Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN MATA KULIAH FISIOLOGI PASCAPANEN (PP2202)

PENGARUH ZAT PENGHAMBAT PADA PROSES PEMASAKAN BUAH


PISANG MULI (Musa acuminata Linn)

Tanggal Praktikum : 24 Februari 2021


Tanggal Pengumpulan : 23 Februari 2021

Disusun oleh:
Nadia Putri Fadhila
11919036
Kelompok 4

Asisten:
Halimatussadiyah Assyifa
11918002

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
JATINANGOR
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii


BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang................................................................................................ 3

1.2. Tujuan ............................................................................................................. 3

1.3. Hipotesis ......................................................................................................... 4

BAB II TEORI DASAR .............................................................................................. 6


2.1. Morfologi, klasifikasi, dan indeks kematangan buah ..................................... 6

2.2. MSDS, mode of action, dan persamaan reaksi zat penghambat KMnO4 ....... 7

2.3. MSDS, mode of action, dan persamaan reaksi zat penghambat Ca(OH)2...... 9

2.4. MSDS, mode of action, dan persamaan reaksi zat penghambat asam L-
askorbat ........................................................................................................... 9

2.5. Etilen absorber ............................................................................................. 11

2.6. O2 scavenger ................................................................................................. 13

BAB III METODOLOGI ........................................................................................ 14


1.1. Alat dan Bahan ............................................................................................. 14

1.2. Metode .......................................................................................................... 14

1.3. Rubrik Skala Organoleptik ........................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pisang muli adalah salah satu komoditas buah-buahan yang memiliki produksi
terbesar di Indonesia. Produksi pisang Indonesia pada tahun 2010 mencapai 5 755 073
ton dan tahun 2011 meningkat menjadi 6 132 695 ton (BPS 2012). Potensi produksi
pisang yang besar tersebut belum dikembangkan sebagai keunggulan yang memiliki
daya saing kuat sehingga pemanfaatan pisang kurang terealisasikan dengan baik.

Pisang muli termasuk produk hortikultura yang tidak tahan lama, mudah rusak,
dan meruah. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat respirasi buah dan produksi
etilen endogen selama proses pematangan setelah dipanen. Perubahan secara fisik yang
menyebabkan turunnya mutu buah antara lain: perubahan tekstur, susut bobot, layu,
dan keriput. Perubahan kimia yang terjadi yaitu perubahan komposisi karbohidrat,
asam organik, dan aroma. Menurut Satuhu dan Supriyadi (1999) salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk memperlambat penurunan mutu buah pascapanen adalah dengan
penggunaan kalium permanganat (KMnO4).

Praktikum ini penting dilakukan untuk mengetahui cara menghambat pemasakan


pada buah pisang muli. Di dalam dunia kerja, ilmu seperti ini akan diterapkan jika kita
bekerja di perusahaan hortikultura.

1.2. Tujuan
Praktikum ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Menentukan pengaruh zat penghambat secara organoleptik terhadap proses
pematangan buah pisang muli (Musa acuminata Linn)
2. Menentukan perlakuan yang paling efektif dalam pengendalian penyerapan
gas etilen oleh zat penghambat terhadap proses pematangan buah pisang
muli (Musa acuminata Linn)

3
1.3. Hipotesis
Praktikum ini memiliki hipotesis sebagai berikut
1. Pengaruh zat penghambat yaitu dpaat memperlambat pengaruh gas etilen
pada pematangan buah
2. Perlakuan paling efektif dalam penyerapan gas etilen yaitu menggunakan
KMnO4

4
BAB II
TEORI DASAR

2.1. Morfologi, klasifikasi, dan indeks kematangan buah


Pisang muli merupakan anggota famili Musaceae dengan nama spesies Musa
acuminata Linn. Tanaman ini memiliki sistem perakaran tunggang yang berpangkal di
umbi batang. Akar serabut menuju kedalaman 75–150 cm dan akar di samping ubi
tumbuh mendatar. Batang pisang muli berdiri tegak di atas tanah dengan tinggi berkisar
3,5–7,5 meter yang disebut batang semu. Titik tumbuh dapat menghasilkan daun,
pelepah daun, dan jantung. Bagian daun letaknya menyebar dengan bentuk daun
memanjang. Tangkai daun memiliki panjang 30–40 cm. Bunga memiliki kelamin satu,
berumah satu dalam tandan, dan tersusun spiral. Bunga tersusun secara melintang dua
baris. Tenda bunga melekat dengan panjang 6–7 cm. Setelah bunga tumbuh, buah akan
terbentuk dari sisir bunga dan memanjang terbentuk sisir kedua.
Tanaman pisang muli tumbuh di habitat terbuka yang membutuhkan sinar
matahari. Tanaman ini cocok pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut pada
tanah yang gembur dan subur. Iklim yang sesuai dengan tanaman pisang muli adalah
curah hujan yang merata. Tanaman pisang muli tumbuh dengan baik pada suhu 24
derajat celcius.
Klasifikasi pisang mulai sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Musales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa acuminata Linn

5
Gambar 2.1. Buah pisang muli (Attar, 2017)

Supriyadi (2011) mengatakan, pematangan buah pisang muli ditentukan oleh


beberapa parameter, diantaranya adalah parameter tingkat kematangan yang dilihat
dari sisi warna dari pisang muli. Mutu pisang muli yang baik sangat ditentukan oleh
tingkat kematangan buah dan permukaan fisik luarnya. Tingkat kematangan buah
pisang muli dihitung berdasarkan usianya, sedangkan permukaan fisik yang baik
didapatkan dari penanganan pasca panen yang baik.
Pisang muli seringkali dipanen dalam kondisi tua hijau untuk menjaga kualitas
saat pengiriman maupun proses pasca panen. Proses pematangan buah pisang muli
berlangsung saat penyimpanan. Tahap pematangan diawali dengan adanya gas etilen
yang terproduksi secara alami dari buah pisang muli ataupun dari pengeksposan buah
dalam rentang waktu yang cukup menuju ruang berkonsentrasi gas etilen. Saat proses
pematangan terjadi, terlihat adanya perubahan fisik dan kimia pada buah pisang muli,
seperti daging buah melunak, pengubahan pati menjadi gula, pengubahan warna kulit
dari hijau menjadi kuning.
Warna kulit buah pisang muli merupakan tanda paling awal untuk
mengidentifikasi proses pematangan buah pisang muli. Ketika terjadi pematangan,
kulit buah pisang muli mengalami perubahan warna dari hijau menjadi kuning karena
berkurangnya kandungan klorofil maupun penambahan pigmen karotenoid flavonoid

6
pada kulit buah pisang muli. Warna kulit buah pisang muli dapat dilihat hanya dengan
indera penglihatan. Terdapat tujuh tahap pematangan pisang muli berdasarkan warna
kulitnya yaitu: 1). Hijau, 2). Hijau dengan jejak kuning, 3). Lebih hijau daripada
kuning, 4). Lebih kuning dari hijau, 5). Kuning dengan ujung hijau, 6). Semua kuning,
7). Kuning dengan bintik coklat. Untuk mensortir dan mengelompokkan buah pisang
muli sesuai dengan kelas mutunya, perlu dilakukan penentuan tingkat kematangan.
Kandungan kimia pada buah pisang muli akan berbeda di setiap tingkat kematangannya
(Raymond, 2012).

Gambar 2.2. Indeks kematangan buah pisang (Tribun Kaltim, 2020)


2.2. MSDS, mode of action, dan persamaan reaksi zat penghambat KMnO4
Darmstadt (2021) menyatakan, kalium permanganate biasanya digunakan
sebagai bahan bakar pada aplikasi teknis. Sifat fisik dan kimia dari kalium
permanganate diantaranya berbentuk padat, berwarna ungu, tidak memiliki bau, dan
tidak mudah meledak. Zat ini bersifat pengoksidasi dan dapat mengintensifkan api
sehingga berbahaya jika tertelan, dapat menyebabkan kulit terbakar, merusak janin,
maupun kerusakan organ otak. Cara pencegahan yaitu dengan menghindari
mencampurkan zat dengan logam berat, asam basa maupun bahan yang mudah
menyala.Selama melakukan percobaan, disarankan menggunakan sarung tangan
pelindung, pakaian pelindung, kaca mata pelindung, dan pelindung wajah. Cara
penanganan yaitu jika tertelan, basuh mulut dan jangan merangsang muntah. Jika
terkena mata, bilas dengan air mengalir. Jika terhirup, segera hirup udara segar.

7
Gambar 2.3. Reaksi KMnO4 (Condys, 2016)

KMnO4 + C2H4 ® CO2 + H2O

8
2.3. MSDS, mode of action, dan persamaan reaksi zat penghambat Ca(OH)2
Darmstadt (2021) menyatakan, Ca(OH)2 memiliki sifat fisik dan kimia yaitu
berbentuk padat, berwarna putih, tidak memiliki bau, dan tidak mudah terbakar. Zat ini
berbahaya karena dapat menyebabkan iritasi kulit, kerusakan mata, dan iritasi saluran
pernafasan. Cara pencegahan yaitu dengan tidak menghirup debu, menggunakan
kacamata pelindung. Cara penanganan yaitu jika terkena kulit segera cuci dengan
sabun dan air, jika terhirup segera hirup udara segar, jika terkena mata bilas dengan air
mengalir. Peran Ca(OH)2 dalam penurunan susut bobot akibat Ca(OH)2 terkait
respirasi. Reaksi Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O, dapat mencegah kerusakan buah
dan kerusakan kemasan (Sen et al., 2012). Napitupulu (2013) menyatakan dengan
penambahan Ca(OH)2 dapat mencegah akumulasi CO2 yang artinya menekan laju
respirasi pada buah pisang ’Barangan’ selama penyimpanan.
2.4. MSDS, mode of action, dan persamaan reaksi zat penghambat asam L-
askorbat
Darmstadt (2021) menyatakan, L-askorbat memiliki sifat fisik dan kimia yaitu
berbentuk padat, berwarna putih, tidak memiliki bau, tidak mudah meledak, dan tidak
bersifat oksidator. Bahan ini tidak digolongkan sebagai bahan berbahaya pada tubuh
namun bisa meledak. Cara pencegahan yaitu dengan menghindari mencampurkan zat
dengan logam berat, asam basa maupun bahan yang mudah menyala.Selama
melakukan percobaan, disarankan menggunakan sarung tangan pelindung, pakaian
pelindung, kaca mata pelindung, dan pelindung wajah. Cara penanganan yaitu jika
tertelan, basuh mulut dan jangan merangsang muntah. Jika terkena mata, bilas dengan
air mengalir. Jika terhirup, segera hirup udara segar.

9
Gambar 2.4. Konversi

2.5. Etilen absorber

Upaya untuk memperpanjang umur simpan produk sangat diperlukan agar lebih
tahan lama dan mutu produk terjaga, salah satu caranya adalah menjaga kadar gas etilen
dalam ruang penyimpanan. Jika hal tersebut terjaga maka dapat menunda proses
pematangan dan pembusukan serta dapat memperpanjang umur simpan produk.
Beberapa teknik yang bisa dilakukan antara lain penyimpanan suhu dingin, atmosfir
terkendali, pelapisan, perendaman dalam cairan kimia dan penggunaan scrubber gas
etilen.

Absorber adalah alat atau bahan yang digunakan untuk menangkap dan
menghilangkan zat-zat pengganggu. Pembuatan scrubber, salah satu caranya dengan
senyawa kimia kalium permanganat (KMnO4) yang dijerapkan pada suatu bahan.
Kalium permanganat merupakan penyerap etilen yang paling banyak digunakan karena

10
harganya murah dan mudah didapat. Senyawa KMnO4 dapat merusak etilen karena
merupakan zat pengoksidasi yang kuat. Keunggulan KMnO4 dibandingkan dengan
penyerap etilen lain yaitu tidak menguap dan dapat meminimalisasi kerusakan bahan
kimia [3]. Pemilihan bahan penjerap yang digunakan adalah dengan kriteria yaitu
bahan berpori dengan densitas rendah, permukaannya luas dan kapasitas retensi
terhadap bahan aktif tinggi salah satunya adalah zeolit.

Untuk mengetahui pengaruh absorberdiperlukan adanya deteksi gas etilen,


salah satunya menggunakan tehnik spektroskopi fotoakustik (SFA). Teknik SFA
memiliki keunggulan sensitivitas tinggi, on-line & real time detection. Perkembangan
dan perbaikan penelitian dilakukan untuk meningkatkan kualitas scrubber dalam
menangkap gas etilen. Diantara penelitian yang cukup baru tentang scrubber gas etilen
antara lain penggunaan Pd (palladium) yang dijerapkan ke zeolit [2], sprayer larutan
ClO2 [4] dan KMnO4 dengan bahan penjerap batu gerinda [5] dalam penanganan pasca
panen produk hortikultura.

Etilen merupakan senyawa hidrokarbon yang tidak jenuh yang pada suhu kamar
berbentuk gas, dihasilkan oleh buah dan sayuran selama proses pematangan dan dapat
memepercepat proses pematangan [10]. Salah satu cara yang banyak digunakan untuk
mengurangi atau menghilangkan gas etilen yaitu dengan menggunakan bahan penyerap
etilen (scrubber). Salah satu caranya yaitu dengan penggunanaan senyawa kimia
kalium permanganat (KMnO4) yang memerlukan media/ bahan penjerap (biasanya
berupa material berpori dengan permukaan yang luas) supaya reaksi dengan etilen bisa
berlangsung efektif. Kriteria bahan penjerap yang baik adalah bersifat inert, memiliki
densitas rendah, permukaannya luas dan kapasitas retensi terhadap bahan aktif tinggi.
Bahan penjerap tersebut sebagian sudah bisa digunakan sebagai scrubber secara fisika
terutama setelah mengalami pengaktifan untuk memperluas permukaan dan
meningkatkan kapasitas adsorpsinya. Salah satu bahan yang bisa digunakan sebagai
penjerap adalah zeolit.

11
Sholihati (2015) menyatakan asil pengujian efektivitas absorber menunjukkan
kecenderungan konsentrasi etilen menurun dengan bertambahnya absorber. Hal ini
diduga dengan bertambahnya jumlah absorber turut meningkatkan jumlah pori dalam
menyerap KMnO4 sehingga turut meningkatkan efektivitas absorber dalam menyerap
etilen. Pengikatan ini terjadi karena KMnO4 sebagai pengoksida dapat bereaksi atau
mengikat etilen dengan cara memecah ikatan rangkap yang ada pada senyawa etilen.
Reaksi oksidasi inilah yang diduga dapat mengikat dan menurunkan konsentrasi etilen
selama pengujian efektivitas absorber.

Diterangkan oleh Satuhu (2003) penggunaan KMnO4 sangat efektif dalam


menyerap etilen. Dengan terserapnya etilen yang diproduksi buah, maka tingkat
kematangan buah dapat dihambat. Penggunaan KMnO4 yang diaplikasikan dengan
campuran sekam dan lempengan tanah liat mampu menghambat kematangan pisang
raja bulu selama 21 hari pada suhu ruang. Widodo (2005) turut melaporkan bahwa
pemakaian batu apung dan spons sebagai bahan penyerap gabungan kedua bahan
penyerap (KMnO4 dan asam L-askorbat) mampu memperpanjang masa simpan hingga
8-11 hari lebih panjang dan sekaligus mampu mempertahankan mutu buah duku.

2.6. O2 scavenger
Asam askorbat merupakan oxygen scavenger yang mampu menyerap O2 di dalam
kemasan dan dianggap paling aman untuk digunakan. Pada prinsipnya, reaksi yang
terjadi ialah asam L-askorbat dioksidasi menjadi asam dehidro L-askorbat dengan
bantuan enzim oksidase atau peroksidase (Vermeiren et al. 1999). Reaksi ini
menunjukkan bahwa keberadaan asam L-askorbat aktif dan O2 di dalam kemasan
menurun karena digunakan untuk mengoksidasi asam L-askorbat, berkurangnya O2
menyebabkan proses respirasi pada buah berjalan lambat, sehingga akan
memperpanjang masa simpan. Selain sebagai pengikat dan pereduksi O2, asam
askorbat juga dapat berfungsi sebagai antioksidan, pro antioksidan, dan pengikat logam
di dalam sel hidup (Barus 2019).
Penurunan konsentrasi O2 dengan aplikasi asam askorbat atau sebaliknya,
terjadi peningkatan konsentrasi CO2. Peningkatan CO2 yang berlebih dapat memicu

12
fermentasi pada pengemasan buah-buahan. Aplikasi Ca(OH)2 merupakan salah satu
alternatif untuk mengikat CO2 yang ada dalam wadah kemasan, dengan reaksi sebagai
berikut : Ca(OH)2 + CO2 à CaCO3 + H2O. Teknik pengurangan CO2 pada aliran
biogas diaplikasikan menggunakan larutan Ca(OH)2 (Masyhuri et al. 2012).

13
BAB III
METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan


Praktikum ini dilakukan dengan 4 perlakuan yaitu A (kontrol), B (batu apung
dengan KMnO₄), C (Ca(OH)₂), D (vitacimin). Pada perlakuan A dibutuhkan dua
karung beras plastik, dua lembar kertas koran, dan pisau. Perlakuan B dibutuhkan dua
karung beras plastik, dua lembar kertas koran, pisau, dual embar kain, gelas, dan
sendok. Perlakuan C dibutuhkan dua karung beras plastik, dua lembar kertas koran,
pisau, dua lembar kain, dan sendok. Perlakuan D dibutuhkan dua karung beras plastik,
dua lembar kertas koran, pisau, dual embar kain, dan sendok.
Bahan yang dibutuhkan pada perlakuan A yaitu sembilah buah pisang muli
mentah. Pada perlakuan B dibutuhkan sembilan buah pisang muli mentah, batu apung,
dan KMnO₄. Perlakuan C dibutuhkan sembilan buah pisang muli mentah, dan 5 g
Ca(OH)₂. Perlakuan D dibutuhkan sembilan buah pisang muli mentah dan dua buah
vitacimin
3.2. Metode
Cara kerja yaitu buah dibersihkan, dibagi menjadi 4 (empat) kelompok buah
kemudian masing-masing ditimbang bobotnya. Asam askorbat (50 mg) dibungkus
dengan kain/kertas tissue. Ca(OH)2 (2g) dibungkus dengan kain saring. Dimasukkan
buah ke dalam masing-masing wadah besek yang sudah dialasi kertas koran sesuai
dengan perlakuan. Perlakuan B = buah dengan batu apung yang berisi KMnO4;
Kondisi pendistribusian buah dengan jarak jauh dan memakan waktu yang lama akan
menyebabkan buah menjadi masak di perjalanan sehingga kondisi tersebut tidak
diharapkan. Direndam batu apung dalam larutan KMnO4 jenuh selama 30 menit, lalu
kering anginkan hingga benar-benar kering. Masing-masing wadah besek disimpan
pada suhu kamar selama 5 hari. Dilakukan pengukuran awal terhadap warna, kekerasan
(penetrometer), total asam, total padatan terlarut (refraktometer), dan indeks
kematangan buah. Pada hari ke-5 dilakukan pengukuran terhadap variabel: susut bobot,
perubahan warna, kekerasan buah (penetrometer/fruit hardness tester), total asam

14
(titrasi), total padatan terlarut/TPT (refraktometer), dan indeks kematangan buah untuk
setiap perlakuan. Dicatat dan dokumentasikan semua perubahan yang terjadi.
3.3. Rubrik Skala Organoleptik
Tabel 3.1. Skala karakteristik warna buah pisang muli (Musa acuminata Linn)
Skala Warna
1 Hijau
2 Hijau kekuningan
3 Kuning
4 Kuning kecoklatan
5 Coklat kekuningan

Tabel 3.2. Skala karakteristik tekstur buah pisang muli (Musa acuminata Linn)
Skala Tekstur
1 Sangat keras
2 Keras
3 Netral
4 Lunak
5 Sangat Lunak

Tabel 3.3. Skala karakteristik aroma buah pisang muli (Musa acuminata Linn)
Skala Aroma
1 Tidak beraroma
2 Kurang ada aroma
3 Cukup beraroma
4 Ada aroma
5 Sangat beraroma

Tabel 3.4. Skala karakteristik rasa buah pisang muli (Musa acuminata Linn)
Skala Rasa

15
1 Sepat
2 Sepat manis
3 Manis asam
4 Manis
5 Manis sedikit hambar

16
DAFTAR PUSTAKA

Napitupulu, B. 2013. Kajian beberapa bahan penunda kematangan terhadap mutu


buah pisang barangan selama penyimpanan. J. Hort. 23 (3) : 263- 275

Pradhana, A. Y., R. Hasbullah, dan Y. A. Purwanto. 2013. Pengaruh penamba- han


kalium permanganat terhadap mutu pisang (CV. Mas Kirana) pada kemasan
atmosfir termodifikasi aktif. J. Pascapanen 10(2): 83-94.

Sen, S., H.N. Mishra and P.P Srivastav. 2012. Modified atmosphere packag- ing and
active packaging of banana (Musa spp.): a review on control of ripening and
extension of shelf life. Journal od Stored and Postharvest Research, 3(9): 122-
132. Sholihati, R. Abdullah, dan Suroso. 2015. Kajian penundaan kematangan
pi- sang raja (musa paradisiaca Var. sapientum L.) melalui penggunaan media
penyerap etilen kalium per- manganat. Jurnal Rona Teknik Per- tanian. 8(2): 76-
89.

Silsia, D., Y. Rosalina, dan F. Muda. 2011. pemanfaatan asap cair untuk mem-
pertahankan kesegaran buah pisang ambon curup. Jurnal Agroindustri. 1 (1): 8-
16.

Sulastri, S. 2019. Modifikasi silika gel da- lam kaitannya dengan peningkatan manfaat.
Prosiding Seminar nasional Penelitian, Pendidikan dan Penera- pan MIPA,
Fakultas MIPA Universi- tas Negeri Yogyakarta. 16 Mei 2009. Yogyakarta.

Suprayatmi, M., P. Hariyadi, R. Hasbullah, N. Andarwulan, dan B. Kusbiantoro. 2015.


Aplikasi 1-methylcyclo pro- pene (1-MCP) dan etilen untuk pengendalian
kematangan pisang ambon di suhu ruang. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan Industri Berbasis
Pertanian. 7-8 Sep- tember 2005. Bogor.

Sutomo, H. 2016. Hubungan kadar CaCl2 terhadap laju respirasi dan pematan- gan
buah mangga arumanis (Mangifera indica L.). Jurnal AGRI- JATI. 3(1): 1-5.

Tapre, A.R. and R.K. Jain. 2012. Study of advanced maturity stages of banana.
International Journal of Advanced Engineering Research and Studies. 1 (3): 272-
274.

Widodo, W. D., K. Suketi, dan B. Sabrina. 2012. Efektivitas bahan pembungkus


oksidator etilen untuk mem- perpanjang masa simpan pisang raja bulu.
Prosiding Simposium PERAGI -PERHORTI-PERIPI-HIGI : Men- dukung
Kedaulatan pangan dan En- ergi yang Berkelanjutan. 1-2 Mei 2012. Bogor.

Winarno, F. G., 2012. Fisiologi Lepas Panen Hortikultura. M. Brio Press, Bogor. 203
hlm.

17
Zewter, A., K. Woldetsadik, and T.S. Workneh. 2012. Effect of 1- methylcyclopropene,
potassium per- manganate and packaging on quality of banana. African Journal
of Agri- cultural. 7(16): 2425-2437.

18
LAMPIRAN

19

Anda mungkin juga menyukai