Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL PENELITIAN

KARAKTERISASI FISIS DAN BIOLOGIS MASKER ORGANIK BERBAHAN


DASAR UBI JALAR UNGU

Diusulkan Oleh:

Satya Nugraha Lazuardiansyah Ilman


16521014 16521177

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2019
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN
PEMBUATAN MASKER ORGANIK BERBAHAN DASAR UBI JALAR UNGU

Oleh :

Satya Nugraha Lazuardiansyah Ilman


16521014 16521177

Yogyakarta , Oktober 2019


Mengetahui:
Dosen Pembimbing Penelitian

Lilis Kistriyani, S.T., M.Eng.


NIP : 155211303

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR v

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 2

1.5 Luaran Penelitian 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1. Ubi Jalar 3

2.2. Masker Wajah 4

2.3. Flavonoid 4

2.4. Gliserol 5

2.5. Karagenan 6

BAB III. METODE PENELITIAN 8

3.1. Bahan dan Alat yang diperlukan 8

3.2. Prosedur Penelitian 8

3.2.1 Persiapan Bahan Baku 8

3.2.2 Pembuatan Edible Film dari Karagenan-Tepung Ubi Ungu 8

3.3 Analisis Data 9

3.3.1 Pembuatan Larutan Buffer 9

3.3.2 Analisis Kandungan Flavonoid Total 9

iii
3.3.3 Analisis Tensile Strenght dan Elongation 12

3.3.4 Analisis Biodegradable Pada Edible Film 12

3.3.5 Analisis Aktivitas Antibakteri 13

DAFTAR PUSTAKA 15

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Ubi jalar...............................................................................................4

v
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kulit adalah bagian penting dari tubuh. Setiap orang mempunyai tipe kulit
yang berbeda-beda.Terutama pada wanita , kulit wajah merupakan bagian
terpenting hingga berlomba mendapatkan kulit yang sehat. Kulit wajah yang sehat
meliputi kulit yang lembab (tidak kering), bersih, kenyal, cerah dan lembut. Setiap
orang memiliki tingkat kesehatan kulit yang berbeda-beda. tergantung dari berapa
hal, terutama adalah perawatan kulit.Salah satu perawatan yang bisa di lakukan
adalah dengan menggunakan masker wajah, efek yang di dapatkan dari
penggunaan masker wajah adalah kelembapan , kelembutan , serta kulit lebih
sehat.

Masker wajah berbahan campuran dari bahan-bahan kimia dan alami yang
di kombinasikan agar memberikan efek spesifik tergantung pada jenis kulit.
Untuk saat ini banyak di temukan masker wajah yang berbahan dasar campuran
bahan kimia yang lebih banyak dari pada bahan baku alami sehingga dapat
memberikan dampak negatif pada wajah jika di gunakan dalam jangka panjang.

Cara mengatasi hal tersebut adalah dengan cara mengganti


komposisi masker wajah dengan bahan dasar alami yang akan ramah lingkungan.
Contohnya adalah memakai ubi jalar ungu dan kulit buah jeruk. Ubi jalar ungu
sudah pernah di gunakan pada produk kosmetik lainnya , seperti masker, lulur,
sabun wajah, pelembab dan lotion untuk memutihkan kulit tubuh hingga wajah.
tabir surya alami untuk mencegah kulit rusak karena radikal bebas terdapat pada
kandungan vitamin C, saponin dan flavonoid. Kandungan fenolik yang terdapat
pada ubi jalar ungu cukup efektif menghambat pembentukan melanin sehingga
pigmentasi akibat hormon dapat dicegah dan mineral yang memberikan
kelembaban pada kulit dan juga mempunyai sifat degradable sehingga mudah
terurai ketika sudah menjadi limbah.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh volume air terhadap waktu produksi ?
2. Bagaimana pengaruh perubahan jumlah komposisi bahan baku tepung ubi
jalar ungu terhadap suspensi film yang akan di buat ?.

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui perubahan waktu produksi masker setelah di lakukan
perubahan variasi volume air.

2. Mengetahui kadar komposisi bahan baku tepung ubi jalar ungu yang tepat
agar menjadikan waktu produksi produk lebih efisien.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Mengembangkan penggunaan karagenan-pati ubi ungu dalam pembuatan
edible film.
2. Menambah variasi jenis sediaan maskerkecantikan yang bersifat
biodegradable, kaya akan antioksidan, dan anti bakteri jerawat.
3. Menghasilkan artikel ilmiah yang siap publikasi.

1.5 Luaran Penelitian


Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah:
1. Memproduksi produk masker organik yang biodegradable, kaya akan
antioksidan, dan anti bakteri jerawat.
2. Publikasi jurnal internasional dan atau jurnal nasional.

2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ubi Jalar


Ubi Jalar atau ketela rambat (dalam bahasa latin: Ipomoea Batatas)
adalah tanaman dikotil yang masuk dalam kelompok keluarga Convol-
vulaceae. Ubi jalar merupakan tumbuhan semak bercabang yang memiliki
daun berbentuk segitiga yang berlekuk-lekuk dengan bunga berbentuk
payung ini, memiliki bentuk umbi yang besar, rasanya manis, dan berakar
bongol.Terdapat sekitar 50 genus dan lebih dari 1.000 spesies dari keluarga
Convol-vulaceae ini, di mana ketela rambat dengan nama latin Ipomoea
Batatas ini merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan oleh manusia,
meskipun masih banyak jenis Ipomoea Batatas yang sebenarnya beracun. Ubi
jalar merupakan kelompok tanaman pangan yang paling banyak
dibudidayakan sebagai komoditas pertanian bersumber karbohidrat setelah
gandum,beras, jagung dan singkong. Alasan utama banyak yang
membudidayakan adalah karena tanaman ini relatif mudah tumbuh, tahan
hama dan penyakit serta memiliki produktivitas yang cukup tinggi. Ubi Jalar
juga merupakan bahan pangan yang baik, khususnya karena patinya yang
memiliki kandungan nutrisi yang sangat kaya antara lain karbohidrat yang
tinggi. Oleh karena itu di beberapa daerah ubi jalar juga digunakan sebagai
bahan makanan pokok. Selain itu juga mengandung protein, vitamin C dan
kaya akan vitaman A (betakaroten). Ubi jalar juga bagus untuk makanan
ternak. Varietas ubi jalar di dunia diperkirakan berjumlah lebih dari ribuan
jenis, namun masyarakat awam pada umumnya mengenal ubi jalar
berdasarkan warna umbinya. Secara umum terdapat tiga jenis umbi
berdasarkan warnanya, yakni warna putih, kuning, merah hingga keunguan.
Menurut Woolfe (1992), kulit ubi maupun dagingnya mengandung pigmen
karotenoid dan antosiannin yang menentukan warnanya. Komposisi dan
intensitas yang berbeda dari kedua zat kimia tersebut menghasilkan warna
pada kulit dan daging ubi jalar.Dari sisi umurnya, ada ubi jalar yang berumur
pendek (dapat dipanen pada usia 4–6 bulan) dan ada yang berumur panjang

3
(baru dapat dipanen setelah 8–9 bulan). Di Indonesia terdapat sekitar 23
varietas yang sudah dilepas atau diperkenalkan untuk budidaya oleh
Kementerian Tanaman Pangan hingga 2012. Secara detail pada Tabel 2
disajikan informasi tentang komposisi kandungan gizi dalam 100 gram ubi
jalar segar, sebagai bahan pangan alternatif sangat baik.

Gambar 2. 1 Ubi jalar


2.2. Masker Wajah
Masker adalah sediaan kosmetik untuk perawatan kulit wajah yang
memiliki manfaat yaitu memberi kelembaban, memperbaiki tekstur kulit,
meremajakan kulit, mengencangkan kulit, menutrisi kulit, melembutkan
kulit,membersihkan pori-pori kulit, mencerahkan warna kulit, merilekskan
otot-otot wajah dan menyembuhkan jerawat dan bekas jerawat. Masker
mengandung mieral, vitamin, minyak esensial atau ekstrak buah, dan jika
dimanfaatkan untuk mengobati terdapat zat yang dapat menyembuhkan
seperti antibakteri (Fauzi dkk:2012, 156). Efek yang dirasakan dari
pengobatan menggunakan masker wajah yang mengandung zat anti bakteri
adalah revitalisasi, penyembuhan, penyegaran dan dapat menghasilakan
manfaat sementara atau jangka panjang.[ CITATION Ira13 \l 1057 ].
Dengan berkembangnya zaman, masker wajah tidak hanya terbuat dari
bahan-bahan kimia saja. Akan tetapi dapat juga dibuat dari bahan-bahan
organik yang ramah lingkungan yang biasa disebut Bio Masker.
2.3. Flavonoid
Flavonoid merupakan suatu senyawa yang temasuk dalam golongan
polifenol yang terdapat di dalam kebanyakan tumbuhan, tersebar di dalam
biji, kulit buah atau kulit, daun, dan bunga. Kerangka dasar senyawa ini

4
meliputi dua cincin benzena yang berada di sebelah cincin tiga
karbon.Flavonoid dalam tumbuhan jarang ditemukan dalam bentuk tunggal
tetapi dalam bentuk campuran.Flavonoid merupakan golongan senyawa yang
larut dalam air.Flavonoid dalam tumbuhan terikat sebagai glikosida dan
aglikon.Oleh karena itu analisis flavonoid lebih baik dengan memeriksa
aglikon.Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula-mula
didasarkan pada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna.Golongan flavonoid,
yaitu antosianin, proantosianin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil,
kalkon, auron, flavonon, dan isoflavon.Flavonoid mengandung sistem
aromatik yang terkonjugasi sehingga mununjukkan pita serapan kuat pada
daerah spektrum UV dan spektrum tampak.Flavonoid dapat dipisahkan
dengan kromatografi (Harborne, 1996).Efek flavonoid terhadap organisme
sangat banyak sehingga dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang
mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional.Flavonoid telah
banyak digunakan dalam produk farmasi, kosmetik, dan makanan, baik
sebagai senyawa murni maupun sediaan herbal (misalnya ekstrak) dengan
aktivitas biologis tertentu.Flavonoid sering bertindak sebagai senyawa
pereduksi yang menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim
maupun nonenzim.(Robinson,1995).
2.4. Gliserol
Gliserol merupakan sebuah komponen utama dari semua lemak dan
minyak, dalam bentuk ester yang disebut gliserida. Molekul trigliserida terdiri
dari satu molekul gliserol dikombinasikan dengan tiga molekul asam lemak.
Gliserol ditemukan untuk memiliki berbagai macam kegunaan dalam
pembuatan berbagai produk dalam negeri, industri, dan farmasi. Saat ini,
nama gliserol mengacu pada senyawa kimia murni dan komersial dikenal
sebagai gliserin. dengan titik lebur 20°C dan memiliki titik didih yang tinggi
yaitu 290°C. Gliseol dapat larut dengan sempurna di dalam air dan alkohol,
tetapi tidak dalam minyak. Sebaliknya, banyak zat dapat lebih mudah larut
dalam gliserol dibandingkan dalam air ataupun alkohol, oleh karena itu
gliserol merupakan jenis pelarut yang baik (Yusmarlela, 2009).

5
Gliserol (1,2,3 propanetriol) adalah cairan yang tidak memilik warna,
tidak memiliki bau dan merupakan cairan kental yang memiliki rasa manis
(Pagliaro dan Rossi., 2008). Gliserol merupakan plastiizer yang memiliki titik
didih yang tinggi, larut di dalam air, polar, non volatil dan dapat bercampur
dengan protein. Gliserol merupakan molekul hidrofilik dengan berat molekul
yang rendah, mudah masuk ke dalam rantai protein dan dapat menyusun
ikatan hidrogen dengan gugus reaktif protein. (Galietta, dkk, 1998). Fungsi
lain dari gliserol adalah menyerap air, agen pembentuk kristal dan plasticizer,
serta gliserol sering digunakan untuk memodifikasi sifat fungsional dan fisik
film. (Guadin, dkk., 1999).

Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada film hidrofilik,


seperti pektin, pati, gel, dan modifikasi pati, maupun pembuatan edible film
berbasis protein. Gliserol merupakan suatu molekul hidrofilik yang relatif
kecil dan mudah disisipkan diantara rantai protein dan membentuk ikatan
hidrogen dengan gugus amida dan protein gluten. Hal ini berakibat pada
penurunan interaksi langsung dan kedekatan antar rantai protein. Selain itu,
laju transmisi uap air yang melewati film gluten yang dilaporkan meningkat
seiring dengan peningkatan kadar gliserol dalam film berakibat dari
penurunan kerapatan jenis protein (Gontard, 1993).
2.5. Karagenan
Karaginan adalah senyawa hidrokoloid yang merupakan senyawa
polisakarida rantai panjang. Karaginan yang diekstrak dari jenis rumput laut
karaginofit, contohnya E.cottonii sp. dan Hypnea sp.  Derajat kekentalan
karaginan dipengaruhi oleh konsentrasi, temperatur, dan molekul lain yang
larut dalam campuran tersebut. Karaginan dengan jenis semi-refined memiliki
karakteristik yang sedikit berbeda dibandingkan dengan karaginan jenis
lainnya. Semi Refined Carrageenan (SRC) merupakan produk intermediate
untuk mendapatkan karaginan dengan mutu yang lebih baik. Rumput laut
yang digunakan adalah rumput laut jenis Euchema sp. segar yang baru
dipanen. Untuk mendapatkan kandungan karaginan yang maksimum,

6
rumput laut yang dipanen sebaiknya tepat berusia 42 hari setelah budidaya.
Karaginan dapat diekstraksi dari protein dan lignin rumput laut dan dapat
digunakan dalam industri pangan karena karakteristiknya yang dapat
berbentuk gel, bersifat mengentalkan, dan menstabilkan material utamanya
(Neish, I., et al, 2015).
Karaginan sendiri tidak dapat dimakan oleh manusia dan tidak
memiliki nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Oleh karena itu, karaginan
hanya digunakan dalam industri karena fungsi karakteristiknya yang dapat
digunakan untuk mengendalikan kandungan air dalam bahan pangan
utamanya, mengendalikan tekstur.

7
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Bahan dan Alat yang diperlukan


Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah: Tepung Ubi Ungu, k-
karagenan, K2SO4, Aquadest, Larutan Buffer pH 5,5 , Gliserol, Etanol 96% dan
Petroleumbenzen. Sedangkan alat yang dipakai adalah: pipet volume, pipet tetes,
gelas arloji, timbangan digital, labu ukur, gelas beaker, stirrer, magnetic stirrer,
batang pengaduk, gelas erlenmeyer, gelas ukur 10 mL, gelas ukur 50 mL, gelas
ukur 100 mL,tabung reaksi, corong gelas, desikator, kuvet, spektrofotometer UV-
Vis, cawan petri, alumunium foil, sendok, oven, kertas saring, gelas sampel 25
mL, dan peralatan gelas lainnya.

3.2. Prosedur Penelitian


3.2.1 Persiapan Bahan Baku
Proses persiapan bahan baku ini dilakukan sebelum proses pembuatan
edible film. Bahan baku utama yang disiapkan yaitu tepung ubi ungu, k-
karagenan, gliserol, K2SO4 yang berfungsi sebagai crosslinker, dan aquadest.
3.2.2 Pembuatan Edible Film dari Karagenan-Tepung Ubi Ungu
Bahan utama pembuatan edible film ini adalah tepung ubi ungu dan
karagenan yang memiliki perbandingan 2:1 dimana 2 gram tepung ubi ungu
dicampurkan dengan 1 gram karagenan, kemudian dilarutkan dalam 100 ml
aquadest. Kemudian dilakukan pengadukan dan pemanasan pada magnetic stirer
hingga temperatur suspensi berada pada 700C. Pengadukan dan pemanasan
tersebut dilakukan selama 30 menit. Karagenan dan tepung ubi ungu yang telah
larut dalam suspensi kemudian ditetesi crosslinker (K2SO4) yang terdiri dari 0,3
gram K2SO4 dalam 50 ml aquadest. Diaduk di magnetic stirer dengan
mempertahankan suhunya pada 700C. Pengadukan dilakukan selama 10 menit.
Setelah itu suhu suspensi diturunkan sampai 50 0C. Kemudian ditambahkan
gliserol dengan variasi gliserol 1 ml, 2 ml, dan 3 ml. Pengadukan dilakukan
selama 15 menit dan mempertahankan suhunya sampai 60 0C. Suspensi film yang
telah dibuat, dituangkan ke dalam cawan petri yang sebelumnya telah di bersihkan

8
dengan etanol 96%. Suspensi film dikeringkan pada temperatur kurang lebih 700C
selama 20 jam.
Film kemudian dikeluarkan dari oven dan didinginkan sesuai suhu
ruangan, kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 24 jam untuk
mengurangi kadar air yang terkandung di dalam edible film tersebut. Setelah itu
edible film dilepas dari cetakan cawan petri dan disiapkan untuk dianalisis.
3.3 Analisis Data

3.3.1 Pembuatan Larutan Buffer


Preparasi larutan bufferpH 5,5 dibuat dengan cara :
1. Membuat larutan asam asetat 0,2 M, mencampurkan 100 mL
aquadest dengan 4,6 mL asam asetat
2. Membuat larutan natrium asetat 0,2 M, mencampurkan 100
mL aquadest dengan 1,64 gram natrium asetat.
3. Mengambil larutan asam asetat sebanyak 32 mL dan
mengambil larutan natrium asetat sebanyak 68 mL.
4. Mencampurkan kedua larutan dan diaduk kembali hingga
homogen.
5. Mengukur pH larutan dengan kertas pH.

3.3.2 Analisis Kandungan Flavonoid Total

a. Edible Release

Edible film yang telah terbentuk kemuadian di potong

dengan ukuran 2x2 cm untuk dilakukan perendaman di dalam 20

ml larutan buffer dengan pH 5,5. Waktu perendaman adalah 2 jam.

Selanjutnya larutan buffer hasil perendaman akan digunakan untuk

menganalisis adanya zat flavonoid dengan menggunakan alat

spektrofotometri UV-Vis.

b. Preparasi Sampel dan Larutan Standar

9
Preparasi sampel untuk uji flavonoid total adalah pertama

membuat ekstrak tepung ubi ungu dengan cara menimbang tepung

ubi ungu sebanyak 100 gram lalu melarutkan tepung ubi ungu

dalam pelarut petroleumbenzen 150 ml, mengaduknya lalu

mendiamkan selama 24 jam ditutup dengan alumunium foil.

Menyaring endapan lalu dilarutkan dengan pelarut etanol 96%

(filtrat pertama) . kemudian didiamkan selama 24 jam. Menyaring

endapan lalu dilarutkan lagi dengan etanol 96% (filtrat kedua)

kemudian didiamkan selama 24 jam . kemudian menyaring

endapan lalu dilarutkan lagi dengan pelarut etanol 96% (filtrat

ketiga) kemudian didiamkan selama 24 jam. Menggabungkan

filtrat pertama, filtrat kedua dan filtrat ketiga yang sudah didapat

lalu tahap terakhir mendistilasi filtrat menggunakan pelarut etanol

96% sampai terpisah antara ekstrak dengan etanol 96% pada suhu

70oC (titik didih etanol 96o) (Rompas, Runtuwen, & Koleangan,

2016).

Prosedur penentuan kandungan flavonoid menggunakan

metode AlCl3Larutan sampel dibuat dari ekstrak bahan baku yaitu

tepung ubi ungu. Kemudian diambil 30 mg dan dilarutkan dengan

100 ml etanol 96%. Larutan sampel tersebut diambil 1 ml dan

ditambahkan 2 ml alumunium klorida 2%. Kemudian didiamkan

selama 30 menit [ CITATION Rom16 \l 1057 ].

10
Larutan buffer hasil rendaman edible film yang mempunyai

variasi gliserol 1 ml, 2 ml, 3 ml diambil sebanyak 1 ml pada

masing-masing larutan dan ditambahkan 2 ml alumunium klorida

2% didiamkan selama 30 menit.

Pengujian edible film releasedilakukan dengan mengambil

larutan buffer hasil perendaman edible filmyang telah diberikan

perlakuan sebelumnya. Analisis konsentrasi flavonoid yang dapat

terlepas dari edible film menggunakan alat spektrofotometri UV-

VIS dengan variasi konsentrasi larutan. Sebelumnya, dibuat kurva

standart dari larutan standart.

c. Estimasi Kadar Flavonoid Total Dalam Sampel

Larutan standart yang digunakan adalah zat rutin sebagai

senyawa murni flavonoid. Sebanyak 10 mg zat rutin dilarutkan

dalam 100 ml etanol 96%. Kemudian dibuat variasi konsentrasi 5

ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppmdengan mengencerkan

larutan stok 100 ppm Masing-masing konsentrasi diambil 1 ml dan

ditambahkan dengan AlCl3 2% sebanyak 2 ml dan didiamkan

selama 30 menit (Yesi Desmiaty, 2009).

Setelah terbentuk kurva standart kemudian

mengujiabsorbansi pada sampel ekstrak tepung ubi ungu dan

sampellarutan buffer hasil rendaman edible film. Konsentrasi

flavonoid total dalam sampel ditentukan dengan memasukkan nilai

11
amplitudo sampel ke dalam persamaan garis kurva standar pada

kondisi yang optimum.

3.3.3 Analisis Tensile Strenght dan Elongation

Analisis tensile strenght dan elongasi edible film dilakukan dengan

cara edible film yang sudah kering dipotong dengan ukuran 10 cm x 2 cm

kemudian dianalisa dengan alat Universal Testing Instrumen dengan

mengikuti prosedur kerja alat maka akan didapatkan data gaya (force)

yang diperlukan untuk memutuskan edible film dan perpanjangan edible

film sampai edible film tersebut putus. Berikut ini adalah rumus untuk

menghitung tensile strenght dan elongasi edible film:

F
σ=
A

∆L
% e=
L0

Dimana :

σ = Kuat tarik (N/cm2)

F = Gaya (N)

A = Luas edible film (cm2)

%e = Persen elongasi (N)

∆L = Perpanjangan edible film (cm)

L0 = Panjang awal edible film (cm)

12
3.3.4 Analisis Biodegradable Pada Edible Film

Uji biodegradabelitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu

bahan dapat terdegradasi dengan baik di ulingkungan. Proses

biodegradabilitas dapat terjadi dengan proses hidrolisis (degradasi

kimiawi), bakteri/jamur, enzim (degradasi enzimatik), oleh angin dan

abrasi (degradasi mekanik), cahaya (fotodegradasi) (Harnist dan Darni,

2011).

Uji biodegradabilitas yang dipilih yaitu

mengendalikanmikroorganisme tanah sebagai pembantu proses degradasi

atauyang disebut dengan teknik soil burial test (Subowo dan Pujiastuti,

2003). Sampel berukuran 4 x 1 cm2 ditempatkan dan ditanam dalam pot

yang telah terisi tanah, sampel dibiarkan terkena udara terbuka tanpa

ditutupi kaca. Pengamatan terhadap sampel dilakukan dalam rentang

waktu satu hari sekali hingga sampel mengalami degradasi secara

sempurna(Ummah, 2013).

3.3.5 Analisis Aktivitas Antibakteri

Untuk menguji aktivitas anti bakteri, yaitu dengan menggunakan

metode Kirby Bauer.Kultur bakteri P.acne pada 1 cc media BHI atau

Thioglycolat brot, masukan kedalam an aerobic jar.Inkuasi pada 37 Oc

selama 3-5 hari.Samakan dengan standar Mac. Farlan 10 8dengan

menambahkan NaCl fis atau aquadest, ambil dan oleskan secara merata

dengan kapas lidi steril pada media Muller Hilthon Agar (MHA) / agar

13
darah, kemudian membuat sumuran (metode cut well) masukkan kedalam

sumuran sebanyak 20µm bahan yang akan diujikan atau dengan

menempelkan disk blank yang ditetesi dengan bahan yang diujikan,

masukkan kedalam an aerobic jar lalu inkuasi pada 37 OC selama 3-5 hari.

Kemudian sampel dihitung diameter zona hambatnya dengan aplikasi

coloni counter.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anggarini, F. (2013). Aplikasi Plasticizer Gliserol Pada Pembuatan Plastik

Biodegradable Dari Biji Nangka. Jurnal Skripsi Universitas negeri

Semarang , 30.

Anggita Rahmi Hafsari, T. C. (2015). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun

Beluntas ( Pluchea Indica (L.) Less. ) Terhadap Propionibacterium Acnes

Penyebab. Edisi Juni 2015 Volume IX No. 1 , 149-151.

Fauzi, Aceng Ridwan dan Rina Nurmalina. (2012). Merawat Kulit & Wajah.

Jakarta : Kompas Gramedia.

Harnist, R. dan Darni, Y. (2011). Penentuan Kondisi Optimum Konsetrasi

Plasticizer pada Sintesa Plastik Biodegredable Berbahan Dasar Pati

Sorgum.Universitas Lampung, Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II

Herdiana, Y. P. (2007). Septrofotometri Derivatif Ultraviolet Untuk Estimasi

Kadar Flavonoid Total Ekstrak Meniran. Skripsi, 6.

Harborne J B. (1996). Metode Fitokimia. Edisi Kedua. Padmawinata dan Soediro,

penerjemah. Bandung : ITB. Terjemahan dari: Phytochemicals Method.

Ishak, I. dan Muhammad, I.I. (2007). The Development of Biodegredable Plastic

With Natural Colourant as Packaging Material. Artikel Universitas

Teknologi Malaysia.

Iva Ancewita Saragih, F. R. (2016). Kappa Karaginan Sebagai Bahan Dasar

Pembuatan Edible Film. Jom Faperta Vol. 3 no.1 Februari 2016 , 2.

15
Irawati, L. (2013). Pengaruh Komposisi Kulit Buah Manggis (Garcinia

Mangostana L.) Dan Pati Bengkoang Terhadap Penyembuhan Jerawat

Pada Kulit Wajah Berminyak. e-Journal Volume 02 Nomor 02, 41.

Khudori. (2001). Menyulih terigu dengan tepung ubi jalar. Kompas. 23 November

2001

Kotecha, PM., and S.S. Kadam. (1998). Sweet Potato, in Handbook of Vegetable

Science and Technology (Salunkhe, D.K and S.S Kadam eds.) Marcel

Dekker Inc. New York.

Neldawati, Ratnawulan, & Gusnedi. (2013). Analisis Nilai Absorbansi dalam

Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat.

PILLAR OF PHYSICS Vol. 2 , 76-83.

Nahwi, N. F. (2016). Analisis Pengaruh Penambahan Plastisizer Gliserol Pada

Karakteristik Edible Film dari Pati Kulit Pisang Raja, Tongkol Jagung dan

Bonggol Enceng Gondok. Skripsi, 3.

Poedjadi, A. (1994). Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Rompas, D. E., Runtuwene, M. R., & Koleangan, H. S. (2016). Analisis

Kandungan Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan dari Tanaman Lire

(Hemigraphis repanda (L) Hall F.). JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 5 (1)

, 37.

Soesilo, Slamet, Drs. (1995). Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta:

Departemen kesehatan Republik Indonesia.

16
17

Anda mungkin juga menyukai