Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM MINGGUAN

FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN


ACARA VII. PENGARUH APLIKASI ETHREL ETEFON
TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN DAN UMUR
SIMPAN BEBERAPA BUAH TERSELEKSI

Oleh
Eliza Alifia Putri
C1M020041
14

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MATARAM
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Demikian laporan ini disusun guna memenuhi persyaratan laporan


pertanggung jawaban dan syarat mengikuti responsi praktikum selanjutnya.

Mataram, 3 Mei 2023


Mengetahui,
Asisten Praktikum Praktikan

Fasia Juliati Eliza Alifia Putri


C1M019044 C1M020041
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam budidaya pertanian, hal-hal sedikit apapun yang menyangkut
produktivitas harus selalu diperhatikan, Khususnya pada komoditi buah-buahan
yang berhubungan dengan penanganan pasca panen. Pada buah-buahan, untuk
melakukan suatu metode pasca panen yang baik harus diawali dengan proses
pemanenan yang terarah. Mutu yang baik, diperoleh bila pemanenan hasilnya
dilakukan pada tingkat kemasakan yang tepat.
Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan kematangan, pada umumnya
buah-buahan mengalami serangkaian perubahan komposisi kimia maupun
fisiknya. Rangkaian perubahan tersebut mempunyai implikasi yang luas terhadap
metabolism dalam jaringan tanaman tersebut. Diantaranya yaitu perubahan
kandungan asam-asam organik, gula dan karbohidrat lainnya. Perubahan tingkat
keasaman dalam jaringan juga akan mempengaruhi aktifitas beberapa enzim
diantaranya adalah enzim-enzim pektinase yang mampu mengkatalis degradasi
protopektin yang tidak larut menjadi substansi pectin yang larut. Perubahan
komposisi substansi pektin ini akan mempengaruhi kekerasan buah-buahan.
Pematangan merupakan suatu proses perubahan yang terjadi pada buah
meliputi perubahan rasa, kualitas, warna dan tekstur. Pematangan berhubungan
dengan perubahan pati menjadi gula. Sifat pematangan buah ditentukan dengan
melihat pola respirasi pada buah tersebut. Hal tersebut dibedakan menjadi buah
klimakterik dan buah non klimakterik. Buah klimakterik merupakan buah yang
apabila seudah dipanen akan memasuki fase klimakterik yaitu peningkatan dan
penurunan laju respirasi secara tiba-tiba. Selama pematangan memancarkan etilen
untuk meningkatkan laju respirasi.
Ethylene adalah zat pengatur pertumbuhan yang aktif dalam pematangan,
dapat pula disebut sebagai hormone karena memenuhi persyratan sebagai
hormone, yaitu dihasilkan oleh tanaman. Hormone ethylene berpengaruh pada
proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman antara lain mematahkan
dormansi umbi kentang, menginduksi pelepasan daun atau leaf abscission,
menginduksi pembungaan nenas. Sehingga perlu dilakukannya praktikum acara 7
yang berjudul “Pengaruh Aplikasi Ethrel Etefon Terhadap Tingkat Kematangan
dan Umur Simpan Beberapa Buah Terseleksi” agar diketahui aplikasi ethrel
etefon dengan dosis yang tepat dan umur simpan yang baik bagi komoditi buah
yang terseleksi.

1.2. Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
1.2.1 Mengetahui dapat tidaknya pematangan buah diapcu dengan gas
pematangan buah
1.2.2 Membandingkan kecepatan pematangan buah secara alami dengan
secara dipacu hormone pematangan buah
1.2.3 Membandingkan bebebrapa karakater kualitas buah yang dimatangkan
secara alami dan secara dipacu
1.2.4 Membandingkan umur simpan buah yang matang alami dan yang
dipacu hormone pematangan buah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Buah setelah proses pemanenan terus mengalami berbagai macam proses


katabolisme senyawa organik hingga menuju ke arah kerusakan atau
pembusukan saat bahan perombakan telah habis. Kerusakan buah tersebut dapat
diakibatkan dari sifat buah-buahan yang mudah rusak (perishable), kondisi
lingkungan yang tidak menguntungkan bagi daya simpan, juga akibat dari
penanganan pasca panen yang kurang tepat atau belum memadai. Faktor-faktor
yang perlu diperhatikan dalam penanganan panen dan pascapanen buah antara
lain suhu, kelembaban, laju respirasi, etilen, kandungan nutrisi, kandungan
gula, kesegaran produk dan keamanan pangan (Anonimous, 2013).
Penanganan pascapanen menurut peraturan Menteri Pertanian Republik
Indonesia nomor 73/Permentan/OT.140/7/2013 merupakan rangkaian kegiatan
setelah panen yang dilakukan dalam tahapan dan waktu sesingkat mungkin
untuk menghantarkan produk hortikultura dari lahan produksi ke tangan
konsumen dalam keadaan segar dengan meminimalisasi kontak fisik atau
perpindahan tangan. Rangkaian kegiatan pada penangan pascapanen secara
umum menurut peraturan tersebut meliputi bongkar muat, penyejukan (pre
cooling), penyembuhan luka (curing), perompesan (trimming), perbaikan warna
(degreen-ing), penyortiran, pengeringan, pengke-lasan, perlakuan, pengemasan,
pelabelan, penyimpanan dan distribusi / pengang-kutan. Perbaikan warna
merupakan kegiatan memperbaiki warna buah yang hijau dan tidak merata
menjadi warna kuning atau oranye secara merata dan cerah. Titik kritis
dalam kegiatan degreening adalah pengaturan suhu ruang dan konsentrasi etilen
sesuai dengan karakter produk (Anonimous, 2013).
Konsentrasi etilen yang diproduksi dari buah pascapanen dan laju
respirasi yang tinggi dapat mempercepat proses pembusukan pada buah-
buahan. Produksi etilen berkontribusi pada munculnya tanda-tanda kerusakan
dan etilen sangat aktif memacu enzim-enzim hidrofobik seperti pektin esterase,
amylase, invertase, selulase dan klorofilase yang berperan dalam pelunakan
dan pewarnaan yang tidak diinginkan oleh konsumen. Selain dapat
mempercepat proses pembusukan, etilen dapat diman-faatkan sebagai agen
yang dapat menstimulus pemasakan pada buah klimaterik dan mendorong
pembentukan warna pada buah-buahan (Arti dan Adinda, 2018).
Etilen merupakan salah satu senyawa volatil (mudah menguap) yang
dibebaskan pada waktu terjadi proses pematangan dan merupakan hormon yang
dibutuhkan dalam proses pematangan. Pengembangan warna ditingkatkan
melalui stimulasi sintesis pigmen dalam apel dan tomat atau penghancuran
klorofil dalam pisang dan jeruk. Etilen yang diberikan dapat menyeragamkan
pematangan buah dan biasa disebut sebagai pemeraman. Selama pematangan
dalam buah-buahan klima-terik termasuk pisang, etilen mengatur perubahan
warna dan reduksi kadar klorofil, peningkatan karotenoid atau antosianin,
gula dan biosintesis senyawa organik yang mudah menguap (VOC) (Iqbal et
al, 2017).
Produksi etilen buah klimaterik pada saat ripening jauh lebih besar
dibandingkan dengan buah non-klimaterik seperti produksi etilen pada apel
yakni sekitar 25-2500 ppm sedangkan pada jeruk sekitar 0.13 – 0.32 ppm
(Widjanarko, 2013). Pada keadaan laju konstan, produksi etilen buah apel
adalah sebesar 10226 ppb dan pada buah pisang sebesar 1415 ppb. Iqbal et al
(2017) menyatakan bahwa etilen memiliki peran penting dalam mengatur
penuaan daun hingga 3 tahap dapat diidentifikasi meliputi inisiasi, degradasi
dan proses kematian.
Gejala penuaan daun yang paling umum adalah perubahan warna
menjadi kuning yang disebabkan oleh degradasi klorofil. Etilen menyebabkan
kerusakan daun, memicu degradasi klorofil dan mempercepat penuaan. Etilen
dapat berupa etilen alami yang diproduksi dari buah itu sendiri atau etilen buatan
berupa gas C4H4 terkompresi yang diencerkan ke udara untuk mendukung
pematangan buah. Etilen secara komersial digunakan untuk mendukung
kemasakan buah alpukat, pisang, manga, melon, buah kiwi, manga dan tomat
Konsumen dapat membedakan buah matang dari pohon, mengalami pema-
sakan alami dan buah masak akibat pemberian gas etilen buatan seperti karbit
(kalsium karbida). Buah yang dimatangkan dengan kalsium karbida
mempunyai tekstur dan warna yang baik, tetapi aromanya kurang disukai
(Murtadha et al, 2014). Penggunaan kalsium karbida dapat membahayakan bagi
kesehatan disebabkan adanya racun arsenic dan phosphorus yang terkandung di
dalamnya (Asif, 2017). Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai pengaruh
etilen alami dari buah apel dan daun mangga kering pada mutu buah pisang
kepok setelah dipanen.
BAB III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 5 April 2023 yang dimulai pukul
11.00 - 12.30 WITA. Bertempat di laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi
Lantai 4 Gedung E, Fakultas Pertanian, Universitas Mataram.

3.2. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu alat tulis menulis,
kertas label, timbangan analitik, nampan, kamera hp, refractometer, hardnes
meter, nampan, hand sprayer, bak besar dan plastic container. Sementara itu bahan
yang digunakan yaitu terdiri dari alpukat, pepaya, pisang dan ethrel etefon.

3.3. Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja pada praktikum ini yaitu:

1. Disiapkan alat dan bahan praktikum


2. Dipilih buah yang bebas dari luka memar, luka mekanik dan busuk, serta
tingkat kematangan yang seragam. Buah dicuci dengan air mengalir dan
dikering-anginkan, kemudian dilap menggunakan kain kering.
3. Ditimbang tiap tiap komoditi untuk mengetahui berat awalnya dengan
timbangan analitik
4. Ditulis berat awal, nama kelompok kemudian ditempel pada komoditi
sebagai hasil analisi, dilakukan setiap kali pengamatan.
5. Dipilah komoditi menjadi dua bagian: satu bagian untuk dimatangkan
secara alami; dan satu bagian lagi untuk dimatangkan dengan dipacu
menggunakan ethrel etefon.
6. Dimatangkan buah dengan dipacu ethrel etefon buah diletakkan secara
bergantian pada plastic container untuk kemudian disemprotkan ethrel
etefon dengan dosis 1 ml/l
7. Selanjutnya setiap komoditas akan diletakkan di atas nampan dan diberi
kertas label (nama, matang alami/dipacu ethrel etefon, tanggal, kelompok)
8. Disimpan buah selama 5 hari dan dilakukan pengamatan pada hari ke-3
dan ke-5
9. Disimpan komoditi pada suhu ruangan selama 5 hari dan dihitung beratnya
pada hari penyimpanan ke 3 dan ke-5.
10. Ditimbang berat komoditi hortikultura per-hari pengamatan untuk
mengetahui susut bobot.
11. Diamati komoditi hortikultura visual appearance setiap hari, yang
meliputi:
 Diamati perubahan kekerasan/tekstur komoditi
 Diamati perubahan kemanisan/ brix komoditi
 Diamati perubahan berat komoditi
 Penyakit pascapanen
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Komoditi Data Awal Hari ke-3 Hari ke-5
Pisang Tingkat Tingkat Tingkat kematangan:
kematangan:- kematangan:- 3
(Warna hijaunya lebih
dominan daripada
warna kuning, tetapi
warnanya tidak
merata pada seluruh
buah)
Tekstur: Tekstur: Tekstur: 0,67

Berat:- Berat:- Berat: 1.508 gram


Kadar gula: - Kadar gula: - Kadar gula: 29

Kerusakan Kerusakan Kerusakan


visual/penyakit:- visual/penyakit: - visual/penyakit
Tidak ada
Tabel 4.1.1 data kontrol tanpa pemberian ethrel etefon pada buah pisang

Tabel 4.1.2 data setelah perlakuan ethrel etefon pada buah pisang

Komoditi Data Awal Hari ke-3 Hari ke-5


Pisang Tingkat Tingkat Tingkat kematangan:
kematangan: 1 kematangan: 1 2 (Hijau terdapat
Hijau Hijau gurat kuning)
Tekstur: - Tekstur: - Tekstur: 0,6

Berat: Berat: Berat:


1.775 gram 1.723 gram 1.672 gram
Kadar gula: - Kadar gula: - Kadar gula: 0

Kerusakan Kerusakan Kerusakan


visual/penyakit visual/penyakit visual/penyakit:
Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Tabel 4.1.3. data kontrol perlakuan tanpa pemberian ethrel etefon pada buah
pepaya

Komoditi Data Awal Hari ke-3 Hari ke-5


Pepaya Tingkat Tingkat Tingkat kematangan: 5
kematangan: kematangan: (Kuning dengan ujung
hijau)
Tekstur: - Tekstur: Tekstur: 1,95
Berat: Berat: Berat: 1.581 gram
Kadar gula: - Kadar gula: - Kadar gula: 12
Kerusakan Kerusakan Kerusakan
visual/penyakit visual/penyakit visual/penyakit:
Tidak ada

Tabel 4.1.4 data setelah perlakuan ethrel etefon pada buah pepaya

Komoditi Data Awal Hari ke-3 Hari ke-5


Pepaya Tingkat Tingkat Tingkat kematangan:7
kematangan: 2 kematangan: 6 Kuning dan terdapat
Hijau terdapat Kuning penuh bitnik coklat
gurat kuning
Tekstur: - Tekstur: - Tekstur: 1,83
Berat: Berat: Berat:
1.790 gram 1.736 gram 1.693 gram
Kadar gula:- Kadar gula:- Kadar gula: 8
Kerusakan Kerusakan Kerusakan
visual/penyakit: visual/penyakit: visual/penyakit
Tidak ada Tidak ada Pepaya menjadi sangat
lembek, terdapat spot-
spot berwarna
kehitaman dan putih
pada beberapa bagian
pepaya.

Tabel 4.1.5. data kontrol perlakuan tanpa pemberian ethrel etefon pada buah

alpukat

Komoditi Data Awal Hari ke-3 Hari ke-5


Alpukat Tingkat Tingkat Tingkat kematangan:
kematangan:- kematangan:- Hijau terdapat gurat
kecoklatan
Tekstur: - Tekstur: - Tekstur: 2,1
Berat: - Berat: - Berat: 276 gram
Kadar gula: - Kadar gula: - Kadar gula: 8
Kerusakan Kerusakan Kerusakan
visual/penyakit visual/penyakit visual/penyakit:
Tidak terdapat penyakit

Tabel 4.1.6 data setelah perlakuan pemberian ethrel etefon pada buah alpukat

Komoditi Data Awal Hari ke-3 Hari ke-5


Alpukat Tingkat Tingkat Tingkat kematangan:
kematangan: kematangan: Hijau terdapat becak
Hijau Hijau terdapat kecoklatan
bercak-bercak
kecoklatan
Tekstur:- Tekstur:- Tekstur: 1,25
Berat:738 gram Berat: 705 gram Berat: 670 gram
Kadar gula:- Kadar gula:- Kadar gula: 11

Kerusakan Kerusakan Kerusakan


visual/penyakit: visual/penyakit: visual/penyakit: Tidak
Tidak ada Tidak ada ada

4.2. Pembahasan
Pematangan buah merupakan perubahan yang terjadi pada tahap akhir
perkembangan buah atau tahap awal penuaan pada buah. Selama perkembangan
buah terjadi berbagai perubahan biokimiawi dan fisiologi. uah yang masih muda
berwarna hijau karena memiliki kloroplas sehingga dapat mengadakan
fotosintesis, tetapi sebagian besar kebutuhan karbohidrat dan protein diperoleh
dari bagian tubuh tumbuhan lainnya. Buah muda yang sedang tumbuh
mengadakan respirasi sangat cepat sehingga dihasilkan banyak asam karboksilat
dari daur Krebs, misalnya asam isositrat, asam fumarat, asam malat. Kadar asam-
asam ini berkurang sejalan dengan berkembangnya buah karena asam-asam ini
digunakan untuk mensintesis asam amino dan protein yang terus berlangsung
dalam buah sampai buah masak.
Pemasakan buah merupakan proses yang sangat komplek dan terprogram
secara genetik yang diawali dengan perubahan warna, tekstur, aroma, dan rasa.
Selama proses pemasakan buah, kandungan asam berkurang dan kandungan gula
meningkat menyebabkan terjadinya kenaikan respirasi mendadak yang disebut
klimakterik. Aktivitas respirasi yang sangat tinggi menjadi pemacu biosintesis
etilen yang berperan dalam pemasakan buah. Etilen diperlukan untuk koordinasi
dan penyempurnaan pemasakan buah. Perubahan biokimiawi dan fisiologi
tersebut terjadi pada tahap akhir dari perkembangan buah.
Pada praktikum ini digunakan dua perlakuan untuk mengamati pematangan
buah yaitu perlakuan kontrol dan perlakuan dengan pemberian ethrel etefon.
Perlakuan kontrol yaitu perlakuan tanpa diberikan ethrel etefon pada buah dan
buah dibiarkan matang secara alami. Sementara itu, perlakuan dengan pemberian
ethrel etefon yaitu perlakuan dengan menyemprotkan ethrel etefon menggunakan
hand sprayer dengan dosis 1 ml/1.
Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini yaitu untuk mengetahui
dapatkah pematangan buah dipacu dengan gas pematangan buah, membandingkan
kecepatan pematangan buah secara alami dengan cara dipacu oleh hormone etilen,
membandingkan karakter kualitas buah yang dimatangkan secara alami dan yang
dipacu serta membandingkan umur simpan buah yang matang alami dan yang
matang secara dipacu.
Berdasarkan hasil pengamatan yang tertera pada tabel, diperoleh data
kematangan yang berbeda-beda dari tiap komoditi dan tiap perlakuan yang
diberikan. Tingkat kematangan yang tinggi diperoleh pada pepaya baik pada
perlakuan kontrol maupun perlakuan dengan pemberian ethrel etefon. Tingkat
kematangan pepaya dilihat dari perubahan warna pada kulit buahnya, tekstur
maupun tingkat kemanisannya. Pada perlakuan kontrol tingkat kematangan
pepaya berada pada angka 5 yaitu dengan kriteria kuning dengan ujung hijau,
dengan tekstur diketahui 1,95 dan tingkat kadar gula atau kemanisannya mencapai
12. Sementara pada perlakuan dengan pemberian ethrel etefon diketahui memiliki
tingkat kematangan pada angka 7 dengan mulai terdapat sedikit bitnik coklat
dengan tingkat tekstur berada angka 1,83 dan tingkat kadar gula dengan nilai 8.
Tingkat kematangan terendah diketahui pada pisang. Pada perolehan data
kematangan pada perlakuan kontrol, pisang memiliki tingkat kematangan akhir
yaitu 3 dengan ditandai warna hijau yang masih cenderung dominan dan terdapat
warna kuning. Perubahan warna kuning pada pisang perlakuan kontrol hanya pada
beberapa bagian saja dan tidak menyeluruh. Tingkat kekerasan diketahui berada
pada nilai 0,67 dengan nilai kemanisan 29. Sementara pada perlakuan dengan
pemberian ethrel etefon diketahui memiliki tingkat kematangan yang berada pada
nilai 2 yang ditandai dengan ciri-ciri warna kulit pisang masih berwarna hijau dan
masih dalma proses pematangan. Memiliki nilai tekstur yaitu sebesar 6 daan tidak
dapat diukur kemanisannya karena masih belum matang.
Sementara itu pada pematangan alpukat pada perlakuan kontrol memiliki
tingkat kematangan yang ditandai dengan perubahan warna kulitnya yaitu hijau
dan terdapa gurat kecoklatan. Memiliki nilai tekstur sebesar 2,1 dan tingkat
kemanisan 8. Kemudian pada perlakuan dengan pemberian ethrel etefon tingkat
kematangan buah alpukat hampir sama dengan perlakuan kontrol yaitu berwarna
hijau dan terdapat bercak kecoklatan. Memiliki nilai tekstur yang lebihi rendah
yaitu 1,25 dan tingkat kamanisan yang lebih tinggi yaitu 11.
Susut bobot ketika pengamatan terlihat jelas pada tiap-tiap komoditi sejak hari
ke tiga dan hari kelima. Susut bobot ini disebabkan karena porses respirasi yang
berlangsung pada buah. Susut bobot ini merupakan salah satu parameter mutu
yang memperlihatkan tingkat kesegaran buah. Semakin tinggi sssut bobotnya
semakin kurang tingkat kesegarannya. Pengaruh ethrel etefon pada susut buah
ditunjukkan pada susut bobot buah pisang, pepaya dan alpukat dari hari ke 3 dan
hari ke 5. Peningkatan laju respirasi mengakibatkann terjadinya proses merombak
senyawa seperti karbohidrat dalam buah dan menghasilkan CO2, air dan energi
yang menguap melalui permukaan kulit buah yang membuat kehilangan bobot
pada buah.
Tingkat kekerasan atau tekstur buah yang berbeda adalah salah satu parameter
mutu yang mendeskripsikann tingkat kesegaran buah. Semakin rendah nilai
kekerasan menunjukkan bahwa semakin kurang tingkat kesegaran buah tersebut.
Hal ini disebabkan oleh buah yang matang akan membuat turunnya nilai
kekerasan sampai buah itu membusuk. Penurunan kekerasan terjadi karenan
adanya proses transpirasi dan respirassi sehingga buah menjadi layu dan mengerut
karena terjadinya penguapan air sehingga buah tersebut menjadi lunak. Pemberian
etefon dapat memicu penurunan kekerasan dari buah yang ditunjukkan oleh buah
pepaya.
Tahap pematanagan didefinisikan sebagai tahap akhir dari proses penguraian
substrat yang diperlukan bahan untuk mensintesis enzim-enzim yang lebih spesifk
seperti yang digunakan pada proses pengeringan, karena proses pengeringan ini
menyebabkan nilai total padatan terlarut menurun setelah terjadinya kenaikan.
Perubahan nilai kadar gula pada buah diakibatkan karena adanya proses
merombak karbohidrat yang dipecah menjadi gula sederhana, menyebabkan
akumulasi gula (fruktosa dan glukosa). Pemberian ethrel etefon pada buah yang di
amati memiliki perolehan kadar gula yang lebih tinggi pada alpukat dan pepaya,
kecuali pada pisng karena tidak dapat dilakukan pengambilan data karena belum
matang.
BAB V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

1. penggunaan ethrel etefon untuk mematangkan buah seperti pisang,


pepaya dan alpukat dpat digunakan.
2. Kecepatan pematangan pada tiap-tiap komoditi berbeda karena
perbedaan laju respirasi dari buah tersebut. Buah dengan perlakuan
tanpa ethereal etefon memiliki kecepatan pematangan yang lebih lama
dibandingkan dengan ethrel etefon.
3. Pada aplikasi ethrel etefon buah cenderung melembek dan tingkat
pemasakannya cenderung tinggi yaitu pada pepaya dan alpukat, susut
bobot juga terlilhat cukup besar pada masing-masing komoditi, namun
untuk kadar kemanisan aplikasi dengan ethrel etefon cenderung
memililki kadar gula yang lebih tinggi pada pepaya dan alpukat
4. Umur simpan buah yang matang alami diketahui lebih panjang
dibandingkan daripada yang dipacu karena yang dipacu dengan ethrel
buah cenderung lembek.

5.2. Saran
Sebagai seorang mahasiswa pertanian memiliki peran aktif berupa perlu
dibuatkan bagan edukasi yang lebih informatif dalam menyampaikan tindakan
penanganan pascapanen secara tepat dan aman kepada para petani, pengepul,
distributor agar mutu dan kualitas dari produk yang dihasilkan baik, utamanya
dalam hal pengemasan produk.
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2013. Pedoman Panen, Pascapanen, dan Pengolahan Bangsal


Pascapanen Hortikultura yang baik. Peraturan Menteri Pertanian
Republik Indonesia Nomor 73/ Permentan/OT 140/7/2013: 5-52
Arti, Inti Mulyo, Adinda Nurul Huda Mamurung. 2018. Pengaruh Etilen Apel dan
Daun Mangga pada Pematangan. Jurnal Pertanian Presisi. 2(2): 77-88
Asif, M. 2017. Physico-chemical properties and toxic effect of fruit-ripening
agent calcium carbide. Ann Trop Med Public Health 5; 150-156
Gergoff G, Chaves A, Bartoli CG. 2010. Ethylene regulates ascorbic acid
content during darkinduced leaf senescence. Plant Sci 178:207–212

Iqbal, N., Khan, N.A., Ferrante, A., Trivellini, A., Francini, A., Khan, MIR.
2017. Review: Ethylene Role in Plant Growth, Development and
Senescence: Interaction with Other Phytohormones. Journal Frontiers in
Plant Science, 8 (475); 1-19

Murtadha, A., Julianti, E., Suhaidi, I. 2014. Pengaruh Jenis Pemacu Pematangan
Terhadap Mutu Buah Pisang Barangan (Musa paradisiaca L.). J.
Rekayasa Pangan dan Pert., 1 (1): 47-56

Widjanarko, S.B. 2013. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen – Fisiologi dan
Handling Buah, Sayur, Bunga dan Herbal. UB Press. Malang
LAMPIRAN

1. Buah Pisang
 Perlakuan Ethrel

Data Awal Hari ke-3 Hari Ke 5

 Kontrol

2. Buah Pepaya
 Perlakuan Ethrel

Data Awal Hari ke-3 Hari Ke 5


 Kontrol

3. Buah Alpukat
 Perlakuan Ethrel

Data Awal Hari ke-3 Hari Ke 5

 Kontrol

Anda mungkin juga menyukai