berwarna kuning (Morton, 1987), sekitar 1-2%
(Panhwar, 2005). Ada korelasi antara ukuran buah dengan jumlah biji yang
dikandungnya, kisaran biji pada jambu biji Bangkok yaitu 150-750 biji
(Sujiprihati, 1989). Biji jambu biji dapat bertahan lama ( 12 bulan) dalam
penyimpanan pada kondisi suhu rendah (8 C) dalam kelembaban rendah
(Soetopo, 1992; Ashari, 2006). Buah jambu biji matang 90 sampai 150 hari
setelah pembungaan (Morton, 1987). Menurut Naka sone & Paull (1999), buah
jambu biji matang 120-220 hari setelah pembungaan bergantung pada temperatur
selama perkembangan buah. Periode pematangan buah setelah antesis juga
bervariasi pada setiap varietas. Jambu biji Bangkok memerlukan waktu 5-6 bulan
sejak antesis sampai buah dapat dipanen (Sujiprihati, 1985).
2.1.3
vegetatif antara lain cangkokan, okulasi, stek akar (Rismunandar, 1989), stek
batang, dan perempelan mata tunas. Di India perbanyakan dengan kultur jaringan
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 5
dengan
biji
akan
menyebabkan
bermacam-macam
variasi
2.1.4
jambu biji yang tersebar di beberapa negara terdapat lebih dari 97 varietas
(Soedarya, 2010). Beberapa jenis atau varietas jambu biji yang banyak dikenal
masyarakat antara lain jambu biji kecil, jambu biji bangkok, jambu biji variegata,
jambu biji australia, jambu biji brasil, jambu biji susu, jambu biji bangkok epal
(Soedarya, 2010; Agromedia, 2009), jambu biji sukun, jambu biji pasar minggu,
jambu biji merah getas, jambu biji sari, dan jambu biji palembang (Agromedia,
2009). Beberapa varietas jambu biji yang dikenal masyarakat antara lain sebagai
berikut :
A.
dari Vietnam disebut Giant Guava. Keunggulan dari jambu biji dari
Vietnam tersebut terletak pada ukuran buahnya yang lebih besar daripada
jambu biji lokal, disamping itu berumur genjah dan rendah/kerdil
kanopinya (Ashari, 2006). Bentuk buahnya bulat atau bulat panjang seperti
buah alpukat dan beralur dangkal menyerupai bentuk buah belimbing.
Permukaan buah tidak rata, warna kulit buah hijau ketika muda dan akan
menjadi hijau kekuningan setelah buah masak. Daging buahnya keras dan
renyah, berwarna putih dengan ketebalan antara 2,5-3,5 cm. Bijinya relatif
sedikit dibandingkan biji pada jambu biji biasa (Sujiprihati, 1985). Bobot
buah sekitar 500-1200 g/buah.
B.
pangkalnya. Permukaan kulit buah tidak merata, berwarna hijau tua ketika
muda dan setelah matang berubah menjadi hijau kekuningan sampai
kuning. Daging buah cukup tebal, dengan banyak biji pada bagian
pulpnya dan berasa manis (Soedarya, 2010).
C.
Getas, Salatiga, Jawa Tengah pada tahun 1980-an. Jambu biji ini
merupakan hasil persilangan antara jambu biji bangkok yang berbuah
besar dengan jambu biji pasar minggu yang berdaging merah. Jambu biji
merah getas memiliki daging buah berwarna merah cerah, tebal, berasa
manis, beraroma harum dan segar. Kulit buahnya berwarna hijau tua jika
masih muda dan menjadi hijau kekuningan setelah masak. Ukuran
buahnya sekitar 400 g/buah. Daunnya berwarna hijau tua, dengan panjang
sekitar 6-24 cm (Parimin, 2007).
2.1.5
Syarat Tumbuh
Tanaman jambu biji dapat tumbuh di berbagai tempat dan kapan saja
matahari penuh tanpa naungan. Tanaman jambu biji termasuk tipe C3 (Nakasone
& Paull, 1999), lama penyinaran optimum yang dibutuhkan adalah 15 jam per
hari (Nakasone & Paull, 1999; Utami, 2008). Tanaman jambu cukup toleran
terhadap kisaran pH 4,2-8,2 serta terhadap salinitas. Pada tanah yang kurang subur
pun, misalnya berbatu-batu, masih mampu tumbuh, sekalipun hasilnya akan
berkurang (Ashari, 2006).
2.1.6
protein 1 g, lemak 0,4 g, pati 6,8 g, serat 3,8 g, abu 0,7 g, dan vitamin C 337 mg.
Kandungan energi untuk setiap 100 g sebesar 150-210 kJ. Kandungan vitamin C
bervariasi antara 10-2.000 mg/100 g buah, bergantung pada kultivar, tingkat
kematangan buah serta kondisi lingkungan setempat (Ashari, 2006; Soetopo,
1992). Proporsi kandungan vitamin C di dalam kulit luar, daging luar dan daging
dalam berbanding 12 : 5 : 1. Kandungan vitamin C pada jambu biji berdaging
buah putih relatif lebih tinggi daripada yang berdaging merah. Berdasarkan
analisis yang dilakukan Sujiprihati (1985) terhadap kandungan vitamin C jambu
biji Bangkok mengandung 100-200 mg/100 g bagian contoh. Jambu biji
mengandung antioksidan primer yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
jeruk, nanas, pisang, buah naga, belimbing, sarikaya, dan jambu air (Yan et al.,
2006).
Buah jambu biji selain dikonsumsi segar sebagai pencuci mulut atau salad,
dapat juga dijadikan produk olahan seperti asinan, permen, jeli, selai, marmalad
(Brasil goiabada), jus, sari buah (Soedarya, 2010), nektar, setup, bubur buah
(Rismunandar, 1989), eskrim, buah kalengan, sirup, pie, kue, puding, saus, sup
buah, dan produk lain (Morton, 1987). Tepung jambu biji banyak mengandung
vitamin C dan pektin (Soetopo, 1992).
Selain itu kandungan beberapa senyawa dalam tanaman jambu biji
terutama dalam daunnya seperti tanin, fenol, triterpen, minyak atsiri (eugenol), zat
samak, damar, asam malat, asam lemak, dan asam apfel (Dalimartha, 2005),
jambu biji memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai obat herbal. Beberapa
penggunaan daun jambu biji yaitu sebagai antidiare, menurunkan glukosa darah,
obat demam berdarah, obat batuk, obat luka, sariawan, dan sebagainya
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 8
(Agromedia, 2008). Ekstrak etanol daun jambu biji putih dan merah mampu
menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare (Escherichia coli, Shigella
dysenteriae, Shigella flexneri dan Salmonella typhi) pada konsentrasi tertentu
(Adnyana et al., 2004). Selain obat diare, daun jambu biji yang mengandung
senyawa tanin dan flavonoid juga memiliki potensi sebagai obat demam berdarah
(Balitbu, 2008).
Kayu tanaman jambu biji yang keras dan liat dapat dijadikan bahan yang
baik untuk dijadikan gagang palu, pahat, kapak dan sebagainya (Rismunandar,
1989). Di Malaysia, daun jambu biji digunakan sebagai bahan pewarna sutera
(Ashari, 2006).
2.1.7
negara antara lain lalat buah, kutukebul, kutu putih, kutu perisai, kutudaun, kutu
tempurung, Helopeltis sp., kumbang penggerek, larva berbagai spesies dari ordo
Lepidoptera, belalang, rayap, dan tungau.
Hama yang merupakan hama utama pada pertanaman jambu biji di
berbagai negara adalah lalat buah (Gould & Raga, 2002). Hama lain merupakan
hama sekunder, pada populasi rendah tidak menimbulkan kerugian ekonomi yang
nyata. Namun jika populasi melimpah pada suatu lokasi pertanaman atau
keberadaannya berasosiasi dengan organisme pengganggu tanaman lain, hama
tersebut menjadi penting.
Kerusakan yang diakibatkan hama dapat berupa kerusakan langsung dan
tidak langsung. Pada kerusakan tidak langsung hama dapat berperan sebagai
vektor atau penyebab infeksi penyakit akibat pelukaan pada tanaman akibat
aktifitas makan dan hidupnya. Beberapa hama jambu biji antara lain sebagai
berikut :
A.
negara penghasil jambu biji. Hama ini tidak hanya menyerang jambu biji,
tetapi juga merupakan hama dari berbagai komoditas pertanian lain.
Spesies lalat buah yang tercatat saat ini mencapai 4000 spesies yang
memiliki preferensi serangan pada bagian tanaman yang berbeda (Meritt
et al., 2003). Beberapa spesies menyerang buah antara lain dari genus
Ceratitis dan Ragholetis, seed-head predators (Euaresta, Trupanea,
Tephritis), gallmakers (Eurosta), atau pengorok daun seperti lalat buah
dari genus Euleia (Meritt et al., 2003).
Lalat buah yang menyerang jambu biji termasuk ke dalam lalat buah
yang menyerang buah. Larva dari lalat buah ini merusak buah dari
tanaman inang, dan menyebabkan buah menjadi busuk dengan lebih cepat.
Tanaman inang lalat buah terdiri dari famili Compositae atau pada buah
yang berdaging (Meritt et al., 2003). Lalat buah betina meletakkan telur
pada jaringan buah dengan menusukkan ovipositornya ke dalam daging
buah. Bekas tusukan tersebut berupa noda/titik kecil berwarna hitam yang
tidak terlalu jelas. Noda-noda kecil bekas tusukan ovipositor ini
merupakan gejala awal serangan lalat buah. Di sekitar bekas tusukan akan
muncul nekrosis. Telur akan menetas dalam beberapa hari, larva membuat
lubang dan makan dari bagian dalam buah selama 7-10 hari bergantung
pada suhu. Pada masa perkembangannya, khususnya jika populasinya
tinggi larva akan masuk sampai ke bagian dalam (pulp) buah jambu biji
(Gould & Raga, 2002). Buah yang terserang larva lalat buah akan cepat
membusuk dan gugur sebelum matang. Buah yang gugur ini akan menjadi
sumber infestasi lalat buah generasi berikutnya karena larva akan
berkembang menjadi pupa di tanah dan kemudian berkembang menjadi
imago (Ginting, 2009).
Ginting (2009) melaporkan bahwa terdapat 14 jenis lalat buah yang
ditemukan di Jakarta, Depok, dan Bogor. Lalat buah yang dilaporkan
dalam penelitian Ginting (2009) antara lain Bactrocera carambolae dan
B. papayae yang diketahui sebagai inang dari jambu biji. Kedua spesies ini
merupakan spesies paling melimpah di lokasi penelitian dibandingkan 12
spesies lalat buah lainnya yang ditemukan, hal ini disebabkan tanaman
inang kedua spesies ini sangat beragam dan hampir selalu tersedia.
Pengelolaan
terhadap
serangan
lalat
buah
yaitu
dengan
B.
C.
D.
putih (Gould & Raga, 2002). Pada populasi yang tinggi hama ini
merugikan karena selain aktivitas makannya yang menghisap daun juga
dapat menyebabkan tumbuhnya embun madu pada permukaan daun yang
menyebabkan permukaan fotosintesis akan berkurang. Kutukebul yang
ditemukan oleh Bintoro (2008) di wilayah Bogor dan tanaman jambu biji
sebagai inangnya adalah Aleurodicus dispersus Russel, Aleuroclava psidii,
dan Trialeurodides sp. Cockerell.
E.
Hama Lainnya
Hama lain yang merupakan hama tanaman jambu biji antara lain
Scarabaeidae
dan
Curculionidae
(Coleoptera),
tungau
2.2
tanaman jambu biji seperti cendawan, bakteri, alga, nematoda, dan efifit. Patogen
tersebut terdapat pada berbagai bagian tanaman jambu biji, menyebabkan
berbagai penyakit antara lain busuk buah pada pertanaman dan penyimpanan
(busuk kering, busuk basah, busuk lunak, busuk asam, busuk coklat, busuk masak,
kudis, busuk pangkal, busuk bercincin, busuk pink, busuk buah berlilin), kanker,
layu, mati ujung, gugur daun, batang/ranting kering, bercak daun, hawar daun,
antaknosa, karat merah, embun jelaga, karat, hawar biji, dan rebah kecambah
(Misra 2004). Fungi pada tanaman jambu biji antara lain sebagai berikut :
gloeosporioides
dan
Colletotrichum
psidii
Curzi
penyakit
antraknosa
yaitu
cendawan
Colletotrichum
(Semangun, 1994).
Busuk buah dapat terjadi di pertanaman maupun pada buah jambu biji
dalam simpanan. Cendawan Colletotrichum dapat menginfeksi jambu biji di
pertanaman dan juga pada jambu biji di penyimpanan (Semangun, 1994). Gejala
yang disebabkan cendawan Colletotrichum yaitu pada buah terbentuk bercak
coklat berbatas jelas dan mengendap (Semangun, 1994).
2.2.3
Pestalotiopsis sp.
Kanker buah berkudis umumnya terjadi pada buah yang hijau dan dapat
juga
menyebabkan
bercak
pada
daun.
Penyebab
penyakit
ini
adalah
parasit luka, kanker berhubungan dengan tusukan yang disebabkan oleh aktivitas
makan serangga antara lain Helopeltis theobromae (Lim & Manicom, 2003).
Pada infeksi awal, mula-mula pada buah yang masih hijau terdapat bercak
gelap, kecil, yang membesar mencapai garis tengah 1-2 mm, berwarna coklat tua,
yang terdiri dari jaringan mati. Jika buah membesar kanker akan pecah,
membentuk kepundan dengan tepi tebal dan pusat mengendap (Semangun, 1994).
Pengelolaan
penyakit
ini
bisa
dilakukan
dengan
mengendalikan
Helopeltis, membuang buah dan daun yang sakit kemudian dipendam atau dibakar
untuk mengurangi sumber infeksi (Lim et al., 1986 dalam Semangun, 1994).
Penggunaan ekstrak daun Occimum sanctum dapat menghambat perkecambahan
spora cendawan (Misra, 2004).
Pestalotiopsis sp., dapat menyebabkan bercak pada daun jambu biji
umumnya tidak merugikan secara langsung, namun beberapa cendawan
penyebabnya dapat menyerang buah juga, maka daun yang sakit dapat memegang
peranan penting sebagai sumber infeksi (Semangun, 1994). Cendawan
Pestalotipsis menyebabkan bercak coklat kelabu yang mulanya menginfeksi dari
bagian tepi atau pinggir daun, berangsur-angsur menyebar ke bagian bawah
(Misra, 2004).
2.2.5
Myxosporium sp.
Penyakit layu memiliki kecepatan perkembangan gejala yang bervariasi.
Pada sindrom yang cepat, layu pertama muncul pada daun yang berada di ujung
percabangan pada kanopi paling tinggi. Dalam 2-4 minggu, semua daun menjadi
layu dan kering, batang terlih at seperti hangus. Perkembangan buah terhambat
dan buah mengeras (mumifikasi) pada batangnya. Layu akan berkembang cepat
dari batang yang mati ke batang yang sehat, akhirnya tanaman mati (Lim &
Manicom, 2003).
Fusarium sp.
Penyebab penyakit layu yang telah dilaporkan dari berbagai tempat
coklat yang cepat meluas kurang berbatas jelas, busuk lunak, dan terbentuk
lapisan cendawan berwarna hitam. Terdapat pada ujung atau pangkal buah.
Pembusukan juga mencapai bagian daging buahnya hingga buah busuk dan berair
(Martoredjo, 2009).
2.2.8
Culvularia sp.
Cendawan yang juga menyebabkan busuk buah di pertanaman Curvularia
sp. Busuk buah dapat terjadi di pertanaman maupun pada buah jambu biji dalam
simpanan (Semangun, 1994).
2.2.9
Phytophthora sp.
Cendawan Phytophthora sp. menyebabkan busuk pada pangkal buah yang
dapat terjadi di pertanaman maupun pada buah jambu biji dalam simpanan
(Semangun, 1994).
Gambar 2.9
Sumber : http://extension.umaine.edu/ipm/wp-content/uploads/sites/3/2010/
11/200403382ElmPhomosisLeafImage2.jpg
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1
3.2
3.2.1
Bahan Praktikum
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquades, kentang,
3.2.2
Alat Praktikum
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, tabung
reaksi, beaker glass, spatula, erlenmeyer 500 ml, kawat inokulum, kapas, tusuk
gigi, gunting, timbangan, bunsen, indikator pH, spreader glass, inkubator (enkas),
panci, mikropipet, blue tip, autoklaf, gelas ukur, pipet tetes, mikroskop, kaca
preparat, cover glass dan kamera.
3.3
Pelaksanaan Praktikum
3.3.1
(Tauge Agar) serta PDB (Potato Dextrose Broth) sebagai media pengenceran.
Media PDA dan PDB dibuat sendiri dari 250 gr kentang yang telah dikupas dan
dipotong dadu. Kemudian kentang direbus dalam 1 liter air selama 1 jam dan
dipertahankan volume airnya. Setelah 1 jam air rebusan kentang disaring
filtratnya. Selanjutnya filtrat atau sari kentang dibagi menjadi 2 (500 ml - 500 ml)
untuk media PDA dan PDB.
3.3.2
Pengambilan Sampel
Sample yang digunakan adalah buah jambu biji merah yang diambil dari
3.3.3
Isolasi Fungi
Isolasi fungi dilakukan dengan metode pengenceran. Sampel dilakukan 4
kali pengenceran (104). Buah jambu biji sebanyak 25 gr dilumatkan dengan mortal
lalu dimasukkan dalam gelas beaker yang berisi 225 ml aquades dan diaduk
hingga tercampur (pengenceran 101). Kemudian 1 ml sampel diambil dari gelas
beaker dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi I (pertama) yang berisi 9 ml PDB
lalu dihomogenkan (pengenceran 102). Kemudian dari tabung reaksi I diambil 1
ml lalu dimasukkan dalam tabung reaksi II (kedua) yang berisi 9 ml PDB lalu
dihomogenkan (pengenceran 103). Kemudian dari tabung reaksi II diambil 1 ml
lalu dimasukkan dalam tabung reaksi III (ketiga) yang berisi 9 ml PDB lalu
dihomogenkan (pengenceran 104). Setelah itu dari pengenceran ke-2 dan ke- 4
tersebut
masing-masing diambil
0,1
ml
menggunakan
mikropipet
dan
3.3.4
Identifikasi Fungi
Identifikasi fungi dilakukan dengan dua metode pengamatan, yaitu dengan
Pengamatan Makroskopis
Pengamatan makroskopis merupakan identifikasi fungi berdasarkan
B.
Pengamatan Mikroskopis
Pengamatan mikroskopis merupakan identifikasi fungi dibawah
mikroskop untuk melihat warna, jenis hipa (bersepta atau tidak bersepta),
konidia atau spora, bentuk konidia, ukuran konidia, warna konidia,
konidiofor, stigma dan penataan spora.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1
Gambar
Keterangan
Pengenceran ke-2
Umur 4 hari
10-2 = 15
= 15 102
= 1,5 103 CFU
Jumlah fungi
0,1 ml
1,5 103
0,1
Pengenceran ke-4
Umur 4 hari
10-4 = 6
= 6 104
= 6 104 CFU
Jumlah fungi
0,1 ml
6 104
0,1
= 6 x 105 CFU/ml
Gambar
Keterangan
Pengenceran ke-2
Umur 4 hari
10-2 = 27
= 27 102
= 2,7 103 CFU
Jumlah koloni
0,1 ml
2,7 103
=
0,1
Pengenceran ke-4
Umur 9 hari
10-4 = 11
= 11 104
= 1,1 105 CFU
Jumlah koloni
0,1 ml
1,1 105
0,1
4.2
yang berasal dari jambu biji berjumlah 17 jenis fungi. Tiga jenis fungi telah
berhasil diisolasi dan diidentifikasi sedangkan ke-14 jenis fungi lain belum dapat
terisolasi dan teridentifikasi.
?
Isolat 1
?
Isolat 2
?
A
?
?
Isolat 3
?
?
?
?
?
?
?
B
?
?
Keterangan :
A. Biakan campuran pada media PDA; pengenceran ke-4; Umur 4 hari.
B. Biakan campuran pada media TA; pengenceran ke-4; Umur 9 hari.
4.2.1
Gambar
Keterangan
Media TA
1.
Umur 5 hari
Terbentuk sirkulat
Koloni
tampak
berwarna
muda
hijau
ditengah-
tengah
Top Colony
dan
berwarna
serta
kuning
putih
di
terbentuk
eksudat
Berdiameter 4 cm
Media TA
2.
Umur 5 hari
Koloni
berwarna
tampak
coklat
kekuningan
ditengah-tengah
dan berwarna putih
di
bagian
tepi
koloni
Reverse Colony
B. Mikroskopis
No.
Gambar
1.
Keterangan
A
B
A. Konidia
B. Fialid
C. Vesikel
D. Konidiofor
Perbesaran 15x10
2.
4.2.2
Perbesaran 15x10
A. Konidia
B. Konidiofor
Gambar
Keterangan
Media TA
1.
Umur 5 hari
Terbentuk sirkulat
Koloni
tampak
berwarna
hitam
serta
coklat
ditengah-tengah
dan berwarna putih
Top Colony
di
bagian
tepi
koloni
Tepi koloni rata
Tidak
terbentuk
eksudat
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 30
Berdiameter
3,7
cm
Media TA
2.
Umur 5 hari
Koloni
tampak
berwarna
coklat
kekuningan
dan
berwarna putih di
bagian tepi
Tepi koloni rata
Reverse Colony
Terbentuk radial
Berdiameter
3,7
cm
B. Mikroskopis
No.
Gambar
Keterangan
Perbesaran 15x10
1.
A. Konidia
A
B. Konidiofor
2.
A
B
Perbesaran 15x40
A. Konidia
B. Fialid
C
D
C. Vesikel
D. Konidiofor
4.2.3
Gambar
Keterangan
Media TA
1.
Umur 5 hari
Terbentuk sirkulat
Koloni
tampak
berwarna
hitam
serta
coklat
ditengah-tengah
dan berwarna putih
di
Top Colony
bagian
tepi
koloni
Tepi koloni rata
Tidak
terbentuk
eksudat
Berdiameter
4,3
cm
Media TA
2.
Umur 5 hari
Koloni
tampak
berwarna
coklat
ditengah-tengan
dan berwarna putih
di bagian tepi
Tepi koloni rata
Terbentuk radial
Reverse Colony
Berdiameter
4,3
cm
No.
Gambar
Keterangan
Media TA
1.
Umur 19 hari
Terbentuk sirkulat
Koloni
tampak
berwarna
hitam
serta
serta
ditengah-tengah
dan
Top Colony
hitam
berwarna
di
bagian
tepi koloni
Tepi koloni rata
Tidak
terbentuk
eksudat
Berdiameter
5,5
cm
Media TA
2.
Umur 19 hari
Koloni
tampak
berwarna
coklat
kekuningan
Tepi koloni rata
Terbentuk radial
Berdiameter
Reverse Colony
5,5
cm
B. Mikroskopis
No.
Gambar
Keterangan
Perbesaran 15x10
1.
A. Konidia
A
B. Konidiofor
2.
Perbesaran 15x40
A. Konidia
B
C
B. Fialid
C. Vesikel
D. Konidiofor
BAB V
PEMBAHASAN
5.1
Isolasi Fungi
Praktikum ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi fungi
pada buah jambu biji. Isolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di
alam dan menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Metode yang dilakukan
adalah metode pengenceran dengan sampel buah jambu biji sebanyak 25 gram
lalu dimasukkan dalam gelas beaker yang berisi 225 ml aquades. Kemudian 1 ml
suspensi diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi I (pertama) yang berisi
9 ml PDB lalu dihomogenkan. Hal ini dilakukan sampai pada pengenceran ke-4.
Setelah itu, dari pengenceran ke-2 dan ke- 4 tersebut masing-masing diambil 0,1
ml menggunakan pipet tetes dan diinokulasikan pada masing-masing cawan yang
berisi media PDA dan TA menggunakan metode sebar (Spread Plate). Inkubasi
dilakukan pada suhu 22-25 OC di dalam inkubator (enkas) selama 3-5 hari dalam
keadaan gelap dan posisi cawan terbalik.
Teknik pengenceran sangat penting di dalam analisis mikrobiologi, karena
hampir semua metode perhitungan jumlah sel mikroba diawali dengan teknik ini.
Teknik pengenceran dilakukan untuk benar-benar mendapatkan koloni tunggal
(Rachdie, 2008). Berdasarkan praktikum, jumlah sel mikroba yang didapatkan
melalui teknik pengenceran adalah beberapa koloni dan terdiri dari beberapa
spesies. Hal ini masih perlu diisolasi lebih lanjut untuk mendapatkan biakan murni
mikroba.
Pengenceran pada sampel buah jambu biji dilakukan sebanyak 4 kali.
Namun dalam penghitungan fungi diambil pada pengenceran ke-2 dan ke-4.
Semakin banyak dilakukan pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni yang
terhitung. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwoko (2007) bahwa syarat
penghitungan koloni yaitu cawan yang dihitung adalah cawan yang mengandung
jumlah koloni 30 300. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu dapat
dihitung satu koloni dan suatu deretan koloni sebagai suatu garis tebal dapat
dihitung sebagai satu koloni (Irianto, 2000).
Berdasarkan data di atas didapatkan bahwa jumlah koloni fungi pada
pengenceran ke-2 di media PDA sebesar 1,5 x 104 CFU/ml dan pada pengenceran
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 35
ke-4 di media PDA sebesar 6 x 105 CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran ke-2 di
media TA sebesar 2,7 x 104 CFU/ml dan pada pengenceran ke-4 di media TA
sebesar 1,1 x 106 CFU/ml. Metode hitungan cawan merupakan cara yang paling
sensitif untuk menghitung jumlah mikroba karena hanya sel yang hidup yang
dapat dihitung. Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus dan dapat
digunakan untuk isolasi serta identifikasi mikroba (Irianto, 2000).
5.2
Identifikasi Fungi
Fungi yang terdapat pada media PDA dan TA dan pada pengenceran ke-4
yang berasal dari jambu biji berjumlah 17 jenis fungi. Ketiga jenis fungi telah
berhasil diisolasi dan diidentifikasi sedangkan ke-14 jenis fungi lain belum dapat
terisolasi dan teridentifikasi. Ketiga isolat tersebut adalah fungi jenis Aspergillus
sp. Fungi yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari buah jambu biji dapat
dilihat pada Tabel 5.1.
Isolat
Isolat 1
Aspergillus sp.
Isolat 2
Aspergillus sp.
Isolat 3
Aspergillus sp.
Pengamatan pada isolat ke-1 diketahui bahwa saat muda koloni berwarna
putih, dan akan berubah menjadi berwarna hijau kekuningan setelah usia 5 hari.
Terbentuk sirkulat warna antara hijau, kuning dan putih. Tepi koloni tidak rata.
Terbentuk radial. Tidak terbentuk eksudat dan koloni berdiameter 4 cm. Kepala
konidia berwarna hijau kekuningan hingga hijau tua kekuninggan, berbentuk
bulat, konidiofor berdinding kasar dan hialin. Vesikula berbentuk bulat hingga
semi bulat. Fialid langsung duduk pada vesikula atau pada metule, konidia
berbentuk bulat hingga semi bulat, berwarna hijau pucat. Berdasarkan ciri
makroskopis dan mikroskopis isolat ke-1, dapat disimpulkan bahwa jenis fungi
tersebut adalah Aspergillus sp.
Penentuan jenis fungi pada isolat ke-1 didukung oleh pendapat Samson et
al., (1999) bahwa terdapat koloni kapang Aspergillus sp. berwarna hijau
kekuningan. Terbentuk sirkulat warna. Terbentuk radial. Tidak terbentuk eksudat.
Kepala konidia khas berbentuk bulat, kemudian merekah menjadi beberapa
kolom, dan berwarna hijau kekuningan hingga hijau tua kekuningan. Konidiofor
berwarna hialin, kasar. Vesikula berbentuk bulat hingga semi bulat, berdiameter
25 45 m. Fialid duduk lansung pada vesikel atau metule, berukuran 610 x
4,55,5 m. Konidia berbentuk bulat hingga semi bulat, dimeter 3-6 m, hijau
dan berduri.
Pengamatan pada isolat ke-2 diketahui bahwa saat muda koloni berwarna
putih, dan akan berubah menjadi berwarna coklat muda setelah usia 5 hari.
Terbentuk sirkulat warna antara coklat, hitam dan putih. Tidak terbentuk eksudat.
Terbentuk radial. Tepi koloni rata dengan diameter 3,7 cm. Kepala konidia
(Conidialhead) berwarna coklat, berbentuk bulat (radiate). Kodiofor berdinding
halus, hialin sampai kecoklatan. Vesikula berbentuk bulat sampai semi bulat.
Fialid duduk pada metule, konidia berbentuk bulat sampai semi bulat, berwarna
coklat, dan berornamen. Berdasarkan ciri makroskopis dan mikroskopis isolat ke2, dapat disimpulkan bahwa jenis fungi tersebut adalah Aspergillus sp.
Penentuan jenis fungi pada isolat ke-2 didukung oleh pendapat Sutjiati dan
Saenong (2002) bahwa terdapat koloni Aspergillus sp. yang kompak berwarna
putih dan kuning pada permukaan bawah koloni dan pada permukaan atas
berwarna coklat muda sampai coklat gelap setelah terbentuk konidiospora
(konidia). Terbentuk sirkulat warna. Konidia berbentuk bulat dan berwarna coklat
sampai hitam. Kepala konidia radiat mempunyai ukuran panjang berkisar antara
6-7 m. Tangkai konidia (konidiofor) berdinding halus, hialin, tidak bercabang,
sering berwarna coklat muda. Vesikel bulat sampai semi bulat, berwarna coklat
muda atau coklat transparan.
Pengamatan pada isolat ke-3 diketahui bahwa saat muda koloni berwarna
putih, dan akan berubah menjadi berwarna hitam setelah usia 19 hari. Terdapat
sirkulat warna antara hitam dan putih. Tidak terbentuk eksudat. Terbentuk radial
dengan diameter 4,3 cm. Kepala konidia (Conidialhead) berwarna hitam,
berbentuk bulat (radiate). Kodiofor berdinding halus, hialin sampai kecoklatan.
Vesikula berbentuk bulat sampai semi bulat. Fialid duduk pada metule, konidia
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 37
5.3
Kingdom
: Fungi
Divisi
: Eumycetes
Classis
: Deuteramycetes
Ordo
: Moniliales
Familia
: Moniliaceae
Genus
: Aspergillus
Species
: Aspergillus sp.
jambu biji di kecamatan Rancang Bungur dan Kampus IPB Darmaga Bogor, yaitu
antraknosa, kanker buah Pestalotia, bercak daun kelabu, karat merah, busuk buah
Botryodiplodia, penyakit layu, embun jelaga, kanker buah oleh fungi askomiset,
bercak merah pada daun muda, dan kerusakan fisik dan mekanis buah.
Dari beberapa penyakit tersebut, fungi yang mendominasi pada buah
jambu biji adalah Colletotrichum sp., Pestalotiopsis sp. dan Botryodiplodia sp..
Sedangkan pada praktikum ini, terhadap 3 isolat fungi yang telah diidentifikasi
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 38
dari sampel jambu biji merah dan ketiga fungi tersebut adalah Aspergillus sp..
Perbedaan jenis fungi yang mendominasi pada sampel buah jambu biji disebabkan
adanya beberapa faktor yang akan dijelaskan pada Tabel 5.2.
Praktikum Mikologi
biji
Jumlah sampel
1 (satu) buah
Tempat
Pedagang
pengambilan
sampel
buah
Media biakan
Fungi
diisolasi
jenis
fungi
berhasil
dan
berhasil
dan
diidentifikasi
diidentifikasi sedangkan
ke-14 fungi lain belum
terisolasi
dan
teridentifikasi
5.4
1.
Aspergillus sp. dapat dimanfaatkan dalam industri pengolahan buahbuahan. Aspergillus sp. berguna untuk menghilangkan gas O2 dari sari
buah dan dapat menjernihkan sari buah. Fungsi tersebut dapat juga
menghasilhkan enzim glukosa oksidae dan pektinase (Widayati et al.,
2009).
2.
Aspergillus niger dapat menghasilkan asam sitrat sehinga fungi ini banyak
digunakan sebagai model fermentasi karena fungi ini tidak menghasilkan
mikotoksin sehingga tidak membahayakan. A. niger dapat diisolasi dari
buah kemudian ditumbuhkan di laboratorium. A. niger dapat tumbuh
dengan cepat, oleh karena itu A. niger banyak digunakan secara komersial
dalam produksi asam sitrat, asam glukonat, dan pembuatan berapa enzim
seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase, dan selulase (Broekhuijsen
et al., 1993; Okada, 1985). A. niger mampu mensintesis asam sitrat dalam
medium fermentasi ekstraseluler dengan konsentrasi yang cukup tinggi,
jika dibiakkan dalam media yang kadar garamnya rendah dan mengandung
gula sebagai sumber karbon (Hang et al., 1977; Ji et al., 1992).
Selain itu, A. niger juga menghasilkan gallic acid yang merupakan
senyawa fenolik yang biasa digunakan dalam industri farmasi dan juga
dapat menjadi substrat untuk memproduksi senyawa antioksidan dalam
industri makanan.
A. niger dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat
makanan yang terdapat dalam substrat, molekul sederhana yang terdapat
disekeliling hifa dapat langsung diserap sedangkan molekul yang lebih
kompleks harus dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan
menghasilkan beberapa enzim ekstra seluler seperti protease, amilase,
mananase, dan -glaktosidase. Bahan organik dari substrat digunakan oleh
Aspergillus niger untuk aktivitas transport molekul, pemeliharaan struktur
sel, dan mobilitas sel.
1.
jamur yang
mampu
merupakan senyawa
metabolik
bersifat toksik
yang
3.
BAB VI
PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas adalah sebagai
berikut :
Jumlah koloni fungi pada pengenceran ke-2 di media PDA sebesar 1,5
x 104 CFU/ml dan pada pengenceran ke-4 di media PDA sebesar 6 x
105 CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran ke-2 di media TA sebesar
2,7 x 104 CFU/ml dan pada pengenceran ke-4 di media TA sebesar 1,1
x 106 CFU/ml.
Fungi yang berasal dari buah jambu biji berjumlah 17 jenis fungi.
Ketiga jenis fungi telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi sedangkan
ke-14 jenis fungi lain belum dapat terisolasi dan teridentifikasi. Jenis
fungi ketiga isolat tersebut adalah Aspergillus sp.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana IK, Yulinah E, Sigit JI, Fisheri KN, Insanu M. 2004. Efek ekstrak daun
jambu biji daging buah putih dan jambu biji daging buah merah sebagai
antidiare. Acta Pharmaceutica Indonesia. 29(1):19-27.
AgroMedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
AgroMedia. 2009. Buku Pintar Budidaya Tanaman Buah Unggul Indonesia.
Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Amusa NA, Ashaye OA, Amadi J, Oladapo O. 2006. Guava fruit anthracnose and
the effects on its nutritional and market values in Ibadan, Nigeria. Journal
of Applied Science 6(3):539-543.
Anonim, 2002. Aflatoxin contamination. United
Stated
Department
of
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id
tropika
untuk
ekspor.
http://www.hortikultura.go.id/index.
%20php?option=com_content&task=view&id=240&Itemid=1gemerlap.
Diakses 06 Januari 2015.
Dooley J. 2006. Key to the commonly intercepted whitefly pests. USDA,PAHISPPQ. John.w.dooley@aphis.usda.gov.
Fitzpatricks. 2003. Apspergillosis. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K editor.
Dermatology In General Medicine. Sixth edition, volume 1, McGrawHill,1154.
Forum
Kerjasama
Agribisnis
(Foragri).
2011.
Berkebun
apple
guava.
http://foragri.wordpress.com/2011/01/10/berkebun-apple-guava. Diakses 06
Januari 2015.
Ginting R. 2009. Keanekaragaman lalat buah (Diptera: Tephritid ae) di Jakarta,
Depok, dan Bogor sebagai bahan kajian penyusunan analisis resiko hama.
tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Gould WP, Raga A. 2002. Pest of guava. Di dalam: Pena JE, Sharp JL, Wysoki
M, editor.
Importance, Natural Enemies, and Control . New York: CABI. Hlm 295313.
University Press.
Lim TK, Manicom BC. 2003. Diseases of guava. Di dalam: Ploetz RC, editor.
2003.
Publishing.
Makfoeld, D. 1990. Mikotoksin Pangan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Maramis RTD. 1991. Bionomi Aleurodicus dispersus Russel (Homoptera:
Aleyrodidae) pada tanaman cabai, kacang hijau dan jambu biji. tesis. Bogor:
Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Marlatt RB, Campbell CW. 1980. Susceptibility of Psidium gujava selections to
injury by Cephaleuros sp. Plant diseases 64:1010-1011.
Marlisa E. 2008. Kajian disinfestasi lalat buah dengan perlakuan uap panas (vapor
heat treatment) pada mangga gedong gincu. tesis. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Menhan, VK. 1987. The aflatoxin contamination problem in groundnut control
with emphasis on host plant resistance. The Regional plant protection group
meeting horate Zimbabwe. Pp. 12-15.
Meritt RW, Courtney GW, Keiper JB. 2003. Diptera (Flies, Mosquitoes, Midges,
Gnats). Di dalam Resh VH, Card RT, editors. Encyclopedia of Insects.
USA: Elsevier Science. Hlm 336.
Mertoredjo T. 2009. Ilmu Penyakit Pascapanen. Ed. ke- 1. Jakarta: Bumi Aksara.
Misra AK. 2004. Guava diseases: their symptoms, causes and management. Di
dalam: Naqvi SAMH, editor. Diseases of Fruits and Vegetables Diagnosis
and Management Volume II. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Hlm
81-119.
Morton J. 1987. Guava. Di dalam: Morton JF & Miami FL, editor. Fruits of Warm
Climates.
Creative
Resources
Syst
ems,
Inc.
Hlm
356-363.
dispersus
Russel dan
Aleurodicus
dugessii
Cockerell
Technische
Zusammenarbeit
Bestimmungstabellen
(GTZ)
Gmbh.
Terjemahan
dari:
Mitteleuropa.http://www.fastonline.org/
CD3WD_40/INPHO/VLIBRARY/GTZHTML/X0067E/FR/X0067F00.HT
M#CONTENTS. [18 Juli 2011]
Widayati, S, S. N. Rochmah dan Zubedi. 2009. Biologi: SMA dan MA Kelas X.
Pusat Perbukuan. Departemen Pendidikan Nasional.
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 49
Williams DJ, Watson W. 1988a. The Scale Insects of the Tropical South Pacific
Region Part 1: The Armoureds Scales (Diaspididae). Wallingford: CAB
International Institute of Entomology.
Williams DJ, Watson W. 1988b. The Scale Insects of the Tropical South Pacific
Region Part 2: The Me alybugs (Pseudococcidae). Wallingford: CAB
International Institute of Entomology.
Williams DJ, Watson W. 1990. The Scale Insects of the Tropical South Pacific
Region Part 3: The Soft Scales