Anda di halaman 1dari 70

Bahan ke tiga sd.

lima
Registrasi / notifikasi ,
pengadaan, produksi dan
distribusi antara obat – obat
tradisional – kosmetika-
PKRT/Alkes
Kemampuan Akhir : Mhs mampu mengidentifikasi Per-UU-an dan
perbedaan ketentuan terkait registrasi / notifikasi , pengadaan,
produksi dan distribusi antara obat – obat tradisional – kosmetika-
PKRT/Alkes,
Bahan Kajian : Registrasi / notifikasi , pengadaan, produksi dan
distribusi antara obat – obat tradisional – kosmetika- PKRT/Alkes
Bentuk Pembelajaran : Ceramah, Tanya Jawab Penugasan
Waktu Belajar : 100 menit
Pengalaman Belajar Mahasiswa : Menyusun desripsi Per-UU-an
dan perbedaan ketentuan terkait registrasi / notifikasi , pengadaan,
produksi dan distribusi antara obat – obat tradisional – kosmetika-
PKRT/Alkes
Kriteria Penilaian : Penilaian dilakukan terhadap kesanggupan,
kemampuan menjelaskan registrasi / notifikasi , pengadaan,
produksi dan distribusi antara obat – obat tradisional – kosmetika-
PKRT/Alkes
TUJUAN UMUM PERKULIAHAN
Mhs mampu mengidentifikasi Per-
UU-an dan perbedaan ketentuan
terkait pelaksanaan dan
pengawasan registrasi / notifikasi ,
pengadaan, produksi dan distribusi
antara obat – obat tradisional –
kosmetika- PKRT/Alkes
UU, PP, PMK DLL

Pelaksanaan registrasi/ B.Obat


notifikasi, Obat
Pengawasan pengadaan O.trad.
, produksi, Kosm
distribusi Alkes
PKRT
TUJUAN KHUSUS PERKULIAHAN
1. Mhs mampu mengidentifikasi
membandingkan Hirarki dan Jenis Per-
UU-an Registrasi dan Notifikasi SF &
Alkes
2. Mhs mampu mengidentifikasi
membandingkan Hirarki dan Jenis Per-
UU-an Produksi SF & Alkes
3. Mhs mampu mengidentifikasi
membandingkan Hirarki dan Jenis Per-
UU-an Distribusi SF & Alkes
TAHAPAN PERKULIAHAN

I. MINGGU III : PENGANTAR MATERI


KAJIAN & TANYA JAWAB
II. MINGGU IV : DISKUSI KELOMPOK
MAHASISWA
III. MINGGU V : PRESENTASI HASIL
DISKUSI KELOMPOK & DISKUSI
PLENO
Hirarki dan Jenis Per-UU-an Pelaksanaan &
Pengawasan Produksi dan Distribusi Sediaan Farmasi
& Alkes

UUD 1945

OOK UU 35,36/09, UU 8/’99


419/’49 36/’14

PP 51/’09 PP 72/98 PP lain

PER/SK
PER / SK MENKES
KaBPOM
Hirarki dan Jenis Per-UU-an Pelaksanaan & Pengawasan
Produksi dan Distribusi Sediaan Farmasi & Alkes

1. REG. DVG. 1. PP 32/96


2. O.O. K. 419/49
3. UU 8/’99
2. PP 72/’98
4. UU 32/’04-UU 8/’05 3. PP 38 / 2007
5. UU 35 /’09 4. PP 19 / 2005
6. UU 13/’03 5. PP 23/ 2004
7. UU 36/’09 6. PP 51/2009
8. UU 44/’09
9. UU 36/’14
7. PP 20/1962
10. DLL 8. DLL

1. PERMENKES/SK MENKES
2. PER/SK KA BPOM
3. EDARAN MENKES / BPOM
Ruang Lingkup Pengaturan
Pelaksanaan & Pengawasan
Produksi dan Distribusi
Sediaan Farmasi & Alkes
Ruang Lingkup Pengaturan Pelaksanaan & Pengawasan Produksi
dan Distribusi Sediaan Farmasi & Alkes

1. PERSYARATAN MUTU, KEAMANAN DAN KEMANFAATAN


2. PRODUKSI : IZIN (INDUSTRI, PRODUKSI), CARA PEMBUATAN)
3. PEREDARAN ( PENYALURAN & PENYERAHAN): IZIN EDAR:
REGISTRASI & NOTIFIKASI; IZIN SARANA; CARA PEREDARAN;
JAGA MUTU; DOKUMEN
4. PEMASUKAN DAN PENGELUARAN KE DALAM DAN DARI WILAYAH
INDONESIA
5. KEMASAN
6. PENANDAAN DAN IKLAN
7. PEMELIHARAAN MUTU
8. PENGUJIAN & PENARIKAN KEMBALI
9. PEMUSNAHAN
10. PEMBINAAN
11. PENGAWASAN
12. KETENTUAN PIDANA
Ruang Lingkup Pengaturan
• Sediaan farmasi : bahan obat, paduan bahan
obat/produk jadi(B,W,O,K), produk biologi,
kosmetika, obat tradisional, (PKRT & ALKES).
• sejak dari BAHAN BAKU (aktif/tambahan),
BAHAN KEMAS, PRODUK RUAHAN, sampai
PRODUK JADI
• sejak dari PENELITIAN – IZIN EDAR– PRODUKSI
/ IMPOR – DISTRIBUSI/EKSPOR – PELAYANAN /
ECERAN sampai DIPAKAI MASYARAKAT
MATRIK MATERI PENGATURAN
SEDIAAN FARMASI
O. KOSM AL
ASPEK OBAT PKRT
TRAD ET KES
PERSYARATAN PRODUK
SARANA & PROSES
PRODUKSI
IZIN EDAR/PEREDARAN
PEMASUKAN DAN
PENGELUARAN
KEMASAN
PENANDAAN DAN IKLAN
PEMELIHARAAN MUTU
PENGUJIAN & PENARIKAN
KEMBALI
PELENGGARAN & SANKSI 12
PERATURAN PERUNDANGAN & KEBIJAKAN
KEFARMASIAN TERKAIT
INDUSTRI MANUFAKTUR
• REGLEMENT DVG  SEDIAAN FARMASI & PEKERJAAN
• ORDONASI OBAT KEFARMASIAN
KERAS  PERLINDUNGAN KONSUMEN
• UU 35, 36 /’09
 OTONOMI DAERAH
• UU 8/’99
 PSIKOTROPIKA & NARKOTIKA
• UU 32/’04-UU8/’05
• UU 5 /’97 & 35/’09  TENAGA KERJA / SERTIFIKASI
• UU 36/’14  TENAGA KESEHATAN
• UU 13/’03  PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI
• PP 32/96  TENAGA KESEHATAN
• PP 72/’98
 REGISTRASI/NOTIFIKASI
• PP 25/’00
 BAHAN, PENGUJIAN, GMP, PIF
• PP 51/09
 LISENSI /TOLL
• PERMENKES
 GENERIK & LABEL, PROMOSI/IKLAN
• PER KA BPOM
 HARGA
• EDARAN
 GDP
PERATURAN PERUNDANGAN & KEBIJAKAN
KEFARMASIAN TERKAIT
INDUSTRI MANUFAKTUR DISTRIBUSI
OBAT OT KOSM ALKES PKRT

1. TAHAPAN PROSES PERIZINAN


IZIN EDAR DAN
PERSYARATAN TIAP TAHAP
2. TAHAPAN PROSES PERIZINAN
IZIN SARANA PRODUKSI DAN
IZIN PRODUKSI DAN
PERSYARATAN TIAP TAHAP
3. TAHAPAN PROSES PERIZINAN
IZIN SARANA DISTRIBUSI DAN
PERSYARATAN TIAP TAHAP
4. FUNGSI / KEGIATAN YANG ADA
DI INDUSTRI MANUFAKTUR
5. FUNGSI / KEGIATAN YANG ADA
DI DISTRIBUTOR
6. PENCATATAN & PELAPORAN
7. KEMUNGKINAN
PELANGGARAN & SANKSI
ASPEK IZIN EDAR
NO ASPEK OBAT OT KOSM ALKES PKRT
1 Tujuan
2 Definisi
3 Kategori / Jenis
4 Pengecualian Izin
5 Pelaku/ Pemohon
6 Syarat Pemohon
7 Pemberi Izin
8 Kriteria Produk
9 Persyaratan Registrasi
10 Mekanisme / Tahap
11 Dokumen yg diperlukan
12 Penilai
13 Pelaksanaan izin edar
14 Evaluasi kembali
15 Pembatalan izin edar
16 Pelanggaran yg mungkin
17 Sanksi yg akan diterima
PERATURAN PERUNDANGAN & KEBIJAKAN
KEFARMASIAN TERKAIT
DISTRIBUSI
• REGLEMENT DVG  SEDIAAN FARMASI & PEKERJAAN
• ORDONASI OBAT KERAS KEFARMASIAN
• UU 35, 36, 44 /’09  PERLINDUNGAN KONSUMEN
• UU 8/’99  OTONOMI DAERAH
• UU 32/’04-UU8/’05  PSIKOTROPIKA & NARKOTIKA
• UU 5 & 22 /’97
 TENAGA KESEHATAN
• UU 36/’14
• PP 51/’09
• PP 32/96  PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI
• PP 72/’98  PRAKTIK/PEKERJAAN KEFARMASIAN
• PP 25/’00
• PERMENKES
• SK KaBPOM  GDP
 PERIZINAN
PERATURAN PELAKSANAAN
Pengamanan Sediaan Farmasi , Pengadaan, Pembuatan dan
Distribusi TERKAIT OBAT (1)
1. PERPRES 54/’10 Jo 70/’12 : PENGADAAN SEKTOR
PEMERINTAH
2. PMK 1799/’10 Jo 16 /2013 : INDUSTRI FARMASI
3. PMK 1010/08 Jo 1120/2008: REGISTRASI OBAT
4. PMK : 1148/’11 Jo 34/’14, Jo 30/2017 : PEDAGANG
BESAR FARMASI
5. PMK 3/’15 : P4 NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA &
PREKURSOR
6. PKaBPOM 14 TAHUN 2017: PEDOMAN DIP
7. PKaBPOM 24 TAHUN 2017: TATALAKSANA
REGISTRASI OBAT
8. PKaBPOM 25/2017: SERTIFIKASI CDOB
9. PKaBPOM 29 & 30/2017: PEMASUKAN &
PENGAWASAN BAHAN OBAT Fauzi Kasim &MAKANAN
PERATURAN PELAKSANAAN O.T
1. PMK 006/ 2012 : INDUSTRI DAN USAHA OBAT
TRADISIONAL
2. PMK 007/2012 : REGISTRASI OBAT TRADISIONAL
3. PMK 003/MENKES/PER/I/2010: SAINTIFIKASI JAMU
4. KMK 381 / 2007 : KEBIJAKAN OBAT TRADISONAL
5. PKaBPOM 14 TAHUN 2017: PEDOMAN DIP
6. PKaBPOM 29 & 30 /2017 : PEMASUKAN BAHAN (
TERMASUK BAHAN OBAT & MAKANAN )
7. PKaBPOM NO.HK.04.1.33.02.12.0883 TAHUN 2012
TENTANG DOKUMEN INDUK
8. PKaBPOM : HK.00.05.41.1384 : KRITERIA DAN TATA
LAKSANA PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL, OBAT
HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA
Fauzi Kasim
PERATURAN PELAKSANAAN TERKAIT
KOSMETIKA
1. PMK : 1175/2010 : IZIN PRODUKSI KOSMETIKA
2. PMK : 1176/2010 : NOTIFIKASI KOSMETIKA
3. PKaBPOM : HK 03.1.23.12.11.10052/2011 : PENGAWASAN
PRODUKSI & PEREDARAN KOSMETIKA
4. PKaBPOM NOMOR HK.03.1.23.04.11.03724 TAHUN 2011 :
PENGAWASAN PEMASUKAN KOSMETIKA
5. PerKaBPOM : 18 Tahun 2015 PERSYARATAN TEKNIS
BAHAN KOSMETIKA
6. PerKaBPOM : 19 Tahun 2015 PERSYARATAN TEKNIS
KOSMETIKA
7. PKaBPOM: HK.03.1.23.12.10.11983 TAHUN 2010, Jo : 34
TAHUN 2013: KRITERIA DAN TATA CARA PENGAJUAN
NOTIFIKASI KOSMETIKA
8. PKaBPOM : HK.00.05.4.3870 /2003 & HK. 03.42.06.10.4556 /
2010 : CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK
9. PKaBPOM 14 TAHUN 2017: PEDOMAN DIP
10. PKaBPOM 29 & 30 /2017 : PEMASUKAN BAHAN (
TERMASUK BAHAN OBATFauzi&Kasim
MAKANAN )
11. DLL`
PERATURAN PELAKSANAAN TERKAIT PKRT &
ALKES

1. PMK : 1189/2010 : SERTIFIKAT PRODUKSI


ALAT KESEHATAN DAN PKRT
2. PMK : 1190/2010 : IZIN EDAR ALKES
3. PMK : 1191/2010 : PENYALURAN ALKES
4. KMK : 118/2014 : KOMPEDIUM ALKES
5. DITJEN BINFAR & ALKES : PETUNJUK
TEKNIS CARA DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN
YANG BAIK.

Fauzi Kasim
PRODUKSI
CPOB
CPOB adalah suatu pedoman yang
menyangkut seluruh aspek produksi
dan pengendalian mutu, bertujuan
untuk menjamin bahwa produk obat
dibuat senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang telah
ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
SEJARAH CPOB di INDONESIA
Kewajiban CPOB bagi industri farmasi :
SKep MenKes RI No. 43/Menkes/SK/VII/
1989 ttg CPOB
Skep DirJen POM No.05411/A/SK/XII/1989
ttg Petunjuk Operasional Penerapan CPOB,
yg direvisi th 1990.
Thn 2001 BPOM revisi CPOB yang dikenal
juga dengan CPOB terkini.
SEJARAH CPOB di INDONESIA
 Pedoman CPOB 2001 meliputi 10 aspek,
 ketentuan umum,
 personalia,
 bangunan dan fasilitas,
 peralatan,
 sanitasi dan higiene,
 produksi,
 pengawasan mutu,
 inspeksi diri,
 penanganan keluhan terhadap obat,
 penarikan kembali obat, dan obat kembalian serta
dokumentasi.
SEJARAH CPOB di INDONESIA
 2006 : c-GMP (current Good Manufacturing Practice)
atau yang dikenal dengan istilah CPOB yang dinamis.
 pedoman CPOB edisi 2006 mengandung perbaikan
sesuai persyaratan CPOB terkini antara lain
 “Kualifikasi dan Validasi”,
 Pembuatan dan Analisis Obat berdasarkan Kontrak”
 “Pembuatan Produk Steril”.
 “Manajemen mutu”,
 ‘Pembuatan Produk Darah,
 “Sistem Komputerisasi” dan
 “Pembuatan Produk Investigasi untuk Uji Klinis”.
SEJARAH CPOB di INDONESIA
CPOB terkini (CPOB : 2006) atau c-GMP merupakan
salah satu upaya pemerintah (Badan POM) untuk
menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat produksi
industri farmasi Indonesia agar sesuai dengan standar
internasional, sehingga produk obat dalam negeri
mampu bersaing baik untuk pasar domestik maupun
untuk pasar ekspor. Disamping itu, penerapan c-GMP
juga mendorong industri farmasi agar lebih efisien dan
fokus dalam pelaksanaan produksi obat, termasuk
pemilihan fasilitas produksi yang paling
memungkinkan untuk dikembangkan.
ASPEK-ASPEK PADA CPOB
Aspek-aspek yang merupakan cakupan CPOB tahun 2006
meliputi 12 aspek yang dibicarakan, yaitu :
1. Manajemen Mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan Sarana Penunjang
4. Peralatan
5. Sanitasi dan Higiene
6. Produksi
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan
Kembali Produk dan Produk Kembalian
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
12. Kualifikasi dan Validasi
PERKA BPOM RI
No. HK.03.1.33.12.12.8195 Thn. 2012
ttg
PENERAPAN PEDOMAN CPOB
PENGERTIAN
 Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang
selanjutnya disingkat CPOB, adalah cara
pembuatan obat yang bertujuan untuk
memastikan agar mutu obat yang dihasilkan
sesuai dengan persyaratan dan tujuan
penggunaan

 Industri Farmasi adalah badan usaha yang


memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk
melakukan kegiatan pembuatan obat atau
bahan obat.
PENGERTIAN…………

 Obat adalah bahan atau paduan bahan,


termasuk produk biologi, yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

 Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat


maupun tidak berkhasiat yang digunakan
dalam pengolahan obat dengan standar dan
mutu sebagai bahan baku farmasi.
PENGERTIAN…………

 Sertifikat CPOB adalah dokumen sah yang


merupakan bukti bahwa Industri farmasi telah
memenuhi persyaratan CPOB dalam membuat
satu jenis bentuk sediaan obat yang diterbitkan
oleh Kepala Badan

 Sertifikat Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif


Obat yang Baik , yang selanjutnya disebut
Sertifikat CPBBAOB, adalah dokumen sah yang
merupakan bukti bahwa industri farmasi telah
memenuhi persyaratan CPBBAOB dalam
memproduksi satu jenis bahan baku aktif obat.
PENERAPAN CPOB
Pasal 3
 (1) Industri Farmasi dalam seluruh
aspek dan rangkaian kegiatan
pembuatan obat dan/atau bahan obat
wajib menerapkan Pedoman CPOB.
 (2) Pedoman CPOB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
ini.
Kewajiban menerapkan pedoman CPOB
(Pasal 4.)

 Selain Industri Farmasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 3: a. lembaga yang melakukan
proses pembuatan sediaan radiofarmaka dan
telah mendapat pertimbangan dari lembaga yang
berwenang di bidang pengawasan tenaga nuklir;
dan
 b. instalasi farmasi rumah sakit yang melakukan
proses pembuatan obat untuk keperluan
pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit
yang bersangkutan;
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 6

Pelanggaran terhadap ketentuan Pedoman CPOB


dapat dikenai sanksi administratif sebagai
berikut:
1. Peringatan;
2. Peringatan keras;
3. Penghentian sementara kegiatan;
4. Pembekuan Sertifikat CPOB/CPBBAOB;
5. Pencabutan Sertifikat CPOB /CPBBAOB ; dan
6. Rekomendasi pencabutan izin industri farmasi.
PENJELASAN
PENDAHULUAN

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


bertujuan untuk menjamin obat dibuat
secara konsisten, memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai
dengan tujuan penggunaannya. CPOB
mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu.
UMUM
1. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah
sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima
obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak
dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan
jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan.
2. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari
serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa
mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat
tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi
dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan
personil yang terlibat.
3. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada
pelaksanaan pengujian tertentu saja; namun obat hendaklah
dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara
cermat.
MANAJEMEN MUTU
 Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa
agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi
persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar
(registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu
rendah atau tidak efektif.
 Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan
ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan
partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di
dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.
 Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat
diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar
serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik
termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu.
 Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor
efektivitasnya.
PERSONALIA
PRINSIP
 Sumber daya manusia sangat penting dalam
pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu
yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar.
 Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab
untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam
jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua
tugas.
 Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab
masing-masing dan dicatat.
 Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB
serta memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai
higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya
Personalia

 Industri farmasi hendaklah memiliki personil


yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis
dalam jumlah yang memadai. Tiap personil
hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang
berlebihan untuk menghindarkan risiko
terhadap mutu obat
 Industri farmasi harus memiliki struktur
organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari
personil pada posisi penanggung jawab
hendaklah dicantum-kan dalam uraian tugas
tertulis.
BANGUNAN DAN FASILITAS
 Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus
memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai,
serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik
untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar.
 Tata letak dan desain ruangan harus dibuat
sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi
kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain,
serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan
perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran,
dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.
PERALATAN
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah
memiliki desain dan konstruksi yang tepat,
ukuran yang memadai serta ditempatkan
dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu
obat terjamin sesuai desain serta seragam
dari bets ke-bets dan untuk memudahkan
pembersihan serta perawatan agar dapat
mencegah kontaminasi silang, penumpukan
debu atau kotoran dan, hal-hal yang
umumnya berdampak buruk pada mutu
produk.
SANITASI DAN HIGIENE
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi
hendaklah diterapkan pada setiap aspek
pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan
higiene meliputi personil, bangunan,
peralatan dan perlengkapan, bahan produksi
serta wadahnya, bahan pembersih dan
desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat
merupakan sumber pencemaran produk.
Sumber pencemaran potensial hendaklah
dihilangkan melalui suatu program sanitasi
dan higiene yang menyeluruh dan terpadu
PRODUKSI
Produksi hendaklah dilaksanakan
dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan; dan memenuhi
ketentuan CPOB yang menjamin
senantiasa menghasilkan produk
yang memenuhi persyaratan mutu
serta memenuhi ketentuan izin
pembuatan dan izin edar.
PENGAWASAN MUTU
 Pengawasan Mutu merupakan bagian yang
esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik
untuk memberikan kepastian bahwa produk
secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
 Keterlibatan dan komitmen semua pihak
yang berkepentingan pada semua tahap
merupakan keharusan untuk mencapai
sasaran mutu mulai dari awal pembuatan
sampai kepada distribusi produk jadi.
wastu
 Pengawasan Mutu mencakup pengambilan
sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk
pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan
yang memastikan bahwa semua pengujian yang
relevan telah dilakukan, dan bahan tidak
diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan
untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan
memenuhi persyaratan.
 Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan
laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam
semua keputusan yang terkait dengan mutu
produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu
dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar
Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan
dengan memuaskan
INSPEKSI DIRI, AUDIT MUTU DAN AUDIT &
PERSETUJUAN PEMASOK
 Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi
ketentuan CPOB.
 Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi
kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan
tindakan perbaikan yang diperlukan.
 Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh
petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi
penerapan CPOB secara obyektif.
 Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu,
pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali
obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk
tindakan perbaikan supaya dilaksanakan.
 Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan
dibuat program tindak lanjut yang efektif.
PENANGANAN KELUHAN TERHADAP
PRODUK DAN PENARIKAN KEMBALI PRODUK

 Semua keluhan dan informasi lain yang


berkaitan dengan kemungkinan terjadi
kerusakan obat harus dikaji dengan
teliti sesuai dengan prosedur tertulis.
 Untuk menangani semua kasus yang
mendesak, hendaklah disusun suatu
sistem, bila perlu mencakup penarikan
kembali produk yang diketahui atau
diduga cacat dari peredaran secara
cepat dan efektif.
DOKUMENTASI
 Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi
manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan
bagian yang esensial dari pemastian mutu.
 Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk
memastikan bahwa tiap personil menerima uraian
tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan
yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan
komunikasi lisan.
 Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula
Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan
dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia
secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat
penting.
PEMBUATAN DAN ANALISIS BERDASARKAN
KONTRAK
 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat
secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan
kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau
pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
 Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak
harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing pihak.
 Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap
bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab
penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
 Catatan: Bab ini meliputi tanggung jawab industri farmasi
terhadap Badan POM dalam hal pemberian izin edar dan
pembuatan obat. Hal ini tidak dimaksudkan untuk
memengaruhi tanggung jawab legal dari Penerima Kontrak dan
Pemberi Kontrak terhadap konsumen.
KUALIFIKASI DAN VALIDASI
 CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk
mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan
sebagai bukti pengendalian terhadap aspek
kritis dari kegiatan yang dilakukan.
 Perubahan signifikan terhadap fasilitas,
peralatan dan proses yang dapat memengaruhi
mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan
dengan kajian risiko hendaklah digunakan
untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan
validasi
DISTRIBUSI
PERATURAN KEPALA BADAN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25
TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA
SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI
OBAT YANG BAIK
Pengertian
 Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk
biologi yang digunakan untuk memengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.
 Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun
tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat
dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi
termasuk baku pembanding
 Cara Distribusi Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat
CDOB adalah cara distribusi/penyaluran Obat dan/atau
Bahan Obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang
jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya.
Pengertian
 Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat
PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum
yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran Obat dan/atau Bahan
Obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki
pengakuan untuk melakukan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran Obat dan/atau
Bahan Obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan.
 Sertifikat CDOB adalah dokumen sah yang
merupakan bukti bahwa PBF atau PBF Cabang
telah memenuhi persyaratan CDOB dalam
mendistribusikan Obat dan/atau Bahan Obat.
Pasal 4
 (1) Sertifikat CDOB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 diberikan untuk
kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran:
 a. Obat; dan/atau
 b. Bahan Obat.
 (2) Obat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) termasuk produk rantai dingin
meliputi vaksin dan produk biologi
lainnya, narkotika, psikotropika, dan
prekursor farmasi.
PERSYARATAN CDOB
Pasal 5
(1) Permohonan Sertifikat CDOB hanya dapat
diajukan oleh PBF atau PBF Cabang yang
memenuhi persyaratan: a. memiliki izin PBF
untuk PBF; atau b. memiliki pengakuan
sebagai PBF Cabang untuk PBF Cabang.
(2) Permohonan Sertifikat CDOB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama
12 (dua belas) bulan terhitung sejak
diterbitkan izin PBF atau pengakuan sebagai
PBF Cabang.
Pendaftaran Pemohon
Pasal 6
Pemohon harus melakukan pendaftaran untuk mendapatkan
nama pengguna (username) dan kata sandi (password).
Pasal 7
(1) Pendaftaran Pemohon sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 dilakukan melalui website Badan Pengawas Obat
dan Makanan dengan alamat http://www.pom.go.id atau
melalui subsite http://www.sertifikasicdob.pom.go.id.
(2) Pemohon melakukan entry data secara daring (online)
dan mengunggah dokumen pendukung ke dalam subsite
http://www.sertifikasicdob.pom.go.id.
Penerbitan Sertifikat CDOB
Pasal 18
(1) Kepala Badan menerbitkan Sertifikat CDOB
dalam jangka waktu paling lama 14 (empat
belas) Hari terhitung sejak hasil Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3)
huruf a atau hasil evaluasi CAPA sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dinyatakan
memenuhi persyaratan CDOB.
(2) Kepala Badan mendelegasikan wewenang
penerbitan Sertifikat CDOB kepada Deputi.
(3) Sertifikat CDOB berlaku untuk 5 (lima) tahun.
Perbekalan Kesehatan
Pasal 36 UUK 36-2009
(1) Pemerintah menjamin ketersediaan,
pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan
kesehatan, terutama obat esensial.
(2) Dalam menjamin ketersediaan obat
keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan
kebijakan khusus untuk pengadaan dan
pemanfaatan obat dan bahan yang berkhasiat
obat.
Perpres Nomor 16/2018 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Maret 2018
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Maret 2018
Latar belakang

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah


mempunyai peran penting dalam
pelaksanaan pembangunan nasional
untuk peningkatan pelayanan publik
dan pengembangan perekonomian
nasional dan daerah
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang
selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa
adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa
oleh kementerian/Lembaga /Perangkat
daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang
pro sesnya sejak identifikasi kebutuhan,
sampai dengan serah terima hasil pekerjaan
Metode pengadaan
 Tender adalah metode pemilihan untuk
mendapatkan Penyedia Barang/ Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya.
 Seleksi adalah metode pemilihan untuk
mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi.
 Tender/ Seleksi Internasional adalah pemilihan
Penyedia Barang/ Jasa dengan peserta
pemilihan dapat berasal dari pelaku usaha
nasional dan pelaku usaha asing.
Metode pengadaan
 Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan untuk
mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/
Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.
 Pengadaan Langsung Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan
Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang
bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
 Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode
pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa
Konsultansi yang bernilai paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 3
(1) Pengadaan Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini
meliputi:
a. Barang;
b. Pekerjaan Konstruksi;
c. Jasa Konsultansi; dan
d. Jasa Lainnya.
(2) Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi.
(3) Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
a. Swakelola; dan/atau
b. Penyedia.
Tujuan. Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 4
Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk:
a. rnenghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang
yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah,
waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;
b. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
c. meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil,
dan Usaha Menengah;
d. meningkatkan peran pelaku usaha nasional;
e. mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan
barang/ jasa hasil penelitian;
f. meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
g. mendorong pemerataan ekonorni; dan
h. mendorong Pengadaan Berkelanjutan.
Prinsip Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 6
a. efisien;
b. efektif;
c. transparan;
d. terbuka;
e. bersaing;
f. adil; dan
g. akuntabel.
Etika Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 7
(1) Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan
Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut:
a. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa
tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan
ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
b. bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga
kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus
dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan
Barang/Jasa;
c. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak
langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat;
Etika Pengadaan Barang/Jasa

d. menerima dan bertanggung jawab atas segala


keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan
tertulis pihak yang terkait;
e. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan
kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung
maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan
usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa;
f. menghindari dan mencegah pemborosan dan
kebocoran keuangan negara;
g. menghindari dan mencegah penyalahgunaan
wewenang dan/atau kolusi; dan
h. tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak
menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah,
imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada
siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan
dengan Pengadaan Barang/Jasa.

Anda mungkin juga menyukai