Anda di halaman 1dari 23

TEKNOLOGI SEDIAAN KOSMETIK SEMISOLID

Disusun oleh:
NAMA KELOMPOK :
1. NURUL HAFLAH (18344003)
2. ZAELANI RIZ’AN (18344004)

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................... 3


BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... Error!
Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ............................................................................ Error! Bookmark not def
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... Error! Bookmark not def
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................... Error! Bookmark not def
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ Error!
Bookmark not defined.
2.1 Kosmetik ..................................................................................... Error! Bookmark not def
2.1.2 Jenis Kosmetik .................................................................. Error!
Bookmark not defined.
2.2 Ruang lingkup Pedoman CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang
Baik)............................................................................................ Error! Bookmark not def
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................. Error!
Bookmark not defined.
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ Error!
Bookmark not defined.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kosmetika merupakan suatu bahan yang dapat digunakan


untuk mempercantik atau merawat diri. Istilah kosmetika sendiri berasal dari bahasa
Yunani yaitu Kosmetikos yang berarti keahlian dalam menghias. Dapat diartikan
bahwa yang dimaksud kosmetika adalah suatu campuran bahan yang digunakan pada
tubuh bagian luar dengan berbagai cara untuk merawat dan mempercantik diri
sehingga dapat menambah daya tarik dan menambah rasa percaya diri pemakaian dan
tidak bersifat mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit tertentu.
Seiring perkembangan zaman, kosmetik seolah menjadi kebutuhan primer
bagi sebagian kaum wanita. Dimana segala jenis kosmetik mempunyai tujuan yang
sama, yaitu memelihara atau menambah kecantikan kulit salah satunya melalui
pemakain kosmetik dekoratif yang dapat mengubah penampilan agar tampak lebih
cantik serta noda maupun kelainan pada kulit dapat tertutupi. Salah satu jenis dari
kosmetik dekoratif yaitu jelly.
Gel/Jelly merupakan salah satu bentuk sediaan topikal yang masih banyak
diminati konsumen maupun industri obat dan kosmestika. Gel dengan sifat fisik yang
optimum dapat meningkatkan efektifitas terapi dan kenyamanan penggunaan. Sifat
fisik gel yang optimum dapat diperoleh melalui optimasi formula gel dengan
mengkombinasikan dua atau lebih basis yang berbeda.
Bentuk sediaan gel dipilih karena mempunyai beberapa keunggulan dibanding
jenis sediaan topikal lain, yaitu memiliki kemampuan pelepasan obat yang baik,
mudah dibersihkan dengan air, memberikan efek dingin akibat penguapan lambat di
kulit, mempunyai kemampuan penyebaran yang baik di kulit serta tidak memiliki
hambatan fungsi rambut secara fisiologis
Cara produksi kosmetik yang baik meliputi seluruh aspek yang menyangkut
produksi dan pengendalian mutu untuk menjamin produk jadi kosmetik yang
diproduksi senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan, aman dan
bermanfaat bagi pemakainya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pembuatan kosmetik yang baik ?
2. Bagaimana cara pembuatan kosmetik sediaan Gel yang baik dan benar ?
1.3 Tujuan
Tujuan Pembuatan Makalah ini adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang industri kosmetik dan cara
pembuatan kosmetik yang baik sesuai CPKB.
2. Mengetahu syarat apa saja yang harus dipenuhi untuk membuat industri kosmetik
yang baik menurut CPKB.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kosmetika
Menurut Wall dan Jellinek, 1970, kosmetik dikenal manusia sejak berabad –
abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian,
yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik
serta industrinya baru dimulai secara besar – besaran pada abad ke-20 (Trenggono,
2007).
Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada
bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut
antara lain untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan,
melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak
dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Trenggono,
2007).
Definisi kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk
digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin
bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik,
mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki
bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu
penyakit.
Jenis kosmetik mempunyai tujuan yang sama, yaitu memelihara atau
menambah kecantikan kulit salah satunya melalui pemakaian kosmetik dekoratif yang
dapat mengubah penampilan agar tampak lebih cantik serta noda maupun kelainan
pada kulit dapat tertutupi. Salah satu jenis dari kosmetik dekoratif yaitu face tonik
(Trenggono, 2007).
2.2. Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB)
Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor
penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standard mutu
dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka pemerintah secara
terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk
dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram.
CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem
jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional. Terlebih lagi untuk
mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai
tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari
negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional.
Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai
pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk
yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari
bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan
personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan
pemeriksaan mutu.
Aspek CPKB yang harus dipenuhi untuk menjadi syarat produk meliputi:
2.2.1. Personalia
Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang
cukup. Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang
dibebankan kepadanya.
Tenaga kerja yang melaksanakan kegiatan produksi kosmetika hendaknya
memenuhi persyaratan sesuai dengan jenis pekerjaaan yang dilakukan antara lain:
1. Sehat fisik dan mental
2. Tidak berpenyakit kulit, berpenyakit menular atau luka terbuka
3. Mengenakan pakaian kerja yang bersih
4. Memakai penutup rambut dan alas kaki yang sesuai untuk yang bekerja diruangan
produksi dan memakai sarung tangan serta masker apabila diperlukan
5. Memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya
6. Mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan Cara Produksi
Kosmetika yang Baik.
2.2.2. Bangunan dan Fasilitas
1. Bebas dari pencemaran yang berasal dari lingkungan, seperti pencemara udara,
tanah dan air, sehingga dapat mencegah pengotoran maupu pencemaran produk
2. Konstruksi serta tata ruang yang memadai sehingga memudahkan pemeliharaan,
pembersihan, sanitasi dan pelaksanaan kerja serta dapat mencegah terjadinya
pencemaran silang antara produk dan bahan baku.
3. Lantai dan dinding hendaknya dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan
halus, bebas dari keretakan dan mudah dibersihkan. Pertemuan antara lantai dan
dinding hendaknya tidak membentuk sudut mati (melengkung)
4. Dilengkapi penerangan dan ventilasi udara yang memadai sesuai untuk kegiatan di
dalam bangunan tersebut
5. Mempunyai fasilitas sanitasi yang terencana dan teratur berupa sarana penyediaan
air bersih; kamar kecil; tempat cuci tangan; kamar ganti pakaian; tempat sampah;
sarana pembuangan air limbah.
2.2.3. Peralatan
1. Peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan untuk memproduksi kosmetik
hendaknya sesuai dengan jenis produksi
2. Permukaan yang berhubungan dengan bahan maupun produk kosmetika
hendaknya tidak bereaksi, tidak mengadsorbsi dan tidak melepaskan serpihan
3. Peralatan hendaknya mudah dibersihkan dan disanitasi
4. Peralatan hendaknya ditata dan dipasang, sedemikian rupa agar memudahkan
proses produksi dan perawatannya
5. Peralatan bebas dari unsur atau serpihan logam, minyak pelumas dan bahan bakar
sehingga tidak mencemari hasil produksi.
2.2.4. Sanitasi dan Higiene
Pada setiap aspek produk kosmetika hendaknya dilakukan upaya untuk
menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Upaya
tersebut hendaknya dilakukan terhadap tenaga kerja, bangunan, peralatan, bahan,
proses produksi, pengemas dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran
produk. Sumber pencemaran hendaknya dihilangkan melalui suatu program sanitasi
dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
2.2.5. Produksi
Aspek aspek yang diperhatikan yaitu air; verifikasi material; pencatatan;
material di tolak; sistem pemberian no bets; penimbangan dan pengukuran; prosedur
dan pengolahan; serta pelabelan dan pengemasan.
2.2.6. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu meliputi:
1. Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan dan pengujian terhadap bahan awal
produk dalam proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai
spesifikasi yang ditetapkan
2. Program pemantauan lingkungan, tinjauan terhadap dokumentasi bets, program
pemantauan contoh pertinggal, pemantauan mutu produk di peredaran, penelitian
stabilitas dan menetapkan spesifikasi bahan awal dan produk jadi.
2.2.7. Dokumentasi
Sistem dokumentasi hendaknya meliputi riwayat setiap bets, mulai dari bahan
awal sampai produk jadi. Sistem ini hendaknya merekam aktivitas yang dilakukan,
meliputi pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan mutu, distribusi dan hal-
hal spesifik lain yang terkait dengan CPKB.
1. Hendaknya ada sistem untuk mencegah digunakannya dokumen yang sudah tidak
berlaku
2. Bila terjadi atau ditemukan suatu kekeliruan dalam dokumen hendaknya dilakukan
pembetulan sedemikian rupa sehingga naskah aslinya harus tetap terdokumentasi
3. Bila dokumen merupakan instruksi, hendaknya ditulis langkah demi langkah
dalam bentuk kalimat perintah
4. Dokumen hendaklah diberi tanggal dan disahkan
5. Salinan dokumen hendaklah diberikan kepada pihak-pihak yang terkait dan
pendistribusiannya dicatat
6. Semua dokumen hendaknya direvisi dan diperbaharui secara berkala, dokumen
yang sudah tidak berlaku segera ditarik kembali dari pihak-pihak terkait untuk
diamankan.

2.2.8. Audit internal


Audit internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau
sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk
meningkatkan sistem mutu. Audit internal dapat dilakukan oleh pihak luar atau
auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajemen untuk keperluan
ini. Pelaksanaan Audit Internal dapat diperluas sampai ke tingkat pemasok dan
kontraktor, bila perlu. Laporan harus dibuat pada saat selesainya tiap kegiatan Audit
internal dan di dokumentasikan dengan baik.
2.2.9. Penyimpanan
Area Penyimpanan
1. Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan
yang memadai dari berbagai kategori baik bahan maupun produk, seperti bahan
awal, produk antara, ruahan dan produk jadi, produk yang dikarantina, dan produk
yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran
2. Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk menjamin kondisi
penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan dirawat dengan baik. Bila
diperlukan area dengan kondisi khusus (suhu dan kelembaban) hendaknya
disediakan, diperiksa dan dipantau fungsinya
3. Tempat penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat melindungi material
dan produk dari pengaruh cuaca. Area penerimaan hendaknya dirancang dan diberi
peralatan untuk memungkinkan barang yang datang dapat dibersihkan apabila
diperlukan sebelum disimpan
4. Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara jelas
5. Bahan berbahaya hendaknya disimpan secara aman.

2.2.10. Kontak Produksi dan Pengujian


Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian hendaknya secara jelas dijabarkan,
disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah dalam
penafsiran di kemudian hari, yang dapat berakibat tidak memuaskannya mutu produk
atau pekerjaan. Guna mencapai mutu-produk yang memenuhi standard yang
disepakati, hendaknya semua aspek pekerjaan yang dikontrakkan ditetapkan secara
rinci pada dokumen kontrak. Hendaknya ada perjanjian tertulis antara pihak yang
memberi kontrak dan pihak penerima kontrak yang menguraikan secara jelas tugas
dan tanggung jawab masing-masing pihak.

2.2.11. Penanganan Keluhan dan Penarikan Produksi


1. Penanganan Keluhan
2. Penarikan Produk

2.3. Penggolongan Kosmetik


Penggolongan kosmetik menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik
dibagi kedalam 13 kelompok:
1. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dll
2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, dll
3. Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-shadow, dll.
4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, dll
5. Preparat untuk rambut, misalnya sampo, hair spray, dll
6. Preparat pewarna rambut, cat rambut, dll
7. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstick, dll
8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes, dll
9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodoran, antiperspiran, dll
10. Preparat kuku, misalnya cat kuku, losion kuku, dll
11. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung, dll
12. Preparat cukur, misalnya sabun cukur, dll
13. Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen, foundation, dll
(Tranggono dan Latifah, 2007).

2.4. Gel / Jelly (Gelones)


Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, masing-masing
terbungkus dan saling terserap oleh cairan.
Gel atau yang sering disebut dengan jelly merupakan system semi padat
teerdiri dari suspense yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan
partikel kecil yang terpisah.
Gel atau jelly adalah suatu salep yang lebih halus umumnya cairan dan
mengandung sedikit atau lilin, dipergunakan terutama pada membrane mukosa,
sebagai pelican atau dasar salep terdiri campuran saderhana dari campuran minyak
dan lemak dengan titik lebur rendah. Washable jelly mengandung mucilage seperti
gom tragakan, amylum, pectin dan alginate . sebagai contoh starch jellies (10%
amylum dengan air mendidih) (farmasetika 117)
Gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat yang terdiri dari suatu
dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organic
yang besar dan saling diresapi cairan. Gel dalam mana makro molekul disebarkan ke
suluruh cairan sampai tidak terlihat ada batas diantaranya, cairan ini disebut gel satu
fase. Dalam hal ini di mana massa gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil
yang berbeda, maka gel ini dikelompokkan sebagai system dua fase. Gel dianggap
sebagai disperse koloid oleh karena itu masing-masing mengandung partikel-partikel
dengan ukuran koloid. (http. Gel 2010)
Penggolongan gel
1. Berdasarkan sifat fasa koloid
a. Gel anorganik, contoh: bentonit magma
b. Gel organik, pembentuk gel berupa polimer.
2. Berdasarkan sifat pelarut
a. Hidrogel (pelarut air)
Hidrogel pada umunya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling
sambung silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan
hydrogen atau interaksi hidrofobik. Hidrogel mempunyai biokompabilitas yang tinggi
sebab hidrogel mempunyai tegangan permukaan yang rendah dengan cairan biologi
dan jaringan sehingga meminimalkan kekuatan adsorbs protein dan adhesi sel, elastic
sehingga meminimalkan iritasi karena friksi atau mekanik pada jaringan sekitarnya.
Contoh : gelatin.
b. Organel (pelarut bukan air / pelarut organik)
Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan BM rendah yang terlarut dalam minyak
mineral dan didinginkan ssecara shock cooled).
c. Xerogel
Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui sebagai
xerogel. Xerogel sering dihasilkan oleh evaporasi pelarut.
Contoh : gelatin kering, acacia tears dan selulosa kering.
d. Emulgel
Emulgel adalah emulsi baik O/W ataupun W/O yang dibuat gel dengan
mencampurkannya dengan gelling agent. Keunggulan emulgel memiliki kelebihan
daya hantar obat yang baik.
BAB III
PEMBAHASAN

A. TEKNOLOGI PEMBUATAN SEDIAAN GEL YANG BAIK MENURUT


CPKB (CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK)
4.1.Formulasi masker gel wajah :

Bahan
Katekin gambir
Karbomer
TEA
PEG 6000
Gliserin
Etanol 96%
Metil paraben
Propil paraben
Minyak esensial kulit
Jeruk Nipis (ml)
Na2EDTA
Natrium Metabisulfit
BHT
Vitamin C
Aquadest add
4.2.Proses manufaktur dan pengembangan kosmetika
Pada formulasi bahan yang digunakan telah memenuhi persyaratan CPKB, dan siap
untuk diproduksi. Dimana pada CPKB bahan yang memenuhi syarat diantaranya
bahan baku tidak membahayakan, bahan yang digunakan tidak berbahaya untuk
pembuatan kosmetik, bahan baku telah memenuhi spesifikasi yang ditetapkan,bahan
dalam keadaan bersih dan bebas kontaminasi.
4.3.Definisi Operasional Variabel :
Variabel Subvariabel Definisi Alat ukur Hasil ukur

Kondisi atau keadaan


fisik sediaan gel yang
dapat di nilai atau di
ukur dengan beberapa
parameter uji
Sediaan gel berbentuk
Organoleptik setengah padat,
Keadaan fisik gel yang
memiliki bau khas,
meliputi bentuk, warna
Visual warna dan bentuk
dan bau
transfaran

Suatu uji yang di Visual Homogen bila sediaan


lakukan untuk melihat gel yang di oles pada
Homogenitas
tercampurnya lempeng kaca tidak
komponen dalam dapat perbedaan warna
sediaan gel dan rata
Mutu fisik

pH Hal yang menunjukan Alat pH pH gel di sesuaikan


angka pH yang di meter dengan pH lingkungan
hasilkan gel kulit antara 4,5 – 6,5

Viskositas Hal yang menunjukan Viskositas Semakin kuat putaran


kekentalan gel ekstrak Brokfield semakin tinggi
getah pelepah talas viskositasnya dengan
rentang 5000-20000

Uji yang di lakukan Kaca Baik jika gel dapat


untuk melihat daya transparan, menyebar luas dalam
sebar gel kertas grafik, kertas grafik 5-7 cm
Uji daya anak
sebar
Timbangan

4.4.Alur Produksi Kosmetik Setengah Padat


Untuk alur proses produksi kosmetik gel diawali pada ruang bahan baku. Pada
proses pembuatannya, setiap bahan baku diperiksa terlebih dahulu oleh tim QC
dengan mengambil sampel di ruang sampling, pemeriksaan yang dilakukan oleh tim
QC meliputi pemerian, kelarutan, bilangan asam, dan bilangan penyabunan. Dari
hasil uji tersebut tim QC dapat memutuskan apakah bahan baku tersebut memenuhi
kriteria yang berstandarkan CPKB atau tidak. Lalu petugas yang bertanggung jawab
terhadap bahan baku menimbang bahan-bahan apa saja yang akan dibutuhkan dalam
proses produksi sediaan kosmetik krim. Penimbangan bahan dilakukan untuk
produksi sediaan per satu bets. Setelah bahan baku ini dinyatakan lulus uji kriteria,
bahan baku tersebut dicampur dan diolah menjadi produk antara. Kemudian petugas
bagian produksi mengambil bahan baku yang telah ditimbang dengan melakukan
serah terima yang disertai dengan dokumen CPB (Catatan Pengolahan Bets) yang
telah melampirkan tanda tangan petugas.
Produk yang telah jadi di lakukan kembali proses IPC oleh QC, pemeriksaan
organoleptik, pH, homogenitas, viskositas, dan uji daya sebar. Jika dinyatatakan lulus
maka produk tersebut dimasukkan ke dalam wadah. Kemudian produk yang telah
diisi ditempatkan di ruang karantina produk ruahan untuk selanjutnya melewati tahap
pemeriksaan oleh QC, pemeriksaan itu meliputi pemerian, identifikasi, pH, kadar zat
berkhasiat, homogenitas, koefisien variasi dan keseragaman sediaan. Waktu yang
dibutuhkan untuk menunggu hasil pemeriksaan ini yaitu 1-2 hari.
4.5.In Process Control
Pengawasan selama proses produksi (in process control) merupakan hal yang
penting dalam pemastian mutu produk. Untuk memastikan keseragaman bets dan
keutuhan gel, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau
pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah
dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut
dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi
yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk selama proses berjalan.
Prosedur tertulis untuk pengawasan selama proses hendaklah dipatuhi.
Prosedur tersebut hendaklah menjelaskan titik pengambilan sampel, frekuensi
pengambilan sampel, jumlah sampel yang diambil, spesifikasi yang harus diperiksa
dan batas penerimaan untuk tiap spesifikasi.
4.6.Kontrol Kualitas (Quality Control)
Produk yang berkualitas dihasilkan dengan melakukan serangkaian pengujian
yang dilakukan oleh bagian Quality Control (QC). QC merupakan bagian yang
esensial pada proses pembuatan produk kosmetik agar produk yang dihasilkan dapat
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Bagian QC memiliki kewenangan
khusus untuk memberikan keputusan akhir atas mutu kosmetik ataupun hal lain yang
mempengaruhi mutu kosmetik.
QC dilakukan sejak bahan baku kosmetik datang, selama proses produksi,
pada produk kosmetik yang dihasilkan, serta pada masa penyimpanan produk
kosmetik. QC berperan dalam pemeriksaan bahan awal, pemeriksaan selama proses
produksi dan pemeriksaan produk jadi. QC memastikan bahwa bahan, produk, dan
metode dalam proses produksi telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan
sehingga hasilnya dapat memenuhi persyaratan secara konsisten. Selain itu juga
dilakukan kalibrasi dan kualifikasi alat serta validasi terhadap metode analisa dan
proses produksi. Kualitas produk harus dibangun sejak awal dan dijamin oleh Quality
Assurance (QA).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari penulisan makalah ini dapat disimpulkan
bahwa:
1. Cara produksi yang baik untuk produk kosmetik masker gel yaitu dengan
mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik
yang Baik). Meliputi seluruh aspek yang menyangkut produksi pengendalian
mutu untuk menjamin produk jadi kosmetik memenuhi syarat mutu dan manfaat
bagi kondusen.
2. Syarat produksi industri farmasi meliputi beberapa aspek diantaranya:

a) Personalia
b) Banguan dan fasilitas
c) Peralatan
d) Sanitasi dan hygiene
e) Produksi
f) Pengawasan mutu
g) Dokumen
h) Audit internal
i) Penyimpanan
j) Penanganan keluhan dan penarikan produk
3. Formula yang baik dalam membuat sediaan gel memenuhi persyaratan dan tidak
menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu
rendah atau tidak efektif.

4.2. Saran

Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu

a) Periksa kembali kemasan kosmetik apakah masih dalam keadaan baik atau tidak
b) Periksalah tanggal kadaluarsa produk
c) Gunakanlah kosmetik yang bermutu, aman dan tentunya sudah memiliki izin edar
BPOM
d) Tidak mudah mempercayai berbagai penawaran produk kosmetik
e) Periksa produk kosmetik apakah tercium bau tengik atau konsistensi produk
kosmetik tersebut telah berubah

Penampilan menarik tentu menjadi dambaan setiap orang, salah satu upaya
yang dipilih adalah dengan menggunakan produk kosmetik. Biasanya komponen
kosmetik merupakan campuran senyawa kimia yang berbahaya yang dapat
mengakibatkan gangguan kulit seperti kanker.
DAFTAR PUSTAKA

Yunita Solihin, Dwi Indriati , Bina Lohita Sari. JURNAL FORMULASI


SEDIAAN MASKER GEL WAJAH YANG MENGANDUNG KATEKIN
GAMBIR (Uncaria gambir (Hunter Roxb)) SEBAGAI ANTIOKSIDAN

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003. KEPALA BADAN PENGAWAS


OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor:
HK.00.05.4.3870 Tentang Petunjuk Pedoman Cara Pembuatan
Kosmetika yang Baik, Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003. KEPUTUSAN KEPALA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK
INDONESIA Nomor: HK.00.05.4.1745 Tentang Kosmetik, Jakarta.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2008. BAHAN BERBAHAYA


DALAM KOSMETIK. Naturoks, 3 (6), 4-7. Jakarta
Badan pengawas obat dan makanan. 2011. PERSYARATAN TEKNIS
BAHAN MAKANAN. NOMOR HK.03.1.23.08.11.07517. Jakarta
Djajadisastra. 2005. TEKNOLOGI KOSMETIK. : Departemen Farmasi
FMIPA Universitas Indonesia. Tangerang.

Raymond C, 2006. HANDBOOK OF PHARMACEUTICAL EXCIPIENTS


EDISI V. Chicago London
Wasitaatmadja, 1997. PENUNTUN KOSMETIK MEDIK, Universitas
Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai