UNDANG
Disusun Oleh :
PAGI A
2019
1. CARI DAN PELAJARI KETENTUAN PERSYARATAN SARANA/SDM, KEGIATAN
UNTUK MEMPRODUKSI, DISTRIBUSI, PELAYANAN/PEMAKAIAN DAN
PEMUSNAHAN NARKOTIKA & PSIKOTROPIKA
2. CARI & TULIS REKAPITULASI DATA : NAMA PRODUK & PRODUSEN UNTUK
TIAP NPP YANG BEREDAR DI INDONESIA
3. CARI & PELAJARI FORMAT PENCATATAN & PELAPORAN NPP DI SARANA
PRODUKSI, DISTRIBUSI & PELAYANAN KEFARMASIAN
RANGKUMAN:
UU 1945
UU 5/’97
OOK 419/’49 UU 8/’99
UU 35/’09
PP 44/’10
PP 72/’98 PP 40/’13 PP 51/’09
PP 25/’11
PER/SK
PER / SK MENKES
KaBPOM
NARKOTIKA
Definisi Narkotika menurut UU RI nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
Golongan I, dilarang untuk pelayanan kesehatan, bisa utk IPTEK &Reagen : Tanaman &
bahan dari Papaver, Coca, bahan sintetis, dll.
Golongan II, bahan baku untuk produksi obat yang mampu menimbulkan potensi
ketergantungan tinggi dan hanya digunakan sebagai pilihan terakhir dalam pengobatan.
Contoh: petidin, morphin, fentanil atau metadon.
Golongan III, digunakan untuk rehabilitasi, untuk mengurangi ketergantungan pada
narkotika golongan I dan II. Ia mempunyai potensi ringan akibatkan ketergantungan.
Contoh: kodein, difenoksilat.
Persyaratan Dalam Produksi Narkotika
a. Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi Narkotika kepada Industri Farmasi
tertentu yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
b. Menteri melakukan pengendalian terhadap produksi Narkotika sesuai dengan rencana
kebutuhan tahunan Narkotika.
c. BPOM melakukan pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, dan hasil akhir
dari produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika.
d. Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan atau digunakan dalam proses produksi,
kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ketentuan ini diatur dengan peraturan menteri.
e. Pengawasan produksi Narkotika Golongan I untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara ketat
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Persyaratan Dalam Distribusi Narkotika:
a. Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki
seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
b. Apoteker sebagai penanggung jawab dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau
Tenaga Teknis Kefarmasian
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Distribusi atau Penyaluran diatur dengan
Peraturan Menteri.
d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi harus
memenuhi ketentuan Cara Distribusi yang Baik yang ditetapkan oleh Menteri.
e. Distribusi atau penyaluran Sediaan Farmasi pada Fasilitas Distribusi atau Penyaluran
Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan
fungsinya
f. Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi harus
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang distribusi atau
penyaluran.
Persyaratan dalam Penyimpanan Narkotika
a. Penyimpanan Narkotika harus :
Dalam wadah asli dari produsen.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud huruf a, dalam hal diperlukan
pemindahan dari wadah asli nya untuk pelayanan resep, obat dapat disimpan di
dalam wadah baru yang dapat menjamin keamanan, mutu, dan ketertelusuran obat
dengan dilengkapi dengan identitas obat meliputi nama obat dan zat aktifnya, bentuk
dan kekuatan sediaan, nama produsen, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.
Pada kondisi yang sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi yang
memproduksi Obat sebagaimana tertera pada kemasan dan/atau label Obat sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
Terpisah dari produk lain dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat
paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain;
sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campur-
baur; dan
tidak bersinggungan langsung antara kemasan dengan lantai.
dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun
secara alfabetis.
memperhatikan kemiripan penampilan dan penamaan Obat (LASA, Look Alike
Sound Alike) dengan tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan
khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat
memperhatikan sistem First Expired First Out (FEFO) dan/atau sistem First In First
Out (FIFO)
b. Narkotika harus disimpan dalam lemari khusus penyimpanan Narkotika.
c. Lemari khusus penyimpanan Narkotika harus mempunyai 2 (dua) buah kunci yang
berbeda, satu kunci dipegang oleh Apoteker Penanggung Jawab dan satu kunci lainnya
dipegang oleh pegawai lain yang dikuasakan
d. Apabila Apoteker Penanggung Jawab narkotik berhalangan hadir, Apoteker Penanggung
Jawab dapat menguasakan kunci ke pegawai lain (tenaga teknis kefarmasian)
e. Pemberian kuasa harus dilengkapi dengan Surat Kuasa yang ditandatangani oleh pihak
pemberi kuasa dan pihak penerima kuasa.
f. Surat Kuasa harus diarsipkan sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun.
g. Penyimpanan Narkotika harus dilengkapi dengan kartu stok, dapat berbentuk kartu stok
manual maupun elektronik.
h. Informasi dalam kartu stok sekurang-kurangnya memuat:
Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor
Farmasi; Jumlah persediaan
Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
Jumlah yang diterima
Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyerahan
Jumlah yang diserahkan
Nomor bets dan kedaluwarsa setiap penerimaan atau penyerahan
Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
i. Jika pencatatan dilakukan secara elektronik, maka:
Harus tervalidasi, mampu telusur dan dapat ditunjukkan pada saat diperlukan;
Harus mampu tertelusur informasi mutasi sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun
terakhir
Harus tersedia sistem pencatatan lain yang dapat dilihat setiap dibutuhkan. Hal ini
dilakukan bila pencatatan secara elektronik tidak berfungsi sebagaimana seharusnya.
Harus dapat di salin/copy dan/atau diberikan cetak/printout
j. Narkotika yang rusak dan/atau kedaluwarsa harus disimpan secara terpisah dari
Narkotika yang layak guna, dalam lemari penyimpanan khusus Narkotika dan diberi
penandaaan yang jelas.
k. Melakukan stok opname Narkotika secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 1
(satu) bulan.
l. Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stok opname dan
mendokumentasikan hasil investigasi dalam bentuk Berita Acara hasil investigasi selisih
stok menggunakan contoh sebagaimana yang tercantum dibawah ini:
m. Mutasi Narkotika dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit ke depo/unit antara lain rawat inap,
rawat jalan, kamar operasi, instalasi gawat darurat, harus tercatat pada kartu stok dengan
disertai bukti serah terima obat dari instalasi farmasi kepada depo/unit menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dibawah ini:
Persyaratan dalam Pelayanan Narkotika:
a. Penanggung Jawab Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib bertanggung jawab terhadap
penyerahan Narkotika.
b. Penyerahan Narkotika kepada pasien hanya dapat dilakukan berdasarkan resep dokter.
c. Resep yang diterima dalam rangka penyerahan Narkotika wajib dilakukan skrining.
d. Resep yang dilayani harus asli; ditulis dengan jelas dan lengkap; tidak dibenarkan dalam
bentuk faksimili dan fotokopi, termasuk fotokopi blanko resep.
e. Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmas hanya dapat melayani resep Narkotika
berdasarkan resep dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmas tersebut.
f. Resep harus memuat:
Nama, Surat Izin Praktik (SIP), alamat, dan nomor telepon dokter
Tanggal penulisan resep
Nama, potensi, dosis, dan jumlah obat
Aturan pemakaian yang jelas
Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep.
g. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien.
h. Selain dapat menyerahkan kepada pasien, Apotek juga dapat menyerahkan Narkotika
kepada:
Apotek lainnya
Puskesmas
Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Klinik, dan
Dokter
“apabila terjadi kelangkaan stok di fasilitas distribusi dan terjadi kekosongan stok di
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian tersebut”
i. Penyerahan Narkotika ke Dokter hanya dapat dilakukan dalam hal:
dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan Narkotika melalui
suntikan atau
dokter menjalankan tugas atau praktik di daerah terpencil yang tidak ada Apotek
atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
j. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dilarang mengulangi penyerahan obat atas dasar resep
yang diulang (iter) apabila resep aslinya mengandung Narkotika.
k. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dilarang menyerahkan Narkotika berdasarkan salinan
resep yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali apabila tidak
menyimpan resep asli.
l. Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan dalam bentuk obat jadi, termasuk dalam
bentuk racikan obat.
m. Resep Narkotika dengan permintaan iter dilarang diserahkan sekaligus.
n. Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika berdasarkan resep yang ditulis oleh dokter
yang berpraktek di provinsi yang sama dengan Apotek tersebut, kecuali resep tersebut
telah mendapat persetujuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota tempat Apotek yang
akan melayani resep tersebut
o. Dalam menyerahkan Narkotika berdasarkan resep, pada resep atau salinan resep harus
dicatat nama, alamat, dan nomor telepon yang bisa dihubungi dari pihak yang mengambil
obat.
p. Resep dan/ atau surat permintaan tertulis Narkotika harus disimpan terpisah dari resep
dan/ atau surat permintaan tertulis lainnya.
q. Resep dan/ atau surat permintaan tertulis disimpan sekurang kurangnya selama 5 (lima)
tahun berdasarkan urutan tanggal dan nomor urutan penerimaan resep.
r. Resep dan/ atau surat permintaan tertulis yang telah disimpan melebihi 5 (lima) tahun
dapat dimusnahkan.
s. Pemusnahan resep dilakukan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang sesuai oleh
Apoteker Penanggung Jawab dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya seorang petugas
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.
t. Pada pemusnahan resep, harus dibuat Berita Acara Pemusnahan.
u. Pemusnahan resep wajib dilaporkan dengan melampirkan Berita Acara Pemusnahan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dan tembusan Kepala Balai
Pengawas Obat dan Makanan setempat.
Persyaratan dalam Pemusnahan Narkotika
a. Penanggung Jawab Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib memastikan kemasan
termasuk label Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi yang akan
dimusnahkan telah dirusak.
b. Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PSIKOTROPIKA
Definisi Psikotropika menurut UU RI nomor 5 tahun 1997, Psikotropika adalah zat atau
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan prilaku.
• Golongan I, mempunyai potensi yang sangat kuat dalam menyebabkan ketergantungan
dan dinyatakan sebagai barang terlarang. Contoh: ekstasi (MDMA = 3,4-Methylene-Dioxy
Methil Amphetamine), LSD (Lysergic Acid Diethylamid), dll.
• Golongan II, mempunyai potensi yang kuat dalam menyebabkan ketergantungan. Contoh:
amfetamin, metamfeamin (sabu), dan fenetilin.
Setiap orang
Membayar sesuai dengan nilai tukar Membayar sesuai dengan
berkewajiban
yang disepakati; nilai tukar yang disepakati;
berperilaku hidup
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sehat untuk Mengikuti upaya
sengketa perlindungan konsumen secara mewujudkan, penyelesaian hukum
patut mempertahankan, sengketa perlindungan
dan memajukan konsumen secara patut
kesehatan yang
setinggi-
tingginya
Mengikuti upaya penyelesaian hukum Setiap orang Mengikuti upaya
sengketa perlindungan konsumen secara berkewajiban penyelesaian hukum
patut menjaga dan sengketa perlindungan
meningkatkan konsumen secara patut
derajat kesehatan
bagi orang lain
yang menjadi
tanggung
jawabnya
Setiap orang
berkewajiban
turut serta dalam
program jaminan
kesehatan sosial.