Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN MATA KULIAH FISIOLOGI PASCAPANEN (PP2202)

PENGARUH ETILEN PADA PROSES PEMASAKAN BUAH TOMAT


(Solanum lycopersicum L.)

Tanggal Praktikum : 17 Februari 2021


Tanggal Pengumpulan : 27 Februari 2021

Disusun oleh:
Nadia Putri Fadhila
11919036
Kelompok 4

Asisten:
Indah Putri Natalia Grace
11918003

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
JATINANGOR
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii


BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang................................................................................................ 3

1.2. Tujuan ............................................................................................................. 4

1.3. Hipotesis ......................................................................................................... 4

BAB II TEORI DASAR .............................................................................................. 5


2.1. Morfologi, Klasifikasi, dan Indeks Kematangan Tomat ................................. 5

2.2. Pengertian, Jenis, dan Fungsi Etilen ............................................................... 7

2.3. Apoptosis dan Pengaruhnya terhadap Kematangan ........................................ 9

2.4. Pengaruh Etilen terhadap Pematangan ............................................................ 9

2.5. Produksi dan Biosintesis Etilen pada Tomat................................................. 10

2.6. Persamaan Reaksi Eksogen........................................................................... 10

BAB III METODOLOGI ......................................................................................... 13


3.1. Alat dan Bahan .............................................................................................. 13

3.2. Metode .......................................................................................................... 13

3.3. Rubrik Skala Organoleptik ........................................................................... 14

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN .................................... 16


4.1. Hasil Pengamatan.......................................................................................... 16

4.2. Pembahasan................................................................................................... 17

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 24


5.1. Kesimpulan ................................................................................................... 24

5.2. Saran ............................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 25

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN ................................................................ 28

ii
LAMPIRAN C DOKUMENTASI ........................................................................... 34

LAMPIRAN D TABEL KONTRIBUSI .................................................................. 42

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Produk hortikultura seperti buah dan sayuran dikatakan siap panen jika telah
memperlihatkan tanda-tanda kematangan. Tomat termasuk dalam produk hortikultura
yang dipanen ketika sudah mencapai indikator tepat matang. Tomat biasanya dipetik
dalam kondisi matang (maturation) dengan warna merah pada kulit agar mencapai
proses masak optimum ketika sampai di tangan konsumen. Pemanenan buah tomat
yang akan dipasarkan dengan jarak jauh umumnya pada tingkat kematangan 80- 85%,
sedangkan untuk pemasaran jarak dekat dipanen dengan tingkat kematangan 90-95%.
Tomat biasanya dipanen dengan tingkat kematangan tertentu dan berbagai
pertimbangan pemasaran (Murtadha et al, 2012).
Tomat merupakan salah satu buah yang tergolong dalam buah klimaterik yang
mengalami lonjakan kematangan meski telah melewati proses pemanenan. Perubahan
warna pada tomat diikuti dengan perubahan tekstur menjadi lunak, peningkatan kadar
gula, penurunan kadar pati dan perubahan produksi karbondioksida yang meningkat
secara tiba-tiba merupakan salah satu tanda pola respirasi buah klimaterik (Widjanarko,
2012). Buah klimaterik adalah buah yang setelah dilakukan proses pemanenan akan
mencapai laju respirasi yang meningkat dan kemudian terjadi pematangan.
Setelah proses pematangan, tomat akan mengalami berbagai macam proses
katabolisme senyawa organik yang menuju ke arah pembusukan jika bahan
perombakan sudah habis. Kerusakan buah tomat tersebut diakibatkan sifat yang
dimiliki buah tomat yaitu mudah rusak (perishable), kondisi lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi daya simpan, juga akibat dari penanganan pasca panen yang
kurang tepat atau belum memadai. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
penanganan panen dan pasca panen buah tomat yaitu suhu, kelembaban, laju respirasi,
etilen, kandungan nutrisi, kandungan gula, kesegaran produk dan keamanan pangan
(Jumeri, 2013).

3
1.2. Tujuan
Praktikum “Pengaruh Etilen pada Proses Pemasakan Buah Tomat (Solanum
lycopersicum L.)” ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menentukan pengaruh etilen terhadap pematangan buah tomat (Solanum
lycopersicum L.) secara kualiatif
2. Menentukan perlakuan pemberian etilen yang paling efektif terhadap
pematangan buah tomat (Solanum lycopersicum L.)
1.3. Hipotesis
Praktikum “Pengaruh Etilen pada Proses Pemasakan Buah Tomat (Solanum
lycopersicum L.)” ini memiliki hipotesis sebagai berikut:
1. Etilen sebagai hormone dapat mempengaruhi pematangan buah tomat. Tomat
akan matang dengan cepat pada ruang beretilen. Dalam memperpendek masa
simpan, etilen akan memacu senesen dan pematangan. Etilen dapat memacu
degreening pada buah tomat
2. Etilen bekerja paling efektif pada waktu tahap klimakterik, sedangkan
penggunaan etilen pada tahap sesudah klimakterik tidak mengubah laju
respirasi

4
BAB II
TEORI DASAR

2.1. Morfologi, Klasifikasi, dan Indeks Kematangan Tomat

Tanaman tomat digolongkan pada kelas Dicotyledonae (berkeping dua).


Tanaman tomat dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio:
Spermatophyta, Sub divisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledonae, Ordo: Solanales,
Famili: Solanaceae, Genus: Lycopersicon (Lycopersicum), Spesies: Lycopersicum
esculentum Mill (Jones, 2018). Tanaman tomat merupakan tanaman semusim yang
hanya mengalami satu kali panen kemudian akan mati. Tanaman tomat memiliki
bentuk perdu dengan panjang mencapai ± 2 meter.

Fitriani (2012) mengatakan, tanaman tomat mempunyai sistem perakaran


tunggang yang dapat menembus ke dalam tanah serta akar serabut yang tumbuh
menyamping. Dengan sistem perakaran yang dimiliki, tanaman tomat akan tumbuh
dengan baik jika penanaman dilakukan pada tanah gembur. Batang tanaman tomat
memiliki bentuk persegi maupun bulat, memiliki batang lunak, memiliki rambut halus
serta memiliki rambut kelenjar. Batang berwarna hijau, dimana terjadi penebalan pada
ruas-ruas batang, dan pada bagian bawah tumbuh akar-akar pendek. Selain itu, batang
tanaman tomat dapat bercabang.

Gambar 2.1. Indeks Kematangan Tomat

5
Harllee (2011) mengatakan, tomat merupakan buah yang memiliki tingkat
kematangan tertentu dalam kurun waktu yang singkat. Pendistribusian buah tomat di
berbagai daerah menjadikan pentingnya melakukan klasifikasi tomat berdasarkan
tingkat kematangannya. Terdapat enam level kematangan tomat yang dapat dibedakan
berdasarkan warna dari tomat. Level kematangan dari tingkat tomat yang mentah
adalah green, breakers, turning, pink, light red, dan red. Warna dari tomat menjadi
indikator yang penting dalam menentukan tinggkat kematangan dan kualitas dari tomat
tersebut. Penggolongan level kematangan tomat bertujuan untuk mengurangi adanya
resiko tomat yang membusuk. Sehingga, distribusi tomat dipengaruhi dari jarak daerah.
pengiriman dan level kematangan tomat tersebut.

Gambar 2.2.

Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil produksi tomat adalah penanganan
pasca panen. Sifat yang dimiliki tomat yaitu perishable mengakibatkan tomat memiliki
kandungan air yang tinggi serta tergolong dalam tanaman klimakterik dan
menghasilkan laju respirasi yang meningkat selaras dengan terjadinya penuaan

6
(Mubarok et al., 2019). Kandungan gas etilen mampu meningkatkan laju respirasi
sehingga buah akan cepat mengalami penuaan (Mubarok et al., 2019). Etilen pada
tanaman berdampak buruk terhadap kualitas buah, karena mampu mempercepat daya
simpan buah. Tuti (2016), bahwa tingkat kematangan tomat ditunjukkan pada
berkurangnya nilai tekstur kekerasan, hal ini disebabkan karena adanya perubahan
dinding sel seperti pektin yang larut maupun depolimerisasi substansi pektin.
Kelarutan pektin dipolimerisasi menjadi unit-unit yang lebih kecil menjadi asam
galakturomat. Kekerasan buah dipengaruhi oleh tekanan turgor, ukuran dan bentuk
sel, keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan susunan jaringan. Pematangan
buah menyebabkan dinding sel komposisinya mengalami penurunan sehingga
tekanan turgor sel menurun. Penurunan kekerasan buah tomat disebabkan karena
adanya pektinase dalam pematangan. Adanya perubahan rasa asam pada buah tomat
menunjukkan bahwa pada buah terjadi perubahan kimia. Asam malat dan asam sitrat
merupakan asam organis yang terkandung pada buah tomat (Pujimulyani, 2011).
Penurunan keasaman pada penyimpanan disebabkan karena penggunaan asam
sebagai sumber energi selama metabolisme buah tomat. Asam organic digunakan sel
buah dalam respirasi sebagai substrat (Kays, 2011). Winarno (2012) menyatakan,
selama pematangan terjadi perubahan kimia pada buah yaitu perubahan kadar gula,
kadar asam, dan kadar vitamin C. Semakin tinggi laju respirasi, maka kandungan
asamnya semakin sedikit. Perombakan asam dalam peristiwa respirasi menyebabkan
berkurangnya asam organik dan terjadi peningkatan pH. Selama proses penyimpanan,
buah tomat mengalami kenaikan kadar gula namun buah tomat juga mengalami
penurunan kualitas.
2.2. Pengertian, Jenis, dan Fungsi Etilen

Sinha (2014) mengatakan, etilen adalah senyawa gas hidrokarbon tak jenuh
pada tumbuhan. Gas etilen tidak memiliki warna dan mudah menguap pada suhu
kamar. Etilen yang dihasilkan tanaman memiliki peran mengontrol pertumbuhan dan
penuaan pada tanaman. Proses pematangan buah dapat dikurangi melalui pengendalian
produksi etilen dan sensitivitas tanaman terhadap etilen. Sletr1-2 adalah domain
transmembran kedua dari gen reseptor etilen (SLETR1) yang memiliki sifat dapat

7
meminimalkan laju etilen untuk meningkatkan umur simpan (Okabe et al., 2011;
Mubarok et al., 2015). Sifat yang terdapat pada mutan Sletr1-2 berfungsi untuk
meningkatkan umur simpan buah oleh kultivar tomat hibrida. Pemanfaatan tomat
Sletr1-2 dan iaa9-3 dapat menjadi solusi terhadap permasalahan penurunan
produktivitas ataupun kualitas pascapanen buah tomat yang diakibatkan karena
meningkatnya suhu (Nazar et al., 2014).
Terdapat beberapa upaya yang bisa digunakan untuk menghambat emisi etilen.
Pengendalian dilakukan dengan cara menyimpan buah tomat yang tepat dan sesuai
untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kualitas mutu buah tomat.
Kemasan Atmosfir Termodifikasi (MAP) merupakan teknik yang dikenal mempunyai
potensi yang besar untuk memperpanjang umur simpan pasca panen tomat dengan
kalium permanganat sachet sebagai penyerap etilen endogen (Pradhana dkk., 2013).
Adapun cara lain untuk mengurangi emisi etilen dengan menyerap etilennya yaitu
dengan melakukan oksidasi etilen menggunakan KMn . KMn bersifat racun yang dapat
merugikan manusia sehingga diperlukan media pembawa agar tidak berkontak
langsung dengan bahan.

8
2.3. Apoptosis dan Pengaruhnya terhadap Kematangan
Apoptosis adalah gugurnya kelopak bunga atau daun dari pohon dimana terjadi
kematian sel pada tumbuhan. Penyebab apoptosis ada dua yakni, pertama penyebab
fisiologis seperti pada perkembangan embrionik saat pembentukan jaringan. Penyebab
kedua yaitu penyebab patologis pada buah (Sari, 2018).
2.4. Pengaruh Etilen terhadap Pematangan
Etilen adalah suatu gas yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan
sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan. Etilen dapat dibentuk oleh
jaringan tanaman hidup pada waktu-waktu tertentu. Etilen juga merupakan suatu
hormon yang aktif dalam proses pematangan. Senyawa ini dapat memulai proses
klimaterik pada buah tomat dan mempercepat terjadinya klimaterik (Ellen, 2015).
Perubahan buah tomat selama pematangan dapat dilihat dalam hal warna,
kekerasan (tekstur), rasa, dan aroma yang menunjukkan terjadinya perubahan
komposisi. Berubahnya warna dapat disebabkan oleh proses degradasi maupun proses
sintesis dari pigmen-pigmen yang terdapat dalam buah. Pelunakan buah dapat
disebabkan oleh terjadinya pemecahan protopektin menjadi pektin, maupun karena
terjadinya hidrolisis pati atau lemak, dan mungkin juga lignin. Pematangan buah tomat
akan diikuti dengan naiknya kadar gula sederhana untuk memberikan rasa manis,
penurunan kadar asam organik dan senyawa fenolik untuk mengurangi rasa asam dan
sepat, serta kenaikan produksi zat-zat volatil untuk memberikan flavor karakteristik
buah (Ellen, 2015).
Ethylene sebagi hormon akan mempercepat terjadinya klimakterik pada buah
tomat. Pengaruhh Ethylene pada buah tomat akan menunjukkan dimana semakin besar
konsentrasi etilen yang digunakan maka semakin cepat stimulasi respirasinya. Etilen
bekerja paling efektif pada waktu tahap klimakterik, sedangkan penggunaan etilen pada
tahap post klimakterik tidak mengubah laju respirasi. Pada buah-buahan tidak
klimakterik, penambahan etilen baik pada buah pra panen maupun pasca panen tidak
berpengaruh karena produksi etilen pada buah tak klimakterik hanya sedikit (Biale,
2011)

9
Modi (2011) menyatakan, etilen dapat meningkatkan kegiatan enzym-enzym
katalase, peroksidase, dan amylase dalam irisan-irisan buah sebelum puncak
kematangannya. Selama pemacuan juga diketemukan zat-zat seperti protein yang
menghambat pemasakan, dalam irisan-irisan itu dapat hilang dalam waktu 45 jam.
Penambahan etilen mengakibatkan irisan-irisan menjadi lunak dan tejadi perubahan
warna yang memberi petunjuk timbulnya gejala-gejala kematangan buah yang khas.
Dienazloa (2018) menyampaikan bahwa etilen berperan dalam mempercepat proses
pematangan, namun dengan penambahan absorban dapat menyebabkan konsentrasi
etilen menjadi rendah yang menyebabkan pematangan terhambat sehingga warna
buah tetap atau sedikit mengalami perubahan. Adapun perubahan warna terjadi
karena adanya perubahan fisiologis dan kimiawi saat proses klimakterik.
2.5. Produksi dan Biosintesis Etilen pada Tomat
Etilen dibentuk pada organ batang, akar, bunga, buah dan daun. Biosintesis
etilen diawali dengan perubahan asam amino metionin menjadi S-adenosyl-L-
methionine (SAM atau adomet) oleh enzim Met Adenosyltransferase dimana SAM
akan diubah menjadi 1-aminocyclopropane-1-carboxylic-acid (ACC) oleh enzim ACC
synthase (ACS). Proses pengoksidasian terjadi pada ACC menjadi etilen oleh enzim
ACC-oxidase (ACO) yaitu enzim pembentuk etilen (Ethylene Forming Enzyme/EFE).
Biosintesis etilen dipengaruhi oleh ketersediaan endogen dan ekosgen, kandungan
auksin dan sitokinin, faktor lingkungan, adanya luka pada buah tomat (Dwi, 2011).
Hooda et al. (2011) menyampaikan tomat tingkat kematangan awal memiliki
sensitifitas terhadap etilen.
2.6. Persamaan Reaksi Eksogen

Giovanni (2011) mengatakan, etilen pada buah tomat berperan dalam


perubahan fisiologis dan biokimia yang terjadi selama pematangan Pemberian etilen
eksogen pada buah tomat dapat mempercepat proses pematangan dan menghasilkan
buah tomat dengan tingkat kematangan yang seragam. Karbit atau kalsium karbida
adalah senyawa kimia dengan rumus CaC2. Persamaan reaksi kalsium karbida dengan
air adalah : CaC2 + 2H2O C2H2 + Ca(OH)2.

10
Kader (2012) mengatakan, penggunaan ethrel dapat memperbaiki kualitas buah
tomat karena ethrel membentuk gas etilen secara perlahan. Selama proses pematangan
terjadi perubahan fisik maupun kimia seperti perubahan warna, tekstur, zat pati,
protein, senyawa turunan fenol, dam asam organik. Reaksi redoks yang dikatalisis oleh
enzim dehidrogenase akan mengalami perubahan aktivitas dehidrogenase selama
proses pematangan yang mencerminkan perubahan reaksi redoks pada buah tomat

11
Pengaruh ethrel terhadap aktivitas enzim α amilase juga dipelajari selama proses
pematangan buah yomat. Perubahan aktifitas enzim α amylase dapat dicerminkan oleh
perubahan kandungan karbohidrat terlarut total.

Gambar 2.3. Reaksi Ethepon yang Menghasilkan Etilen

12
BAB III
METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan


Dalam praktikum “Pengaruh Etilen pada Proses Pemasakan Buah Tomat
(Solanum lycopersicum L.)” ini, pada perlakuan A (control) dan B (etilen dari buah
yang sudah matang) dibutuhkan empat karung beras plastic, 4 lembar kertas koran, dan
pisau. Pada perlakuan C (eteral) dibutuhkan dua karung beras plastic, dua lembar kertas
koran, pisau, wadah, dan sendok. Pada perlakuan D (karbit) dibutuhkan dua karung
beras plastic, 2 lembar kertas koran, 2 lembar kain, sendok, gunting, dan masker.
Untuk bahan yang dibutuhkan pada perlakuan A (control) yaitu lima buah tomat
mentah. Pada perlakuan B (etilen dari buah yang sudah matang) dibutuhkan lima buah
tomat mentah dan tiga buah tomat matang. Pada perlakuan C (eteral) dibutuhkan 5 buah
tomat mentah, eteral, dan air satu liter. Pada perlakuan D (etilen dari karbit) dibutuhkan
lima buah tomat mentah dan karbit.
3.2. Metode
Jika semua alat dan bahan sudah dikumpulkan, yang harus dilakukan pertama
kali ialah buah dibersihkan dan dipotong menjadi empat bagian. Pengaruh etilen
terhadap proses pemasakan buah terdiri dari 4 perlakuan sebagai berikut: Perlakuan A
(tanpa pemberian etilen/kontrol), perlakuan B (etilen dari buah yang sudah matang),
perlakuan C : (eteral), dan perlakuan D (etilen dari karbit). Pada perlakuan A, buah
mentah langsung diletakkan di ataskertas koran. Untuk perlakuan B, ditambahkan satu
buah yang sudah matang. Untuk perlakuan C buah mentah direndam pada larutan eteral
selama 30 detik, ditiriskan dan dimasukkan ke dalam wadah. Untuk perlakuan D, karbit
(0,5%) dibungkus dengan kain kemudian disimpan ke dalam wadah, diteteskan air
sampai keluar gas asetilen lalu dimasukkan buah mentah. Semua wadah ditutup dan
diberi label, kemudian disimpan masing-masing wadah di tempat yang bersih pada
suhu kamar selama 5 hari.

13
3.3. Rubrik Skala Organoleptik
Tabel 3.1. Skala karakteristik warna tomat (Solanum lycopersicum L.)
Skala Warna
1 Hijau tua
2 Hijau muda
3 Hijau kekuningan
4 Kuning
5 Merah

Tabel 3.2. Skala karakteristik tekstur tomat (Solanum lycopersicum L.)


Skala Tekstur
1 Sangat keras
2 Keras
3 Netral
4 Lunak
5 Sangat lunak

Tabel 3.3. Skala karakteristik aroma tomat (Solanum lycopersicum L.)


Skala Aroma
1 Tidak beraroma
2 Segar samar-samar
3 Segar
4 Segar keasaman
5 Asam

Tabel 3.4. Skala karakteristik rasa jambu biji merah


Skala Rasa
1 Hambar
2 Hambar agak asam

14
3 Asam
4 Asam sedikit manis
5 Manis sedikit asam

15
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil pengamatan


Tabel 4.1. Skor organoleptic buah tomat (Solanum lycopersicum L.)

Atribut

Perlakuan Waktu Pemeraman


Warna Tekstur Aroma Rasa

A Hari ke-0 2 1,5 1,5 1

Hari ke-3 3,25 3,75 2 2

Hari ke-5 3,75 3,75 3,5 4

B Hari ke-0 2 2 2 2

Hari ke-3 3,5 3,5 2 3,75

Hari ke-5 3,75 3,75 2,5 3,25

C Hari ke-0 2 2 1 2

Hari ke-3 2,5 2,5 2,5 2

Hari ke-5 3 3,5 3,5 5

D Hari ke-0 2 1,67 1,62 1,67

Hari ke-3 3,5 3,5 2,67 2,75

16
Hari ke-5 5 4 4 4,67

4.2. Pembahasan

Gambar 4.1. Skor organoleptik warna buah tomat (Solanum lycopersicum L.)

Analisis grafik pada gambar 4.1. menunjukkan skor organoleptik terhadap warna
buah tomat (Solanum lycopersicum L.) dari empat perlakuan, yakni kontrol (A), etilen dari
buah yang sudah matang (B), eteral (C), dan karbit (D). Teramati uji warna pada hari ke-0
menunjukkan bahwa pada semua perlakuan, sampel buah tomat mentah yang digunakan
masih dalam keadaan baik, tidak mengalami perubahan warna. Warna sampel buah tomat
pada hari ke-0 menunjukkan skor dua yaitu berwarna hijau muda. Pada hari ke-3 diperoleh
perubahan warna dari keempat perlakuan yang ditandai teramati warna mengalami
perubahan menjadi hijau kekuningan menuju kuning. Tingkat perubahan tertinggi terdapat
pada perlakuan etilen dari buah yang sudah matang dan perlakuan menggunakan karbit.
Tingkat perubahan terendah terdapat pada perlakuan menggunakan eteral. Pemberian eteral
tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pematangan buah tomat. Hooda et al.
(2011) menyampaikan tomat tingkat kematangan awal memiliki sensitifitas terhadap etilen.
17
Pada hari ke-5 terdapat perubahan warna terbaik pada perlakuan menggunakan karbit yaitu
warna buah tomat menjadi merah. Perlakuan kontrol dan etilen dari buah yang sudah matang
menunjukkan tomat masih berwarna kuning. Perubahan tidak terjadi pada perlakuan eteral
yakni tomat masih berwarna hijau sedikit kekuningan. Hal ini dikatakan oleh Dienazloa
(2018) bahwa etilen berperan dalam mempercepat proses pematangan, namun dengan
penambahan absorban dapat menyebabkan konsentrasi etilen menjadi rendah yang
menyebabkan pematangan terhambat sehingga warna buah tetap atau sedikit mengalami
perubahan. Adapun perubahan warna terjadi karena adanya perubahan fisiologis dan
kimiawi saat proses klimakterik.

Secara keseluruhan, hasil pengamatan yang diperoleh sudah sesuai dengan dasar teori
yang menunjukkan bahwa pematangan pada buah tomat ditandai dengan adanya perubahan
warna dari hijau menjadi merah. Kismaryanti (2017) menyatakan bahwa perubahan warna
tomat menjadi merah disebabkan karena meningkatnya produksi likopen dan menurunnya
produksi xantofil dan karoten. Dipertegas oleh Ernawati (2011), likopen adalah senyawa
karotenoid penyebab warna merah pada buah tomat. Likopen memiliki pigmen warna seperti
merah, kuning, dan oranye dari sintesis tumbuhan. Selain sintesis likopen, perubahan warna
tomat juga terjadi akibat perombakan klorofil. Adanya perombakan klorofil mengakibatkan
kandungan klorofil berkurang sehingga tomat mengalami perubahan warna (Nurhidayat,
2011).

18
Gambar 4.2. Skor organoleptik tekstur buah tomat (Solanum lycopersicum L.)

Analisis grafik pada gambar 4.2. menunjukkan skor organoleptik terhadap tekstur
buah tomat (Solanum lycopersicum L.) dari empat perlakuan, yakni kontrol (A), etilen dari
buah yang sudah matang (B), eteral (C), dan karbit (D). Teramati pada uji tekstur hari ke-0
menunjukkan keragaman tekstur buah tomat yang digunakan. Skor terendah ditunjukkan
pada perlakuan kontrol dimana buah tomat yang digunakan memiliki tekstur sangat keras.
Perlakuan etilen dari buah yang yang sudah matang dan perlakuan eteral menunjukkan
tekstur buah tomat keras. Pada hari ke-3, terjadi perubahan tertinggi pada perlakuan kontrol
yaitu lunak. Perlakuan etilen dari buah yang sudah matang dan perlakuan karbit
menunjukkan tekstur netral menuju lunak. Perubahan terendah terjadi pada perlakuan eteral.
Pada hari ke-5 terjadi perubahan perlakuan eteral menjadi netral menuju lunak. Skor
tertinggi didapatkan pada perlakuan dengan karbit yaitu tekstur buah menjadi lunak. Dapat
diamati bahwa semakin lama waktu pemeraman maka skor organoleptic tekstur buah tomat
semakin rendah artinya buah tomat semakin lunak. Seiring dengan lamanya penyimpanan,
buah tomat akan mengalami perubahan kematangan sehingga tekstur buah mengalami
perubahan. Dipertegas oleh Kismayanti (2017), turunnya nilai tekstur buah diakibatkan
karena degradasi protopektin menjadi pektin yang larut dalam air. Terjadinya depolimerisasi
karbohidrat dan zat pektin penyusun dinding sel berakibat pada lemahnya ikatan kohesi pada
19
sel yaitu nilai viskositas menurun dan menyebabkan tekstur buah tomat menjadi semakin
lunak. (Cisa, 2016).

Hasil pengamatan yang didapatkan sudah sesuai dengan yang disampaikan Tuti
(2016), bahwa tingkat kematangan tomat ditunjukkan pada berkurangnya nilai tekstur
kekerasan, hal ini disebabkan karena adanya perubahan dinding sel seperti pektin yang larut
maupun depolimerisasi substansi pektin. Kelarutan pektin dipolimerisasi menjadi unit-unit
yang lebih kecil menjadi asam galakturomat. Kekerasan buah dipengaruhi oleh tekanan
turgor, ukuran dan bentuk sel, keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan susunan
jaringan. Pematangan buah menyebabkan dinding sel komposisinya mengalami penurunan
sehingga tekanan turgor sel menurun. Penurunan kekerasan buah tomat disebabkan karena
adanya pektinase dalam pematangan.

Gambar 4.3. Skor organoleptik aroma buah tomat (Solanum lycopersicum L.)

Analisis grafik pada gambar 4.4. menunjukkan skor organoleptik terhadap aroma
buah tomat (Solanum lycopersicum L.) dari empat perlakuan, yakni control (A), etilen dari
buah yang sudah matang (B), eteral (C), dan karbit (D). Pada hari ke-0, teramati perlakuan A
dan D menunjukkan organoleptik buah tomat memiliki rata-rata tidak beraroma dan segar

20
samar-samar. Kemudian pada perlakuan B, tomat memiliki aroma segar samar-samar.
Perlakuan C menunjukkan tomat tidak beraroma. Pada hari ke-3, perlakuan A dan B
memiliki aroma segar samar-samar, perlakuan C dan D beraroma segar. Pada hari ke-5
terjadi perubahan tertinggi pada perlakuan D yang memiliki aroma segar keasaman.
Ditegaskan oleh Hanifa (2019), penggunaan karbit untuk mempercepat kematangan
menimbulkan bau tidak sedap ketika bercampur dengan buah. Perlakuan A dan C memiliki
aroma segar sedikit asam. Skor terendah yaitu pada perlakuan B yang beraroma segar samar-
samar.

Hasil praktikum yang didapatkan sudah sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Muzareli (2018) bahwa penurunan kadar pati pada buah dan peningkatan kadar gula maupun
kadar asam merupakan akibat dari tingginya konsentrasi karbit. Dengan penambahan
konsentrasi gas etilen akan mempercepat proses respirasi pada buah. Dipertegas oleh Tami
(2016) bahwa hubungan dosis karbit dengan rasa buah adalah berbanding lurus. Buah yang
matang akan mengeluarkan aroma yang beraroma harum.

Gambar 4.4. Skor organoleptik rasa buah tomat (Solanum lycopersicum L.)

Analisis grafik pada gambar 4.4. menunjukkan skor organoleptik terhadap rasa buah
tomat (Solanum lycopersicum L.) dari empat perlakuan, yakni kontrol (A), etilen dari buah
21
yang sudah matang (B), eteral (C), dan karbit (D). Teramati pada hari ke-0 terdapat
keragaman nilai rasa buah tomat yang akan digunakan. Pada perlakuan kontrol, didapatkan
rasa buah tomat yang hambar. Pada perlakuan etilen dari buah yang sudah matang dan
perlakuan eteral menunjukkan rasa buah tomat hambar agak asam. Pada hari ke-3, terjadi
perubahan tertinggi pada perlakuan etilen dari buah yang sudah matang yaitu rasa
menunjukkan asam sedikit manis. Nilai terendah didapatkan pada perlakuan control dan
eteral yaitu rasa hambar agak asam. Pada hari ke-5, didapatkan skor organoleptik tertinggi
pada perlakuan eteral yaitu rasa manis sedikit asam. Perlakuan karbit menunjukkan rasa
buah tomat asam sedikit manis. Perlakuan control menunjukkan rasa asam sedikit manis.
Perlakuan etilen dari buah yang sudah matang menunjukkan rasa asam. Adanya perubahan
rasa asam pada buah tomat menunjukkan bahwa pada buah terjadi perubahan kimia. Asam
malat dan asam sitrat merupakan asam organis yang terkandung pada buah tomat
(Pujimulyani, 2011). Penurunan keasaman pada penyimpanan disebabkan karena
penggunaan asam sebagai sumber energi selama metabolisme buah tomat. Asam organic
digunakan sel buah dalam respirasi sebagai substrat (Kays, 2011).

Secara keseluruhan, hasil pengamatan sudah sesuai dengan literatur yaitu


disampaikan oleh Winarno (2012), selama pematangan terjadi perubahan kimia pada buah
yaitu perubahan kadar gula, kadar asam, dan kadar vitamin C. Semakin tinggi laju respirasi,
maka kandungan asamnya semakin sedikit. Perombakan asam dalam peristiwa respirasi
menyebabkan berkurangnya asam organik dan terjadi peningkatan pH. Selama proses
penyimpanan, buah tomat mengalami kenaikan kadar gula namun buah tomat juga
mengalami penurunan kualitas. Dipertegas oleh Tami (2016) bahwa hubungan dosis karbit
dengan rasa buah adalah berbanding lurus. Penambahan dosis karbit akan mengakibatkan
buah menjadi semakin manis karena karbit mengandung etilen yang mempengaruhi proses
metabolisme. Pengamatan pada perlakuan kontrol menunjukkan hasil sesuai dengan yang
dikatakan Wahyudi (2012), bahwa pisang yang matang dengan sendirinya (tanpa diberi
perlakuan) akan memiliki rasa yang lebih manis, tidak bercampur hambar, dan kadar gula
yang tinggi dibandingkan buah yang diberi perlakuan karbit.

Dari keempat perlakuan, dapat diamati bahwa secara keseluruhan, skor organoleptic
dari keempat perlakuan yang memperoleh nilai tertinggi yaitu perlakuan dengan

22
menggunakan karbit (perlakuan D). Tingginya konsentrasi karbit akan mempercepat
perubahan warna maupun tekstur pada buah. Pematangan buah menggunakan karbit
memiliki kelebihan yaitu pematangan lebih cepat, dapat memperkirakan waktu pematangan
ketika akan dipasarkan. Di samping kelebihannya, pematangan buah menggunakan karbit
memiliki kelemahan yaitu bersifat karsinogen, memiliki dampak buruk pada sel telur dan sel
sperma, berbahaya jika terkena uap, dapat menyebabkan iritasi, gas yang terhirup dapat
membuat mual dan pusing (Muzareli, 2018). Adapun hubungan antara dosis karbit dengan
buah sebagai berikut: tingginya dosis karbit menyebabkan pematangan lebih cepat, namun
terjadi juga penurunan mutu dan berkurangnya daya simpan, tingginya dosis karbit
menyebabkan rasa buah semakin manis karena mempengaruhi metabolisme. Disampaikan
oleh Wahyudi (2012), buah yang mengalami pematangan secara alami akan memiliki
kualitas lebih baik diantaranya: warna lebih cerah, aroma kuat, tekstur tidak terlalu lunak,
dan memiliki daya simpan lama.

23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh etilen terhadap pematangan dapat mengubah warna tomat menjadi semakin
merah, tekstur menjadi lunak, aroma menjadi segar dan rasa menjadi manis
2. Perlakuan paling efektif untuk mempercepat pematangan adalah penggunaan karbit.
Namun memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga pematangan alami lebih
disarankan
5.2. Saran
Saran untuk praktikum ini adalah diharapkan menyertakan modul yang lebih lengkap
agar praktikan tidak kesulitan mencari literatur.

24
DAFTAR PUSTAKA

Agata, A. (2013, Juli 2). Pengaruh ethrel terhadap kandungan karbohidrat terlarut total
dan aktifitas dehidrogenase pada buah pisang kepok selama pematangan.
Jurnal Ilmiah Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati, 1(2), 64-67.
Amarullah, I. N. (2019, Januari). Pengaruh penambahan limbah karbit terhadap
stabilisasi tanah daerah rawa. Jurnal Teknik Sipil Unaya, 5(1), 1-9.
Anggriawan, M. A. (2017, Desember). Pengenalan tingkat kematangan tomat
berdasarkan citra warna pada studi kasus pembangunan sistem pemilihan
otomatis. Jurnal Teknik Informatika dan Sistem Informasi, 3(3), 550-564.
Arti, I. M. (2018, Desember). Pengaruh etilen apel dan daun mangga pada pematangan
buah pisang kepok. Jurnal Pertanian Presisi, 2(2), -88.
Dahlia, A. (2016). Studi penggunaan KMno4 untuk memperpanjang umur simpan
pisang muli. Jurnal Teknik Pertanian Lampung, 5(2), 67-72.
Hidayati, N. (2012). Tomat unggul. (S. Nugroho, Ed.) Jakarta: Penebar wadaya.
Mubarok, S. (2020, Desember). Hormon etilen dan auksin serta kaitannya dalam
pembentukan tomat tahan simpan dan tanpa biji. Jurnal Kultivasi, 19(3), 1217-
1222.
Murthada, A. (2012). Pengaruh jenis pemacu pematangan terhadap mutu buah pisang
barangan. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian, 1(1), 47-56.
Riska, S. Y. (2016, Desember). Klasifikasi level kematangan buah tomat berdasarkan
fitur warna menggunakan multi-svm. Jurnal Ilmiah Informatika, 1(1), 39-45.
Roiyana, M. (2012). Potensi dan efisiensi senyawa hidrokoloid nabati sebagai bahan
penunda pematangan buah. Buletin Anatomi dan Fisiologi, XX(2), 40-50.
Wiraatmaa, I. W. (2017). Giberelin, etilen, dan pemakaiannya dalam bidang
pertanian. Bali: UNUD.

25
LAMPIRAN

26
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN
Kode panelis
A1 = Michaela Afra S
A2 = Nurwahid S R S P
Tabel A.1. Skor organoleptic buah tomat (Solanum lycopersicum L.) perlakuan A

Waktu Pemeraman Panelis Tomat 1 Tomat 2

Warna Tekstur Aroma Rasa Warna Tekstur Aroma Rasa

Hari ke-0 A1 2 2 2 1 2 2 2 1

A2 2 1 1 1 2 1 1 1

Rata-rata 2 1,5 1,5 1 2 1,5 1,5 1

Hari ke-3 A1 4 3 2 2 4 3 3 3

A2 3 3 2 2 2 2 1 1

Rata-rata 3,5 3 2 2 3 2,5 2 2


Hari ke-5 A1 4 4 4 4 4 5 5 5

A2 4 3 3 4 3 3 2 3

Rata-rata 4 3,5 3,5 4 3,5 4 3,5 4

Kode panelis
B1 = Greiswes Elsevia
B2 = Muhammad Nabil A.I
Tabel A.2. Skor organoleptic buah tomat (Solanum lycopersicum L.) perlakuan B

Waktu Pemeraman Panelis Tomat 1 Tomat 2

Warna Tekstur Aroma Rasa Warna Tekstur Aroma Rasa

Hari ke-0 B1 2 2 2 1 2 2 2 1

B2 2 2 2 2 2 2 1 2

Rata-rata 2 2 2 2 2 2 2 2
Hari ke-3 B1 3 3 2 2 4 4 2 4

B2 3 3 2 2 4 4 2 3

Rata-rata 3 3 2 2 4 4 2 3,5

Hari ke-5 B1 4 3 2 3 4 3 3 3

B2 3 4 2 3 4 5 3 4

Rata-rata 3,5 3,5 2 3 4 4 3 3,5


Kode panelis
C1 = Ismi Nur Habib
Tabel A.3. Skor organoleptic buah tomat (Solanum lycopersicum L.) perlakuan C

Waktu Pemeraman Panelis Tomat 1 Tomat 2

Warna Tekstur Aroma Rasa Warna Tekstur Aroma Rasa

Hari ke-0 C1 2 2 1 2 2 2 1 2

Hari ke-3 C1 3 3 3 2 2 2 2 2

Hari ke-5 C1 3 4 4 5 3 3 3 5
Kode panelis
D1 = Girindra Cipta Kirana
D2 = Dwi Wahyu Ningtyas
D3 = Nadia Putri Fadhila
Tabel A.4. Skor organoleptic buah tomat (Solanum lycopersicum L.) perlakuan D

Waktu Pemeraman Panelis Tomat 1 Tomat 2

Warna Tekstur Aroma Rasa Warna Tekstur Aroma Rasa

Hari ke-0 D1 2 2 2 2 2 2 2 2

D2 2 1 2 2 2 1 2 2

D3 2 2 1 1 2 2 1 1

Rata-rata 2 1,67 1,67 1,67 2 1,67 1,67 1,67

Hari ke-3 D1 5 3 3 3 3 4 - -

D2 4 4 2 2 3 3 2 2
D3 4 3 2 4 2 4 4 3

Rata-rata 4,33 3,33 2,33 3 2,67 3,67 3 2,5

Hari ke-5 D1 5 4 4 5 5 4 4 5

D2 5 4 4 4 5 4 4 4

D3 5 4 4 5 5 4 4 5

Rata-rata 5 4 4 4,67 5 4 4 4,67


LAMPIRAN C
DOKUMENTASI
Dokumentasi foto buah tomat (Solanum lycopersicum L.) hari ke-0

Gambar C.1. Perlakuam A dilakukan oleh Michaela

Gambar C.2. Perlakuan B dilakukan oleh Greiswes

33
Gambar C.3. Perlakuan C dilakukan oleh ismi

Gambar C.4. Perlakuan D oleh Girindra Cipta Kirana

Gambar C.5. Gambar perlakuan D oleh Dwi Wahyu Ningtyas

34
Dokumentasi foto buah tomat (Solanum lycopersicum L.) hari ke-3

Gambar C.6. Perlakuaan A dilakukan oleh Michaela

Gambar C.7. Perlakuan B dilakukan oleh Greiswes

Gambar C.8. Perlakukan C dilakukan oleh Ismi

35
Gambar C.9. Perlakuan D oleh Nadia

Gambar C.10. Perlakuan D oleh Girindra Cipta Kirana

36
Gambar C.11. Gambar perlakuan D oleh Dwi Wahyu Ningtyas

Dokumentasi foto buah tomat (Solanum lycopersicum L.) hari ke-5

Gambar C.12. Perlakuaan A dilakukan oleh Michaela

37
Gambar C.13. Perlakuan B dilakukan oleh Greiswes

Gambar C.14. Perlakukan C dilakukan oleh Ismi

38
Gambar C.15. Perlakuan D oleh Nadia

Gambar C.16. Perlakuan D oleh Girindra

39
Gambar C.17. Perlakuan D oleh Dwi Wahyu Ningtyas

40
LAMPIRAN D
TABEL KONTRIBUSI

Tabel D.1. Kontribusi anggota dalam melakukan praktikum

Nama Kontribusi

Michaela Afra S Melakukan uji organoleptik perlakuan A dan membuat tabel pada hasil
pengamatan lembar kendali

Nurwahid S R S P Melakukan uji organoleptik perlakuan A

Greiswes Elsevia Melakukan uji organoleptik perlakuan B

Muhammad Nabil Melakukan uji organoleptik perlakuan B


A.I

Ismi Nur Habib Melakukan uji organoleptik perlakuan C

Girindra Cipta Melakukan uji organoleptik perlakuan D


Kirana

Dwi Wahyu Melakukan uji organoleptik perlakuan D dan membuat grafik


Ningtyas organoleptik

Nadia Putri Melakukan uji organoleptik perlakuan D dan membuat tabel pada
Fadhila lampiran

41

Anda mungkin juga menyukai