Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KEPROFESIAN, ETIKA DAN UNDANG-

UNDANG

Narkotika, Psikotropika, Prekursor Dan Peraturan Perundangan


Tentang Perlindungan Konsumen

Disusun Oleh :

DWI LUTFI WINDIASARI (1843700480)

PAGI A

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

2019
1. CARI DAN PELAJARI KETENTUAN PERSYARATAN SARANA/SDM, KEGIATAN
UNTUK MEMPRODUKSI, DISTRIBUSI, PELAYANAN/PEMAKAIAN DAN
PEMUSNAHAN NARKOTIKA & PSIKOTROPIKA
2. CARI & TULIS REKAPITULASI DATA : NAMA PRODUK & PRODUSEN UNTUK
TIAP NPP YANG BEREDAR DI INDONESIA
3. CARI & PELAJARI FORMAT PENCATATAN & PELAPORAN NPP DI SARANA
PRODUKSI, DISTRIBUSI & PELAYANAN KEFARMASIAN

RANGKUMAN:

UU 1945

UU 5/’97
OOK 419/’49 UU 8/’99
UU 35/’09

PP 44/’10
PP 72/’98 PP 40/’13 PP 51/’09
PP 25/’11

PER/SK
PER / SK MENKES
KaBPOM

1. St- 1882 No. 97, Jo 228/1949 : 2. PP 72/’98 : PENGAMANAN


PERACIKAN SEDIAAN FARMASI
2. O. 419/49 : OBAT KERAS 3. PP 38/‘07 : KEWENANGAN
3. UU 5/’97 : PSIKOTROPIKA PUSAT-DAERAH
4. UU 8/’99 : PERLINDUNGAN 4. PP 44/ ’10 : PREKURSOR
KONSUMEN 5. PP 25/ ’11 : WAJIB LAPOR
5. UU 35 /’09: NARKOTIKA PECANDU NARKOTIKA
6. UU 36/’09 : KESEHATAN 6. PP 40/’13 : PELAKSANAAN UU
7. UU 44/’09 : RUMAH SAKIT 35/’09
8. UU 36/’14 : TENAGA KESEHATAN 7. DLL
9. DLL 1. PMK.28/’78 PENYIMPANAN
1. PP 32/96 : TENAGA NARKOTIKA
KESEHATAN 2. PMK 168/’05 PREKURSOR
FARMASI
3. PMK 10/’13 IMPOR - EKSPOR 7. PMK LAIN TERKAIT OBAT
NAROTIKA 8. KMK 567/’06 PEDOMAN
4. PMK 13/’14 PERUBAHAN PELAKSANAAN PENGURANGAN
PENGGOLONGAN DAMPAK BURUK NARKOTIKA,
5. PMK 26/’14 RENCANA PSIKOTROPIKA, DAN ZAT
KEBUTUHAN NARKOTIKA, ADIKTIF
PSIKOTROPIKA, PREKURSOR 9. KMK 522/’08 PENUNJUKAN
6. PMK 03/’15 PEREDARAN, LABORATORIUM
PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, PEMERIKSAAN NARKOTIKA
DAN PELAPORAN NARKOTIKA, DAN PSIKOTROPIKA
PSIKOTROPIKA, DAN
PREKURSOR FARMASI

1. PerKBPOM 32/’13 ANALISA HASIL PENGAWASAN NARKOTIKA


2. PerKBPOM 40/’13 PEDOMAN PENGELOLAAN PREKURSOR
3. PerKBPOM 28/’18 PENGELOLAAN OBAT OBAT TERTENTU
4. PerKBPOM
5. LAIN TERKAIT OBAT

 NARKOTIKA
Definisi Narkotika menurut UU RI nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
 Golongan I, dilarang untuk pelayanan kesehatan, bisa utk IPTEK &Reagen : Tanaman &
bahan dari Papaver, Coca, bahan sintetis, dll.
 Golongan II, bahan baku untuk produksi obat yang mampu menimbulkan potensi
ketergantungan tinggi dan hanya digunakan sebagai pilihan terakhir dalam pengobatan.
Contoh: petidin, morphin, fentanil atau metadon.
 Golongan III, digunakan untuk rehabilitasi, untuk mengurangi ketergantungan pada
narkotika golongan I dan II. Ia mempunyai potensi ringan akibatkan ketergantungan.
Contoh: kodein, difenoksilat.
Persyaratan Dalam Produksi Narkotika
a. Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi Narkotika kepada Industri Farmasi
tertentu yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
b. Menteri melakukan pengendalian terhadap produksi Narkotika sesuai dengan rencana
kebutuhan tahunan Narkotika.
c. BPOM melakukan pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, dan hasil akhir
dari produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika.
d. Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan atau digunakan dalam proses produksi,
kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ketentuan ini diatur dengan peraturan menteri.
e. Pengawasan produksi Narkotika Golongan I untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara ketat
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Persyaratan Dalam Distribusi Narkotika:
a. Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki
seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
b. Apoteker sebagai penanggung jawab dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau
Tenaga Teknis Kefarmasian
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Distribusi atau Penyaluran diatur dengan
Peraturan Menteri.
d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi harus
memenuhi ketentuan Cara Distribusi yang Baik yang ditetapkan oleh Menteri.
e. Distribusi atau penyaluran Sediaan Farmasi pada Fasilitas Distribusi atau Penyaluran
Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan
fungsinya
f. Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi harus
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang distribusi atau
penyaluran.
Persyaratan dalam Penyimpanan Narkotika
a. Penyimpanan Narkotika harus :
 Dalam wadah asli dari produsen.
 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud huruf a, dalam hal diperlukan
pemindahan dari wadah asli nya untuk pelayanan resep, obat dapat disimpan di
dalam wadah baru yang dapat menjamin keamanan, mutu, dan ketertelusuran obat
dengan dilengkapi dengan identitas obat meliputi nama obat dan zat aktifnya, bentuk
dan kekuatan sediaan, nama produsen, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.
 Pada kondisi yang sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi yang
memproduksi Obat sebagaimana tertera pada kemasan dan/atau label Obat sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
 Terpisah dari produk lain dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat
paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain;
 sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campur-
baur; dan
 tidak bersinggungan langsung antara kemasan dengan lantai.
 dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun
secara alfabetis.
 memperhatikan kemiripan penampilan dan penamaan Obat (LASA, Look Alike
Sound Alike) dengan tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan
khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat
 memperhatikan sistem First Expired First Out (FEFO) dan/atau sistem First In First
Out (FIFO)
b. Narkotika harus disimpan dalam lemari khusus penyimpanan Narkotika.
c. Lemari khusus penyimpanan Narkotika harus mempunyai 2 (dua) buah kunci yang
berbeda, satu kunci dipegang oleh Apoteker Penanggung Jawab dan satu kunci lainnya
dipegang oleh pegawai lain yang dikuasakan
d. Apabila Apoteker Penanggung Jawab narkotik berhalangan hadir, Apoteker Penanggung
Jawab dapat menguasakan kunci ke pegawai lain (tenaga teknis kefarmasian)
e. Pemberian kuasa harus dilengkapi dengan Surat Kuasa yang ditandatangani oleh pihak
pemberi kuasa dan pihak penerima kuasa.
f. Surat Kuasa harus diarsipkan sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun.
g. Penyimpanan Narkotika harus dilengkapi dengan kartu stok, dapat berbentuk kartu stok
manual maupun elektronik.
h. Informasi dalam kartu stok sekurang-kurangnya memuat:
 Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor
Farmasi; Jumlah persediaan
 Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
 Jumlah yang diterima
 Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyerahan
 Jumlah yang diserahkan
 Nomor bets dan kedaluwarsa setiap penerimaan atau penyerahan
 Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
i. Jika pencatatan dilakukan secara elektronik, maka:
 Harus tervalidasi, mampu telusur dan dapat ditunjukkan pada saat diperlukan;
 Harus mampu tertelusur informasi mutasi sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun
terakhir
 Harus tersedia sistem pencatatan lain yang dapat dilihat setiap dibutuhkan. Hal ini
dilakukan bila pencatatan secara elektronik tidak berfungsi sebagaimana seharusnya.
 Harus dapat di salin/copy dan/atau diberikan cetak/printout
j. Narkotika yang rusak dan/atau kedaluwarsa harus disimpan secara terpisah dari
Narkotika yang layak guna, dalam lemari penyimpanan khusus Narkotika dan diberi
penandaaan yang jelas.
k. Melakukan stok opname Narkotika secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 1
(satu) bulan.
l. Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stok opname dan
mendokumentasikan hasil investigasi dalam bentuk Berita Acara hasil investigasi selisih
stok menggunakan contoh sebagaimana yang tercantum dibawah ini:
m. Mutasi Narkotika dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit ke depo/unit antara lain rawat inap,
rawat jalan, kamar operasi, instalasi gawat darurat, harus tercatat pada kartu stok dengan
disertai bukti serah terima obat dari instalasi farmasi kepada depo/unit menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dibawah ini:
Persyaratan dalam Pelayanan Narkotika:
a. Penanggung Jawab Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib bertanggung jawab terhadap
penyerahan Narkotika.
b. Penyerahan Narkotika kepada pasien hanya dapat dilakukan berdasarkan resep dokter.
c. Resep yang diterima dalam rangka penyerahan Narkotika wajib dilakukan skrining.
d. Resep yang dilayani harus asli; ditulis dengan jelas dan lengkap; tidak dibenarkan dalam
bentuk faksimili dan fotokopi, termasuk fotokopi blanko resep.
e. Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmas hanya dapat melayani resep Narkotika
berdasarkan resep dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmas tersebut.
f. Resep harus memuat:
 Nama, Surat Izin Praktik (SIP), alamat, dan nomor telepon dokter
 Tanggal penulisan resep
 Nama, potensi, dosis, dan jumlah obat
 Aturan pemakaian yang jelas
 Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
 Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep.
g. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien.
h. Selain dapat menyerahkan kepada pasien, Apotek juga dapat menyerahkan Narkotika
kepada:
 Apotek lainnya
 Puskesmas
 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
 Instalasi Farmasi Klinik, dan
 Dokter
“apabila terjadi kelangkaan stok di fasilitas distribusi dan terjadi kekosongan stok di
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian tersebut”
i. Penyerahan Narkotika ke Dokter hanya dapat dilakukan dalam hal:
 dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan Narkotika melalui
suntikan atau
 dokter menjalankan tugas atau praktik di daerah terpencil yang tidak ada Apotek
atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
j. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dilarang mengulangi penyerahan obat atas dasar resep
yang diulang (iter) apabila resep aslinya mengandung Narkotika.
k. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dilarang menyerahkan Narkotika berdasarkan salinan
resep yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali apabila tidak
menyimpan resep asli.
l. Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan dalam bentuk obat jadi, termasuk dalam
bentuk racikan obat.
m. Resep Narkotika dengan permintaan iter dilarang diserahkan sekaligus.
n. Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika berdasarkan resep yang ditulis oleh dokter
yang berpraktek di provinsi yang sama dengan Apotek tersebut, kecuali resep tersebut
telah mendapat persetujuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota tempat Apotek yang
akan melayani resep tersebut
o. Dalam menyerahkan Narkotika berdasarkan resep, pada resep atau salinan resep harus
dicatat nama, alamat, dan nomor telepon yang bisa dihubungi dari pihak yang mengambil
obat.
p. Resep dan/ atau surat permintaan tertulis Narkotika harus disimpan terpisah dari resep
dan/ atau surat permintaan tertulis lainnya.
q. Resep dan/ atau surat permintaan tertulis disimpan sekurang kurangnya selama 5 (lima)
tahun berdasarkan urutan tanggal dan nomor urutan penerimaan resep.
r. Resep dan/ atau surat permintaan tertulis yang telah disimpan melebihi 5 (lima) tahun
dapat dimusnahkan.
s. Pemusnahan resep dilakukan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang sesuai oleh
Apoteker Penanggung Jawab dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya seorang petugas
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.
t. Pada pemusnahan resep, harus dibuat Berita Acara Pemusnahan.
u. Pemusnahan resep wajib dilaporkan dengan melampirkan Berita Acara Pemusnahan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dan tembusan Kepala Balai
Pengawas Obat dan Makanan setempat.
Persyaratan dalam Pemusnahan Narkotika
a. Penanggung Jawab Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib memastikan kemasan
termasuk label Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi yang akan
dimusnahkan telah dirusak.
b. Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 PSIKOTROPIKA
Definisi Psikotropika menurut UU RI nomor 5 tahun 1997, Psikotropika adalah zat atau
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan prilaku.
• Golongan I, mempunyai potensi yang sangat kuat dalam menyebabkan ketergantungan
dan dinyatakan sebagai barang terlarang. Contoh: ekstasi (MDMA = 3,4-Methylene-Dioxy
Methil Amphetamine), LSD (Lysergic Acid Diethylamid), dll.

• Golongan II, mempunyai potensi yang kuat dalam menyebabkan ketergantungan. Contoh:
amfetamin, metamfeamin (sabu), dan fenetilin.

• Golongan III, mempunyai potensi sedang dalam menyebabkan ketergantungan, dapat


digunakan untuk pengobatan tetapi harus dengan resep dokter. Contoh: amorbarbital,
brupronorfina, dan mogadon (sering disalahgunakan).

• Golongan IV, mempunyai potensi ringan dalam menyebabkan ketergantungan, dapat


digunakan untuk pengobatan tetapi harus dengan resep dokter. Contoh: diazepam,
nitrazepam, lexotan (sering disalahgunakan), pil koplo (sering disalahgunakan), obat
penenang (sedativa), dan obat tidur (hipnotika).

Persyaratan Dalam Produksi Psikotropika:


a. Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi
c. Psikotropika, yang diproduksi untuk diedarkan berupa obat, harus memenuhi standar
dan/atau persyaratan farmakope Indonesia atau buku standar lainnya.
Persyaratan Dalam Pemusnahan Psikotropika:
1. Pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal :
a. berhubungan dengan tindak pidana
b. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak
dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika
c. kadaluarsa
d. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk
kepentingan ilmu pengetahuan.
2. Pemusnahan psikotropika sebagaimana dimaksud
 pada ayat (1) butir a dilakukan oleh suatu tim yang terdiri dari pejabat yang
mewakili departemen yang bertanggung jawab dibidang kesehatan, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan sesuai dengan Hukum Acara Pidana
yang berlaku, dan ditambah pejabat dari instansi terkait dengan tempat terungkapnya
tindak pidana tersebut, dalam waktu tujuh hari setelah mendapat kekuatan hukum
tetap
 pada ayat (1) butir a, khusus golongan I, wajib dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh)
hari setelah dilakukan penyitaan; dan
 pada ayat (1) butir b, butir c, dab butir d dilakukan Pemerintah, orang atau badan
yang bertanggung jawab atas produksi dan/atau peredaran psikotropika, sarana
kesehatan tertentu, serta lembaga pendidikan dan/atau lembaga penelitian dengan
disaksikan oleh pejabat departemen yang bertanggung jawab dibidang kesehatan,
dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah mendapat kepastian sebagaimana dimaksud pada
ayat tersebut.
3. Setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan berita acara.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemusnahan psikotropika ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
 PEMBINAAN KEGIATAN TERKAIT NPP
a. Memenuhi ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau
pengembangan IPTEK;
b. Mencegah penyalahgunaan NPP;
c. Mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan NPP, termasuk
dengan memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan NPP dalam kurikulum sekolah
dasar sampai lanjutan atas;
d. Mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan/atau pengembangan IPTEK di bidang
NPP untuk kepentingan pelayanan kesehatan; dan
e. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis bagi Pecandu Narkotika, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat
 PENGAWASAN KEGIATAN TERKAIT NPP
a. NPP untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan IPTEK;
b. Alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana NPP;
c. Evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu produk sebelum diedarkan;
d. Produksi; impor dan ekspor; peredaran; pelabelan; informasi; penelitian dan
pengembangan IPTEK.
 REKAPITULASI DATA : NAMA PRODUK & PRODUSEN UNTUK TIAP NPP
YANG BEREDAR DI INDONESIA
DAFTAR NAMA OBAT DAN NAMA PRODUSEN NARKOTIKA
NO NAMA OBAT NAMA PRODUSEN
1. Codein 15 mg PT. Kimia Farma
2. Pethidin 50 mg PT. Kimia Farma
3. Codipront sirup PT. Kimia Farma
4 Coditam PT. Kimia Farma
5. Fentanyl 2 ml PT. Kimia Farma
6. Kalxetin 10 mg, 20 mg PT. Kalbe Farma
7. Methadone PT. Kimia Farma
8. Morfina 10 mg/Ml PT. Kimia Farma
9. Morphine 10 mg PT. Kimia Farma
10. Sufenta PT. Kimia Farma

DAFTAR NAMA OBAT DAN NAMA PRODUSEN PSIKOTROPIKA


NO NAMA OBAT PRODUSEN
1. Asabium (Klobazam 10 mg) Otto
2. Librium (Chiordiazepoxide) Valean/Combiphar
3. Calmet (Alprazolam 0,25 mg ; 0,5 mg ; 2 mg) Sunthi sepuri
4. Serenal-10 (Oxazolam) Sankyo
5. Ativan (Lorazepam 0,5 mg ; 1 mg ; 2 mg) Sunthi sepuri
6. Valdimex (Diazepam 5 mg) Mersi Farma
7. Decazepam (Diazepam 5 mg) Harsen
8. Diobrium (Klordiazepoksid hidroklorida) Cendo
9. Frisium (Klobazam 10 mg) Aventis
10. Atarax (Alprazolam 0,5 mg) Mersi
11. Merlopam (Lorazepam 0,5 mg ; 2 mg) Mersi
2. Merlopam 2 mg Mersifarma
13. Ritalin (10 mg) Novartis
14. Prohiper (10 mg) Mersifarma
15. Dormicum 15 mg Roche
16. Stilnox Sanovi aventis
17. Analgak (alprazolam 0,25 mg ; 0,50 mg ; 1 Guardian pharmatama
mg)
18. Renaquil Fahrenheit
19. Teronac Novartis
20. Alvis (alprazolam 0,5 mg ; 1 mg) Pharos, Altana Pharma

DAFTAR NAMA OBAT DAN NAMA PRODUSEN PROKURSOR


NO NAMA OBAT NAMA PRODUSEN
1. Anakonidin PT. Konimex
2. Alpara PT. Molex Ayus Pharmaceutical
3. Anadex PT. Interbat
4. Decolgen PT. Medifarma Lab Inc
5. Decolsin PT. Medifarma Lab Inc
6. Intunal PT. Meprofarm
7. Inza PT. Konimex
8. Ikadryl PT. Ikapharmindo
9. Nalgestan PT. Medifarma Lab Inc
10. Antiza Coronet Crown
11. Colfin Nurfarindo
12. Pospargin PT. Kalbe Farma
13. Fexofed tablet PT. Kalbe Farma
14. Tremenza tablet PT. Kalbe Farma
15. Telfast plus Sanofi Aventis
16. Methergin Novartis Indonesia
17. Clarinase tablet Bayer Indonesia
18. Aerius d Merck Sharp Dan Dohme
19. Trifed tablet PT. Interbat
20. Asmasolon Darya-Varia
 FORMAT PENCATATAN DAN PELAPORAN NPP DI SARANA PRODUK,
DISTRIBUSI DAN PELAYANAN KEFARMASIAN
1. Pencatatan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi Pasal 43
ayat 1 menyatakan bahwa Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek,
Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu
Pengetahuan, atau dokter praktik perorangan yang melakukan produksi, penyaluran, atau
penyerahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib membuat pencatatan
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi. Pencatatan tersebut paling sedikit terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi;
b. jumlah persediaan;
c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
d. jumlah yang diterima;
e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan;
f. jumlah yang disalurkan/diserahkan;
g. nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran/penyerahan; dan
h. paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
2. Pelaporan
Pada Pasal 45 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2015 tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi disebutkan bahwa:
1) Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan produksi dan penyaluran
produk jadi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi setiap bulan kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.
2) PBF yang melakukan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi
dalam bentuk obat jadi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
tembusan Kepala Badan/Kepala Balai.
3) Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan
laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
dalam bentuk obat jadi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.
4) Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah wajib membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
atau Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat.

Pelaporan tersebut paling sedikit terdiri atas :


a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
d. jumlah yang diterima;
e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran;
f. jumlah yang disalurkan; dan
g. nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran dan persediaan awal
dan akhir.
Pelaporan Narkotika Rumah Sakit berkewajiban menyusun dan mengirimkan
laporan obat Narkotikatiap bulannya. Dalam laporan tersebut diuraikan mengenai
pembelian/pemasukandan penjualan/pengeluaran narkotika yang ada dalam tanggung
jawabnya, danditandatangani oleh penanggung jawab instalasi farmasi/apotek rumah
sakit.Laporan tersebut ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kotasetempat dengan tembusan :
1. Dinas Kesehatan Provinsi setempat
2. Kepala Balai POM setempat
3. Penanggung jawab narkotika di Rumah Sakit
4. ArsipLaporan penggunaan narkotika tersebut terdiri dari:
 Laporan pemakaian bahan baku narkotika.
 Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika.
 Laporan khusus penggunaan morfin dan petidin.B.
Pelaporan Psikotropika suatu laporan yang dibuat Rumah Sakit untuk mencatat
pembelian/pemasukan dan penjualan/pengeluaran obat Psikotropika berdasarkan
pelayanan resep doktersetiap bulannya yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kota dengan tembusan:
1. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
2. Kepala Balai POM3.
Arsip yg di tanda tangani oleh Apoteker penanggung jawab di sertai namaterang,
SIK, dan cap Rumah Sakit/Apotek.Pelaporan psikotropika dibuat satu bulan sekali tetapi
dilaporkan satu tahun sekali(awal Januari sampai Desember).
Pada pasal 45 ayat 6 disebutkan bahwa Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, dan dokter praktik perorangan
wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan
penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika, setiap bulan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai setempat. Pelaporan tersebut
paling sedikit terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. jumlah yang diterima; dan
d. jumlah yang diserahkan.
Sedangkan, Puskesmas wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaporan untuk tiap sarana dapat dilakukan
secara elektronik di sipnap.kemenkes.go.id. Berikut merupakan contoh format dokumen
pelaporan:
Berikut merupakan contoh format dokumen :
1. Importir
Formulir pendaftaran sebagai pemohon Narkotika, Psikotropika, Prekursor
2. Impor Prekursor
CONTOH FORMAT PERMOHONAN
3. Surat Pesanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor untuk industri farmasi, PBF, dan
instalasi pelayanan farmasi
4. Contoh Form Surat Pesanan Obat Mengandung Prekursor Farmasi dari PBF kepada
Industri Farmasi atau PBF lain
5. Contoh Form Surat Pesanan Obat Mengandung Prekursor Farmasi dari Apotek kepada
Industri Farmasi atau PBF
6. Contoh Form Surat Pesanan Obat Mengandung Prekursor Farmasi dari Instalasi Farmasi
Rumah Sakit kepada Industri Farmasi atau PBF atau Rumah Sakit
7. Surat Permintaan Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor untukinstalasi pelayanan farmasi
baik diajukan oleh apoteker maupun dokter
 HAK KONSUMEN KESEHATAN & FARMASI
HAK KONSUMEN UMUM KESEHATAN FARMASI
KESAMAAN HAK/ KEADILAN UU NO. 36 THN 2009 UU NO 8 Tahun
Tentang Kesehatan 1999 Tentang
Setiap orang mempunyai Perlindungan
hak yang sama dalam Konsumen Pasal 4
memperoleh akses atas Hak untuk
sumber daya di bidang diperlakukan atau
kesehatan dilayani secara benar
dan jujur serta tidak
diskriminatif;
PRODUK & YANG AMAN, UU NO. 36 THN 2009 UU NO 8 Tahun
BERMUTU, Tentang Kesehatan 1999 Tentang
BERKHASIAT/BERMANFAAT Setiap orang mempunyai Perlindungan
hak dalam memperoleh Konsumen Pasal 4
pelayanan kesehatan yang Hak atas kenyamanan,
aman, bermutu, dan keamanan, dan
terjangkau keselamatan dalam
mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
DIDENGAR/INFORMASI/PEM UU NO. 36 THN 2009 UU NO 8 Tahun
BINAAN Tentang Kesehatan 1999 Tentang
Setiap orang berhak secara Perlindungan
mandiri dan bertanggung Konsumen Pasal 4
jawab menentukan sendiri Hak untuk didengar
pelayanan kesehatan yang pendapat dan
diperlukan bagi dirinya keluhannya atas
barang dan/atau jasa
yang digunakan;

a. Hak untuk mendapat


pembinaan dan
pendidikan konsumen;
PENGAMBILAN KEPUTUSAN UU NO. 36 THN 2009 UU NO 8 Tahun
Tentang Kesehatan 1999 Tentang
Setiap orang berhak Perlindungan
mendapatkan lingkungan Konsumen Pasal 4
yang sehat bagi pencapaian Hak untuk memilih
derajat kesehatan barang dan/atau jasa
serta mendapatkan
barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang
dijanjikan;

ADVOKASI/PERLINDUNGAN UU NO. 36 THN 2009 UU NO 8 Tahun


Tentang Kesehatan 1999 Tentang
Setiap orang berhak untuk Perlindungan
mendapatkan informasi dan Konsumen Pasal 4
edukasi tentang kesehatan Hak untuk
yang seimbang dan mendapatkan
bertanggung jawab advokasi,
perlindungan, dan
upaya penyelesaian
sengketa perlindungan
konsumen secara
patut;
MENUNTUT/ GANTI RUGI UU NO. 36 THN 2009 UU NO 8 Tahun
Tentang Kesehatan 1999 Tentang
Setiap orang berhak Perlindungan
memperoleh informasi Konsumen Pasal 4
tentang data kesehatan Hak untuk
dirinya termasuk tindakan mendapatkan
dan pengobatan yang telah kompensasi, ganti rugi
maupun yang akan dan/atau penggantian,
diterimanya dari tenaga apabila barang
kesehatan dan/atau jasa yang
diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana
mestinya;
Hak-hak yang diatur
dalam ketentuan
peraturan perundang-
undangan lainnya

 KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP KONSUMEN


KEWAJIBAN KONSUMEN UMUM KESEHATAN FARMASI
UU NO 8 Tahun 1999 Tentang
UU NO 36 UU NO 8 Tahun
Perlindungan Konsumen Pasal 5
Tahun 2009 1999 Tentang
Tentang Perlindungan Konsumen
Kesehatan Pasal Pasal 5
9,10,11,12,13

Membaca atau mengikuti petunjuk Membaca atau mengikuti


Setiap orang
informasi dan prosedur pemakaian atau petunjuk informasi dan
berkewajiban ikut
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi prosedur pemakaian atau
mewujudkan,
keamanan dan keselamatan pemanfaatan barang
mempertahankan,
dan/atau jasa, demi
dan
keamanan dan
meningkatkan
keselamatan;
derajat kesehatan
masyarakat yang
setinggi-
tingginya
Beritikad baik dalam melakukan Setiap orang Beritikad baik dalam
transaksi pembelian barang dan/atau berkewajiban melakukan transaksi
jasa; menghormati hak pembelian barang dan/atau
orang lain dalam jasa;
upaya
memperoleh
lingkungan yang
sehat, baik fisik,
biologi, maupun
sosial.

Setiap orang
Membayar sesuai dengan nilai tukar Membayar sesuai dengan
berkewajiban
yang disepakati; nilai tukar yang disepakati;
berperilaku hidup
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sehat untuk Mengikuti upaya
sengketa perlindungan konsumen secara mewujudkan, penyelesaian hukum
patut mempertahankan, sengketa perlindungan
dan memajukan konsumen secara patut

kesehatan yang
setinggi-
tingginya
Mengikuti upaya penyelesaian hukum Setiap orang Mengikuti upaya
sengketa perlindungan konsumen secara berkewajiban penyelesaian hukum
patut menjaga dan sengketa perlindungan
meningkatkan konsumen secara patut
derajat kesehatan
bagi orang lain
yang menjadi
tanggung
jawabnya
Setiap orang
berkewajiban
turut serta dalam
program jaminan
kesehatan sosial.

 KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP KONSUMEN


HAK KONSUMEN UMUM KEWAJIBAN APOTEKER
KESAMAAN HAK/ KEADILAN Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan
usahanya
PRODUK & YANG AMAN, BERMUTU, Memberikan informasi yang benar, jelas,
BERKHASIAT/ BERMANFAAT dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan atau jasa serta memberikan
penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan.

DIDENGAR/ INFORMASI/ PEMBINAAN Memperlakukan atau melayani konsumen


secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
ADVOKASI/ PERLINDUNGAN Memberikan kesempatan kepada
konsumen untuk menguji dan mencoba
barang dan atau jasa tertentu, serta
memberikan jaminan atas barang yang
dibuat dan atau diperdagangkan.
MENUNTUT/ GANTI RUGI Memberikan kompensasi, ganti rugi dan
atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang dan atau jasa yang
diperdagangkan.

Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau


penggantian apabila barang dan/atau jasa
yang dterima atau dimanfaatkan tidak
sesuai dengan perjanjian.

Anda mungkin juga menyukai