Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang
merupakan siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan/produksi,
penerimaan, pendistribusian, pengawasan, pemeliharaan, penghapusan, pemantauan,
administrasi, pelaporan, dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan
pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang bermutu dalam jumlah dan pada saat yang tepat sesuai
spesifikasi dan fungsi yang ditetapkan oleh panitia farmasi dan terapi secara berdaya
guna dan berhasil guna.
Salah satu perbekalan farmasi yang pengelolaanya harus dilaksanakan dengan
ketat adalah obat obatan Narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi, karena rentan
sekali terjadi penyalahgunaan obat dikalangan masyarakat. Untuk itu setiap sarana
pelayanan farmasi wajib melakukan pengelolaan sediaan Narkotika, psikotropika dan
prekursor farmasi sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku.
Obat yang sudah melewati masa kadalursa dapat membahayakan karena
berkurangnya stabilitas obat tersebut dan dapat mengakibatkan efek toksik (racun). Hal
ini dikarenakan kerja obat sudah tidak optimal dan kecepatan reaksinya telah menurun,
sehingga obat yang masuk kedalam tubuh hanya akan mengendap dan menjadi racun.
Sebenarnya obat yang belum kadaluarsa juga dapat menyebabkan efek buruk yang sama.
Hal ini disebabkan karena penyimpanannya yang salah yang menyebabkan zat didalam
obat tersebut rusak
Obat kadaluarsa (obat expire date) merupakan polemik tersendiri bagi Asisten
Apoteker (Tenaga Teknis Kefarmasian) dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian,
baik itu di puskesmas; rumah sakit; apotek; atau tempat pelayanan kesehatan lainya.
Permasalahannya ialah ketika AA ataupun TTK yang ada disalah satu tempat pelayanan
kesahatan tersebut diminta untuk ikut bertanggung jawab atas semua obat yang
kadaluarsa. Hal ini bisa menimbulkan dampak moril dan materil yang luarbiasa bagi kita
untuk dapat menjalankan pekerjaan kefarmasian dengan baik. Karena itu perlulah kita
mengetahui bagaimana sebenarnya permasalahan obat kadaluarsa ini, sehingga kita bisa
mencari solusi yang terbaik untuk menanganinya.
B. Rumusan masalah
Mengingat berbagai permasalahan diatas, maka rumusan masalah pada makalah
ini adalah :
1. Bagaimana cara pengelolaan obat obat Narkotika, psikotropika dan prekursor
farmasi sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku.
2. Bagaimana cara pelayanan resep yang mengandung Narkotika, psikotropika dan
prekursor farmasi
3. Bagaimana cara pengelolaan resep dan obat obat rusak atau kadaluarsa
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang tentang Narkotika.
Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri
farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang mengandung ephedrine,
pseudoephedrine, norephedrine/phenylpropanolamine, ergotamin, ergometrine, atau
Potasium Permanganat.
Obat rusak atau kadaluarsa adalah kondisi obat bila konsentrasinya sudah
berkurang antara 25-30% dari konsentrasi awalnya serta bentuk fisik yang mengalami
perubahan.
Obat rusak yaitu obat yang bentuk atau kondisinya yang tidak dapat digunakan
lagi, sedangkan waktu kadaluarsa yaitu waktu yang menunjukan batas akhir obat masih
memenuhi syarat dan waktu kadaluarsa dinyatakan dalam bulan dan tahun harus
dicantumkan pada kemasan obat. Obat rusak dan kadaluarsa dengan kadar dan fungsi
yang telah berubah mengakibatkan penyakit pada manusia serta dapat menimbulkan
kematian

B. PENGELOLAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA


1. Penyaluran
Menurut Permenkes nomor 3 tahun 2015 Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi yang diedarkan harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat,
dan mutu. Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi
hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri.
Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika dan PBF atau Instalasi Farmasi
Pemerintah yang menyalurkan Narkotika wajib memiliki izin khusus dari Menteri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Izin khusus sebagaimana dimaksud adalah berupa:
a) Izin Khusus Produksi Narkotika;
b) Izin Khusus Impor Narkotika; atau
c) Izin Khusus Penyaluran Narkotika.

Penyaluran Narkotika Golongan I hanya dapat dilakukan oleh perusahaan PBF


milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada Lembaga Ilmu
Pengetahuan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
termasuk untuk kebutuhan laboratorium. Saat ini kewenangan tersebut dipegang
oleh PBF Kimia Farma

Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat


jadi hanya dapat dilakukan oleh:
a) Industri Farmasi kepada PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah;
b) PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan;
c) PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada Industri
Farmasi, untuk penyaluran Narkotika;
d) Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi Farmasi Pemerintah
Daerah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik Pemerintah, dan Instalasi Farmasi
Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian; dan
e) Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah kepada Instalasi Farmasi Rumah Sakit
milik Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Klinik milik Pemerintah Daerah,
dan Puskesmas.
f) Selain kepada PBF lainnya, Apotek, Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Pemerintah
dan Lembaga Ilmu Pengetahuan, PBF dapat menyalurkan Prekursor Farmasi
golongan obat bebas terbatas kepada Toko Obat.

2. Pengadaan
Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib memenuhi
Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat
dilakukan berdasarkan:
a) Surat pesanan yang ditanda tangani oleh Apoteker Pengelola Apotek.
b) Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) untuk pesanan dari
Puskesmas.

(Formulir 1 Terlampir)

Surat pesanan yang digunakan untuk melakukan pemesanan Narkotika,


Psikotropika dan Prekursor harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Surat pesanan hanya dapat berlaku untuk masing-masing Narkotika,
Psikotropika, atau Prekursor Farmasi.
b) Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika.
c) Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi dapat digunakan untuk 1
(satu) atau beberapa jenis Psikotropika atau Prekursor Farmasi.
d) Surat pesanan harus terpisah dari pesanan barang lain.

Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat


jadi hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker penanggung
jawab atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk kebutuhan penelitian dan
pengembangan, dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 1, Formulir 2 dan Formulir 4 terlampir.
Pengadaan Prekursor Farmasi dari PBF kepada Toko Obat, hanya dapat
dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Tenaga Teknis Kefarmasian dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 4 terlampir.

3. Pengiriman
Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang dilakukan oleh
Industri Farmasi, PBF, atau Instalasi Farmasi Pemerintah harus dilengkapi dengan:
a) Surat pesanan;
b) Faktur dan/atau surat pengantar barang, paling sedikit memuat:
nama Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi;
bentuk sediaan;
kekuatan;
kemasan;
jumlah;
tanggal kadaluarsa; dan
nomor batch.
Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang dilakukan melalui
jasa pengangkutan hanya dapat membawa Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi sesuai dengan jumlah yang tecantum dalam surat pesanan, faktur, dan/atau
surat pengantar barang yang dibawa pada saat pengiriman.

4. Penyerahan Narkotika di sarana pelayanan farmasi


Penyerahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat
dilakukan dalam bentuk obat jadi. Penyerahan dilakukan kepada pasien, harus
dilaksanakan oleh Apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian. Penyerahan
dilakukan secara langsung sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian.
Dikecualikan dari ketentuan penyerahan Prekursor Farmasi yang termasuk golongan
obat bebas terbatas di Toko Obat dilakukan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian.
Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika dan Prekursor hanya dapat dilakukan
oleh:
a) Apotek;
b) Puskesmas;
c) Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
d) Instalasi Farmasi Klinik;
e) Dokter dan
f) Toko Obat (hanya untuk prekursor)

Dalam hal penyerahan, Apotek dapat menyerahkan Narkotika, Psikotropika,


dan Prekursor Farmasi kepada pelayanan kefarmasian lain untuk memenuhi
kekurangan jumlah Narkotika dan/atau Psikotropika berdasarkan resep yang telah
diterima. Penyerahan tersebut harus berdasarkan surat permintaan tertulis yang
ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 5 terlampir.

Apotek sebagaimana dimaksud diatas hanya dapat menyerahkan Narkotika,


Psikotropika dan prekursor kepada:
Apotek lainnya;
Puskesmas;
Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
Instalasi Farmasi Klinik;
dokter; dan
pasien.
Penyerahan Narkotika dan Psikotropika oleh Apotek kepada Dokter hanya dapat
dilakukan dalam hal:
dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan Narkotika dan
Psikotropika melalui suntikan; dan/atau
dokter menjalankan tugas atau praktik di daerah terpencil yang tidak ada Apotek
atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyerahan obat kepada dokter harus berdasarkan surat permintaan tertulis yang
ditandatangani oleh dokter yang menangani pasien dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 6 terlampir.
Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi
Klinik hanya dapat menyerahkan Prekursor Farmasi golongan obat keras kepada
pasien berdasarkan resep dokter. Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat keras
kepada pelayanan farmasi lain hanya dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan
jumlah Prekursor Farmasi golongan obat keras berdasarkan resep yang telah
diterima. Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas oleh Apotek
kepada Apotek lainnya, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik, dan Toko Obat hanya dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan
kebutuhan harian Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas yang diperlukan
untuk pengobatan. Penyerahan Prekursor Farmasi oleh Apotek kepada dokter hanya
dapat dilakukan apabila diperlukan untuk menjalankan tugas/praktik di daerah
terpencil yang tidak ada Apotek atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Penyerahan prekursor harus berdasarkan surat permintaan tertulis yang
ditandatangani oleh Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian penanggung jawab atau
dokter yang menangani pasien dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 7, Formulir 8, dan Formulir 9 terlampir.
Dikecualikan dari ketentuan untuk penyerahan Prekursor Farmasi golongan
obat bebas terbatas oleh Apotek kepada Toko Obat, hanya dapat dilakukan
berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 8
terlampir.
Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas kepada pasien
harus memperhatikan kerasionalan jumlah yang diserahkan sesuai kebutuhan terapi
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Penyimpanan
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di
fasilitas produksi, fasilitas distribusi, dan fasilitas pelayanan kefarmasian harus
mampu menjaga keamanan, khasiat, dan mutu Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi.
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dapat
berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus dan dilarang digunakan untuk
menyimpan barang selain Narkotika Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Berikut
adalah ketentuan mengenai gudan, ruangan dan lemari khusus menurut Permenkes
nomor 3 tahun 2015.
a) Gudang khusus tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika Farmasi harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai pintu yang dilengkapi
dengan pintu jeruji besi dengan 2 (dua) buah kunci yan gberbeda;
langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi;
jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi;
gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker penanggung
jawab; dan
kunci gudang dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab dan pegawai lain
yang dikuasakan.
b) Ruangan khusus tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang kuat;
jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi;
mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker
yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan; dan
tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk.
c) Lemari khusus tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
terbuat dari bahan yang kuat;
tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk Instalasi
Farmasi Pemerintah;
diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk Apotek,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik, dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan ; dan
kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker
yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

6. Pemusnahan
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dilakukan dalam
hal:
a) diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak
dapat diolah kembali;
b) telah kadaluarsa;
c) tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau
untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan;
d) dibatalkan izin edarnya; atau
e) berhubungan dengan tindak pidana.

Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi


Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, Dokter atau
Toko Obat dapat melakukan pemusnahan sendiri sedangkan Puskesmas harus
dikembalikan kepada Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah setempat untuk
kemudian dlakukan pemusnahan. Pemusnahan obat ini dilakukan dengan tidak
mencemari lingkungan dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat.

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang


berhubungan dengan tindak pidana dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:
1) penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan menyampaikan surat
pemberitahuan dan permohonan saksi kepada:
Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi
Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat;
Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan
Makanan setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu
Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah Provinsi; atau
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas
Obat dan Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah Kabupaten/Kota,
Dokter, atau Toko Obat.
2) Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan
Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas di lingkungannya menjadi
saksi pemusnahan sesuai dengan surat permohonan sebagai saksi.
3) Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan sebagaimana
dimaksud pada nomor 2
4) Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku,
produk antara, dan produk ruahan harus dilakukan sampling untuk kepentingan
pengujian oleh petugas yang berwenang sebelum dilakukan pemusnahan.
5) Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi harus
dilakukan pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum
dilakukan pemusnahan.

Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan


kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan yang melaksanakan
pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus membuat Berita
Acara Pemusnahan.
Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal dan
Kepala Badan/Kepala Balai menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 10 terlampir. Berita Acara Pemusnahan tersebut paling sedikit harus
memuat:
a) hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan;
b) tempat pemusnahan;
c) nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan;
d) nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana
tersebut;
e) nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang
dimusnahkan;
f) cara pemusnahan; dan
g) tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas
pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/ dokter praktik perorangan dan saksi.

7. Pencatatan dan Pelaporan


Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Puskesmas,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu
Pengetahuan, atau dokter praktik perorangan yang melakukan produksi, Penyaluran,
atau Penyerahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib membuat
pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi.
Toko Obat yang melakukan penyerahan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat
jadi wajib membuat pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran
Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi.
Pencatatan yang dilakukan harus dibuat sesuai dengan dokumen penerimaan
dan dokumen penyaluran termasuk dokumen impor, dokumen ekspor dan/atau
dokumen penyerahan. Pencatatan tersebut paling sedikit terdiri dari :
a) nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi;
b) jumlah persediaan;
c) tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
d) jumlah yang diterima;
e) tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan;
f) jumlah yang disalurkan/diserahkan;
g) nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran/penyerahan; dan
h) paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.

Seluruh dokumen pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen penyaluran,


dan/atau dokumen penyerahan termasuk surat pesanan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi wajib disimpan secara terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun.

Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor


Farmasi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan produksi dan
penyaluran produk jadi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi setiap bulan
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.
PBF yang melakukan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Farmasi dalam bentuk obat jadi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan
laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
dalam bentuk obat jadi setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
dengan tembusan Kepala Badan/Kepala Balai.
Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat wajib membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan Kepala Badan.
Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah wajib membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
atau Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat.
Penyampaian laporan dapat menggunakan sistem pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi secara elektronik, melalui website BALAI
POM yaitu sipnap.kemkes.go.id. Laporan disampaikan paling lambat setiap tanggal
10 dibulan berikutnya.
Pelaporan yang dimaksud paling sedikit terdiri atas:
a) nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
Farmasi;
b) jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c) tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
d) jumlah yang diterima;
e) tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran;
f) jumlah yang disalurkan; dan
g) nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran dan persediaan
awal dan akhir.
Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga
Ilmu Pengetahuan, dan dokter praktik perorangan wajib membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan
Psikotropika, setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
tembusan Kepala Balai setempat. Pelaporan yang dimaksud paling sedikit terdiri
atas:
a) nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
Farmasi;
b) jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c) jumlah yang diterima; dan
d) jumlah yang diserahkan.
Puskesmas wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. PELAYANAN OBAT NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA


Pelayanan resep yang mengandung narkotika Dalam Undang-undang No. 35 tahun
2009 tentang narkotika disebutkan bahwa narkotika hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan atau
teknologi. Untuk salinan resep yang mengandung narkotika dan resep narkotika yang
baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, berdasarkan surat edaran Badan
Pengawas Obat dan Makanan no. 366/E/SE/1977 antara lain disebutkan: Sesuai dengan
bunyi pasal 7 ayat (2) undang-undang no.9 tahun 1976 tentang narkotika, maka apotek
dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika
yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep
tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari
resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu
dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep yang mengandung narkotika.
1. Skrinning Resep
Skrining resep ini antara lain skrining administratif, skrining farmasetis, dan skrining
klinis.
a) Skrining administratif. Berguna untuk menghindari kesalahan penulisan resep
maupun pemalsuan resep. Yang dianalisis dalam skrining ini antara lain ada
tidaknya maupun keaslian dari :
ada tidaknya Nama,SIP dan alamat dokter.
ada tidaknya dan logis tidaknya Tanggal penulisan resep.
ada tidaknya Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.
ada tidaknya Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien (jika
perlu).
benar salahnya Nama obat , sesuai tidaknya potensi obat , dosis, jumlah yang
minta.
jelas tidaknya Cara pemakaian untuk pasien
b) skrining farmasetis. Yakni menyesuaian dengan kondisi pasien tentang :
bentuk sediaan,apakah cocok digunakan pasien?
dosis apakah sesuai dengan usia, umur, atau berat badan pasien. Sesuai disini
maksudnya dapat menyelesaikan problema terapi pasien. Disini akan
dihitung dosis dan apakah dosis over dosis atau tidak.
potensi obat, cocok tidak khasiatnya dengan penyakit yang diderita pasien,
stabilitas, apakah apabila obat ini digunakan dalam bentuk sediaan tertentu
(misal cair), apakah stabil atau tidak
inkompatibilitas,apakah obat satu berinteraksi dengan obat yang lainnya
ketika dicampur/ketika dibuat, apkah rusak atau tidak
cara dan lama pemberian apakah dapat menyebabkan kenyamana pada pasien
atau tidak.
c) skrining klinis
adanya alergi, efek samping, interaksi,obat .
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain)
disini juga harus benar benar dicatat adalah
cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan,
aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi,
sehingga nanti bisa disampaikan pada saat konseling.
2. Pemberian Harga
apabila pasien setuju dengan harga yang kita berikan, maka akan segera
dilakukan penyiapan/peracikan obat. Namun, permasalahan terjadi apabila pasien
sensitif terhadap harga, sehingga pasien tidak setuju dengan harga yang diajukan.
maka penanganannya adalah mengajukan obat alternative dengan jenis, jumlah,
jumlah item dan harga sesuai kemampuan pasien. Disinilah terkadang akan muncul
kopi resep. Karena dengan kopi resep ini pasien bisa menebus setengah obatnya
terlebih dahulu, baru setelah itu, bisa ditebus waktu berikutnya. Disinilah juga
terkadang ada pergantian obat dari merek yang satu ke merek yang lebih murah atau
pergantian obat bermerek menjadi obat generiknya. Setelah pasien setuju dengan
harga obat, maka tahap selanjutnya adalah penyiapan /peracikan obat.
Nartkotik hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah sakit,
puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter. Salinan resep narkotika dalam
tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Salinan resep narkotik yang baru
dilayani sebagian atau yang belum dilayani sama sekali hanya boleh dilayani oleh
apotek yang menyimpan resep asli.

3. Penyiapan obat Narkotika dan Psikotropika


Tahap yang dilakukan pada penyiapan /peracikan obat antara lain
penyiapan/peracikan, dan penyerahan obat ke pasien. Yang melakukan tahpa ini
tidak harus apoteker, bisa tenaga ahli kesehatan seperti AA,ataupun tenaga terlatih
lainnya. Tahapan penyiapan obat Narkotika dan Psikotropika adalah sebagai berikut:
a) Memberi garis bawah berwarna merah pada obat yang termasuk golongan
Narotika.
b) Memberi garis bawah berwarna biru pada obat yang termasuk golongan
psikotropika
c) Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep
d) Mendokumentasikan pengeluaran obat pada kartu stok.
e) Menutup dan mengembalikan wadah obat pada tempatnya yaitu pada lemari dua
pintu dan menguncinya kembali.
f) Menulis nama dan cara pemakainannya obat pada etiket sesuai permintaan
dalam resep.
g) Obat diberi wadah yang sesuai dan di periksa kembali jenis dan jumlah obat
sesuai permintaan dalam resep
4. Pemberian informasi, edukasi, dan konseling
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti,
akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-
kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu
pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama
terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas
hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau
penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Penyerahan
obat Narkotika dan Psikotropika harus meminta alanat pasien yang ditulis dibalik
resep.

D. PENGELOLAAN OBAT RUSAK DAN EXPIRE


Obat yang sudah melewati masa kadalursa dapat membahayakan karena
berkurangnya stabilitas obat tersebut dan dapat mengakibatkan efek toksik (racun). Hal
ini dikarenakan kerja obat sudah tidak optimal dan kecepatan reaksinya telah menurun,
sehingga obat yang masuk kedalam tubuh hanya akan mengendap dan menjadi racun.
Sebenarnya obat yang belum kadaluarsa juga dapat menyebabkan efek buruk yang sama.
Hal ini disebabkan karena penyimpanannya yang salah yang menyebabkan zat didalam
obat tersebut rusak. Tanda-tanda kerusakan zat tersebut biasanya disertai dengan
perubahan bentuk, warna, bau, rasa atau konsistensi. Maka dari itu harus diperhatikan
juga cara penyimpanan obat yang baik.
1. Kondisi Yang Mempercepat Kadaluarsa Obat
a) Kelembaban
Tempat yang lembab akan mempercepat masa kadaluarsa obat karena akan
mempengaruhi stabilitas obat kemudian dapat menyebabkan penurunan
kandungan, hal ini yang mempercepat kadaluarsa.
b) Suhu
Suhu penyimpanan obat bermacam-macam, pada umumnya obat banyak
disimpan pada suhu kamar. Penyimpanan obat di kulkas. tidak dianjurkan jika
tidak terdapat petunjuk. Obat-obat minyak seperti minyak ikan, sebaiknya
jangan disimpan di tempat yang terlalu dingin. Insulin (Obat untuk penderita
diabetes) merupakan contoh obat yang akan rusak jika ditempatkan pada
ruangan dengan suhu panas.
c) Cahaya,
Obat sebaiknya tidak diletakkan pada tempat yang terkena paparan sinar
matahari ataupun lampu secara langsung. Misalnya : Vaksin bila terkena sinar
matahari langsung maka dalam beberapa detik, vaksin akan menjadi rusak.
Untuk melindunginya dari cahaya maka digunakan kemasan berwarna, misalnya
ampul yang berwarna coklat disamping menggunakan kemasan luar.
2. Pemusnahkan Resep dan Obat Kedaluwarsa atau Rusak di Apotek
Untuk memusnahkan obat kedaluwarsa atau rusak di Apotek mengikuti
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes/PMK) nomor 35 Tahun 2014, Cara
Memusnahkan Resep dan Obat Kedaluwarsa atau Rusak di Apotek yaitu sebagai
berikut :
a) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk
sediaan.
b) Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika dan
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
c) Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker
dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik
atau surat izin kerja.
d) Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
e) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan.
f) Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-
kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan
lain yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep, dan selanjutnya
dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Anda mungkin juga menyukai