OLEH
KELOMPOK E
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan Laporan Tetap
Praktikum Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen ini tepat pada waktunya.
Terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan Laporan Tetap Praktikum Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen ini
yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan laporan ini tidaklah sempurna dan banyak terdapat kesalahan. Oleh sebab
itu, kami sangat berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dan
untuk menyempurnakan laporan ini.
Akhir kata, semoga Laporan Tetap Praktikum Fisiologi dan Teknologi Pasca
Panen ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
Kesimpulan ............................................................................................ 77
ACARA IV PENGARUH ANTIMIKROBA TERHADAP PENYIMPANAN ... 78
Pendahuluan ........................................................................................... 78
Tinjauan Pustaka .................................................................................... 79
Pelaksanaan Praktikum .......................................................................... 81
Hasil Pengamatan .................................................................................. 82
Pembahasan ........................................................................................... 83
Kesimpulan ............................................................................................ 86
ACARA V SIFAT FISIK, KIMIA DAN KECEPATAN RESPIRASI
BEBERAPA KOMODITI HASIL PERTANIAN ............................. 87
Pendahuluan ........................................................................................... 87
Tinjauan Pustaka .................................................................................... 89
Pelaksanaan Praktikum .......................................................................... 92
Hasil Pengamatan Dan Perhitungan ...................................................... 94
Pembahasan ........................................................................................... 97
Kesimpulan .......................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 101
v
DAFTAR TABEL
Table 1.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Kondisi dan Lama Penyimpanan Terhadap
Susut Bobot .................................................................................................. 6
Table 2.1 Hasil Pengamatan Sifat-Sifat Buah dan Sayur Selama Chilling Dan
Freezing ...................................................................................................... 37
Table 3.1 Hasil Pengamatan Pengaruh KOH dalam Proses Pematangan Buah .......... 69
Table 3.2 Hasil Pengamatan Pengaruh CaC2 dalam Proses Pematangan Buah .......... 70
Table 4.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Antimikroba Terhadap Penyimpanan ........... 82
Table 5.1 Hasil Pengamatan Kecepatan Respirasi Beberapa Komoditi Hasil Pertanian
.................................................................................................................... 94
Table 5.2 Hasil Pengamatan Total Asam Beberapa Komoditi Hasil Pertanian .......... 94
vi
ACARA I
PENGARUH KONDISI DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SUSUT
BOBOT
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyimpanan produk pertanian merupakan hal yang penting dilakukan dalam
penanganan pasca panen. Mengingat Indonesia merupakan salah satu negara agraris
yang menghasilkan banyak sekali hasil-hasil pertanian maka pemahaman mengenai
cara penyimpanan hasil pertanian yang baik dan benar ini sangat diperlukan supaya
semua hasil pertanian yang sudah dipanen tidak cepat rusak. Ada banyak sekali cara
atau teknik penanganan pasca panen berkaitan dengan penyimpanan yang bisa
dilakukan oleh para petani untuk menjaga kesegaran dan memperpanjang masa
simpan hasil pertaniannya. Cara paling umum yang dilakukan untuk memperpanjang
umur simpan dan menjaga kesegaran hasil pertanian terutama buah-buahan dan syur-
sayuran adalah penyimpanan dengan suhu dingin. Meskipun tidak semua hasil
pertanian cocok disimpan pada suhu dingin, namun inilah salah satu cara yang bisa
diterapkan untuk memperpanjang umur simpan dan menjaga kesegaran hasil
pertanian (Trenggono, 2001).
Kerusakan pada hasil pertanian memang tidak bisa dihindari oleh para petani
atau orang-orang yang memiliki usaha berkaitan dengan bidang pertanian. Ada
banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan hasil pertanian mengalami keruakan.
Berbagai macam bentuk kerusakan seperti kerusakan fisiologis, kerusakan mekanis,
kerusakan mikrobiologis, kerusakan kimia, kerusakan biologis dan kerusakan fisik
dapat timbul, baik itu selama proses pembudidayaan maupun selama proses
penanganan pasca panennya. Hasil pertanian seperti buah dan sayur termasuk jenis
hasil pertanian yang mudah sekali mengalami kerusakan. Hal tersebut dikarenakan
produk pertanian seperti buah dan sayur termasuk produk yang dijual dalam keadaan
1
segar dan memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga rentan sekali untuk
mengalami kerusakan.
Ada banyak sekali dampak negatif yang dapat ditimbulkan akibat penanganan
pasca panen yang salah. Produk pertanian seperti buah dan sayur, dampak negatif
yang paling umum terjadi akibat penanganan pasca panen yang salah yaitu susut
bobot. Terjadinya susut bobot pada hasil pertanian seperti buah dan sayur ini tentu
saja akan menyebabkan mutu sayur dan buah tersebut menjadi tidak bagus yang
otomatis akan mempengaruhi nilai ekonomi dari buah atau sayur tersebut. Susut
bobot yang terjadi pada hasil pertanian seperti buah dan sayur ini bisa disebabkan
oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu cara penyimpanannya. Oleh karena itu,
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kondisi dan lama penyimpanan pada hasil
pertanian terutama pada buah dan sayur maka praktikum ini perlu dilakukan sehingga
bisa diketahui bagaimana cara penyimpanan yang baik dan benar untuk setiap
komoditi hasil pertanian untuk mencegah dan meminimalisir timbulnya dampak
negatif seperti susut bobot tersebut.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu,
kondisi bahan, dan lama penyimpanan terhadap susut bobot beberapa jenis buah dan
sayur.
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
lebih cepat apabila laju respirassi buah tinggi. Oleh karenanya, laju respirasi yang
terjadi akan berbanding lurus sengan susut bobot buah (Lestari, 2019).
Buah mangga merupakan jenis buah yang mudah sekali mengalami susut bobot.
Susut bobot pada buah mangga disebabkan karena buah mangga merupakan golongan
buah klimakterik. Buah klimakterik merupakan buah yang menunjukkan peningkatan
kegiatan respirasi yang tajam dan cepat segera setelah pemanenan. Buah klimakterik
secara normal matang dipohon, tetapi pada umumnya buah dipanen sebelum
permulaan klimakterik (Sa’adah, 2015).
Pengemasan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menekan
proses metabolik hasil pertanian. Penggunaan kemasan yang tepat dapat
meningkatkan masa simpan hasil pertanian seperti buah-buahan. Bahan bantalan yang
berbeda memiliki kapasitas yang berbeda untuk menyerap uap air dan gas yang
diproduksi dari buah-buahan dan dengan demikian mengubah umur simpan buah.
Selain itu, bantalan buah juga membantu melindungi buah dari kerusakan fisiologis
selama transportasi. Selain dengan pengemasan yang bagus, cara yang dilakukan
untuk menekan proses metabolik hasil pertanian yaitu dengan penyimpanan suhu
rendah. Penyimpanan hasil pertanian pada suhu rendah dapat menghambat proses
metabolisme seperti kegiatan respirasi, proses penuaan, kelayuan, dan kehilangan air
pada hasil pertanian. Laju respirasi dihambat melalui penyimpanan suhu rendah akan
berpengaruh pada bobot atau biomassa pada bahan tersebut, sehingga masa simpan
dapat lebih panjang dan kualitas bahan hasil pertanian dapat dipertahankan (Perdana,
2019).
4
PELAKSANAAN PRATIKUM
Prosedur Kerja
Buah Commented [LS2]: SEBUTIN BUAH-BUAHNYA
↓
Ditimbang
↓
Diberi perlakuan (terbuka tanpa dilukai, tertutup dilukai, terbuka tanpa dilukai, dan
terbuka dilukai)
↓
Disimpan pada suhu dingin dan kamar
↓
Diamati pada hari ke-0, ke-3 dan ke-7
5
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Table 0.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Kondisi dan Lama Penyimpanan Terhadap Susut Bobot Commented [LS3]: Perhatikan no tabel
Commented [LS4]: 1 sp
No. Sampel Kondisi Perlakuan Hari Ke- Berat Berat Susut
Penyimpanan Awal Akhir Bobot (%)
(gram) (gram)
1. Apel Terbuka Tanpa luka, suhu ruang 0 61,40 61,40 0
6
Tanpa luka, suhu dingin 58,86 56,42 2,44
7
Tertutup Diluka, suhu ruang 56,13 55,43 0,70
8
Tanpa luka, suhu dingin 74,23 74,17 0,06
9
3. wortel Terbuka Tanpa luka, suhu ruang 0 67,16 67,16 0
10
Diluka, suhu dingin 60,18 60,18 0
11
Tertutup Tanpa luka, suhu ruang 202,73 202,73 0
12
Diluka, suhu dingin 190,20 190,20
Hasil Perhitungan
Rumus Perhitungan Susut Bobot:
berat awal – berat akhir
Susut bobot = 100
x 100%
13
1. Apel Tanpa Luka
a. Hari Ke-0
Terbuka, Suhu Ruang
61,40 – 61,40
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Terbuka, Suhu Dingin
58,86 – 58,86
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Tertutup, Suhu Ruang
54,45 – 54,45
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Tertutup, Suhu Dingin
56,74 – 56,74
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
b. Hari Ke-3
Terbuka, Suhu Ruang
61,40 – 60,98
Susut bobot = x 100%
100
= 0,42%
Terbuka, Suhu Dingin
58,86 – 57,69
Susut bobot = x 100%
100
= 1,17%
Tertutup, Suhu Ruang
54,45 – 54,17
Susut bobot = x 100%
100
= 0,28%
Tertutup, Suhu Dingin
14
56,74 – 56,68
Susut bobot = x 100%
100
= 0,06%
c. Hari Ke-7
Terbuka, Suhu Ruang
61,40 – 60,53
Susut bobot = x 100%
100
= 0,87%
Terbuka, Suhu Dingin
58,86 – 56,42
Susut bobot = x 100%
100
= 2,44%
Tertutup, Suhu Ruang
54,45 – 53,86
Susut bobot = x 100%
100
= 0,59%
Tertutup, Suhu Dingin
56,74 – 56,60
Susut bobot = x 100%
100
= 0,14%
2. Apel Dilukai
a. Hari Ke-0
Terbuka, Suhu Ruang
46,62 – 46,62
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Terbuka, Suhu Dingin
50,15 – 50,15
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Tertutup, Suhu Ruang
56,13 – 56,13
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
15
Tertutup, Suhu Dingin
51,15 – 51,15
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
b. Hari Ke-3
Terbuka, Suhu Ruang
46,62 – 45,65
Susut bobot = 100
x 100%
= 0,97%
Terbuka, Suhu Dingin
50,15 – 47,95
Susut bobot = x 100%
100
= 2,20%
Tertutup, Suhu Ruang
56,13 – 55,78
Susut bobot = x 100%
100
= 0,38%
Tertutup, Suhu Dingin
51,15 – 51,07
Susut bobot = x 100%
100
= 0,08%
c. Hari Ke-7
Terbuka, Suhu Ruang
46,62 – 45,02
Susut bobot = x 100%
100
= 1,57%
Terbuka, Suhu Dingin
50,15 – 44,68
Susut bobot = x 100%
100
= 5,47%
Tertutup, Suhu Ruang
56,13 – 55,43
Susut bobot = x 100%
100
16
= 0,70%
Tertutup, Suhu Dingin
51,15 – 51,02
Susut bobot = x 100%
100
= 0,13%
3. Kentang Tanpa Luka
a. Hari Ke-0
Terbuka, Suhu Ruang
74,58 – 74,58
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Terbuka, Suhu Dingin
60,61 – 60,61
Susut bobot = 100
x 100%
= 0%
Tertutup, Suhu Ruang
68,40 – 68,40
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Tertutup, Suhu Dingin
74,23 – 74,23
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
b. Hari Ke-3
Terbuka, Suhu Ruang
74,58 – 74,20
Susut bobot = x 100%
100
= 0,38%
Terbuka, Suhu Dingin
60,61 – 60,53
Susut bobot = x 100%
100
= 0,08%
Tertutup, Suhu Ruang
17
68,40 – 68,17
Susut bobot = x 100%
100
= 0,23%
Tertutup, Suhu Dingin
74,23 – 74,18
Susut bobot = x 100%
100
= 0,05%
c. Hari Ke-7
Terbuka, Suhu Ruang
74,58 – 74,20
Susut bobot = x 100%
100
= 0,97%
Terbuka, Suhu Dingin
60,61 – 58,91
Susut bobot = x 100%
100
= 1,69%
Tertutup, Suhu Ruang
68,40 – 67,93
Susut bobot = x 100%
100
= 0,47%
Tertutup, Suhu Dingin
74,23 – 74,17
Susut bobot = x 100%
100
= 0,06%
4. Kentang Dilukai
a. Hari Ke-0
Terbuka, Suhu Ruang
73,41 – 73,41
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Terbuka, Suhu Dingin
64,53 – 64,53
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
18
Tertutup, Suhu Ruang
77,34 – 77,34
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Tertutup, Suhu Dingin
88,97 – 88,97
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
b. Hari Ke-3
Terbuka, Suhu Ruang
73,41 – 72,09
Susut bobot = x 100%
100
= 1,32%
Terbuka, Suhu Dingin
64,53 – 63,77
Susut bobot = x 100%
100
= 0,76%
Tertutup, Suhu Ruang
77,34 – 76,97
Susut bobot = x 100%
100
= 0,37%
Tertutup, Suhu Dingin
88,97 – 88,92
Susut bobot = x 100%
100
= 0,05%
c. Hari Ke-7
Terbuka, Suhu Ruang
73,41 – 71,51
Susut bobot = x 100%
100
= 1,90%
Terbuka, Suhu Dingin
64,53 – 62,82
Susut bobot = x 100%
100
19
= 1,71%
Tertutup, Suhu Ruang
77,34 – 76,77
Susut bobot = x 100%
100
= 0,57%
Tertutup, Suhu Dingin
88,97 – 87,09
Susut bobot = 100
x 100%
= 1,88%
5. Wortel Tanpa Luka
a. Hari Ke-0
Terbuka, Suhu Ruang
67,16 – 67,16
Susut bobot = 100
x 100%
= 0%
Terbuka, Suhu Dingin
62,70 – 62,70
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Tertutup, Suhu Ruang
59,90 – 59,90
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Tertutup, Suhu Dingin
62,83 – 62,83
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
b. Hari Ke-3
Terbuka, Suhu Ruang
67,16 – 65,53
Susut bobot = x 100%
100
= 1,63%
Terbuka, Suhu Dingin
20
62,70 – 61,10
Susut bobot = x 100%
100
= 1,60%
Tertutup, Suhu Ruang
59,90 – 58,82
Susut bobot = x 100%
100
= 0,62%
Tertutup, Suhu Dingin
62,83 – 62,63
Susut bobot = x 100%
100
= 0,20%
c. Hari Ke-7
Terbuka, Suhu Ruang
67,16 – 63,88
Susut bobot = x 100%
100
= 3,28%
Terbuka, Suhu Dingin
62,70 – 60,57
Susut bobot = x 100%
100
= 2,13%
Tertutup, Suhu Ruang
59,90 – 58,82
Susut bobot = x 100%
100
=1, 08%
Tertutup, Suhu Dingin
62,83 – 62,60
Susut bobot = x 100%
100
= 0,23%
6. Wortel Dilukai
a. Hari Ke-0
Terbuka, Suhu Ruang
66,45 – 66,45
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
21
Terbuka, Suhu Dingin
60,18 – 60,18
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Tertutup, Suhu Ruang
63,30 – 63,30
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Tertutup, Suhu Dingin
60,62 – 60,62
Susut bobot = 100
x 100%
= 0%
b. Hari Ke-3
Terbuka, Suhu Ruang
66,45 – 64,44
Susut bobot = x 100%
100
= 2,01%
Terbuka, Suhu Dingin
60,18 – 57,35
Susut bobot = x 100%
100
= 2,83%
Tertutup, Suhu Ruang
63,30 – 62,89
Susut bobot = x 100%
100
= 0,41%
Tertutup, Suhu Dingin
60,62 – 60,44
Susut bobot = x 100%
100
= 0,18%
c. Hari Ke-7
Terbuka, Suhu Ruang
66,45 – 61,46
Susut bobot = x 100%
100
22
= 4,99%
Terbuka, Suhu Dingin
60,18 – 57,04
Susut bobot = x 100%
100
= 3,14%
Tertutup, Suhu Ruang
63,30 – 62,31
Susut bobot = 100
x 100%
= 0,99%
Tertutup, Suhu Dingin
60,62 – 60,45
Susut bobot = x 100%
100
= 0,17%
7. Mangga Tanpa Luka
a. Hari Ke-0
Terbuka, Suhu Ruang
179,78 – 179,78
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Terbuka, Suhu Dingin
176,50 – 176,50
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Tertutup, Suhu Ruang
202,73 – 202,73
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Tertutup, Suhu Dingin
169,73 – 169,73
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
b. Hari Ke-3
Terbuka, Suhu Ruang
23
179,78 – 164,39
Susut bobot = x 100%
100
= 15,39%
Terbuka, Suhu Dingin
176,50 – 176,26
Susut bobot = x 100%
100
= 0,24%
Tertutup, Suhu Ruang
202,73 – 201,65
Susut bobot = x 100%
100
= 1,08%
Tertutup, Suhu Dingin
169,73 – 169,49
Susut bobot = x 100%
100
= 0,18%
c. Hari Ke-7
Terbuka, Suhu Ruang
179,78 – 152,00
Susut bobot = x 100%
100
= 27,78%
Terbuka, Suhu Dingin
176,50 – 172,81
Susut bobot = x 100%
100
= 3,64%
Tertutup, Suhu Ruang
202,73 – 200,76
Susut bobot = x 100%
100
= 1,97%
Tertutup, Suhu Dingin
169,73 – 169,49
Susut bobot = x 100%
100
= 0,24%
8. Mangga Dilukai
a. Hari Ke-0
24
Terbuka, Suhu Ruang
177,68 – 177,68
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Terbuka, Suhu Dingin
156,19 – 156,19
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
Tertutup, Suhu Ruang
177,89 – 177,89
Susut bobot = 100
x 100%
= 0%
Tertutup, Suhu Dingin
190,20 – 190,20
Susut bobot = x 100%
100
= 0%
b. Hari Ke-3
Terbuka, Suhu Ruang
177,68 – 164,25
Susut bobot = x 100%
100
= 13,43%
Terbuka, Suhu Dingin
156,19 – 151,07
Susut bobot = x 100%
100
= 5,12%
Tertutup, Suhu Ruang
177,89 – 176,78
Susut bobot = x 100%
100
= 1,11%
Tertutup, Suhu Dingin
190,20 – 189,86
Susut bobot = x 100%
100
= 0,34%
25
c. Hari Ke-7
Terbuka, Suhu Ruang
177,68 – 151,23
Susut bobot = x 100%
100
= 26,45%
Terbuka, Suhu Dingin
156,19 – 146,32
Susut bobot = 100
x 100%
= 9,87%
Tertutup, Suhu Ruang
177,89 – 175,91
Susut bobot = x 100%
100
= 1,98%
Tertutup, Suhu Dingin
190,20 – 189,70
Susut bobot = x 100%
100
= 0,50%
26
PEMBAHASAN
Susut bobot bahan hasil pertanian merupakan proses berkurangnya air pada
bahan hasil pertanian dalam bentuk uap air yang dapat mengakibatkan penurunan
mutu pada hasil pertanian tersebut. susut bobot pada bahan hasil pertanian dapat
disebabkan oleh proses transpirasi yang dilakukan oleh bahan itu sendiri. Proses
transpirasi sendiri dapat disebabkan oleh beberapa faktor, namun faktor utama yang
menyebabkan terjadinya transpirasi pada hasil pertanian adalah faktor iklim (suhu
dan kelembaban). Suhu yang tinggi dapat menyebabkan laju transpirasi bahan hasil
pertanian menjadi lebih cepat. Kondisi kelembaban yang rendah juga dapat
mempercepat laju transpirasi (Satuhu, 2004).
Kecepatan transpirasi setiap komoditas hasil pertanian berbeda-beda. Salah
satu faktor yang menyebabkan perbedaan kecepatan transpirasi tersebut adalah
perbedaan struktur anatomi hasil pertanian. Hasil pertanian yang berupa dedaunan
akan lebih cepat mengalami proses transpirassi dibandingkan dengan hasil pertanian
yang berupa buah atau umbi. Hal tersebut terjadi karena pada daun terdapat lebih
banyak stomata daripada di buah atau umbi sehingga proses transpirasi akan lebih
cepat terjadi pada hasil pertanian yang berupa dedaunan. Tingkat kematangan suatu
komoditas hasil pertanian juga dapat mempengaruhi kecepatan transpirasinya.
Semakin tua suatu buah atau sayur, maka jumlah lentiselnya akan semakin banyak.
lentisel merupakan sebuah bagian pada permukaan batang tumbuhan yang terkandung
berbagai lubang halus dengan julah yang banyak. lentisel ini memiliki fungsi yang
sama dengan stomata yaitu sebagai tempat pertukaran gas CO 2 dan O2. Oleh karena
itu, semakin tua hasil pertanian maka semakin banyak jumlah lentiselnya dan proses
tranirasinya akan semakin cepat terjadi (Mulyani, 2006).
Faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban juga menjadi salah satu faktor
penyebab terjadinya susut bobot pada komoditas hasil pertanian. Penyimpanan
komoditi hasil pertanian seperti buah dan sayur pada suhu yang terlalu tinggi akan
menyebabkan buah ataupun sayur tesebut lebih banyak mengalami susut bobot
27
karena suhu yang tinggi dapat menyebabkan kandungan air dalam buah ataupun sayur
teruapkan. Oleh karena itu, biasanya untuk mencegah atau menghambat terjadinya
susut bobot ini, buah ataupun sayur akan disimpan disuhu dingin. Penyimpanan suhu
dingin dapat menekan laju transpirasi pada buah ataupun sayur sehingga kesegaran
dari buah maupun sayur tesebut akan lebih terjaga (masa simpan lebih lama).
Praktikum inipun dilakukan untuk mengetahui lebih jauh bagaimana pengaruh
kondisi penyimpanan dan lama penyimpanan beberapa komoditi hasil pertanian
terhadap susut bobotnya. Ada 4 sampel yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu
apel, kentang, wortel, dan mangga. Setiap sampel tersebut diberikan 2 perlakuan
kondisi penyimpanan yaitu terbuka (tanpa dibungkus kantong plastik) dan tertutup
(dibungkus kantong plastik) serta diberikan 4 perlakuan tambahan yaitu sampel
dilukai kemudian disimpan pada suhu ruang, sampel dilukai kemudian disimpan pada
suhu dingin, sampel tidak dilukai kemudian disimpan pada suhu ruang, dan yang
terakhir sampel tidak dilukai kemudian disimpan pada suhu dingin. Semua sampel
tersebut disimpan selam 7 hari sesuai dengan perlakuan masing-masing dan
dilakukan pengamatan sebanyak 3 kali yaitu pada hari ke-0, hari ke-3 dan hari ke-7.
Setiap kali pengamatan akan dilakukan proses penimbangan untuk mengetahui
seberapa besar sust bobot yang terjadi pada sampel tersebut.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai pengaruh kondisi dan
lama penyimpanan terhadap susut bobot diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut,
untuk keempat sampel pada hari ke-0 tidak mengalami susut bobot pada semua
perlakuan yang dierikan. Pengamatan sampel apel pada hari ke-3 diperoleh hasil
bahwa sampel yang diberi perlakuan penyimpanan terbuka, dilukai dan disimpan
pada suhu dingin mengalami susut bobot paling tinggi dengan persen susut bobot
sebesar 2,20%. Begitu pula pada pengamatan sampel apel hari ke-7 diperoleh hasil
bahwa sampel yang diberi perlakuan penyimpanan terbuka , dilukai dan disimpan
pada suhu dingin mengalami susut bobot tertinggi dengan persen susut bobot sebesar
5,47%. Pengamatan sampel kentang pada hari ke-3 diperoleh hasil bahwa sampel
yang diberi perlakuan penyimpanan terbuka, dilukai dan disimpan pada suhu dingin
28
mengalami susut bobot paling tinggi dengan persen susut bobot sebesar 0,76%.
Sedangkan pada pengamatan sampel kentang hari ke-7 diperoleh hasil bahwa sampel
yang diberi perlakuan penyimpanan terbuka , dilukai dan disimpan pada suhu ruang
mengalami susut bobot tertinggi dengan persen susut bobot sebesar 1,90%.
Pengamatan sampel wortel pada hari ke-3 diperoleh hasil bahwa sampel yang diberi
perlakuan penyimpanan terbuka, dilukai dan disimpan pada suhu dingin mengalami
susut bobot paling tinggi dengan persen susut bobot sebesar 2,83%. Sedangkan pada
pengamatan sampel wortel hari ke-7 diperoleh hasil bahwa sampel yang diberi
perlakuan penyimpanan terbuka , dilukai dan disimpan pada suhu ruang mengalami
susut bobot tertinggi dengan persen susut bobot sebesar 4,99%. Pengamatan sampel
mangga pada hari ke-3 diperoleh hasil bahwa sampel yang diberi perlakuan
penyimpanan terbuka, tanpa dilukai dan disimpan pada suhu ruang mengalami susut
bobot paling tinggi dengan persen susut bobot sebesar 15,39%. Sedangkan pada
pengamatan sampel kentang hari ke-7 diperoleh hasil bahwa sampel yang diberi
perlakuan penyimpanan terbuka, tanpa dilukai dan disimpan pada suhu ruang
mengalami susut bobot tertinggi dengan persen susut bobot sebesar 27,78%.
Berdasarkan data hasil pengamatan tersebut diketahui bahwa semua sampel
yang mengalami susut bobot tertinggi terjadi pada perlakuan penyimpanan terbuka
(tanpa dibungkus kantong plastik). Hal ini terjadi karena bahan hasil pertanian yang
disimpan begitu saja tanpa ada kemasan akan lebih cepat mengalami proses respirasi
dan transpirasi sehingga persentase susut bobotnnya akan lebih besar. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Perdana (2019), bahwa pengemasan merupakan salah satu
cara yang dapat digunakan untuk menekan proses metabolik hasil pertanian sehingga
kesegaran dari produk atau komoditi hasil pertanian lebih terjaga. Sedangkan jika
dilihat dari segi perlakuan tambahannya, sampel mangga memiliki nilai susut bobot
paling tinggi diikuti dengan sampel apel yang menempati posisi kedua memiliki nilai
susut bobot tertinggi dibandingkan dengan kedua sampel lainnya. Hal ini terjadi
karena sampel mangga dan apel merupakan sampel yang tergolong ke dalam
kelompok klimakterik, dimana sesuai dengan pernyataan Sa’adah (2015), bahwa buah
29
klimakterik merupakan buah yang menunjukkan peningkatan kegiatan respirasi yang
tajam dan cepat segera setelah pemanenan sehingga buah klimakterik lebih cepat
mengalami perubahan fisik (tekstur, warna, rasa, dan aroma) maupun kimia (kadar
gula, kadar air, vitamin, dan lain-lain) akibat proses pematangan.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persentase susut bobot pada
komoditi hasil pertanian, faktor-faktor tersebut antara lain faktor spesies, kultivar,
kematangan, proses pematangan dan penuaan, kerusakan mekanis selama
penanganan, pelapisan lilin, serta bentuk atau susunan permukaan pada komoditas
(seperti adanya rambut atau duri). Luas permukaan bahan hasil pertanian juga
mempengaruhi laju kehilangan air. Meskipun kehilangan air dinyatakan dalam
persentase susut bobot atau berat, pengaruh rasio luas permukaan terhadap volume
komoditas juga harus dipertimbangkan. Contohnya saja sayur, sayur memiliki rasio
luas permukaan terhadap volume yang besar sehingga laju kehilangan airnya tinggi.
Sayur yang berukuran kecil akan lebih cepat layu atau berkerut dibandingkan dengan
sayur yang berukuran besar karena sayur yang berukuran kecil memiliki rasio luas
permukaan terhadap area yang besar sehingga proses kehilangan airnya akan lebih
cepat terjadi.
30
KESIMPULAN
31
ACARA II
SIFAT-SIFAT BUAH DAN SAYUR SELAMA CHILLING DAN FREEZING
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan-bahan hasil pertanian mempunyai bentuk dan ukuran yang tidak
seragam, maka dari itu diperlukan ilmu untuk mengukur dan menganalisa bentuk dan
ukuran bahan hasil pertanuian untuk mengklasifikasikannya kedalam keseragaman
bentuk. Dalam dunia industri penanganan hasil pertanian merupakan salah satu
komponen penting dalam proses pasca panen hususnya memperhatikan karakteristik
hasil pertanian. Buah dan sayuran adalah jenis makanan yang memiliki kandungan
gizi, vitamin dan mineral yang pada umumnya sangat baik untuk dikonsumsi.
Sayur dan buah-buahan memiliki sifat yang sama yaitu mudah mengalami
kerusakan karena memiliki tekstur yang lunak, kadar air tinggi, adanya komponen
zat-zat fisiologis secara spontan yang disertai perubahan fisik, kimia dan mikrobilogi.
Maka dari itu, perlu diketahui cara penanganan untuk mempertahankan mutunya
melalui proses pengolahan lebih lanjut. Penanganan yang tidak optimal selam
penyimpanan, transportasi atau pada saat penjualan menyebabkan buah yang sampai
kekonsumen tidak segar. Penanganan yang optimal selain disebabkan oleh fasilitas
yang kurang memadai, juga disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dalam
melakukan penanganan (Ayu, 2013).
Konsumen tentu memiliki penerimaan tertentu dalam mempertimbangkan
karakteristik fisik. Untuk mencegah kerusakan seminimal mungkin, diperlukan
pengetahyuruan tentang karakteristik fisik, mekanik, dan termis. Penyimpanan buah
dan sayuran pada suhu rendah tidak hanya mengurangi laju respirasi, tapi juga
menghambat pertumbuhan kebanyakan mikroorganisme penyebab kerusakan.
Pendinginan dan pembekuan tidak dapat meningkatkan kualitas bahkan dalam
kondisi optimum perlakuan ini hanya dapat mempertahankan kualitas dalam batas
32
waktu terentu. Chilling injury dan freezing injury merupakan dua contoh kerusakan
akibat penyimpanan pada suhu rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini
untuk mengetahui sifat-sifat buah dan sayuran selama chilling dan freezing.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui perlakuan chilling dan
freezing terhadap sifat-sifat buah dan sayur.
33
TINJAUAN PUSTAKA
Sayur dan buah-buahan memiliki sifat yang sama yaitu mudah mengalami
kerusakan karena memiliki tekstur yang lunak, kadar air tinggi, adanya komponen
zat-zat fisiologis secara spontan yang disertai perubahan fisik, kimia dan mikrobilogi.
Maka dari itu, perlu diketahui cara penanganan untuk mempertahankan mutunya
melalui proses pengolahan lebih lanjut. Penanganan yang tidak optimal selam
penyimpanan, transportasi atau pada saat penjualan menyebabkan buah yang sampai
kekonsumen tidak segar. Penanganan yang optimal selain disebabkan oleh fasilitas
yang kurang memadai, juga disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dalam
melakukan penanganan (Ayu, 2013).
Pendinginan adalah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan
masih diatas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara -1˚C
sampai -4˚C. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan
terhambat sehingga perubahan yang terjadi pada produk yang disimpan dapat
diminimalisir atau diperlambat. Pendinginan mempunyai pengaruh yang kecil
terhadap perubahan mutu bahan pangan secara keseluruhan. Namun pendinginan
hanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu,
tergantung pada jenis bahan pangannya (Syarif, 2013).
mikroorganisme tidak tumbuh pada makanan beku yang disimpan pada suhu - Commented [LS7]: Yakin huruf kecil?
20°C dan sel mikroorganisme tersebut akan mengalami kematian selama pembekuan.
Selama proses pembekuan, molekul air pada bahan pangan akan mulai membeku dan
molekul air di dalam sel mikroorganisme akan keluar dari sel sehingga sel mengalami
dehidrasi. Proses penyimpanan beku, air bebas maupun air terikat pada bahan pangan
berubah menjadi kristal es. Pembentukan kristal es akan mengurangi kadar air bahan
dalam fase cair di dalam bahan pangan. Adanya kristalisasi air ini menyebabkan
mobilitas air terbatas sehingga aktivitas air pun menurun sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroba (Sari, 2017).
34
Penyimpanan pada suhu dingin dapat memperpanjang masa simpan buah,
apalagi jika dilakukan pengemasan mka buah dapat dipertahankan mutu simpannya.
Penyimpanan buah dan sayur segar dalam komposisi O2 lebih rendahdan CO2 lebih
tinggi dari udara normal maka dapat menghambat proses pematangan buah.
Penyimpanan seperti ini dapat terjadi pada penyimpanan komoditi yang dikemas
dengan kemasa pelastik. Pengemasan dengan kemasan plastik selain dapat terjadi
udara termodifikasi juga dapat melindungi buah dari kerusakan dan menjadikan
produk kelihatan lebih menarik. Teknik penyimpanan untuk mempertahankan
kesegaran buah dalam waktu yang lama pada prinsipnya adalah menekan sekecil
mungkin terjadinya respirai dan transpirasi sehingga menghambat proses enzimatis
yang terjadi dalam buah. Dengan demikian kematangan buah dapat ditunda (Ratna,
2014).
Chilling injury adalah masalah utama dalam penyimpanan dengan suhu dingin
bagi koomoditas tropis. Penyimpanan produk dibwah suhu kritis dapat menyebabkan
terjadinya gangguan fisiologis yang parah. Suhu kritis untuk chiling injury bervariasi
sesuai dengan sifat komoditas, tetapi umumnya terjadi ketika produk disimpan pada
suhu dibawah 10˚C sampai dengan 13˚C. Penyimpanann dingin berfungsi untuk
mempeerpanjang umur simpan buah-buahan, sehingga penyimpanan dingin tidak bisa
dihidarkan. Gejala chilling serimg muncul beberapa hari setelah berda disuhu yang
lebih hangat dalam bentuk legokan atau kulit produk memar, terjadi gagal matang.
Perkembangan gejala chilling injury sangat dipengaruhi oleh temperatur dan waktu,
dimana semakin rendah temperatur gejala yang ditimbulkan akan semakin parah
(Zainal, 2017).
35
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
↓
Diamati tekstur dan kenampakannya
↓
Disimpan pada suhu kamar, suhu dingin dan suhu beku
↓
Diamati pada hari ke 0, 3,dan 7
36
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Table 0.1 Hasil Pengamatan Sifat-Sifat Buah dan Sayur Selama Chilling Dan Freezing
No Bahan Hari Kondisi Berat (gram) Susut Parameter
ke- suhu bobot
Berat Berat Warna Bentuk Tekstur
awal akhir (%)
0 0 Kuning Lonjong
55.33 55.33 4.003
kecokelatan
Dingin
3 55.33 52.24 3.09 kecokelatan Lonjong 2.533
37
7 68.02 65.12 2.9 Cokelat Lonjong
Rusak
pekat
38
0 71.38 71.38 0 Oranye Lonjong 10.035
39
0 82.80 82.80 0 Hijau Lonjong 7.208
kekuningan
beku
3 82.80 82.23 0.57 Hijau Lonjong 3.558
Hasil Perhitungan
= 0%
40
Hari ke-3
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
63,15-62,27
= x 100%
100
= 0,88%
Hari ke- 7
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
62,27-47,17
= x 100%
100
= 15,06%
- Suhu dingin
Hari ke-0
Berat awal−berat akhir
Susut berat = x 100%
100
53,33-53,33
= x100%
100
= 0%
Hari ke- 3
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
53,33-52,24
= x 100%
100
= 3,09%
Hari ke- 7
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
52,24-48,38
= x 100%
100
= 7,86 %
- Suhu beku
Hari ke-0
41
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x100%
100
67,79-67,79
= x100%
100
= 0%
Hari ke- 3
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x100%
100
67,79-68,02
= x 100%
100
= - 0,23%
b. Apel
- Suhu ruang
Hari ke-0
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
85,30-85,30
= x100%
100
= 0%
Hari ke-3
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
85,30-83,11
= x 100%
100
= 2,19%
Hari ke-7
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
83,11-79,20
= x 100%
100
= 3,91%
- Suhu dingin
Hari ke-0
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
42
83,69-83,69
= x 100%
100
= 0%
Hari ke- 3
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
83,69-82,96
= x100%
100
= 0,73%
Hari ke-7
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
82,96-81,37
= x 100%
100
= 1,59%
- Suhu beku
Hari ke-0
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
78,39-78,39
= x 100%
100
= 0%
Hari ke-3
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
78,39-78,89
= x 100%
100
= 1,5%
Hari ke- 7
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x100%
100
79,89-80,11
= x 100%
100
= -0,22%
c. Wortel
- Suhu ruang
43
Hari ke-0
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
61,51-61,51
= x 100%
100
= 0%
Hari ke-3
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
61,51-36,33
= x 100%
100
= 25,18%
Hari ke-7
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
36,33-16,85
= x 100%
100
= 19,48%
- Suhu dingin
Hari ke-0
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
71,38-71,38
= x 100%
100
= 0%
Hari ke-3
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
71,38-36,07
= x 100%
100
= 35,31%
Hari ke-7
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
44
36,07-22,14
= x 100%
100
= 13,95%
- Suhu beku
Hari ke-0
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
58,15-58,15
= x 100%
100
= 0%
Hari ke-3
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
58,15-58,71
= x 100%
100
= -0,56%
Hari ke-7
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
58,71-53,83
= x 100%
100
= 4,82%
d. Mentimun
- Suhu ruang
Hari ke-0
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
95,00-95,00
= x 100%
100
= 0%
Hari ke-3
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
95.00-79.69
= x 100%
100
= 15,31%
45
Hari ke-7
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
79,69-67,34
= x 100%
100
= 12,35%
- Suhu dingin
Hari ke-0
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
87,78-87,78
= x 100%
100
= 0%
Hari ke-3
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
87,78-78,70
= x 100%
100
= 9,08%
Hari ke-7
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
78,70-67,25
= x 100%
100
= 11,45%
- Suhu beku
Hari ke-0
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
82,80-82,80
= x 100%
100
= 0%
Hari ke-3
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
46
82.80−82.23
= x 100%
100
= 0,57%
Hari ke-7
Berat awal-berat akhir
Susut berat = x 100%
100
82.23-66.70
= x 100%
100
= 15,53%
2. Hasil Perhitungan Tekstur
Dik : r =3 mm = 0.3 cm
π = 3.14
L = π r2
= 3.14 x (0.3)2
= 0.283
a. Pisang
- Suhu ruang
Hari ke-0
P1+P2+p3
n =
3
1.50+1.25+1.38
=
3
= 1,37
n
P =
l
1.277
=
0.283
= 4,866
Hari ke-3
P1+P2+p3
n =
3
1.58+0,31+0,42
=
3
= 0,767
47
n
P =
l
0,767
=
0.283
= 2,710
- Suhu dingin
Hari ke-0
P1+P2+p3
n =
3
1.12+1.13+1.15
=
3
= 1,33
n
P =
l
1.33
=
0.283
= 4,003
Hari ke-3
P1+P2+p3
n =
3
0.55+0.97+0.83
=
3
= 0,717
n
P =
l
0.717
=
0.283
= 2.533
- Suhu beku
Hari ke-0
P1+P2+p3
n =
3
1.25+1.19+1.27
=
3
= 1,237
n
P =
l
48
1.237
=
0.283
= 4,371
Hari ke-3
P1+P2+p3
n =
3
0.15+0.12+0.02
=
3
= 0.097
n
P =
l
0.097
=
0.283
= 0.343
b. Apel
- Suhu ruang
Hari ke-0
P1+P2+p3
n =
3
2.24+2.77+3.23
=
3
= 2.747
n
P =
l
2.747
=
0.283
= 9.707
Hari ke-3
P1+P2+p3
n =
3
2.46+2.61+2.98
=
3
= 2.683
n
P =
l
2.683
= 0.283
49
= 9.480
Hari ke-7
P1+P2+p3
n =
3
2.24+2.93+2.90
=
3
= 2.023
n
P =
l
2.023
=
0.283
= 7.148
- Suhu dingin
Hari k-0
P1+P2+p3
n =
3
3.05+3.12+3.10
=
3
= 3.09
n
P =
l
3.09
=
0.283
= 10.919
Hari ke- 3
P1+P2+p3
n =
3
2.83+3.06+2.91
=
3
= 2.933
n
P =
l
2.933
=
0.283
= 10.364
Hari ke-7
50
P1+P2+p3
n =
3
2.37+2.42+3.05
=
3
= 2.613
n
P =
l
2.613
=
0.283
= 9.232
- Suhu beku
Hari ke-0
P1+P2+p3
n =
3
2.11+2.37+2.62
= 3
=2.367
n
P =
l
2.367
=
0.283
= 8.364
Hari ke-3
P1+P2+p3
n =
3
6.28+4.65+5.63
=
3
= 5.52
n
P = l
5.52
=
0.283
= 19.505
Hari ke-7
P1+P2+p3
n =
3
1.44+1.57+1.41
=
3
51
= 1,473
n
P =
l
1.473
=
0.283
= 5.025
c. Wortel
- Suhu ruang
Hari ke-0
P1+P2+p3
n =
3
2.85+3.13+2.48
=
3
= 2.82
n
P =
l
2.82
=
0.283
= 9.965
Hari ke-3
P1+P2+p3
n =
3
3.23+4.50+3.35
=
3
= 3.693
n
P =
l
3.693
=
0.283
= 4.449
- Suhu dingin
Hari ke-0
P1+P2+p3
n =
3
2.70+3.24+2.58
=
3
= 2.84
52
n
P =
l
2.84
=
0.283
= 10.035
Hari ke-3
P1+P2+p3
n =
3
3.61+4.79+4.31
=
3
= 4,237
n
P =
l
4.237
=
0.283
= 14.472
- Suhu beku
Hari ke-0
P1+P2+p3
n =
3
3.19+3.43+2.89
=
3
= 3.17
n
P =
l
3.17
=
0.283
= 11.201
Hari ke-3
P1+P2+p3
n =
3
5.08+5.42+5.14
=
3
= 5.213
n
P =
l
5.213
=
0.283
53
= 18.420
Hari ke-7
P1+P2+p3
n =
3
1.56+2.01+2.26
=
3
= 1.943
n
P =
l
1.943
=
0.283
= 6,866
d. Mentimun
- Suhu ruang
Hari ke-0
P1+P2+p3
n =
3
2.16+1.99+1.93
=
3
= 2.027
n
P =
l
2.027
=
0.283
= 7.162
Hari ke-3
P1+P2+p3
n =
3
1.38+1.53+2.17
=
3
= 1,693
n
P =
l
1.693
=
0.283
= 5.983
Hari ke-7
54
P1+P2+p3
n =
3
1.13+1.89+1.57
=
3
= 1,55
n
P =
l
1.55
=
0.283
= 5.477
- Suhu dingin
Hari ke-0
P1+P2+p3
n =
3
1.96+1.83+1.99
= 3
= 1,927
n
P =
l
1.927
=
0.283
= 6,809
Hari ke-3
P1+P2+p3
n =
3
2.41+2.20+2.07
=
3
= 2.227
n
P = l
2.227
=
0.283
= 7.869
Hari ke-7
P1+P2+p3
n =
3
2.06+2.26+1.83
=
3
55
= 2.05
n
P =
l
2.05
=
0.283
= 7.243
- Suhu beku
Hari ke-0
P1+P2+p3
n =
3
2.28+1.78+2.06
=
3
= 2.04
n
P =
l
2.04
=
0.283
= 7.208
Hari ke-3
P1+P2+p3
n =
3
1.64+0.75+0.63
=
3
= 1,007
n
P =
l
1.007
=
0.283
= 3.558
56
PEMBAHASAN
57
dipengaruhi oleh temperature dan waktu, dimana semakin rendah temperatur gejala
akan semkin lama terpapar suhu rendah gejala juga akan semakin parah (Zainal,
2017).
Penyimpanan beku (freezing injury) atau kerusakan beku disebabkan oleh
terbentuknya Kristal es. Kerusakan akibat penyimpanan pangan pada kelembapan
tinggi (RH >70%) dapat menyebabakan pangan menyerapa air sehingga pada bahan
pangan menjadi rusak. Selama proses pembekuan buah terjadi kehilangan air pada
komponen-komponen yang terlarut didalam jaringan dan organ, sehingga
mempengaruhi berbagai reaksi kimia dan biokimia dalam sel. Pembekuan dapat
menyebabkan kerusakan tekstur pada buah, karena kandungan pectin yang
mendukung jaringan tekstur pada buah mengalami perombakan menjadi gula. Selama
proses pembekuan buah terjadi kehilangan air dan komponen –komponen yang
terlarut didalam jaringan dan organ, sehingga mempengaruhi berbagai rekasi kimia
dan biokimia dalam sel (Amiarsi, 2013).
Tujuan praktikum ini untuk mengetahui bagaimana memelajari sifat- sifat buah
dan sayur yang disimpan pada suhu rendah (chilling dan freezing). Bahan –bahan
yang diamati pada praktikum ini yaknimengunkan buah pisang, apel, wortwl, dan
mentimun. Prosedur kerja dalam praktikum ini yakni pertama-pertama ditimbang
berat bahan yang digunkan sebagai berat awal, kemudian diukur tekstur bahan
menggunakan penetrometer pada tiga titik pada bagian buah dan sayur (bagian atas,
tengah dan bawah) dengan cara penusukan sama pada ketiga bagian. Kemudian
membagi masing-masing bahan menjadi 3 bagian dan penyimpanannya pada suhu
kamar, dingin,dan suhu beku. Terakhir lalu diamati perubahan berat, tektur dan
kenampakan masing-masing bahan pada berbagai kondisi tersebut pada hari ke-3 dan
ke-7.
Hasil pengamatan didapatkan pada sifat-sifat buah dan sayur selama chilling
dan freezing yakni perubahan susut bobot serta tekstur buah dan sayur. Susut bobt
terbesar terdapat psds buah pisang terjadi pada perlakuan suhu penyimpana
penyimpanan suhu ruang sebesar 15.06 dan nilai tekstur tenggi pada penyimpanan
58
suhu ruang senilai 4. 866. Sampel buah apel memiliki nilai susut bobot terbesar pada
penyimpanan suhu ruang sebesar 2.9 % degan kondisi warna buah hijau, sedangkan
nilai tekstur tertinggi tedapat pada perlakuan suhu penyimpanan beku sebesar
19.505%. sampel wortel memiliki nilai susut bobot terbesar pada suhu penyimpanan
dingin sebesar 36.31 % dengan nilai tekstur tertinggi pada suhu penyimpanan beku
sebesar 18.420. dan sampel timun memiliki nilai susut bobot tertinggi pada
penyimpanan beku sebesar 15.53 % dengan warna bahan hijau dan nilai tekstur
tertinggi pada penyimpanan suhu dingin sebesar 7.869. buah pisang merupakan buah
klimakterik yang apabila disimpan pada suhu dingin akan mengalami chilling injury
yang ditandai dengan danya bitnik-bintik hitam dan browning, serta menyebabkan
buah mengalami kebusukan, susut bobot, dan warna buah yang menghitam. Tekstur
pada buah pisang menjadi lembek dan cenderung berair yang disebabkan oleh
terjadinya perombakan pada hemiselulolosa dan protopektin, lamnya waktu
penyimpanan dan suhu menyebabkan penurunan pada kekersan buah, demikian
halnya dengan buah wortel.
Faktor-faktor yang dapat mepengaruhi kecepatan kerusakan pada bahan hasil
pertanian selama penyimpanan ialah suhu, kelembapan, kualitas bahan, serta
kandungan pada bahan pangan. Suhu penyimpanan pada buah dan sayur disesuaikan
dengan jenis buah dan sayur. Suhu penyimpanan dibawah optimum akan
menyebabkan pembekuan atau terjadinya hilling injury. Suhu diatas optimum akan
menyebabkan umur simpan menjadi lebih singkat serta terjadinya Ifreezing injury.
Fluktuasi suhu yang luas dapat terjadi bilamana dalam penyimpanan terjadi
kondensasi yang ditandai adanya air pada permukaan komoditi simpanan. Untuk
kebanyakan komoditi yang rusak,kelembapan relative dalam penyimpanan sebaiknya
diperahankan pada kisaran 90 % - 95%. Kelembapan dibawah kisaran tersebut akan
menyebabkan kehilangan kelembapan komoditi. Kelembapan mendekati 100%
memungkinkan akan terjadi pertumbuhan mikrorganisme dan juga menyebabkan
permukaan komoditi pecah-pecah. Kualitas bahan atau kondisi bahan jika komoditas
yang disimpan memiliki kondisi tidak baik tentunya penyimpaan juga tidak mungkin
59
dapat meperbaiki kondisi komoditi yang telah rusak tersebut. Bahkan upaya
penyimpanan justru dapat menambah kerugian dalam penangannan pasca panen
(Atjang, 1992 ) Commented [LS11]: TNR semua adek, Font 12, 1,5 sp. Kan
kayak gitu bisanya bikin latep
60
KESIMPULAN
61
ACARA III
PENGARUH KOH, CaC2, DAN ETILEN DALAM PROSES PEMATANGAN
BUAH
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah dan sayuran merupakan jenis pangan yang mudah rusak karena
kandungan air yang cukup tinggi sehingga memungkinkan bakteri dan mikroba lain
tumbuh di dalamnya. Hal ini dapat menyebabakan menurunnya mutu pangan.
Penurunan mutu tersebut disebabkan karena sayur dan buah setelah dipetik masih
melakukan proses metabolism dan aktivitas resporasi. Jaringan pada buah dan sayur
yang telah dipetik aktif melakukan respirasi yang bertujuan untuk mempertahankan
hidupnya dengan cara merombak pati menjadi gula. Secara alami, komoditi
memproduksi hormone untuk mematangkan buah.
Pematangan buah yaitu mengacu pada perubahan yang terjadi setelah
pendewasaan penuh yang dicirikan oleh melunaknya daging buah, terbentuknya
karakteristik aroma dan peningkatan kandungan cairan buah. Etilen bmerupakan
hormone tumbuh yang di produksi dari hasil metabolism normal dalam tanaman.
Etilen berperan dalam pematangan buah dan kerontokan daun. Etilen dalam
tumbuhan ditemukan dalam bentuk gas. Etilen bekerja dalam pematangan buah
dengan cara memecahkan klorofil pada buah yang masih muda sehingga buah hanya
memiliki xanthofil dan karoten (Zulkamaen,2009).
Karbit yang terkena uap air akan menghasilkan gas asetilen yang memiliki
struktur kimia mirip dengan etilen alami, zat yang membuat proses pematangan
dikulit buah. Selain mempercepat kematangan buah, ad juga upaya yang dilakukan
untuk menghambat proses pematangan dan mempertahankan kualitas buah. Salah
satunya adalah pemberian bahan-bahan kimia secara eksogen. Penggunaan KMnO4,
CaCl2, CaC2 dan etilen block mampu menyerap gas etilen yang keluar dari jaringan
62
buah. Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum ini untuk mempelajari pengaruh
KMnO4, CaCl2, CaC2 dan etilen dalam proses pematangan buah.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari pengaruh KMnO4,
CaCl2, CaC2 dan etilen dalam proses pematangan buah.
63
TINJAUAN PUSTAKA
Buah memiliki masa simpan yang relatif rendah sehingga buah dikenal sebagai
bahan pangan yang cepat rusak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas masa
simpan buah. Mutu simpan buah sangat erat kaitannya dengan proses respirasi dan
transpirasi selama penangan dan penyimpanan dimana akan menyebabkan susut
pasca panen seperti susut fisik yang di ukur dengan berat; susut kualitas karena
perubahan wujud (kenampakan), cita rasa, warna atau tekstur yang menyebabkan
bahan pangan kurang disukai konsumen dan susut nilai gizi yang berpengaruh
terhadap kualitas buah. Mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi
rendah dan tranpirasi dapat dicegah. Mencegah laju respirasi dan transpirasi dengan
cara meningkatkan kelembaban relative dan menurunkan suhu. Pada umumnya
komoditas yang mempunyai umur simpan pendek maka mempunyai laju respirasi
tinggi atau peka terhadap suhu rendah (Trenggono, 2011).
Pematangan adalah proses perubahan susunan yang terjadi dan tingkat akhiri
pertumbuhan dan perkembangan yang terus menerus akan kelayuan dan menentukan
kualitas yang ditandai dengan perubahan komposisi, warna, tekstur dan sifat sensorik
lainnya. Buah digolongkan menjadi dua kelompok yaitu buah yang tidak mengalami
proses pematangan ketika sudah dipetik (non klimaterik) dan buah dapat dipanen
dalam keadaan optimal yang akan melanjutkan proses pematangan ketika sudah
dipetik (klimaterik). Pada kelompok pertama, buah akan memproduksi etilen dalam
jumlah sedikit dan tidak merespon perlakuan terhadap etilen kecuali dalam proses
degreening (perombakan klorofil) sehingga harus dipanen dalam keadaan matang
optimal yang menetukan kualitas flavor seperti pada ketimun, jeruk dan nanas.
Kelompok kedua, buah akan menghasilkan etilen dalam jumlah yang besar untuk
proses pematangannya dan perlakuan etilen dapat mempercepat pematangan.
Penggunaan penyerapan etilen telah dilakukan untuk memperpanjang masa simpan
buah (Irawati, 2002).
64
Penurunan tingkat kekerasan pada buah yang disimpan disebabkan oleh
degradasi hemiselulosa dan pektin menjadi asam pektat yang larut dalam air.
Perubahan tekstur yang terjadi pada kulit tergantung perubahan fisik pada buah-
buahan. Tekstur kulit buah tergantung pada ketegangan, ukuran, keterikatan sel-sel,
jaringan penunjang, dan susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan
isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam
vakuola, permeabilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel. Terjadinya difusi
yang terus-menerus meningkatkan jenjang energi sel dan menyebabkan sel menjadi
tegang. Zat pektin pada buah merupakan salah satu komponen dari dinding sel
maupun lamella tengah, yang mempengaruhi kekerasan buah. Kekerasan jaringan
ditandai dengan ikatan silang antara pektat dan polisakarida-polisakarida lain dengan
ion-ion divalent kalsium. Ikatan ini dapat menghambat pelunakan sehingga kekerasan
dapat dipertahankan (Azzumar, 2018).
Penggunaan kalium permanganat pada produk hortikultura umumnya tidak
hanya diaplikasikan dengan pencelupan produk hortikultura ke dalam bahan kimia
tersebut, akan tetapi dapat diaplikasikan dengan berbagai kombinasi, diantaranya
dengan penyimpanan pada suhu dingin, dengan penggunaan plastik polietilen
maupun dengan berbagai jenis media penyerap kalium permanganat, seperti arang
sekam, arang tempurung kelapa, kombinasi tanah liat dan sekam,batu bata serta
campuran vermikulit dan semen. Media penyerap kalium permanganat dapat
diaplikan baik dalam bentuk butiran maupun serbuk, yang dapat dilakukan dengan
membungkus serbuk tersebut dengan kain blacu atau kassa. Penggunaan KMnO4
sangat efektif dalam menyerap etilen. Dengan terserapnya etilen yang diproduksi
buah, maka tingkat kematangan buah dapat dihambat. Penggunaan KMnO4 yang
diaplikasikan dengan campuran sekam dan lempengan tanah liat mampu menghambat
kematangan pisang raja bulu selama 21 hari pada suhu ruang (Sholihati, 2015).
Laju respirasi pisang berpola klimakterik. Pola klimakterik terjadi karena
kenaikan jumlah CO2 yang kemudian menurun sampai mendekati proses kelayuan.
Pisang tanpa penggunaan KMnO4 mengalami laju respirasi tercepat (puncak
65
klimakterik. Hal ini diduga pisang tidak mengalami penghambatan pematangan
sehingga laju respirasi berjalan lebih cepat. Umur simpan buah akan lebih bertahan
lama jika laju respirasi rendah, sedangkan umur simpan yang pendek ditandai dengan
laju respirasi yang tinggi. penggunaan KMnO4 pada ketiga perlakuan memiliki
pengaruh yang sama dalam menghambat pematangan pisang. Pematangan pisang
dihambat dengan menekan laju respirasi pisang selama penyimpanan sehingga
menunda puncak klimakterik pisang. produksi etilen yang tinggi dalam pisang
mempengaruhi pematangan buah secara cepat yang ditandai dengan hilangnya warna
hijau pada kulit buah sehingga penggunaan KMnO4 menjadi kurang efektif dalam
menghambat pematangan (Arista, 2017).
66
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
KOH/CaC2
↓
Ditimbang 5 gram
↓
Dibungkus dengan kertas saring
↓
Dimasukkan dalam plastik bersamaan dengan bahan
↓
Diberi perlakuan (terbuka, tertutup)
↓
Disimpan selama 7 hari
↓
67
Diamati hari ke-0, 3, 7 Commented [LS12]: Nanggung. Usahan jangan sampe
prosedur jangan sampe dipenggal
68
HASIL PENGAMATAN
Table 0.1 Hasil Pengamatan Pengaruh KOH dalam Proses Pematangan Buah Commented [LS13]: cek
69
Dingin Hijau Hijau Hijau keras Agak Lunak Oval Oval Oval
kecokelata lunak
n
tertutup Kamar Hijau Hijau Hijau keras Lunak Sanga Oval Oval Oval
kekuninga pucat t
n lunak
Dingin Hijau Hijau Hijau keras Agak Lunak Oval Oval Oval
bercak bercak lunak
cokelat cokelat
4. Pisang Terbuk Kamar Hijau Hijau Hitam keras Lembe keras Lonjon Lonjon Lonjon
a kekuningan kehtaman kekuninga k g g g
n berair
Dingin Hijau Hijau Kehitaman keras Agak Agak Lonjon Lonjon Lojong
kehitaman lunak lunak g g
tertutup Kamar Hijau Hijau Hitam Agak Lembe Lemb Lonjon Lonjon Lonjon
kehitaman kekuninga lunak k ek g g g
n berair
Dingin Hijau Hijau Hijau Agak Agak Lunak Lonjon Lonjon Lonjon
kehitaman kehitaman lunak lunak g g g
Table 0.2 Hasil Pengamatan Pengaruh CaC2 dalam Proses Pematangan Buah
Kondis Kondis Warna Tekstur bentuk
Komodit
No i i
i 0 3 7 0 3 7 0 3 7
plastik suhu
1. Apel terbuka Kamar Hijau Hijau Cokelat Keras Agak Lunak Bulat Bulat Bulat
muda pekat lunak
Dingin Hijau Hijau Hijau Keras Keras Keras Bulat Bulat Bulat
muda
70
tertutup Kamar Hijau Hijau Cokelat Keras Keras Lunak Bulat Bulat Bulat
muda pekat
Dingin Hijau Kuning Hijau Keras keras Agak Bulat Bulat Bulat
muda kehijaua lunak
n
2. Wortel Terbuk Kamar Oranye Oranye Oranye Keras Lem Agak Lonjong Lonjon Lonjon
a kehitaman bek lembek g g
Dingin Oranye Oranye Oranye Keras Keras Keras Lonjong Lonjon Lonjon
g g
tertutup Kamar Oranye Oranye Oranye Keras Agak Lembe Lonjong Lonjon Lonjon
lembek k g g
Dingin Oranye Oranye Oranye Keras Keras Keras Lonjong Lonjon Lonjon
pekat g g
3. Manga Terbuk Kamar Hijau Hijau Hijau Keras Lunak Lunak Oval Oval Oval
a kekuninga
n
Dingin Hijau Hijau Hijau Keras Agak Agak Oval Oval Oval
lunak lunak
tertutup Kamar Hijau Hijau Hijau tua Keras Lunak Lunak Oval Oval Oval
Dingin Hijau Hijau Hijau Keras Agak Lunak Oval Oval Oval
lunak
4. Pisang Terbuk Kamar Hijau Hijau Kuning Keras Lunak Lunak Lonjong Lonjon Lonjon
a kehitama kehitaman g g
n
Dingin Hijau Hijau Hijau Keras Keras Keras Lonjong Lonjon Lonjon
kehitama kehitaman g g
n
tertutup Kamar Hijau Hijau Hijau Keras Agak Lunak Lonjong Lonjon Lonjon
lunak g g
71
Dingin Hijau Hitam Hijau Keras Keras Keras Lonjong Lonjon Lonjon
kehijaua kehitaman g g
n
72
PEMBAHASAN
Proses respirasi dan tnada-tanda pemotongan dapat dihambat jika buah dan
sayuran agar disimpan dalam atmosfer yang mengandung CO2 tinggi dan O2 rendahn
dibandingkan udara normal. Control atmosphere storage (CAS) merupaan teknologi
penyimpanan buah atau sayur segara dalam atmosfer (udara) yang mengandung
komposisi CO2 tinggi dan O2 rendah denga kondisi dipertahankan secara konsisten
(Libyawati,2017). Self controlled atmosphere (SCA) diamana oksigen dalam ruang
penyimoanan dikurangi melalui respirasi oleh produk pertanian. Mencegah karbon
dioksida, injury (kerusakan karena terakumulasinya karbon dioksida) maka CO 2
diserap dengan menggunakan Ca(OH)2 atau KOH. Menghambat meningkatnya CO2
karena proses pematangan hasil pertanian etilen dipergunakan KMnO4 untuk
menyerap etilen sehingga kesegaran buah dapat dipertahankan (Suryadi, 2010).
Berdasarkan laju respirasi sebelum pemasakan, biah dibedakan menjadi 2 yaitu
klimaterik dan non klimaterik. Buah klimaterik mempunyai peningkatan atau
kenaikan laju respirasi sebelum pemasakan, contohnya meliputi buah pisang, manga,
papaya, tomat, sawo,apel dan sebagainya. Buah non klimaterik menghasilkan sedikit
etilen dan tidak memberikan respon terhadap etilen kecuali dalam hal penurunan
kadar klorofil, contohnya meliputi wortel,jeruk, mentimun,nanas,semangka dan
sebagainya. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase
klimaterik.
Penggunaan KMnO4 memiliki pengaruh dalam menghambat pematangan buah.
Mekanisme penyerapan atau pengikatan etilen yang dihasilkan buah-buahan terjadi
karena KMnO4 sebagai pengoksidan dapat bereaksi atau mengikat etilen dengan
memecah ikatanrangkap yang ada pada senyawa etilen menjadi bentuk etilen glikol
dan mangan dioksida (Santosa, 2010). Kalium hidroksida (KOH) meruapakan basa
kuat yang mempunyai sifat larut air dan membrikan ion OH serta hanya mempunyai
satu mol ion hidroksida sehingga disebut basa monohidroksida yang dapat menyerap
karbon dioksida dan air diudara. KOH yang bereaksi dengan etilen akan
73
menghasilkan gas CO2 yang berlebihan. Adanya konsentrasi CO2 yang pada
penyimpanan dapat menghambat percepatan atau kecepatan proses pematangan buah
karena CO2 berkompetisi dengan etilen.
Prinsip kerja etilen dalam pematangan buah yaitu hormone etilen ini akan
berdefusi dalam proses pematangan terutama proses klimaterik. Kecepatan
pemasakan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan tepung dan
penimbunan gula. Proses tersebut merupakan proses pemasakan yang ditandain
dengan perubahan warna, tekstur dan bau buah, Fungsi etilen yaitu mendorong
pematangan buah dan sayur serta perontokan daun, merangsang pemekaran bunga,
mengakhiri masa dormasi dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan
akar,daun,batang dan bunga. Etilen dalam pematangan buah bekerja dengan cara
memecahkan klorofil pada buah yang masih muda sehingga buah hanya memiliki
xanthofil dan karoten maka dari itu warna buah yang tedinya banyak mengandung
klorofil berubah menjadi jingga atau merah.
Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang ada pada suhu kamar
berbentuk gas. Etilen ini bertindak sebagai hormone yang aktif dalam pematanga
buah. Secara umum etilen dalam hasil pertanian diproduksi secara enzimatis atau
dapat juga diproduksi biasa secara besar-besaran melalui reaksi bias. Etilen dalam
buah-buahan dalam ondisi normal akan aktif jika berikatan secara kompleks dengan
metaloenzim dan oksigen. Jika jumlah CO2 dalam ruang penyimpanan jauh lebih
besar dari keadaan normal maka CO2 yang berlebih dapat menggeser kedudukan
etilen sehingga dapat menghambat proses pematangan.
Berdasarkan hasil pengamatan setelah komoditi disimpan selama beberapa hari
bersamaan dengan KOH, didapatkan hasil apel yang disimpan pada suhu kamar
dengan kondisi tertutup mengalami perubahan warna dari hijau menjadi hijau
kekuningan, tekstur dari keras menjadi agak lunak dan bentuk tetap bulat begitupun
perlakuan pada suhu dingin. Apel yang disimpan pada kondisi terbuka dengan suhu
kamar menghasilkan apel yang tetap berwarna hijau, tekstur tetap keras dan bentuk
tetap bulat. Pada suhu dingin apel mengalami perubahan warna menjadi hijau
74
kecoklatan dengan bentuk dan tekstur yang tetap. Wortel yang disimpan pada kondisi
terbuka baik suhu kamar maupun suhu dingin mengalami perubahan baik dari segi
warna maupun tekstur, tetapi tidak mengalami perubahan bentuk. Hasil pengamatan
pada buah mangga pada perlakuan terbuka maupun tertutup dengan kondisi suhu
ruang dan dingin mengalami perubahan warna dan tekstur tetapi tidak mengalami
perubahan bentuk. Pada buah pisang terjadi perubahan warna dan tekstur pada
kondisi terbuka maupun tertutup dengan suhu ruang dan dingin, tetapi tidak
mengalami perubahan bentuk.
Berdasarkan hasil pengamatan setelah bahan disimpan bersamaan dengan CaC2
selama beberapa hari pada kondisi plastik terbuka maupun tertutup pada suhu dingin
menunjukkan bahwa bahan menjadi lebih cepat mengalami pematangan hingga
kerusakan. Wortel dan pisang mengalami perubahan warna menjadi kehitaman, apel
berubah menjadi warna cokelat pekat dan mangga hijau kekuningan. Tekstur apel,
pisang, wortel dan timun rata-rata menurun tetapi ada juga yang rusak. Hal ini sesuai
dengan pernyataan (Basuki,2010) menyatakan bahwa tekstur buah sangat dipengaruhi
oleh konsentrasi CaC2 dimana semakina banyak akan menyebabkan kerusakan tetapi
pada konsentrasi yang tepat dan menghambat proses pematangan buah sehingga masa
simoan dapat diperpanjang.
Hal ini juga dapat disebabakan oleh kecepatan respirasi dan transpirasi lebih
cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Hal tersebut dikrenakan proses metabolism
dipengaruhi juga dengan adanya O2 dan suhu tinggi. Metabolisme akan menghasilkan
air yang dimana akan diuapkan melalui proses transpirasi sehingga terjadi penyusutan
berat dari bahan tersebut. Selain itu, luka pada jaringan kulit apeldan kentang akan
segera diperbaiki oleh jaringan yang masih hidup dalam waktu tertentu. Jaringan
yang terbuka tersebut akan tertutup akan tampak kering karena jaringan kulit yang
rusak tersebut diganti dengan jaringan yang baru sehingga laju transpirasi menurun
menyebabkan penyusutan berat bahan setelah disimpan dalam jangka waktu.
Faktor yang mempengaruhi proses pematangan yakni auksin,giberelin,gas
etilen, kadar O2 dan laju respirasi. Auksin diproduksi meristem apical yang
75
menyebabkan pematanagn buah. Giberelin merupakan hormone yang memoengaruhi
penambahan ukuran buah, merangsang pematangan buah polem. Gas etilen
merupakan gas yang meerangsang pematangan buah dengan meningkatkan aktivitas
enzim yang membantu pelunakan buah. Kadar oksigen yang memepengaruhi dimana
semaki tinggi kadar oksigen makanlaju respirasi semaki tinggi. Tingginya laju
respirasi akan mendorong proses pematangan denga cepat sehingga terjadi
perubahan-perubahan yang mempercepat proses pematangan.
76
KESIMPULAN
77
ACARA IV
PENGARUH ANTIMIKROBA TERHADAP PENYIMPANAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan hasil pertanian sangat mudah mengalami kerusakan selepas panen.
Bentuk kerusakan bemacam-macam misalnya kerusakan akibat perlakuan mekanis,
akibat fisik, maupun akibat mikrobiologis. Kerusakan dapat terjadi ketika proses
pemetikan, proses pengangkutan, bahkan pada proses penyimpanan. Pada umumnya
pada proses penyimpanan, bahan hasil pertanian cenderung mengalami kerusakan
akibat mikroorganisme. Hal ini dikarenakan teknik penyimpanan yang tidak
memperhatikan kondisi lingkungan (pH, RH, dan suhu).
Kerusakan oleh mikroba diakibatkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor
kerusakan oleh bakteri patogen adalah keadaan lingkungan sekitar hasil pertanian.
Suhu dan kelembaban daerah tropis yang tinggi mendukung pertumbuhan yang baik
bagi mikroba patogen. Daya simpan yang lebih lama diperlukan dalam penanganan
pasca panen hasil pertanian, agar hasil pertanian dapat bertahan lama saat dipasarkan
(Winarno, 2004).
Kerusakan mikrobiologis merupakan kerusakan yang sangat rentan terjadi.
Sumber mikroba patogen dapat berada di sekeliling hasil pertanian seperti udara, air
maupun peralatan panen hasil pertanian itu sendiri. Untuk menghindari terpaparnya
bahan pertanian dengan mikroba perusak adalah dengan memberikan pengawet anti
mikroba yang bermacam jenisnya. Oleh karena itu, praktikum ini perlu dilakukan
untuk mengetahui pengaruh anti mikroba terhadap penyimpanaan dan menentukan
bahan apa yang paling efektif untuk digunakan.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemberian zat pengawet terhadap penyimpanan hasil pertanian.
78
TINJAUAN PUSTAKA
79
sifat antimikroba karena dapat menghambat bakteri patogen dan mikroorganisme
pembusuk, termasuk jamur, bakteri gram positif dan bakteri gram negatif
(Damayanti, 2016).
Mekanisme kerja zat antimikroba secara umum adalah dengan merusak
struktur-struktur utama dari sel mikroba, seperti dinding sel, sitoplasma, ribosom dan
membran sitoplasma. Dengan adanya chitosan sebagai zat antimikroba akan
menyebabkan denaturasi protein. Keadaan ini menyebabkan inaktivasi enzim,
sehingga sistem metabolisme terganggu atau menjadi rusak dan akhirnya tidak ada
aktivitas sel mikroba. Adanya kerusakan pada dinding sel mengakibatkan pelemahan
kekuatan dinding sel, bentuk dinding sel menjadi abnormal dan pori-pori dinding sel
membesar. Hal tersebut mengakibatkan dinding sel tidak mampu mengatur
pertukaran zat-zat dari dan ke dalam sel, kemudian membran sel menjadi rusak dan
mengalami lisis sehingga aktivitas metabolisme akan terhambat dan pada akhirnya
akan mengalami kematian (Trisnaningrum, 2016).
Lactobacillus casei merupakan bakteri probiotik yang mampu menghasilkan
senyawa organik dan hydrogen peroksida yang bersifat sebagai antibakteri. Senyawa
antibakteri adalah senyawa kimia atau biologis yang dapat menghambat pertumbuhan
dan aktivitas bakteri pathogen. Bakteri pathogen yang banyak mengkontaminasi
makanan dan menyebabkan penyakit misalnya Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, Bacillus cereus dan Salmonella typhimurium. Bakteri pathogen menyebabkan
bahaya karena memiliki kemampuan menginfeksi, menimbulkan penyakit dan
merusak kualitas bahan pangan. Penghambatan bakteri asam laktat terhadap bakteri
pathogen disebabkan oleh akumulasi asam organic yang dihasilkan oleh bakteri asam
laktat. Asam akan menyebabkan penurunan Ph hingga dibawah kisaran Ph
pertumbuhan bakteri dimana asam-asam ini dalam bentuk tidak terdisosiasi dan
dapat berdifusi secara cepat dalam sel bakteri pathogen, sehingga bakteri asam laktat
dapat menekan pertumbuhan bakteri pathogen (Mirdalisa, 2016).
80
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
Bahan Commented [LS14]: apa bahannya
↓
Ditimbang sebagai berat awal
↓
Dicelupkan kedalam larutan Dithane M-45
↓
Diberi perlakuan penyimpanan pada suhu ruang
↓
Disimpan selama 7 hari
↓
Diamati perubahan pada hari ke 0, 3 dan 7
81
HASIL PENGAMATAN
Table 0.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Antimikroba Terhadap Penyimpanan Commented [LS15]: cek
82
PEMBAHASAN
Buah dan sayur dari daerah tropis merupakan sarana bagi perkembangan
penyakit pasca panen yang sangat merusak. Di daerah tropis, suhu dan kelembaban
yang tinggi mendorong pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme penyebab
penyakit. Bagian buah atau sayur yang terserang penyakit merupakan sumber patogen
bagi komoditi lainnya. Patogen penyebab penyakit pada buah dan sayur yang
menyerang di pertanaman berasal dari sampah-sampah tanaman yang dibiarkan
menumpuk di areal pertanaman dan membusuk. Mikroorganisme patogen juga dapat
berasal dari mana saja seperti udara dan air.
Ada beberapa macam mikroorganisme yang menjadi penyebab penyakit pada
buah dan sayur setelah panen antara lain bakteri dan jamur. Diantara mikroorganisme
tersebut yang paling umum dijumpai di lapangan adalah beberapa spesies jamur
seperti Alternaria, Diplodia, Penicillium, Rhizopus, Colletrichum dan beberapa
bakteri seperti Erwinia dan Pseudomonas. Pada praktikum ini digunakan kentang dan
wortel, yang mana pada kentang penyakit yang biasa terjadi adalah penyakit busuk
lunak dan busuk kering yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora dan
Fusarium sp. Sedangkan pada wortel sering ditemukan penyakit busuk lunak berair
yang disebabkan oleh Sclerotinia sclerotiorum.
Patogen menginfeksi buah dan sayur dengan beragam cara, yang paling umum
terjadi melalui penetrasi langsung melalui kulit, melalui lubang alami buah dan sayur
serta melalui bagian buah atau sayur yang mengalami kerusakan. Saat patogen
menginfeksi jaringan pun ada beberapa macam. Ada patogen penyebab penyakit
pasca panen yang proses penginfeksiannya berawal dari lapangan atau kebun tempat
tumbuhnya buah dan sayur tersebut. Pada umumnya penyakit berkembang dengan
baik pada kondisi lingkungan yang panas dan lembab. Selain factor-faktor
lingkungan tersebut kerentanan atau ketahanan inang dan kemampuan patogen itu
sendiri untuk menginfeksi merupakan faktor lainnya yang memegang peranan penting
dalam perkembangan penyakit.
83
Cara penanganan kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba patogen dapat
dilakukan dengan perlakuan fisik seperti penggunaan suhu tinggi, suhu rendah dan
radiasi, perlakuan kimia seperti pemberian zat antimikroba dengan cara direndam.
Antimikroba merupakan suatu zat yang dapat mematikan mikroba yang bersifat
merugikan. Mikroorganisme yang dapat menyebabkan bahaya karena
kemampuannya untuk menginfeksi dan merugikan serta menimbulkan penyakit pada
bahan pangan, salah satu contohnya yaitu jamur yang tumbuh pada bahan hasil
pertanian. Tumbuhnya jamur pada bahan hasil pertanian disebabkan karena
penyimpanan yang kurang baik. Salah satu cara yang digunakan untuk mencegahnya
pertumbuhan mikroba yaitu dengan menambahkan larutan dithane pada bahan untuk
mengurangi pertumbuhan jamur pada bahan hasil pertanian.
Berdasarkan hasil pengamatan pengaruh anti mikroba terhadap penyimpanan Commented [LS16]: bandingkan dengan literatur
komoditi hasil pertanian pada suhu ruang menunjukan hasil yang sama pada
komoditas sayuran kentang. Kelompok F dan H pada penyimpanan suhu ruang hari
ke 0, 3 dan 7 diperoleh hasil tidak ada jamur yang terdapat pada kentang. Kelompok
E dengan komoditas wortel diperoleh hasil pada hari ke 0,3 dan 7 berturut-turut yakni
tidak ada jamur, ada sedikit jamur dan ada banyak jamur yang terdapat pada wortel.
Kelompok G dengan komoditas wortel diperoleh hasil pada hari ke 0 tidak ada jamur
dan untuk hari ke 3 dan 7 diperoleh ada sedikit jamur yang terdapat pada wortel.
Secara keseluruhan hasil penyimpanan suhu ruang pada komoditi wortel hari ke-7
didapatkan sampel yang menunjukan perubahan yaitu adanya jamur yang ditandai
dengan adanya bercak putih pada wortel. Hal ini menunjukkan bahwa setelah
ditambahkan oleh senyawa antimikroba, mikroorganisme masih tetap bisa tumbuh
yang disebabkan oleh faktor –faktor lain. Seperti pendapat Basuki (2012) yang
menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh nutrisi dalam
mikroba, Aw, pH, dan kadar senyawa antimikroba yang diberikan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yaitu faktor
intrinsik (pH, moisture content, potensial oksidasi-reduksi, kandungan nutrisi,
kandungan antimikroba dan struktur biologis) dan faktor ekstrinsik (temperatur,
84
kelembaban relatif lingkungan dan konsentrasi gas di lingkungan). pH biasanya
tumbuh dengan baik pada rentan pH tertentu, moisture content (kelembaban) yaitu
kandungan air dalm suatu bahan. Potensial oksidasi-reduksi mikroba mempunyai
derajat sensitifitas tertentu terhadap potensial oksidasi-reduksi dari medium
pertumuhannya. Temperatur biasanya perlu disesuaikan dengan kebutuhan optimum
pertumbuhan mikroorganisme produksi yaitu untuk keperluan produksi. Temperatur
untuk keperluan analisa diinkubasi selama analisis harus disesuaikan dengan
temperatur optimum pertumbuhan. Kelembaban relatif (RH) memiliki hubungan
yang erat dengan temperature untuk menjaga agar suatu produk tidak ditumbuhi
mikroba. Keberadaan gas dapat membantu mengurangi tumbuhnya mikroba.
85
KESIMPULAN
86
ACARA V
SIFAT FISIK, KIMIA DAN KECEPATAN RESPIRASI BEBERAPA
KOMODITI HASIL PERTANIAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah dan sayur merupakan bagian dari makanan sehari-hari yang sangat
dibutuhkan untuk menunjang kebutuhan gizi manusia. Buah dan sayur setelah panen
masih melakukan respirasi sehingga perlu penanganan yang tepat dan perlu diketahui
atau dipelajari sifat-sifat fisiologisnya. Buah dan sayur yang baik dapat memberikan
kepuasan bagi konsumen terutama dari segi rasa, warna, dan tektur. Buah dan sayur
disisi lain adalah hasil pertanian yang apabila setelah dipanen ditak ditangani dengan
baik maka akan cepat mengalami kerusakan.
Buah dan sayur yang telah dipanen masih mengalami respirasi. Respirasi adalah
proses metbolisme dengan menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa
makromolekuler seperti karbohidrat, protein, dan lemak yang kemudian
menghasilkan CO2, air, serta sejumlah energi yang dipergunakan untuk aktivitas
hidupnya. Secara umum berdasarkan pola laju respirasinya, buah-buahan dapat dibagi
menjadi 2 golongan yaitu, buah yang mengalami respirasi klimakterik dan non
klimakterik. Fase respirasi klimakterik adalah suatu keadaan “auto stimulation” dari
dalam buah tersebut sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya
peningkatan proses respirasi. Sedangkan fase non klimakterik respirasi yaitu setelah
prose pematangan tidak menunjukkan peningkatan produksi CO2 serta idak
mengalami peningkatan laju respirasi tetapi laju respirasi terus menurun (Winarno,
1979).
Komoditi hasil pertanian memiliki sifat fisik dan kimia yang khas. Segi fisik
setiap komoditi memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang berbeda yang mencirikan
prosek tersebut. Segi kimia, kandungan gizi dalam komoditi pun berbeda-beda.
87
Komoditi pertanian setelah panen masih melakukan metabolism walaupun kecepatan
metaboliseme tersebut lebih rendah dibandingkan dengan komoditi sebelum panen.
Metabolisme ini berupa respirasi. Respirasi yang terjadi terus-menerus dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan pada bahan baik perubahan fisik maupun kimia.
Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui sifat fisik, kimia,
dan kecepatan respirasi beberapa komoditi hasil pertanian.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui sifat fisik, kimia,
dan kecepatan respirasi beberapa komoditi hasil pertanian.
88
TINJAUAN PUSTAKA
Produk holtikultural seperti buah dan sayur adalah produk yang masih
melakukan aktifitas metabolisme setelah dipanen. Produk buah dan sayur akan
mengalami perubahan dari warna produk, aroma, dan tekstur produk menjadi matang
dan tua, kemudian setelah itu mulai mengalami kerusakan setelah melewati masa
optimal. Aktivitas ini tidak dapat dihentikan akan tetapi dapat diperlamvat hingga
batas waktu tertentu. Aktivitas metabolisme berhubungan dengan laju respirasi yang
berlangsung pada produk holtikultural. Laju respirasi merupakan proses yang
menggunakan bahan organik yang tersimpan kemudian dirombak menjadi produk
yang lebih sederhana dengan menghasilkan energi (Arianto, 2013).
Respirasi didefinisikan sebagai perombakan senyawa kompleks yang terdapat
pada sel seperti pati, gula dan asam organik menjadi senyawa yang lebih sederhana
seperti karbondioksida, dan air, dengan bersamaan memproduksi energi dan senyawa
lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi sintetis. Respirasi dapat terjadi dengan
adanya oksigen (respirasi aerobik) atau dengan tidak adanya oksigen. Laju respirasi
buah dan sayur merupakan petunjuk aktifivitas metabolisme jaringan dan berguna
sebagai petunjuk lama penyimpanan buah dan sayuran tersebut. Untuk
berlangsungnya respirsi diperlukan suhu optimum, yaitu suhu dimana proses
metabolism (termasuk respirasi) berlangsung dengan sempurna. Pada suhu yang lebih
tinggi atau lebih rendah dari suuhu optimum, metabolism akan berjalan kurang
sempurna bahkn berhenti sama sekali pada suhu yang terlalu tinggi ataurendah
tersebut (Samad, 2012).
Laju respirasi per unit berat adalah tertinggi untuk buah dan sayur yang belum
matang dan kemudian terus menerus menurun dengan bertambahnya umur. Proses
respirasi diawali dengan adanya penangkapan oksigen dari lingkungan. Proses
transport gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara difusi.
Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan
jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Begitu
89
pula dengan karbondioksida yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan
masuk ke dalam ruang antar sel. Hal ini karena membran plasma dan protoplasma sel
tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah mengambil oksigen dari
udara, oksigen kemudian digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan,
diantaranya yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus asam sitrat, dan transpor
electron (Nurjanah, 2010).
Kematangan buah merupakan perubahan yang terjadi pada tahap akhir
perkembangan buah atau tahap awal penuaan buah. Selama perkembangan buah
terjadi perubahan biokimiawi dan biologi. Pada proses pematangan buah dikenal
istilah buah klimakterik dan buah non klimakterik. Klimakterik merupakan fse
peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi tergantung
pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA.
Klimkterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu dimana
selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses
pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama
pematangan buah, sehingga disebut buah klimakterik. Bila pola respirasi berbeda
karena setelah CO2 dihasilkan tida meningkat tetapi turun secara perlahan, buah
tersebut digolongkan non klimakterik (Fantastico, 2009).
Buah–buahan atau sayuran akan meudah rusak setalah dipanen, hal ini
disebabkan karena buah–buahan atau sayuran masih melakukan kegiatan metabolik
setelah pemanenan. Salah satu proses metabolik yang terjadi adalah respirasi.
Semakin tinggi laju respirasi, biasanya semakin pendek umur simpan hasil pertanian.
Laju respirasi dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor internal maupun faktor
eksternal. Faktor internal yaitu umur panen, ykuran buah, pelapis alami, jenis
jarringan. Sedangkan, faktor eksternal meliputi suhu, etilen, komposisi gas (O 2 dan
CO2), luka atau kerusakan mekanis pada buah atau sayur. Produk pertanian setelah
dipanen masih melakukann prosesd hidup , hal ini ditandai dengan masih terjadinya
proses respirasi. Respirasi adalah suatu reaksi kimia dimana hidrokarbon (gula) dari
jaringan komoditi dioksidasi dengan O2 yang berasalh dari lingkungan sekiitarnya
90
mengahsilkan CO2 dan air (H2O). Dalam proses fermentasi dilepaskan energi dalam
bentuk panas yang merupakan energi yang tersimpan selama proses fotosintesis.
Semakin cepat laju respirasimaka semakin besar pula panas (Hasbullah, 2007).
Nilai laju respirasi pada suhu dingin maupun suhu ruang cenderung menurun
dengan data yang berfluktuasi. Nilai rata-rata laju respirasi manggis di dalam suhu
ruang lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu dingin. Suhu merupakan faktor
utama yang mempengaruhi laju respirasi suatu produk hasil pertanian, sebab suhu
yang tinggi mampu membuat proses metabolisme di dalam jaringan buah menjadi
lebih aktif untuk memproduksi senyawa-senyawa kimia dalam melangsungkan proses
kehidupan setelah tidak lagi berada pada pohon atau batang induknya. Nilai laju
respirasi baik di dalam suhu dingin maupun suhu ruang di awal penyimpanan
menunjukan nilai yang sangat tinggi. Laju respirasi di dalam suhu dingin memiliki
nilai yang lebih rendah dibandinkan dengan suhu ruang, karena pada dasarnya suhu
dingin mampu mempengaruhi kerja etilen di dalam buah.menyatakan bahwa etilen
(C2H2) yang diproduksi buah klimaterik lebih tinggi dibanding buah nonklimaterik,
namun jumlah produksi etilen dapat diperlambat oleh suhu lingkungan yang dingin.
Semakin tinggi produksi etilen maka semakin tinggi juga respirasi yang terjadi
(Fransiska, 2013).
91
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah corong kaca,
erlenmeyer, gelas beaker, gelas kimia, kertas saring, labu takar, sendok, spatula,
timbangan analitik, dan vacum pump.
k. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tomat,
asam (tamarin), aquades, bayam, cabe, Ca(OH)2, HCl, indikator PP, pisang, dan
NaOH.
Prosedur Kerja
a. Pengukuran laju respirasi
Alat dan bahan
↓
Ditimbang masing-masing bahan
↓
Dimasukkan larutan NaOH 0,1 N 25 mL dan Ca(OH)2 250 mL
ke dalam erlenmeyer terpisah
↓
Dihubungkan alat-alat respirasi dan dihidupkan alatnya t =15
menit
↓
92
Diambil larutan NaOH 0,1 sebanyak
↓
Ditmbahkan indikator PP 3 tetes
↓
Dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai titik ekivalen
↓
Diamati
↓
Ditambahkan aquades sampai tanda batas ke dalam labu takar
↓
Disaring bahan
↓
Dipipet (V=100 mL) dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
↓
Ditambahkan indikator PP
↓
Dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai titik equivalen
↓
Ditetapkan total asam
93
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Table 0.1 Hasil Pengamatan Kecepatan Respirasi Beberapa Komoditi Hasil
Pertanian
No Komoditas Berat mL HCl mL HCl Jumlah CO2
Bahan Blanko (mL) Sampel (mL/gram
(gram) (mL) bahan/ jam)
1 Bayam 50, 53 51,6 42,7 0,77
2 Cabe 25,05 51,6 49,7 0,33
3 Pisang 84,55 51,6 46,6 0,26
4 Tomat 52,25 51,6 23,8 2,34
Table 0.2 Hasil Pengamatan Total Asam Beberapa Komoditi Hasil Pertanian
No Komoditas Berat N NaoH mL NaOH Total Asam
Bahan Sampel (%)
(gram)
1 Bayam 5 0,1 0,4 12,8
2 Cabe 5 0,1 0,6 19,2
3 Pisang 5 0,1 0,25 8
4 Tomat 5 0,1 1,5 4,80
Hasil Perhitungan
1. Hasil Perhitungan Jumlah CO2 Hasil Respirasi
a. Bayam
44
CO2 = Berat Bahan x (mL HCl blanko – mL HCl sampel) x N HCl
44
= x (51,6-42,7) x 0,1
50,53
94
b. Cabai
44
CO2 = x (mL HCl blanko – mL HCl sampel) x N HCl
Berat Bahan
44
= x (51,6-49,7) x 0,1
25,05
= 12,8%
b. Cabai
V NaOH X N NaOH X Fp x BM NaOH
Total asam = x 100%
Gram sampel
1000
0,6 x 0,1 x x 40
25
= x 100%
5
= 19,2%
c. Pisang
V NaOH X N NaOH X Fp x BM NaOH
Total asam = x 100%
Gram sampel
95
1000
0,25 x 0,1 x x 40
25
= 5
x 100%
=8%
d. Tomat
V NaOH X N NaOH X Fp x BM NaOH
Total asam = x 100%
Gram sampel
1000
1,5 x o,1 x x 40
25
= x 100%
5
= 4,80 %
96
PEMBAHASAN
97
memiliki laju respirasi yang lebih besar dibandingkan dengan buah-buahan non
klimakterik sehingga buah-buahan klimakterik akan memiliki laju kerusakan lebih
besar dibandingkan dengan buah-buahan non klimakterik. Penghambat laju respirasi
sebaiknya dilakukan dengan menyimpan buah-buahan klimakterik di dalam
refrigerator (kulkas), mengingat dalam suhu yang lebih rendah maka respirasi buah-
buahan tersebut akan lebih rendah sehingga susut berat dan kehilangan nutrisi
dapatdikendalikan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum ini maka
didapatkan hasil kecepatan respirasi pada beberapa komoditi hasil pertanian yaitu
berat bahan pada bayam yaitu 50,53; berat cabe yaitu 25,05; pisang sebesar 84,55
dan tomat 52,25. Didapatkan mL HCl blangko pada setiapsampelyaitusamasebesar
51,6 mL. Didapatkan HCl sama yaitu sebesar 42,7 pada bayam; 49,7 pada cabe; 46,6
pada pisang dan 23,8 pada tomat. Jumlah C02 pada bayam ialah 0,77 mL/gram
bahan/jam, cabe 0,33 mL/gram bahan/jam, pisang 0,26 mL/gram bahan/jam, tomat
2,34 mL/gram bahan/jam. Sedangkan, pada hasil pengamatan yang kedua yaitu
mengamati total asam beberapa komoditi hasil pertanian dengan sampel yang sama
ialah bayam, cabe, pisang dan tomat serta berat bahan yang sama yaitu sebesar 5
gram. Diperoleh hasil N NaOH yang sama pada semua sampel yaitu 0,1. Hasil mL
NaOH pada bayam yaitu 0,4; cabe 0,6; pisang 0,25; dan tomat 1,5. Telah didapatkan
hasil total asam yaitu sebesar 12,8 % pada bayam, 19,2 % pada cabe, 8 % pada pisang
dan 4,80 % pada tomat.
Berdasarkan nilai jumlah CO2 yang dihasilkan, komoditi tomat memiliki
jumlah CO2 paling tinggi. Secara umum kadar atau jumlah CO2 komoditi yang
bersifat klimakterik lebih tinggi dari komoditi yang bersifat non klimakterik karena
komoditi yang bersifat klimakterik akan memiliki laju respirasi yang cepat setelah
proses pemanenan otomatis jumlah CO2 yang dihasilkan dari proses respirasi tersebut
juga akan lebih banyak. Menurut Suryadi (2010), respirasi merupakan suatu proses
metabolisme yang membutuhkan oksigen di dalam prosesnya dan akan menghasilkan
CO2, uap air dan sejumlah energi. Berdasarkan nilai total asam yang paling tinggi
98
terdapat pada buah tomat. Tingkat kematangan buah mempengaruhi kandungan
vitamin pada buah-buahan. Buah tomat yang masih mentah mengandung vitamin C
yang banyak. Seiring berkembangnya buah menjadi lebih tua dan masak, kandungan
vitamin C sebagian dirombak dan menyebabkan vitamin tersebut mejadi berkurang.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (2002), bahwa kandungan vitamin C
menurun seiring dengan proses pematangan akibat aktivitas respiasi. Lingkungan
tempat tumbuh buah sangat mempengaruhi kandungan buah. Jumlah CO2 yang tinggi
akan memiliki laju respirasi yang cepat sehingga perlu dilakukannya penanganan
yang lebih jika dibandingkan dengan buah yang lain untuk mempertahankan atau
mempermanjang umur simpan. Menurut Aprianto (2009), semakin banyak buah
mendapatkan sinar matahari pada waktu tanam dan pertumbuhan, maka semakin
bayak pula kandungan asam askorbat. Hal ini disebabkan karena semakin banyak
mendapatkan cahaya, setiap proses fotosintesis, maka gula heksosa semakin tinggi.
Faktor–faktor yang mempengaruhi laju respirasi adalah faktor internal dan
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam bahan buah atau sayur
meliputi tingkat perkembangan organ, komposisi kimia jaringan, ukuran produk,
pelapisan alami, dan jenis jaringan. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari
lingkungan sekeliling bahan meliputi suhu, etilen, ketersediaan oksigen,
karbodioksida, dan luka pada bahan. Laju respirasi lebih cepat jika suhu penyimpanan
tinggi, umur panen muda, ukuran buah lebih besar, adanya luka pada buah dan
kandungan gula awal yang tinggi pada produk.
99
KESIMPULAN
100
DAFTAR PUSTAKA
Amiarsi, D., dan Mullyawati, I., 2013. Pengaruh metode pembekuan terhadap
karakteristik Irisan Buah Mangga Beku Selama Penyimpanan. Jurnal
Hartikulkusu. 23(3) : 255-257.
Arianto, D. P., Supriyanto dan L. K. Muharrani, 2013. Karakteristik Jamur Tiram Commented [LS19]: Remove after paragraph
101
Lestari, W. dan T.D. kurnia, 2019. Pengaruh Konsentrasi Kalsium Klorida (Cacl2)
dan Suhu Simpan Terhadap Kualitas Buah Stroberi (fragaria x ananassa).
Jurnal Teknologi Pertanian Andalas. 23(2):117-124.
Lutfi, A., 2008. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan Nasioanal. Jakarta.
Mirdalisa, C. A., Y. Zakaria dan Nurliana, 2016. Efek Suhu dan Masa Simpan
Terhadap Aktivitas Antimikroba Susu Fermentasi dengan Lactobacillus casei.
Jurnal Agripet. 16(1) : 49-55.
Muchtadi, T. dan Sugiono, 2014. Prinsip Proses Dan Teknologi Pangan. Alfabeta.
Bandung.
Mulyani, S., 2006. Anatomi Tumbuhan. Kanisius. Yogyakarta.
Nurjanah, 2010. Penanganan Panen dan Pasca Panen pada Buah. Kanisius.
Yogyakarta.
Perdana, L.P.R., G. Djoyowasito, E. Musyarofatunnisa, dan S. Sandra, 2019.
Pengaruh Jenis Kemasan Dan Frekuensi Penggetaran Terhadap Krusakan
Mekanis Buah Apel Manalagi (Malus sylvestris). Jurnal Ilmiah Rekayasa
Pertanian dan Biosistem. 7 (1): 8-16.
Ratna, Ichwana, dan Mulyanti, 2104. Aplikasi Pre-Cooling Pada Penyimpanan Buah
Tomat (Lycopersicum Esculentum) Menggunakan Kemasan Plastik Polietilen.
Jurnal EduBio Tropika. 2(1) : 121-186.
Sa’adah, K., B. Susilo, dan R. Yulianingsih, 2015. Pengaruh Pelapisan Lilin Lebah
Dan Pengemasan Terhadap Karakteristik Buah Mangga Apel (Magnifera
indica L.) Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang. Jurnal Keteknikan
Pertanian Tropis dan Biosistem. 3 (3) : 364-371.
Samad, 2012. Penyakit Pasca panen. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
102
Sari, R.A., Yunianta, Dan Harsojo, 2017. Identifikasi Gejala Chilling Injury
Berdasarkan Perubahan Ph Dan Ion Leakage Pada Buah Mangga Gedong
Gincu. Jurnal Pangan dan Agroindustry. 5(4) : 1-8.
Satuhu, S., 2004. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sholihati, R. Abdullah, dan Soroso, 2015. Kajian Penundaan Kematangan Pisang
Raja (Musa paradisiaca Var. Sapientum L.) Melalui Penggunaan Media
Penyerap Etilen Kalium Permanganat. Jurnal Rona Teknik Pertanian. 8(2) :
76-89.
Suryadi, 2010. Fisiologi Pasca Panen. Sastra Hudaya. Bandung.
Syarif, W.A., 2013. Kimia Pangan. Setya Book. Bandung.
Trenggono, 2001. Biokimia, Teknologi Pasca Panen Dan Gizi. PAU Pangan Dan
Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Trisnaningrum, Y. F., Sri W. dan Ainur R., 2016. Penggunaan Chitosan Cangkang
Keong Mas (Pomacea canaliculata) untuk Bahan Pengawet Alami Dalam
Mempertahankan Mutu Buah Selama Proses Penyimpanan sebagai Media
Audio Visual Pembelajaran Bioteknologi, Jurnal Pendidikan Biologi
Indonesia. 2(3) : 237-247.
Winarno, F. G., 1979. Kimia Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.E., dan Amar, 2007. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hidaya. Bogor.
Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Zainal. P.W., Aris, Y.P., dan Usman, A, 2017. Pengaruh Iradiasi Gamma dan
Penyimpanan Suhu Beku Sebagai Upaya Peningkatan Keamanan Pangan Pada
Ikan Patin (Pangasius Hypophtalmus). Jurnal Teknologi Pangan. 21(1) : 16-
21.
Zulkaeman, 2006. Pengaruh Pascapanen Terhadap Mutu Komoditas Holtikultura.
Erlangga. Jakarta.
103