Bagian mengingat :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Bagian Mengingat :
Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
2 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan
3781)
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
5607)
189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan
Obat Nasional;
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi,
Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 322);
Pasal 1:
a. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga
yang membantu apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan
Pasal 1 :
Analis Farmasi
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang
b. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan
3 yang selanjutnya disingkat Kepala BPOM
Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
adalah Kepala Lembaga Pemerintah Non
Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga
Kementerian yang mempunyai tugas untuk
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pengawasan obat dan makanan.
c. Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.
Pasal 10 :
(1) Pengawasan selain dilaksanakan oleh
Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi
dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat
(1), khusus terkait dengan pengawasan
sediaan farmasi dalam pengelolaan sediaan
farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (1) huruf a dilakukan juga oleh
Kepala BPOM sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing.
(2) Selain pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Kepala BPOM dapat
melakukan pemantauan, pemberian
bimbingan, dan pembinaan terhadap
pengelolaan sediaan farmasi di instansi
pemerintah dan masyarakat di bidang
pengawasan sediaan farmasi.
Pasal 11:
(1) Pengawasan yang dilakukan oleh dinas
kesehatan provinsi dan dinas kesehatan
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 dan pengawasan yang
dilakukan oleh Kepala BPOM sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)
dilaporkan secara berkala kepada Menteri.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 12 :
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini dapat dikenai sanksi
administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas: a. peringatan
tertulis; b. penghentian sementara kegiatan;
dan/atau c. pencabutan izin
Pasal 13 :
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku,
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 1162) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
1169), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
Lampiran BAB II Penyimpanan
Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan
untuk penyimpanan barang lainnya yang
menyebabkan kontaminasi
Lampiran BAB II Pemusnahan :
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat
digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan. 4. Penarikan sediaan farmasi
yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin
edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi
sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala
BPOM. 5. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang
izin edarnya dicabut oleh Menteri.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang Lampiran BAB II Pencatatan dan pelporan :
dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang
ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan
pelaporan narkotika (menggunakan Formulir 3 ketentuan peraturan perundangundangan, meliputi
sebagaimana terlampir), psikotropika (menggunakan pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan
Formulir 4 sebagaimana terlampir) dan pelaporan lainnya. Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan
lainnya. pelaporan akan diatur lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan,
pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan,
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada
pengkajian maka Apoteker harus menghubungi
setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya
dokter penulis Resep.
pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat
(medication error). Petunjuk teknis mengenai
pengkajian dan pelayanan Resep akan diatur lebih
lanjut oleh Direktur Jenderal.
Kemenkes Keluarkan Permenkes Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek
Total 36 pasal beserta lampirannya dengan lengkap mengatur Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotik serta penataan pelayanan kefarmasian di Apotek.
1. Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari
pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
2. Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan pemilik
modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh
Apoteker yang bersangkutan.
1. lokasi;
2. bangunan;
4. ketenagaan.
Dalam PMK ini dijelaskan dengan detil mengenai rincian persyaratan pendirian
apoteknya.
Terkait perizinan, setiap apotek masih membutuhkan Surat Izin Apotek (SIA),
yakni
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33
(1) Permohonan izin Apotek yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan
Menteri ini tetap diproses berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik.
NOMOR : 411//Dir-SK/XII/2016
TENTANG
MENIMBANG :
a. Bahwa perbekalan farmasi adalah terdiri dari obat, alat kesehatan, reagen,
gas medis, ataupun film.
b. Bahwa perbekalan farmasi harus dikelola dan menjadi tanggung jawab
Instalasi Farmasi.
c. Bahwa dalam pengelolaan perbekalan farmasi perlu dilakukan
penyimpanan perbekalan farmasi sesuai dengan aturan yang berlaku
sehingga tidak mengurangi mutu dari perbekalan farmasi tersebut.
d. Bahwa untuk menjamin perbekalan farmasi disimpan secara aman, sesuai
dengan dan menjaga mutu dan stabilitas obat maka perlu ditetapkan Surat
Keputusan Direktur tentang Pedoman Penyimpanan Obat.
MENGINGAT :
MENETAPKAN :
Ditetapkan di
Tangerang
30 Desember 2016
Direktur
TEMBUSAN Yth :
2. Komite Medis
6. Instalasi Farmasi
7. Arsip
NOMOR : 411/Dir-SK/XII/2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
Tujuan Umum :
Tujuan Khusus :
3. Menjaga ketersediaan
4. Memudahkan dalam pencarian dan pengawasan
C. RUANG LINGKUP
1. Instalasi Farmasi
2. Gudang Farmasi
3. Ruang perawatan
5. ICU
6. Laboratorium
7. Radiologi
BAB II
TATA LAKSANA
A. PENERIMAAN
c. Jumlah
d. Kekuatan untuk obat
B. PENYIMPANAN
a. Setiap tempat dan atau ruang penyimpanan perbekalan farmasi harus dipasang
termometer ruangan.
b. Suhu ruangan dan suhu kulkas dicek dan dicatat pada blangko suhu yang di
tempatkan di dekat thermometer suhu.
c. Pemantauan suhu ruang dan suhu kulkas penyimpanan obat dilakukan setiap
hari oleh asisten apoteker atau staff terlatih yang ditunjuk secara sah.
e. Khusus pada hari libur, untuk depo dan unit yang tutup pemantauan suhu
dilakukan setelah petugas masuk kerja.
f. Pada kondisi suhu ruang atau suhu kulkas penyimpanan perbekalan farmasi di
luar rentang suhu yang seharusnya, maka petugas harus segera menghubungi unit
pemeliharaan alat rumah sakit.
Dokumentasi pemantauan suhu penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan setiap
hari dengan menggunakan form log temperatur yang telah ditentukan dan pada
akhir bulan ditandatangani oleh kepala bagian/kepala unit/kepala ruangan.
c. Penyimpanan produk nutrisi parenteral yang masih utuh di instalasi farnasi dan
ruang keperawatan disimpan terpisah dari perbekalan farmasi lain.
2. Penyimpanan Kontras
3. Penyimpanan Reagen
2. Petugas farmasi
Perbekalan farmasi yang disimpan harus memiliki informasi yang jelas, meliputi
nama, kekuatan dan bentuk sediaan obat, peringatan, tanggal kadaluarsa atau
beyond use date, informasi penyimpanan dari pabrik sebelum produk dibuka
maupun setelah dibuka.
1. Alfabetis
2. FIFO (first in first out) perbekalan farmasi yang pertama kali masuk (diterima)
itu yang pertama kali dikeluarkan ( didistribusikan ).
Metode ini digunakan untuk penyusunan alkes.
3. FEFO (First Expired First Out perbekalan farmasi yang tanggal kadaluarsa
awal (hampir kadaluarsa) dikeluarkan (didistribusikan) terlebih dahulu. Metode
ini digunakan untuk penyusunan obat.
Obat dan alat kesehatan yang telah kadaluarsa atau rusak disimpan di lemari
terpisah dan terkunci. Pada lemari harus diberi label “Obat Rusak/Kadaluarsa,
Jangan Diracik/Digunakan”.
1. Obat untuk pasien rawat inap disimpan diloker tempat penyimpanan obat
pasien yang dikelola oleh perawat bekerja sama dengan bagian farmasi.
2. Obat untuk pasien rawat inap harus memiliki label identitas pasien dan nama,
jumlah dan kekuatan obat.
3. Obat yang digunakan untuk banyak pasien di rawat inap di simpan dengan
diberi label dan terpisah dari obat yang belum digunakan.
4. Obat obat yang digunakan untuk banyak pasien di rawat inap , setelah dibuka
diberikan label informasi tanggal dibuka dan disimpan sesuai persyaratan
penyimpanan. Masa obat setelah dibuka dibatasi maksimal 30 hari setelah obat
pertama kali segel dibuka.
H. PENYIMPANAN OBAT-OBATAN SISA
Obat injeksi di kamar operasi bentuk ampul yang sudah dipakai sebagian, sisa
obatnya di spuit, diberi label yang badan disimpan dalam kulkas yang berisi
tanggal pemakaian terakhir, nama obat, dosis obat, dan nama perawat (batas
maksimal obat dapat digunakan 24 jam setelah obat pertama kali dibuka
segelnya). Obat sisa penyimpanannya tidak lebih dari 24 jam.
Rumah sakit menyimpan dan mengelola obat sample di atur yang diatur dalam
kebijakan obat sample.
2. Enam bulan sebelum tanggal kadaluarsa, semua perbekalan farmasi harus sudah
dikembalikan ke Depo Logistik Farmasi.
BAB III
PENUTUP
Dumin suppos
Kemasan
Dumin 125 mg / 2,5 ml Rektal Tube
Tersedia dalam kotak berisi 5 Rektal tube @ 2,5 ml
No. Reg.: DBL0105510758A1
FLADYSTIN OVULA
Komposisi :
Tiap ovula mengandung :
Metronidazol 500,0 mg
Nystatin 22,7 mg
(setara dengan 100.000 IU)
KOMPOSISI
Setiap 1 gram sachet mengandung :
Rice Starch
Maltodextrin
Strain Bakteri :
-Bifidobacterium lactis WS1
-Bifidobacterium lactis WS2
-Lactobacillus acidophilus WS5
-Lactobacillus casei W56
-Lactobacillus salivarius W57
-Lactobacillus lactis W58
total koloni bakteri > 10^8 cfu/gr
KEGUNAAN L-BIO
Memelihara kesehatan pencernaan
2 tahun - dewasa :
2 - 3 sachet / hari.
(sesua anjuran dokter)
PETUNJUK PEMAKAIAN :
Gunakan gunting yang bersih untuk membuka.
Dapat diberikan langsung
Campurkan L-Bio dengan makanan bayi aduk hingga rata
Atau anda dapat campurkan L-Bio dengan susu atau air.
PENYIMPANAN
Hindari kontak dengan sinar matahari langsung , kelembabban & suhu tinggi
Simpan & distribisukan pada suhu maksimum 25 derajat selcius
segera berikan sesudah dibuka
PERHATIAN
ATURAN PAKAI
Digunakan atas anjuran dokter. Sehari 1 kali 1 sachet. maksimum selama 10 hari .
KEMASAN
Dus Isi 10 sachet @ 1.5 g.
No. Reg.: POM SI. 124 203 871
PENYIMPANAN
Simpan di tempat sejuk (15° - 25°C) dan kering.