Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PASCA PANEN

ACARA II
PELILINAN PRODUK PASCA PANEN

Oleh :
Nama : Vita Isnania Alvyani
NIM : A1D019042
Kelas : C

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2021

1
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Tujuan .......................................................................................................... 2

C. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

II. PEMBAHASAN .......................................................................................... 3

A. Manfaat Pelilinan Produk Pasca Panen ........................................................ 3

B. Bahan Yang Digunakan Untuk Pelilinan Pasca Panen ................................ 5

C. Metode Pelilinan Produk Pasca Panen ......................................................... 6

D. Dampak Bagi Kesehatan .............................................................................. 8

III. KESIMPULAN .......................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12

i
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelilinan (waxing) merupakan salah satu pelapisan pada buah untuk


menambah lapisan lilin alami yang biasanya hilang saat pencucian, dan juga untuk
menambah kilap buah. Keuntungan lain pelilinan adalah menutup luka yang ada
pada permukaan buah. Pelilinan digunakan untuk memperpanjang masa segar
buah atau memperpanjang daya tahan simpan buah bilamana fasilitas pendinginan
(ruang simpan dingin) tidak tersedia.
Pelapisan lilin pada permukaan buah dapat mencegah terjadinya
penguapan air yang berlebihan.Dengan konsentrasi emulsi lilin yang
membentuk lapisan dengan ketebalan tertentu pada permukaan buah dapat
menciptakan kondisi internal atmosfer (gas oksigen dan karbondioksida)
buah yang menghambat laju respirasi.Dengan demikian kesegaran buah dapat
dipertahankan lebih lama.Ketebalan lapisan adalah faktor kritis karena bila
terlalu tebal dapat mengakibatkan respirasi anaerobic yang justru merusak
buah yang dindikasikan oleh terbentuknya senyawa off flavor seperti etanol
dan asetaldehid (Ahmad, Darmawati dan Refilia, 2014). Hal lain yang
menguntungkan adanya pelapisan lilin tersebut adalah penampakan permukaan
kulit buah yang lebih mengkilap dengan kesan segar.Di samping itu, dengan
menurunnya aktivitas air pada permukaan buah yang berlapis lilin dapat
mencegah pertumbuhan mikroorganisme pathogen (Utama, Utama dan Pudja,
2019).
Pelilinan tradisional dilakukan dengan menggunakan minyak biji kapas
atau minyak kacang namun sekarang cara yang umum dilakukan adalah dengan
menggunakan emulsi lilin. Lilin (wax) merupakan ester dari asam lemak berantai
panjang dan sterol. Lilin yang digunakan untuk pelapisan harus memenuhi
beberapa persyaratan yaitu: tidak mempengaruhi bau dan rasa buah, cepat
kering, tidak

1
lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tipis, tidak mengandung racun,
harganya murah dan mudah diperoleh (Sugiyatno, 2004).

B. Tujuan

Dari latar belakang diatas maka tujuan dari pembuatan makalah mengenai
pelilinan pada produk pasca panen ini yaitu:
1. Mengetahui manfaat dari pelilinan produk pasca panen
2. Mengetahui bahan apa saja yang digunakan untuk pelilinan produk pasca
panen
3. Mengetahui metode pelilinan produk pasca panen
4. Mendapat wawasan mengenai dampak pelilinan produk pasca panen bagi
Kesehatan

C. Rumusan Masalah

Dari tujuan yang telah disampaikan diatas maka dapat dibuat rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa manfaat dari pelilinan produk pasca panen?
2. Bahan apa saja yang digunakan untuk pelilinan produk pasca panen?
3. Metode apa yang digunakan dalam pelilinan produk pasca panen?
4. Bagaimana dampak pelilinan produk pasca panen bagi kesehatan manusia?
II. PEMBAHASAN

Perbedaan laju respirasi pada buah-buahan membuat buah digolongkan ke


dalam dua golongan, yaitu buah klimaterik dan non klimaterik. Pada buah
klimaterik memiliki laju respirasi yang relatif cepat sedangkan pada buah non
klimaterik proses respirasinya lambat. Proses terjadinya respirasi akan
menyebabkan buah cepat mengalami pembusukan karena terjadi perombakan
senyawa kimia didalam buah.
Pelilinan merupakan suatu teknik yang melapisi bagian permukaan buah
agar tetap terjaga kesegarannya dengan menekan angka laju respirasi dan laju
transpirasinya. Pelilinan bertujuan untuk mengganti lapisan lilin yang hilang
akibat dari proses mekanik pemanenan dan menutupi pori-pori yang ada
dipermukaan buah karena proses respirasi buah melalui pori-pori buah. Pelapisan
lilin pada permukaan buah dapat mencegah terjadinya penguapan air (transpirasi)
sehingga dapat memperlambat kelayuan, menghambat laju respirasi, dan
mengkilapkan kulit buah sehingga menambah daya tarik bagi konsumen.
Emulsi lilin yang dapat digunakan sebagai bahan pelapisan lilin harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut: tidak mempengaruhi bau dan rasa terhadap
produk yang akan dilapisi, mudah kering, tidak lengket, tidak mudah pecah,
mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, mudah diperoleh,
harganya murah, dan tidak bersifat racun Buah yang dilapisi lilin akan lebih
mengkilap, dan proses kelayuan dan pengeriputan pada kulit buah akan dihambat.

A. Manfaat Pelilinan Produk Pasca Panen

Lilin umumnya digunakan sebagai bahan pelapis buah dan sayuran untuk
menekan kehilangan air selama penyimpanan dan untuk memperpanjang umur
simpan. Buah dan sayuran pada umumnya memiliki lapisan lilin alami yang
membantu menahan air, karena produk hortikultura mengandung 80% – 90% air.
Pelapisan lilin pada produk hortikultura untuk menggantikan lapisan lilin alami
yang hilang selama pencucian. Pelapisan lilin jika diaplikasikan dengan
konsentrasi
yang tepat mampu mempertahankan kualitas fisik dan kimia pada berbagai buah-
buahan (Li et al., 2018; Mendeita et al., 2017; Shahid dan Abbasi, 2011; Shetty et
al., 2018). Selain itu pelapisan lilin juga dapat membantu menghambat
pertumbuhan cendawan, melindungi dari luka memar, dan meningkatkan
penampilan (Machado et al., 2012; Pascall dan Lin, 2013, Vasquez-Celestino et
al.,
2016). Lilin lebah termasuk pelapis edibel yang banyak digunakan sebagai bahan
pelapis. Menurut Pavlath dan Orts (2009), pelapis edibel merupakan semua jenis
bahan yang digunakan sebagai pelapis atau pembungkus berbagai makanan yang
bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk, yang dapat dikonsumsi
bersama-sama dengan makanan baik dengan maupun tanpa pembuangan lapisan
tersebut.
Pelapisan lilin pada permukaan buah dapat mencegah terjadinya penguapan
air sehingga dapat memperlambat kelayuan, menghambat laju respirasi, dan
mengkilapkan kulit buah sehingga menambah daya tarik bagi konsumen. Hasil
penelitian Chotimah (2008) menyatakan bahwa perlakuan pemanasan dengan
pelilinan 4% merupakan perlakuan yang terbaik dalam mempertahankan mutu
alpukat berdasarkan parameter susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, kadar
air, dan mampu bertahan terhadap serangan penyakit sampai akhir penyimpanan.
Perlakuan pelilinan berfungsi menahan transpirasi sehingga menurunkan
aktivitas metabolisme yang menandai perubahan kimiawi dan fisik buah. Hasil
penelitian Purwoko dan Suryana (2000) menyimpulkan bahwa buah pisang
cavendish yang dilapisi lilin lebah 6% secara umum memberikan nilai total
padatan terlarut yang paling rendah dibandingkan bahan pelapis lainnya. Pelapisan
dengan lilin lebah 6% memberikan nilai total padatan terlarut buah yang rendah
juga dikemukakan oleh Purwoko dan Fitradesi (2000) pada buah pepaya Solo.
Lubis (2008) pelapisan lilin dapat mencegah kehilangan air 30-50% karena
semakin tinggi konsentrasi lilin yang digunakan maka pori-pori buah akan
semakin kecil sehingga susut bobot yang terjadi pada buah dapat dikurangi.
Riza (2004) menyatakan bahwa pelilinan pada buah manggis mampu
mengurangi kehilangan air dan memperbaiki penampakan buah selama pasca
panen. Shonti, (2003) menyatakan bahwa kehilangan air pada buah naga dapat
dikurangi dengan mempertahankan RH tertinggi, menurunkan suhu, memberikan
aliran udara yang cukup untuk menghilangkan panas dari proses respirasi pada
buah, dan memberikan lapisan lilin yang tidak tembus air. Hasil penelitian Riza,
(2004) menurunnya kadar air disebabkan oleh metabolisme produk, selama
penyimpanan cairan dalam sel dan antar sel akan keluar.
Dari hasil penelitian Dewandari, et al., (2011) menyimpulkan bahwa
pelapisan 6% pada buah mangga gedong dapat mempertahankan kesegaran buah
hingga mencapai minggu ke 4 dibandingkan dengan tanpa pelilinan dan selain itu
pelilinan dapat menurunkan serangan penyakit antraknosa dan buah memiliki
penampakan yang lebih baik secara fisik

B. Bahan Yang Digunakan Untuk Pelilinan Pasca Panen

Bahan waxing dapat dibuat secara sintetis atau berasal dari sumber alami.
Lilin alami dapat diperoleh dari serangga (misalnya lilin lebah dan lak) atau dari
tumbuhan (misalnya lilin carnauba dan lilin candelilla). Lilin ini, sebagai jenis
bahan tambahan makanan, telah dievaluasi oleh Komite Ahli Bersama FAO/WHO
untuk Bahan Tambahan Makanan, otoritas keamanan pangan internasional dan
dianggap bahwa penggunaannya dalam makanan tidak menjadi perhatian
keamanan.
Jenis-jenis emulsi lilin air yang biasa digunakan antara lain :
1. Shellac, Merupakan jenis lilin yang paling populer digunakan
meskipun harganya relatif mahal. Umum digunakan untuk ekspor
ke Jepang.
2. Lilin tebu, Lilin gula tebu diperoleh dari ekstrasi lumpur press atau
juga disebut dengan blotong atau filter cake. Lumpur press adalah
endapan dari nira kotor pada proses pemurnian nira yang disaring
di rotary vacuum filter.
3. Terpen, merupakan senyawa hidrokarbon tidak jenuh dan unit
terkecil yang terdapat dalam molekulnya disebut isopren.
4. Lilin karnauba, Berasal dari pohon palem. Bentuk fisiknya keras
dan kedap air. Sering digunakan karena harganya murah, mudah
diperoleh tetapi daya kilapnya rendah.
5. Lilin lebah, banyak digunakan untuk pelilinan komoditas
hortikultura karena mudah didapat dan murah. Lilin lebah
digolongkan sebagai food grade, lilin ini tidak dapat larut dalam
pelarut (air), oleh sebab itu digunakan emulsifier yang sesuai
seperti trietanolamin (TEA) dan asam oleat untuk menghasilkan
emulsi lilin yang stabil dan homogen.
6. Lilin buah komersial, Saat sekarang lilin komersial siap pakai yang
dapat dan sering digunakan para produsen buah adalah lilin dengan
nama dagang BrogdexBritex Wax.

Emulsi lilin yang dapat digunakan sebagai bahan pelapisan lilin


harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak mempengaruhi bau dan
rasa yang akan dilapisi, mudah kering dan jika kering tidak lengket, tidak
mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang
tebal, mudah diperoleh, murah harganya, dan yang terpenting tidak bersifat
racun (Roosmani, 1975).

C. Metode Pelilinan Produk Pasca Panen

Pelapisan dengan lilin pada buah dan sayuran telah dilakukan sejak
tahun 1920. Dimana bahan dari lilin tersebut terbuat bukan dari proses
kimiawi melainkan dari bahan alami seperti Carnauba Wax, daun Palem
Brasil, Candellia Wax, dari tanaman sejenis Euphorbia, Shellac jenis food
grade yang terbuat dari sejenis kumbang di India dan Pakistan. Di Amerika
bahan lilin tersebut harus disertifikasi keamananan (untuk dikonsumsi)
oleh badan yang khusus mengurusi konsumsi yaitu FDA (Food and Drug
Administration).
Teknik aplikasi atau penggunaan lilin atau pelapisan pada sayur
dapat dengan menggunakan teknik pencelupan sayur dalam larutan
(dipping), pembusaan (foaming), penyemprotan (spraying), dan pengolesan
atau penyikatan (brushing). Teknik pencelupan sayur dalam larutan
(dipping) memiliki keunggulan yaitu buah dan sayur dapat terlapisi secara
merata jika dibandingkan dengan teknik lainnya seperti pembusaan
(foaming), penyemprotan (spraying) dan penuangan (casting). Pembusaan
merupakan cara pemberian lilin yang memuaskan karena cara ini
meninggalkan lapisan lilin yang sangat tipis pada buah.
Metode pelilinan dengan lilin lebah yang dilakukan oleh Susanto
(2018), Pelaksanaan percobaan diawali dengan pembuatan larutan stok
emulsi lilin 12%. Proses pembuatan emulsi lilin lebah yaitu mencampurkan
lilin lebah sebanyak 120 g yang sudah mencair dengan asam oleat
sebanyak
20 ml, dan aquades 820 ml dengan trietanolamin 40 ml pada suhu 90-95
0C, masing-masing dalam panci yang berbeda. Kemudian larutan pada
kedua panci tersebut dicampur sambil diaduk hingga mencapai suhu ruang.
Larutan emulsi lilin lebah 12% kemudian diencerkan sesuai konsentrasi
yang digunakan dalam perlakuan. Tahap selanjutnya yaitu melakukan
pencucian dan sortasi buah yang sudah dipanen. Pelapisan buah dengan
lilin lebah dilakukan dengan mencelupkan buah ke dalam masing-masing
larutan emulsi sesuai perlakuan selama 30 detik, kemudian
dikeringanginkan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pelilinan dapat
dilakukan dengan cara, setelah buah dipanen, buah disortir dengan baik
dengan kematangan yang seragam, kemudian buah dicuci dengan air
bersih, dibersihkan dengan cara disikat untuk membuang segala
kotoran yang menempel pada kulitnya dimana tentu proses ini akan
menghilangkan lapisan lilin natural tersebut dan ditiriskan. Kemudian buah
dicelupkan ke dalam larutan lilin benlate dengan konsentrasi tertentu
selama 1 menit, lalu ditiriskan kembali. Selanjutnya buah dicelupkan
kedalam emulsi lilin selama 30 detik, ditiriskan dan diangin-anginkan agar
cepat kering dan pelapisan merata. Lilin yang digunakan untuk memoles
sekitar setengah
kilogram dan dapat digunakan untuk memoles sampai sekitar 160.000
buah atau sekitar 2 tetes lilin sudah cukup untuk melapisi 1 buah.
Tebal lapisan lilin harus seoptimal mungkin. Jika lapisan terlalu
tipis maka usaha dalam menghambatkan respirasi dan transpirasi kurang
efektif. Jika lapisan terlalu tebal maka kemungkinan hampir semua pori-
pori komoditi akan tertutup. Apabila semua pori-pori tertutup maka akan
mengakibatkan terjadinya respirasi anaerob, yaitu respirasi yang terjadi
tanpa menggunakan O2 sehingga sel melakukan perombakan di dalam
tubuh buah itu sendiri yang dapat mengakibatkan proses pembusukan lebih
cepat dari keadaan yang normal (Roosmani, 1975). Pemberian lapisan lilin
dapat dilakukan dengan penghembusan, penyemprotan, pencelupan (30
detik) atau pengolesan (Pantastico, 1986).

D. Dampak Bagi Kesehatan

Penelitian oleh beberapa otoritas ilmiah menunjukkan bahwa food


grade wax aman untuk dimakan. Ini adalah lilin yang dapat dimakan yang
dianggap aman karena tidak dipecah oleh tubuh untuk diserap dan
dihilangkan oleh tubuh. Namun, sebagian besar wax buah dicampur
dengan morfolina dan turunannya (MAID) untuk memastikan bahwa wax
tersebut diaplikasikan secara tipis dan merata. Dengan adanya nitrat, yang
terkandung dalam makanan, morfolin dapat dinitrosasi secara kimia untuk
membentuk N-nitrosomorpholine (NMOR) senyawa karsinogenik yang
kuat. Morfolin juga diyakini menyebabkan gangguan fungsi hati atau
ginjal. Morfolin pada tingkat 0,03-0,3ppm, kemungkinan berisiko rendah
bagi kesehatan manusia. Namun, di atas level ini morfolin dapat menjadi
racun dan tidak aman. Konsumsi kronis buah dan sayuran berlapis lilin
yang mengandung morfolin dapat menimbulkan sedikit risiko kanker pada
individu tertentu. Kesalahan teknologi dan penggunaan bahan tambahan
yang diterapkan, baik disengaja maupun tidak disengaja dapat
menyebabkan gangguan pada kesehatan atau keamanan konsumen
(Anggrahini, 2008).
Pelilinan buah dicampur dengan aditif seperti gliserol, asam laktat
atau asam asetat untuk menyesuaikan pH bahan pelapis. Selain itu, lilin
buah juga mungkin mengandung sedikit pengawet, agen antimikroba, dan
penambah tekstur. Morfolin hadir di sebagian besar lilin buah untuk
memberikan lapisan tipis dan rata. Dosis morfolin yang aman pada
manusia adalah 4,3 ng/kg berat badan/hari. Konsumsi berulang
morfolin serta beberapa bahan kimia lain yang ada dalam waxing buah
dapat berbahaya bagi kesehatan Risiko kesehatan yang terkait dengan
konsumsi teratur buah- buahan yang dilapisi lilin buatan meliputi
1. Risiko Kanker
Morfolin digunakan secara umum sebagai pelarut dan pengemulsi
dalam pembuatan lapisan lilin untuk buah-buahan dan sayuran.
Morfolin, dengan sendirinya, dalam dosis yang ada dalam buah dan
sayuran tidak menimbulkan risiko kesehatan. Namun, di dalam
tubuh ketika bersentuhan dengan nitrat, ia membentuk
Nitrosomorpholine (NMOR), karsinogen genotoksik yang
menimbulkan risiko kanker hati atau ginjal.
2. Risiko Kerusakan Hati dan Ginjal
Risiko Kerusakan Hati dan Ginjal Para ahli melaporkan bahwa
pada pemberian oral dan parenteral atau setelah inhalasi, morfolin
diserap dengan baik dan didistribusikan ke dalam cairan tubuh.
Menelan morfolin melalui konsumsi harian buah berlapis lilin dapat
mempengaruhi fungsi hati dan ginjal.
3. Alergi
Banyak edible coating yang terbuat dari bahan-bahan yang dapat
menyebabkan reaksi alergi. Alergen ini termasuk zat protein
seperti kedelai, protein whey, kasein, dan protein kacang.
Tips Mencegah Bahaya Kesehatan Buah Berlapis Lilin Untuk mengatasi
masalah ini dan mencegah bahaya kesehatan dari waxing buah, yang dapat
dilakukan adalah :
• Lap, cuci dan rendam buah berlapis lilin dalam air hangat untuk waktu
yang lebih lama.
• Jangan terpengaruh oleh warna-warna cerah dari buah-buahan dan sayuran
yang tampak mengkilat.
• Beli lebih banyak buah musiman, buah-buahan yang tersedia di luar musim
mungkin adalah buah yang disimpan dalam waktu lama dengan bantuan
lapisan lilin.
• Baca label dengan cermat: FDA mewajibkan pengepakan dan penyedia
untuk menyebutkan keberadaan lapisan lilin sebagai 'lilin hewan atau
nabati tingkat makanan'. Atau pilih dengan label 'Tanpa lapisan lilin atau
resin”.
• Carilah buah-buahan yang memiliki lapisan lilin alami seperti gel lidah
buaya atau Chitosan, yang tidak mengandung amina dan juga merupakan
alternatif alami untuk pelapis sintetis.
• Makan buah tanpa kulit.
III. KESIMPULAN

Pelapisan lilin pada permukaan buah dapat mencegah terjadinya


penguapan air sehingga dapat memperlambat kelayuan, menghambat laju
respirasi, dan mengkilapkan kulit buah sehingga menambah daya tarik bagi
konsumen. Bahan waxing dapat dibuat secara sintetis atau berasal dari sumber
alami. Lilin alami dapat diperoleh dari serangga (misalnya lilin lebah dan lak) atau
dari tumbuhan (misalnya lilin carnauba dan lilin candelilla). Teknik aplikasi atau
penggunaan lilin atau pelapisan pada sayur dapat dengan menggunakan teknik
pencelupan sayur dalam larutan (dipping), pembusaan (foaming), penyemprotan
(spraying), dan pengolesan atau penyikatan (brushing). Pelilinan aman untuk
dikonsumsi, namun kesalahan teknologi dan penggunaan bahan tambahan yang
diterapkan, baik disengaja maupun tidak disengaja dapat menyebabkan gangguan
pada kesehatan atau keamanan konsumen.
DAFTAR PUSTAKA

Krisdianto, K., Sepriani, Y., & Dalimunthe, B. A. (2021). Konsentrasi Pelilinan


Terhadap Daya Simpan Buah Pepaya (Carica papaya L.). JURNAL
MAHASISWA AGROTEKNOLOGI (JMATEK), 2(1), 28-34.
Langkong, J. (2017). Penerapan Teknologi Tepat Guna Pada Pengolahan Buah
Dan Sayur Di Desa Pasui Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang
Sulawesi Selatan. Jurnal Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Indonesia, 1(1), 16-
27.
Li, X.., X. Zhu, H. Wang, X. Lin, H. Lin, W. Chen. 2018. Postharvest application
of wax controls pineapple fruit ripening and improves fruit quality.
Postharvest Biol. and Tech. 136: 99-110.
Machado, F.L.C., J.M.C. Costa, E.N. Batista. 2012. Application of carnauba-based
wax maintains postharvest quality of “Ortanique” tangor. Cienc Tech.
Aliment. 32(2): 261-266.
Mendieta, B., J.A. Olaeta, R. Pedreschi, P. Undurraga. 2017. Reduction of cold
damage during cold storage of Hass avocado by a combined use of
preconditioning and waxing. Scientia Hort. 200: 119-124.
Nurjanah, N., & Ihsan, N. (2013). ANCAMAN! DI BALIK SEGARNYA BUAH &
SAYUR. Puspa Swara.
Pascall, M.A., S.J. Lin. 2013. The application of edible polymeric films and
coatings in the food industry. J. Food Process Tech. 4(2): 1-2.
Pavlath, A.E., W. Orts. 2009. Edible Films and Coatings: Why, What, and How?.
In: Huber, K., M. Embuscado (eds.) Edible Films and Coatings for Food
Applications. Springer, New York.
Shahid, M.N., N.A. Abbasi. 2011. Effect of bee wax coatings on physiological
changes in fruits of sweet orange cv. “Blood Red”. Sarhad J. Agric. 27(3):
385-394.
Shetty, M.J., P.R. Geethalekshmi, C. Mini, R. Beena. 2018. Relationship of
waxing treatments to certain physiological, browning and sensory
characteristics of rambutan (Nephelium lappaceum L.). Int. J. Pure App.
Biosci. 6(1): 265-
271.
Susanto, S., Inkorisa, D., & Hermansyah, D. (2018). Pelilinan Efektif
Memperpanjang Masa Simpan Buah Jambu Biji (Psidium guajava
L.)‘Kristal’. Jurnal Hortikultura Indonesia, 9(1), 19-26.
Vázquez-Celestino, D., H. Ramos-Sotelo, D. M. Rivera-Pastrana, M. E.
VázquezBarrios, E. M. Mercado-Silva. 2016. Effects of waxing,
microperforated polyethylene bag, 1-methylcyclopropene and nitric oxide
on firmness and shrivel and weight loss of ‘Manila’ mango fruit during
ripening. Postharvest Biol. and Tech. 111: 398-405.
Warsyidah, A. A., Syarif, J., & Samman, M. D. (2019). IDENTIFIKASI ZAT
LILIN PADA BUAH APEL YANG DIPERJUALBELIKAN DI PASAR
PABAENG-BAENG KOTA MAKASSAR. Jurnal Media Laboran, 9(2),
1-5.

Anda mungkin juga menyukai