Anda di halaman 1dari 23

TEKNIK PERBANYAKAN TANAMAN PISANG CAVENDISH (Musa

paradisiaca L) SECARA IN VITRO DI PT. GREAT GIANT FOOD


KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(Proposal Praktik Umum)

Oleh

PUTRI DWI SEPTIANI


1614121013

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktik Umum : Teknik Perbanyakan Tanaman Pisang Cavendish


(Musa paradisiaca L) Secara In Vitro di PT. Great
Giant Food Kecamatan Terbanggi Besar
Kabupaten Lampung Tengah
Nama Mahasiswa : Putri Dwi Septiani
Nomor Pokok Mahasiswa : 1614121013
Jurusan : Agroteknologi
Fakultas : Pertanian Unila

Bandar Lampung, 28 Maret 2019

Mengetahui:
.Dosen Pembimbing

.Ir. Sugiatno, M. S.
NIP 196002261986031004
DAFTAR ISI

Halaman
I. PENDAHULUAN……………………………………….. 1
I.1 Latar Belakang………………………………………… 1
I.2 Tujuan………………………………………………..... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………. 4


II.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Pisang…………… 4
II.2 Perbanyakan Tanaman Pisang Secara Konvensional….. 6
II.3 Perbanyakan Pisang secara Teknik Kultur Jaringan…… 6

III. METODE PELAKSANAAN PRAKTIK UMUM……… 10


III.1 Waktu dan Tempat Praktik Umum…………………….. 10
III.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan Praktik Umum………… 10

IV. RENCANA KEGIATAN PRAKTIK UMUM………….. 12

V. PENUTUP………………………………………………… 15

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………. 16

LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman pisang (Musa spp.) merupakaan tanaman hortikultura penting karena

kaya akan nilai gizi dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Pisang

merupakan komoditas kelompok buah-buahan tropis yang sangat penting dalam

perdagangan dunia, karena kontribusinya yang nyata terhadap kebutuhan gizi dan

kesehatan masyarakat. Produksi pisang di Indonesia cukup besar, yaitu mencapai

7.162.680 ton pada tahun 2017. Daerah Jawa Timur menduduki peringkat

pertama penghasil pisang terbesar di Indonesia yaitu mencapai 1.960.129 ton.

Diikuti Lampung sebesar 1.462.423 ton dan Jawa Barat sebesar 1.128.666 ton

(Badan Pusat Statistika 2017).

Salah satu jenis tanaman pisang yang dibudidayakan adalah pisang Cavendish

(Musa paradisiaca L.). Menurut Satuhu & Supriadi (1990) dalam Mahfudza

(2018), pisang Cavendish banyak dikonsumsi secara langsung dan juga dijadikan

sebagai bahan tepung pisang dan sebagai bahan makanan bayi. Keunggulan lain

dari pisang Cavendish ini adalah ukuran buah yang lebih besar dan mempunyai

sisir/tandan sekitar 10 sisir. Nilai nutrisi yang terkandung dalam buah pisang

cukup tinggi. Kadungan gizi per 100 gram daging buah adalah energi (116-128

kcal), protein (1%), lemak (0.3%), karbohidrat (27%), mineral (Ca_15 mg, K_
380 mg, Fe_0.5 mg, Na_1.2 mg), dan vitamin (Vit. A_0.3 mg, Vit. B1_0.1 mg;

B2_0.1 mg, B6_0.7 mg, Vit. C_20 mg) (Suhartanto et al., 2012).

Menurut Suyanti dan Supriyadi (2008), tanaman pisang pada umumnya selalu

diperbanyak secara vegetatif, yaitu dengan menggunakan anakan (sucker) yang

tumbuh dari bonggolnya. Cara pemisahan anakan dari satu induk pisang ini

hanya memperoleh sekitar 5-10 anakan pertahun, sehingga untuk mendapatkan

bibit dalam jumlah banyak diperlukan waktu yang lama. Cara lain menurut

Cahyono (1995) dalam Mahfudza (2018), dapat juga dilakukan dengan cara

membelah-belah bonggol dari tanaman pisang sesuai dengan jumlah mata tunas

yang ada, tetapi jumlah anakan yang diperoleh juga tidak banyak produktif.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala dalam

penyediaan bibit pisang sehat, banyak, dan seragam dapat dilakukan dengan

teknik kultur jaringan (in vitro). Perbanyakan tanaman secara in vitro dapat

meningkatkan ketersedian bibit tanaman dalam jumlah besar dengan waktu relatif

singkat, tanaman yang dihasilkan memiliki sifat yang sama dengan induknya serta

tidak dipengaruhi oleh musim (Wattimena, 1992).

Perbanyakan pisang melalui kultur in vitro tidak lepas dengan penggunaan zat

pengatur tumbuh (ZPT). Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik yang

dalam jumlah sedikit dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

eksplan tanaman. Dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah

sitokinin dan auksin. Sitokinin berperan untuk mengurangi dominansi meristem

apikal dan menginduksi pembentukan tunas adventif. Sedangkan auksin berperan

terhadap perkembangan sel dan menginduksi pembentukan tunas aksilar. Jenis

2
sitokinin yang banyak berpengaruh dalam perbanyakan tanaman pisang yaitu

Benzyl aminopurine (BAP) karena merangsang pertunasan dalam kultur.

Kemudian untuk merangsang pembentukan akar jenis auksin Naphthalene acetic

acid (NAA) banyak digunakan, karena memberi pengaruh baik terhadap jumlah

akar. Keberhasilan dalam kultur jaringan bergantung pada media dan zat pengatur

yang digunakan. Respon tanaman terhadap berbagai konsentrasi ZPT berbeda-

beda, oleh karena itu perlu dipelajari penggunaan konsentrasi ZPT yang dapat

memberikan respon baik terhadap pertumbuhan eksplan tanaman pisang, sehingga

didapatkan bibit pisang yang unggul.

1.2 Tujuan

Praktik umum ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui teknik perbanyakan tanaman pisang Cavendish secara in


vitro di PT Great Giant Food.
2. Untuk mengetahui jenis dan berbagai konsentrasi zat pengatur yumbuh (ZPT)
yang baik untuk perbanyakan tanaman pisang Cavendish di PT Great Giant
Food.
3. Untuk mengetahui respon pertumbuhan tunas aksilar dan perakaran pada
eksplan tanaman pisang Cavendish.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Pisang

Klasifikasi tanaman pisang menurut Jumari dan Pudjorianto (2000) adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Scitaminae

Famili : Musaceae

Subfamili : Muscoidae

Genus : Musa

Species : Musa paradisiaca Linn.

Jenis pisang cavendish mempunyai genom A yang tergolong jenis pisang makan

atau edible banana. Jenis ini lazim digolongkan dalam Musa acuminata, yang di

dalamnya terdapat jenis diploid A, triploid A, dan tetraploid A. Pisang Cavendish

termasuk dalam golongan M. acuminata dengan genom AAA (Stover, 1987 dalam

Artha 2016). Pisang yang memiliki genom AAB dan AAA bersifat triploid dan

tidak berbiji.
Pisang termasuk dalam golongan terna monokotil tahunan berbentuk pohon yang

tersusun atas batang semu. Batang semu ini merupakan tumpukan pelepah daun

yang tersusun scara rapat dan teratur. Bagian bawah batang pisang menggembung

berupa umbi yang disebut bonggol. Pucuk lateral (sucker) muncul dari kuncup

pada bonggol yang selanjutnya tumbuh menjadi tanaman pisang (Budiman, 2009).

Daun penumpu bunga berjejal rapat dan tersusun secara spiral secara spiral. Daun

pelindung berwarna merah tua, berlilin, dan mudah rontok dengan panjang

10—25 cm. Bunga tersusun dalam dua baris melintang. Lima daun tenda bunga

melekat sampai tinggi dan panjangnya 6—7 cm. Setelah bunga keluar akan

terbentuk sisir pertama, kemudian memanjang lagi dan membentuk sisir (Satuhu

dan Supriyadi 2000 dalam Mahfudza).

Sistem perakaran tanaman pisang berupa akar adventif yang lunak. Akar primer

muncul secara berkelompok tiga atau empat, dari permukaan silinder pusat

sepanjang rhizome. Akar primer memiliki ketebalan 5 – 8 mm serta berwarna

putih saat masih muda dan sehat. Rhizome yang sehat dapat menghasilkan 200

hingga 500 akar primer. Dari akar-akar primer berkembang sistem perakaran

sekunder dan tersier, yang lebih tebal dan pendek daripada akar primer.

Efektivitas dari daya serap tanaman ditentukan oleh jumlah akar primer dan daya

tembus akar dalam tanah (Robinson, 1999).

Pisang Cavendish memiliki tinggi pohon 1,6 – 2 m. waktu yang diperlukan dari

penanaman sampai munculnya buah yaitu 9-12 bulan. Pisang Cavendish memiliki

jumlah sisir 9 – 15 sisir pertandan. Pada waktu matang warna kulit buahnya

kuning kehijauan. Daging buah berwarna kuning dan teksturnya lunak.

5
2.2 Perbanyakan Tanaman Pisang Secara Konvensional

Pisang memiliki ciri khas berbatang semu. Batang tanaman yang sesungguhnya

adalah bonggol yang berada di bawah tanah ini memiliki mata tunas sebagai titik

tumbuh. Mata tunas kemudian tumbuh menjadi tunas anakan yang dapat

digunakan sebagai bahan tanam selanjutnya (Suyanti dan Supriyadi, 2010).

Bibit tanaman pisang pada umumnya diperbanyak secara vegetatif, yaitu dengan

menggunakan anakan yang tumbuh dari bonggol induknya. Bibit tanaman pisang

juga dapat diperoleh dari bonggol tanaman pisang yang dibelah-belah yang

terdapat pada bonggol tersebut. Bibit yang diperoleh dari bonggol pisang yang

dibelah-belah itu dikenal dengan nama bibit bit, sedangkan bibit yang berupa

anakan disebut sucker (Cahyono, 2010 dalam Mahfudza). Jumlah bibit yang

berupa anakan relatif sedikit yaitu berkisar 5-12 anakan/rumpun/tahun, sedangkan

dari belahan bonggol (bit) yang memiliki lima bonggol berdiameter 15 cm dalam

satu rumpun dihasilkan 10-20 bibit (Yusnita, 2015).

Menurut Isnaeni (2008), perbanyakan secara konvensional belum dapat

memenuhi kebutuhan bibit pisang pada skala perkebunan besar. Bibit yang

dihasilkan tersebut tidak seragam dan berpotensi membawa inokulum patogen

penyebab penyakit seperti cendawan Fusarium oxysporum f.sp. cubense dan

bakteri Ralstonia solanacearum.

2.3 Perbanyakan Pisang secara Teknik Kultur Jaringan

Kultur jaringan adalah suatu teknik yang digunakan dalam usaha menumbuh –

kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi

6
yang aseptik secara in vitro. Teknik kultur jaringan didasarkan atas pembuktian

sifat totipotensi sel yang dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden yang

menyatakan bahwa setiap sel tanaman hidup mempunyai informasi genetik dan

perangkat fisiologis yang lengkap sehinga dapat tumbuh dan berkembang menjadi

tanaman utuh pada kondisi yang sesuai (Yusnita, 2003). Melalui teknik ini,

dimungkinkan dari satu mata tunas pisang dapat dihasilkan 500 – 800 atau lebih

bibit pisang yang memiliki sifat yang sama dengan induknya (true to type) dalam

waktu kurang lebih satu tahun. Selain itu bibit yang dihasilkan juga lebih sehat

dan seragam dibandingkan dengan bibit yang diproduksi secara konvensional

(Yusnita, 2015).

Eksplan adalah bagian yang diambil dari tanaman induk yang digunakan sebagai

bahan tanam dan dipindahkan ke dalam medium buatan untuk pertumbuhan atau

pemeliharaan. Bahan tanam awal atau eksplan yang digunakan untuk memulai

pengulturan merupakan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan

keberhasilan perbanyakan in vitro. Beberapa aspek penting yang harus

dipertimbangkan dalam pemilihan eksplan adalah dari bagian tanaman mana

eksplan diambil, umur jaringan, kesehatan tanaman atau kebersihannya dari

infestasi mikroorganisme, ukuran eksplan dan cara sterilisasi eksplan (Yusnita,

2010). Umumnya bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah

jaringan muda yang sedang tumbuh aktif karena jaringan tanaman yang masih

muda mempunyai daya regenerasi yang tinggi, sel-selnya masih aktif membelah

diri, dan relatif bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan) (Yusnita, 2003),.

7
Menurut Yusnita (2003), perbanyakan melalui kultur jaringan dilakukan dalam

lima tahapan, yaitu sebagai berikut :

1. Tahap 0, pemilihan dan penyiapan tanaman induk sebagai eksplan. Jenis dan

varietas tanaman harus jelas, bebas dari hama dan penyakit serta

memperhatikan umur fisiologis dan bagian eksplan yang diambil.

2. Tahap 1, inisiasi kultur atau culture establishment. Tahapan ini bermaksud

untuk mendapatkan kultur yang aseptik dan aksenik dengan cara sterilisasi.

Sterilisasi eksplan dilakukan pada permukaan eksplan dengan menggunakan

bahan kimia seperti NaOCl, CaOCl, etanol, dan HgCl2.

3. Tahap 2, multiplikasi atau perbanyakan propagul. Tahapan ini dilakukan

untuk mengkondisikan eksplan pada lingkungan hormonal yang sesuai. Baik

diarahkan pada perbanyakan tunas maupun pembentukan embrio. Pada tahap

ini juga dilakukan subkultur atau pemindahan tanaman pada media baru

hingga jumlah tunas yang diharapkan tercapai.

4. Tahap 3, pemanjangan tunas, induksi, dan perkembangan akar. Tahapan ini

bertujuan untuk mempersiapkan tanaman ditransfer ke lingkungan eksternal.

Pada tahapan ini pemanjangan tunas dan pengakaran tanaman didorong oleh

adanya hormon-hormon tertentu dan proses ini dilakukan secara bertahap.

5. Tahap 4, aklimatisasi planlet ke lingkungan eksternal. Planlet dipindahkan ke

media aklimatisasi, prinsipnya ialah memberikan intensitas cahaya rendah

dengan kelembaban nisbi tinggi kemudian berangsur-angsur intensitas cahaya

dinaikkan dan kelembabannya diturunkan.

Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika

planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan tinggi.

8
Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh

dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan

sumber energi berkecukupan (Yusnita, 2003).

9
III. METODE PELAKSANAAN PRAKTIK UMUM

III.1 Waktu dan Tempat Praktik Umum

Kegiatan praktik umum akan dilaksanakan selama 30 hari kerja efektif dari

tanggal 01 Juli sampai dengan 11 Agustus 2019 di Laboratorium Riset Kultur

Jaringan PT Great Giant Food, Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah,

Lampung.

III.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan Praktik Umum

Metode yang digunakan pada Praktik Umum ini adalah sebagai berikut

1. Magang

Magang merupakan bagian dari pelatihan kerja yang dilakukan oleh mahasiswa

dan merupakan kegiatan utama dari Praktik Umum. Kegiatan ini dilakukan di

bawah pengawasan pembimbing lapang dari perusahaan setempat. Beberapa hal

yang dilakukan dalam aktivitas magang yaitu sub-kultur tanaman pisang

Cavendish, pengamatan, dan dokumentasi.

2. Konsultasi dan Diskusi

Konsultasi dilakukan bersama dengan pembimbing lapang dan karyawan-

karyawan yang bekerja di bagian Laboratorium Riset untuk mendapatkan

informasi mengenai cara perbanyakan tanaman pisang Cavendish secara in vitro,


dan mendapatkan informasi mengenai berbagai konsentrasi ZPT yang digunakan

untuk merangsang tunas dan perakaran tanaman pisang Cavendish untuk

mendukung kegiatan Praktik Umum.

Diskusi dilakukan dengan pembimbing lapang untuk memperoleh data dan

informasi mengenai perbanyakan tanaman pisang Cavendish secara in vitro serta

mengetahui jenis ZPT dan berbagai konsentrasinya yang digunakan dalam

perbanyakan tanaman pisang Cavendish sebagai bahan dalam pembuatan Laporan

Praktik Umum.

3. Studi Pustaka

Studi ditunjukan untuk mendapatkan informasi mengenai perbanyakan tanaman

pisang Cavendish, serta mendapatkan informasi mengenai jenis dan konsentrasi

ZPT yang optimum pada perbanyakan tanaman pisang Cavendish.

4. Pembuatan Laporan Akhir

Pembuatan laporan sementara dan laporan akhir yang dilakukan di PT Great Giant

Food dibimbing oleh pembimbing lapang

11
IV. RENCANA KEGIATAN PRAKTIK UMUM

Nama Mahasiswa : Putri Dwi Septiani

NPM : 1614121013

Jurusan : Agroteknologi

Konsentrasi : Agronomi

Lokasi : PT. Great Giant Food

Judul Praktik Umum : Perbanyakan Tunas Pisang Cavendish (Musa paradisiacal

L) Secara In Vitro di PT. Great Giant Pineapple Kabupaten

Lampung Tengah

Tabel 1. Rencana Kegiatan Praktik Umum

Hari Ke- Jenis Kegiatan Keterangan


1  Pelengkapan berkas dan registrasi Administrasi Umum

administrasi

 Perkenalan dengan lingkungan kerja serta

mempelajari kondisi umum setempat


2-4  Mempelajari persiapan yang dilakukan Magang

sebelum melakukan kerja di lokasi kerja.

 Mempelajari teknik perbanyakan tanaman

pisang secara umum.


5-9  Mempelajari teknik pemilihan tanaman Magang
induk sebagai eksplan

 Melakukan praktik sterilisasi tanaman

induk yang digunakan sebagai eksplan


9-10  Mempelajari penggunaan ZPT untuk Magang dan
Konsultasi
merangsang pertumbuhan tunas aksilar
Pembimbing Lapang
dan pembentukan akar pada eksplan

pisang

 Mempelajari teknik pembuatan media

tanam untuk eksplan pisang

 Membuat media tanam untuk eksplan

pisang
11-12  Mempelajari teknik inisiasi eksplan Magang

tanaman pisang

 Melakukan praktik inisiasi eksplan

tanaman pisang
13-14  Mempelajari teknik induksi pemanjangan Magang

tunas dan perkembangan akar eksplan

tanaman pisang.

 Melakukan teknik induksi pemanjangan

tunas dan perkembangan akar eksplan

tanaman pisang.
15-16  Mempelajari teknik aklimatisasi tanaman Magang

pisang hasil kultur in vitro.

 Melakukan teknik aklimatisasi tanaman


13
pisang hasil kultur in vitro.
17-20  Mempelajari variabel pengamatan dari Magang
respon eksplan tanaman pisang terhadap

ZPT yang diberikan.


21-24  Melakukan pengamatan terhadap variabel Magang

respon eksplan tanaman pisang terhadap

ZPT yang diberikan.

 Membantu kegiatan – kegiatan di lokasi

kerja.
25 -26  Mengumpulkan data – data pelengkap. Magang dan
Konsultasi
 Membantu kegiatan – kegiatan dilokasi
Pembimbing Lapang
kerja.
27-29  Pembuatan laporan sementara dan Konsultasi dengan
Pembimbing Lapang
konsultasi
30  Presentasi hasil praktik umum. Presentasi

14

V. PENUTUP

Demikian proposal ini saya buat sebagai acuan dalam pelaksanaan praktik umum
di PT. Great Giant Food, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung
Tengah sehingga harapan saya praktik umum ini dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya dan dapat menambah pengetahuan yang belum didapat selama
perkuliahan

DAFTAR PUSTAKA

Artha, L. 2016. Produksi Pisang Cavendish di Kebun Cibungur PTPN VII,


Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Badan Pusat Statistik. 2017. Data Hortikultura Tanaman Pisang.
http://www.bps.go.id/. Diakses pada tanggal 23 Januari 2019.

Budiman, I. 2009. Pengembangan digital library biologi.


http://www.hortikultura.go.id//www.egiplikasi. Diakses tanggal 27 Maret
2019.

Isnaeni, N. 2008. Pengaruh TDZ Terhadap Inisiasi dan Multiplikasi Kultur In


Vitro Pisang Raja Bulu (Musa Paradisiaca L. AAB Group). Skripsi. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Jumari & Pudjoarinto A. 2000. Kekerabatan fenetik kultivar pisang di Jawa.


Biologi (9): 531-542.

Mahfudza, E., Mukarlina, R. Linda. 2018. Perbanyakan Tunas Pisang Cavendish


(Musa acuminata L.) secara in vitro dengan Penambahan Napthalene Acetic
Acid (NAA) dan Air Kelapa. Jurnal Protobiont , vol. 7, no. 1, hal. 75-79.

Robinson, J. C. 1999. Bananas and Plantains. CABI Publishing. New York. 238 p.

Suhartanto, M., Sobir, dan H. Harti. 2012. Teknologi Sehat Budidaya Pisang dari
Benih Sampai Pasca Panen. Pusat kajian Hortikultura Tropika, LPPM-IPB.
Bogor.

Suyanti dan A. Supriyadi. 2008. Pisang : Budidaya, Pengolahan dan Prospek


Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wattimena, 1992. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas (PAU)
Bioteknologi Insitut Pertanian Bogor.

Yusnita. 2003. Kultur Jaringan: cara memperbanyak tanaman secara efisien.


Agro Media Pustaka. Bandar Lampung.

Yusnita. 2010. Perbanyakan In Vitro Tanaman Anggrek. Universitas Lampung.


Lampung. 128 hlm.

Yusnita. 2015. Kultur Jaringan Tanaman Pisang. Anugrah Utama Raharja. Bandar
Lampung.
LAMPIRAN

DAFTAR PERTANYAAN

A. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

1. ZPT jenis apa yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas dan
pemanjang akar ?
2. Bagaimana cara aplikasi ZPT yang digunakan di laboratorium untuk
menginduksi tunas dan pemanjangan akar ?
3. Berapa konsentrasi ZPT yang digunakan dalam pembentukan tunas dan
pamanjangan akar ?

B. Teknik Perbanyakan Tanaman Pisang

1. Apa saja teknik perbanyakan tanaman pisang yang diterapkan di PT. Great
Giant Food ?
2. Bagaimana kriteria pohon induk tanaman pisang yang digunakan sebagai
eksplan ?
3. Bagaimana teknik sterilisasi pohon induk tanaman pisang yang digunakan
sebagai eksplan ?
4. Media tanam apa yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas
eksplan tanaman pisang ?
5. Media tanam apa yang digunakan untuk merangsang pemanjangan akar
eksplan tanaman pisang ?
6. Bagaimana teknik inisiasi eksplan tanaman pisang ?
7. Bagaimana teknik subkultur eksplan tanaman pisang ?
8. Berapa lama munculnya tunas dari eksplan tanaman pisang ?
9. Berapa lama munculnya akar dari eksplan tanaman pisang ?

C. Aklimatisasi
1. Bagaimana teknik aklimatisasi tunas hasil kultur in vitro ke kondisi lapangan?
2. Media apa yang digunakan untuk aklimatisasi ?
3. Bagaimana cara membuatnya media aklimatisasi ?
4. Dimana tunas ditanam untuk pertama kali setelah dikeluarkan dari botol
kultur dalam proses aklimatisasi ?
5. Bagaimana teknik penanaman tunas ke media aklimatisasi yang tepat ?
6. Bagaimana teknik penyungkupan yang dilakukan untuk mempertahankan
kelembaban ?
7. Berapa lama penyungkupan dilakukan ?
8. Perlukah dilakukan repotting ?
9. Jika perlu, pada usia berapa tanaman harus direpotting ?

Anda mungkin juga menyukai