Oleh
Eliza Alifia Putri
C1M020041
14
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023
HALAMAN PENGESAHAN
4.1. Hasil
Komoditi Data Awal Hari ke-3 Hari ke-5
Pisang Tingkat Tingkat Tingkat kematangan:
kematangan:- kematangan:- 3
(Warna hijaunya lebih
dominan daripada
warna kuning, tetapi
warnanya tidak
merata pada seluruh
buah)
Tekstur: Tekstur: Tekstur: 0,67
Tabel 4.1.2 data setelah perlakuan ethrel etefon pada buah pisang
Tabel 4.1.3. data kontrol perlakuan tanpa pemberian ethrel etefon pada buah
pepaya
Tabel 4.1.4 data setelah perlakuan ethrel etefon pada buah pepaya
Tabel 4.1.5. data kontrol perlakuan tanpa pemberian ethrel etefon pada buah
alpukat
Tabel 4.1.6 data setelah perlakuan pemberian ethrel etefon pada buah alpukat
4.2. Pembahasan
Pematangan buah merupakan perubahan yang terjadi pada tahap akhir
perkembangan buah atau tahap awal penuaan pada buah. Selama perkembangan
buah terjadi berbagai perubahan biokimiawi dan fisiologi. uah yang masih muda
berwarna hijau karena memiliki kloroplas sehingga dapat mengadakan
fotosintesis, tetapi sebagian besar kebutuhan karbohidrat dan protein diperoleh
dari bagian tubuh tumbuhan lainnya. Buah muda yang sedang tumbuh
mengadakan respirasi sangat cepat sehingga dihasilkan banyak asam karboksilat
dari daur Krebs, misalnya asam isositrat, asam fumarat, asam malat. Kadar asam-
asam ini berkurang sejalan dengan berkembangnya buah karena asam-asam ini
digunakan untuk mensintesis asam amino dan protein yang terus berlangsung
dalam buah sampai buah masak.
Pemasakan buah merupakan proses yang sangat komplek dan terprogram
secara genetik yang diawali dengan perubahan warna, tekstur, aroma, dan rasa.
Selama proses pemasakan buah, kandungan asam berkurang dan kandungan gula
meningkat menyebabkan terjadinya kenaikan respirasi mendadak yang disebut
klimakterik. Aktivitas respirasi yang sangat tinggi menjadi pemacu biosintesis
etilen yang berperan dalam pemasakan buah. Etilen diperlukan untuk koordinasi
dan penyempurnaan pemasakan buah. Perubahan biokimiawi dan fisiologi
tersebut terjadi pada tahap akhir dari perkembangan buah.
Pada praktikum ini digunakan dua perlakuan untuk mengamati pematangan
buah yaitu perlakuan kontrol dan perlakuan dengan pemberian ethrel etefon.
Perlakuan kontrol yaitu perlakuan tanpa diberikan ethrel etefon pada buah dan
buah dibiarkan matang secara alami. Sementara itu, perlakuan dengan pemberian
ethrel etefon yaitu perlakuan dengan menyemprotkan ethrel etefon menggunakan
hand sprayer dengan dosis 1 ml/1.
Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini yaitu untuk mengetahui
dapatkah pematangan buah dipacu dengan gas pematangan buah, membandingkan
kecepatan pematangan buah secara alami dengan cara dipacu oleh hormone etilen,
membandingkan karakter kualitas buah yang dimatangkan secara alami dan yang
dipacu serta membandingkan umur simpan buah yang matang alami dan yang
matang secara dipacu.
Berdasarkan hasil pengamatan yang tertera pada tabel, diperoleh data
kematangan yang berbeda-beda dari tiap komoditi dan tiap perlakuan yang
diberikan. Tingkat kematangan yang tinggi diperoleh pada pepaya baik pada
perlakuan kontrol maupun perlakuan dengan pemberian ethrel etefon. Tingkat
kematangan pepaya dilihat dari perubahan warna pada kulit buahnya, tekstur
maupun tingkat kemanisannya. Pada perlakuan kontrol tingkat kematangan
pepaya berada pada angka 5 yaitu dengan kriteria kuning dengan ujung hijau,
dengan tekstur diketahui 1,95 dan tingkat kadar gula atau kemanisannya mencapai
12. Sementara pada perlakuan dengan pemberian ethrel etefon diketahui memiliki
tingkat kematangan pada angka 7 dengan mulai terdapat sedikit bitnik coklat
dengan tingkat tekstur berada angka 1,83 dan tingkat kadar gula dengan nilai 8.
Tingkat kematangan terendah diketahui pada pisang. Pada perolehan data
kematangan pada perlakuan kontrol, pisang memiliki tingkat kematangan akhir
yaitu 3 dengan ditandai warna hijau yang masih cenderung dominan dan terdapat
warna kuning. Perubahan warna kuning pada pisang perlakuan kontrol hanya pada
beberapa bagian saja dan tidak menyeluruh. Tingkat kekerasan diketahui berada
pada nilai 0,67 dengan nilai kemanisan 29. Sementara pada perlakuan dengan
pemberian ethrel etefon diketahui memiliki tingkat kematangan yang berada pada
nilai 2 yang ditandai dengan ciri-ciri warna kulit pisang masih berwarna hijau dan
masih dalma proses pematangan. Memiliki nilai tekstur yaitu sebesar 6 daan tidak
dapat diukur kemanisannya karena masih belum matang.
Sementara itu pada pematangan alpukat pada perlakuan kontrol memiliki
tingkat kematangan yang ditandai dengan perubahan warna kulitnya yaitu hijau
dan terdapa gurat kecoklatan. Memiliki nilai tekstur sebesar 2,1 dan tingkat
kemanisan 8. Kemudian pada perlakuan dengan pemberian ethrel etefon tingkat
kematangan buah alpukat hampir sama dengan perlakuan kontrol yaitu berwarna
hijau dan terdapat bercak kecoklatan. Memiliki nilai tekstur yang lebihi rendah
yaitu 1,25 dan tingkat kamanisan yang lebih tinggi yaitu 11.
Susut bobot ketika pengamatan terlihat jelas pada tiap-tiap komoditi sejak hari
ke tiga dan hari kelima. Susut bobot ini disebabkan karena porses respirasi yang
berlangsung pada buah. Susut bobot ini merupakan salah satu parameter mutu
yang memperlihatkan tingkat kesegaran buah. Semakin tinggi sssut bobotnya
semakin kurang tingkat kesegarannya. Pengaruh ethrel etefon pada susut buah
ditunjukkan pada susut bobot buah pisang, pepaya dan alpukat dari hari ke 3 dan
hari ke 5. Peningkatan laju respirasi mengakibatkann terjadinya proses merombak
senyawa seperti karbohidrat dalam buah dan menghasilkan CO2, air dan energi
yang menguap melalui permukaan kulit buah yang membuat kehilangan bobot
pada buah.
Tingkat kekerasan atau tekstur buah yang berbeda adalah salah satu parameter
mutu yang mendeskripsikann tingkat kesegaran buah. Semakin rendah nilai
kekerasan menunjukkan bahwa semakin kurang tingkat kesegaran buah tersebut.
Hal ini disebabkan oleh buah yang matang akan membuat turunnya nilai
kekerasan sampai buah itu membusuk. Penurunan kekerasan terjadi karenan
adanya proses transpirasi dan respirassi sehingga buah menjadi layu dan mengerut
karena terjadinya penguapan air sehingga buah tersebut menjadi lunak. Pemberian
etefon dapat memicu penurunan kekerasan dari buah yang ditunjukkan oleh buah
pepaya.
Tahap pematanagan didefinisikan sebagai tahap akhir dari proses penguraian
substrat yang diperlukan bahan untuk mensintesis enzim-enzim yang lebih spesifk
seperti yang digunakan pada proses pengeringan, karena proses pengeringan ini
menyebabkan nilai total padatan terlarut menurun setelah terjadinya kenaikan.
Perubahan nilai kadar gula pada buah diakibatkan karena adanya proses
merombak karbohidrat yang dipecah menjadi gula sederhana, menyebabkan
akumulasi gula (fruktosa dan glukosa). Pemberian ethrel etefon pada buah yang di
amati memiliki perolehan kadar gula yang lebih tinggi pada alpukat dan pepaya,
kecuali pada pisng karena tidak dapat dilakukan pengambilan data karena belum
matang.
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
5.2. Saran
Sebagai seorang mahasiswa pertanian memiliki peran aktif berupa perlu
dibuatkan bagan edukasi yang lebih informatif dalam menyampaikan tindakan
penanganan pascapanen secara tepat dan aman kepada para petani, pengepul,
distributor agar mutu dan kualitas dari produk yang dihasilkan baik, utamanya
dalam hal pengemasan produk.
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal, N., Khan, N.A., Ferrante, A., Trivellini, A., Francini, A., Khan, MIR.
2017. Review: Ethylene Role in Plant Growth, Development and
Senescence: Interaction with Other Phytohormones. Journal Frontiers in
Plant Science, 8 (475); 1-19
Murtadha, A., Julianti, E., Suhaidi, I. 2014. Pengaruh Jenis Pemacu Pematangan
Terhadap Mutu Buah Pisang Barangan (Musa paradisiaca L.). J.
Rekayasa Pangan dan Pert., 1 (1): 47-56
Widjanarko, S.B. 2013. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen – Fisiologi dan
Handling Buah, Sayur, Bunga dan Herbal. UB Press. Malang
LAMPIRAN
1. Buah Pisang
Perlakuan Ethrel
Kontrol
2. Buah Pepaya
Perlakuan Ethrel
3. Buah Alpukat
Perlakuan Ethrel
Kontrol