Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Teknologi Benih

Kelas : 02 (Kamis/10.00-11.40)
Asisten : 1. Risya Putri Annura
2. Siti Nurminah Nasution

FISIOLOGI DAN METABOLISME BENIH


(UJI TETRAZOLIUM)

Disusun Oleh:

Nama : Zulfa Luthfiyatunnisa


NIM : 1905101050077

LABORATORIUM ILMU DAN TEKNOLOGI BENIH


JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2021
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Benih yang diharapkan petani adalah benih yang memiliki viabilitas benih dan
vigor yang tinggi. Hal itu disebabkan karena viabilitas dan vigor benih merupakan salah
satu parameter yang perlu dipertimbangkan sebelum benih disimpan, didistribusikan dan
ditanam. Uji viabilitas benih memberikan informasi kemampuan berkecambah suatu benih
pada suatu kondisi tertentu. Uji viabilitas dapat dilakukan dengan pengecambahan benih
dengan parameter yang diamati adalah daya kecambah dan kekuatan kecambahnya. Salah
satu metode yang digunakan untuk menduga kualitas benih adalah Uji Tetrazolium.
Tetrazolium merupakan suatu cara pengujian terhadap viabilitas  benih secara cepat dan
bersifat tidak langsung. Pengujian ini menggunakan garam tetrazolium. Garam tetrazolium
ini merupakan senyawa kimia yang dapat direduksi secara enzimatik di dalam jaringan
benih yang masih hidup. Reduksi senyawa ini akan merubah senyawa formazan yang
berwarna merah cerah. Uji tetrazolium tersebut sangat cepat dan tepat apabila
diaplikasikan pada benih yang mengalami dormansi dan mengalami pemasakan lanjutan
(after ripening).
Garam tetrazolium merupakan bahan yang tidak berwarna. Di dalam  jaringan-
jaringan sel hidup, zat ini ikut serta dalam proses reduksi. Dengan  proses hidrogenida,
dalam sel hidup terbentuklah triphenyl formazan yang berwarna merah stabil dan bersifat
tidak difus, dan ini kemungkinan untuk dapat membedakan sel hidup yang berwarna merah
dari bagian sel mati yang tidak berwarna. Dari posisi dan ukuran daerah berwarna dan
tidak berwarna pada embrio dan atau endisperm dapat ditentukan apakah benih tersebut
digolongkan sebagai viable atau non-viable.
Pengujian benih dengan tetrazolium merupakan salah satu uji yang efektif. Uji
tetrazolium memanfaatkan prinsip dehidrogenase yang merupakan grup enzim
metabolisme pada sel hidup, dimana perubahan warnanya mudah diamati. Selain uji
tetrazolium, uji hidrogen peroksida ( H 2 O 2) juga merupakan uji yang efektif. Uji ini
merupakan uji viabilitas yang lain, yang membentuk transisi menjadi pengujian kecambah.
Prinsip kerja uji tetrazolium adalah berdasarkan perbedaan warna dari benih setelah
direndam dalam larutan tetrazolium. Jaringan dalam benih tersebut jika hidup akan
menghasilkan suatu reaksi pada benih dengan menimbulkan kriteria pewarnaan, yaitu
merah cerah jika jaringan masih hidup, merah jambu jika jaringan sudah lemah, merah tua
jika jaringan rusak, dan tak berwarna jika jaringan sudah mati.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam uji tetrazolium adalah penyiapan benih
yang akan diuji dengan menghitung jumlahnya, pelembaban benih untuk aktivasi enzim
dan pelunakan jaringan benih, pembukaan jaringan benih untuk pewarnaan (penusukan,
pemotongan, pengupasan testa, pengeluaran embrio), penyiapan larutan tetrazolium, suhu
dan lama perendaman, penilaian benih vigor tinggi, vigor rendah dan benih non viabel,
serta ketelitian analis.
Uji tetrazolium sangat perlu diketahui untuk mengefektifkan proses persemaian
benih, terutama pada benih-benih dorman. Selain itu, uji ini juga memiliki tingkat
ketelitian yang tinggi. Oleh karena itu, pada praktikum ini akan dilakukan dan dipelajari
mengenai uji tetrazolium untuk mengetahui apakah benih yang diamati merupakan benih
hidup atau benih mati. Meskipun uji tetrazolium belum tentu membuktikan bahwa
viabilitas tanaman itu baik, tetapi secara tidak langsung uji ini dapat mempermudah untuk
mengetahui kondisi benih.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mempelajari perubahan metabolisme beberapa benih tanaman pangan dengan
menggunakan larutan tetrazolium berdasarkan pola pewarnaan topografis sehingga
dapat diduga tingkat viabilitasnya.
2. Untuk membandingkan metode uji tetrazolium dengan metode pengujian yang lain.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Biji adalah ovule yang dewasa. Terbentuk satu atau lebih di dalam satu ovari pada
legume, tapi tidak pernah lebih dari satu biji terbentuk dalam ovari pada monokotil. Setiap
biji matang selalu terdiri paling kurang dua bagian, yaitu embrio dan kulit biji. Embrio
terbentuk atau berasal dari telur yang dibuahi dengan mengalami pembelahan sel di dalam
embrio sac. Kulit biji terbentuk dari integumen (satu atau lebih) dari ovule. Pada legume
umumnya terdapat dua lapis kulit biji. Lapisan sebelah dalam tipis dan lunak, sedangkan
lapisan sebelah luar tebal dan keras. Fungsinya sebagai lapisan proteksi terhadap suhu,
penyakit dan sentuhan mekanis. Setiap biji yang sangat muda dan sedang tumbuh, selalu
terdiri atas tiga bagian yaitu embrio, kulit buji, endosperm. Endosperm yaitu suatu jaringan
penyimpanan makanan cadangan yang diserap oleh embrio sebelum atau selama
perkecambahan biji dan selalu terdapat di dalam biji yang sangat muda (Kolasinska, 2006).
Uji tetrazolium disebut juga uji biochemist dan uji cepat viability. Prinsip metode
tetrazolium adalah bahwa setiap sel hidup akan berwarna merah oleh reduksi suatu
pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan formazon merah, sedangkan sel-sel
yang mati akan berwarna putih. Adanya warna merah di bagian-bagian penting pada
embrio benih mengindikasikan benih mampu menumbuhkan embrio menjadi kecambah
yang normal. Enzim yang mendorong terjadinya proses ini adalah dehidrogenase yang
berkaitan dengan respirasi. Uji tetrazolium mempunyai beberapa kelebihan meliputi waktu
pengujian yang singkat, sangat tepat diaplikasikan pada benih yang mengalami dormansi
serta benih yang mengalami pemasakan lanjutan (after ripening), dan memiliki tingkat
ketelitian tinggi. Sedangkan kelemahannya yaitu memerlukan keahlian dan pelatihan yang
intensif, bersifat laboratoris, tidak dapat mendeteksi kerusakan akibat fungi atau mikrobia
lainnya dan bersifat merusak (Sutopo, 2004).
Pengujian tetrazolium memiliki batasan. Perkecambahan tidak dapat dideteksi
dengan pengujian tetrazolium. Pengujian tetrazolium tidak dapat mengukur kapasitas untuk
fotosintesis normal dan noda albino secara normal. Keberadaan patogen dapat
mengganggu perbandingan antara tetrazolium dan hasil dari perkecambahan. Pengujian
tetrazolium tidak dapat dideteksi sebagai pathogene dalam biji yang dilapisi yang
mempengaruhi perkecambahan. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa pengujian
perkecambahan masih dibutuhkan sebagai informasi viabilitas yang utama (McDonald,
2005).
Hasil dari pengujian tetrazolium adalah jaringan hidup menunjukkan adanya
kontaminasi warna merah pada biji dan jaringan yang mati ditunjukkan dengan tidak
adanya kontaminasi warna merah. Pengujian tetrazolium menunjukkan persentase
kemampuan biji untuk dapat hidup berdasarkan keadaan internal dari biji, pengujian
germinasi yang dikombinasikan dengan peforma dari kualitas biji, ditunjukkan dengan
kemampuan fisiologikal untuk tumbuh dalam perkecambahan yang normal (Black, 2006).
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam uji tetrazolium (TZ) adalah
evaluasi pola topografi pewarnaan untuk menentukan benih viable dan non-viable. Benih
viable menunjukkan pewarnaan pada seluruh jaringan benih yang diperlukan untuk
perkembangan kecambah normal. Benih non-viable menunjukkan defisiensi dan
keabnormalan dari sifat alami yang dapat menghambat perkembangannya menjadi
kecambah normal (ISTA, 2014).
Beberapa pola pewarnaan benih dikategorikan viable bila  terwarnai seluruhnya,
kerusakan kecil (kurang dari 50%) pada kotiledon, tetapi bukan pada bagian penghubung
antara kotiledon dan radikula dan bukan pada daerah satu sisi dengan hilum. Bagian dalam
kotiledon berwarna merah atau bergradasi secara teratur dan merah di bagian tepi dan
memudar di bagian tengah (suatu kondisi yang wajar akibat berkurangnya penetrasi larutan
tetrazolium di bagian dalam). Benih dikategorikan non-viable bila tidak terwarnai
seluruhnya, sebagian besar kotiledon tidak terwarnai, sebagian besar radikula tidak
terwarnai, kerusakan lain (spot busuk), bagian luar berwarna merah, tetapi bagian dalam
kotiledon terlihat adanya batas yang nyata daerah yang tidak terwarnai (spot putih)
(Pramana, 2019).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Adapun praktikum mengenai Uji Tetrazolium ini dilaksanakan secara online di
rumah masing-masing melalui aplikasi WhatsApp dan Google Drive pada hari Kamis
tanggal 29 April 2021 pukul 10.00 - 11.40 WIB.

3.2. Alat dan Bahan


 Alat : Tabung reaksi, pinset, pisau silet, oven.
 Bahan : Benih kedelai dan larutan tetrazolium 0,5 % - 1 % .

3.3. Cara Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum ini yaitu sebagai berikut :
1. Diambil tiga macam lot benih kedelai.
2. Benih kedelai dari 3 lot benih yang ada dilembabkan selama 8 – 9 jam dalam kertas
merang yang basah pada suhu kamar.
3. Dibuat larutan tetrazolium 0,5% dan diusahakan larutan tersebut tidak terkena cahaya
matahari secara langsung (dapat menggunakan kertas karbon atau botol hitam).
4. Benih kedelai yang telah dilembabkan sebanyak 25 butir per ulangan direndam dalam
larutan tetrazolium selama 1 jam pada suhu 40 ° C.
5. Benih dikeluarkan dari larutan dan dilakukan pengamatan dengan cara:
a. Dipisahkan benih-benih yang berwarna merah total, benih-benih berwarna merah
tetapi ada warna putih sebagian dan benih-benih yang berwarna putih total.
b. Dari benih-benih yang berwarna merah dibedakan atas benih-benih yang berwarna
merah cerah dengan benih-benih yang berwarna kurang cerah.
c. Dihitung persentase benih warna merah cerah, merah kurang cerah, merah
sebagian, dan benih yang berwarna putih.
6. Dengan menggunakan benih yang sama, ditentukan keserempakan tumbuh benih
tersebut menggunakan kertas merang. Dari uji keserempakan tumbuh dibedakan atas :
kecambah normal kuat, normal lemah, tidak normal dan mati.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Praktikum


Tabel 1. Uji tetrazolium benih jagung.
Benih DB PTM FCT IVT
Jagung 94 % 86 % 78 % 14,13

 DB : Daya Berkecambah
 PTM : Potensi Tumbuh Maksimum
 FCT : First Count Test
 IVT : Index Value Test

4.2. Pembahasan
Pada praktikum ini digunakan benih jagung dan diuji menggunakan uji viabilitas
secara tidak langsung atau uji tetrazolium. Pengujian dilakukan dengan merendam benih
jagung selama 2 jam ke dalam larutan tetrazolium. Benih jagung yang telah direndam
kemudian ditumbuhkan menggunakan media kertas merang selama satu minggu dan
dihitung daya berkecambah, PTM, PCT, dan IVT. Pada pengujian viabilitasnya terdapat
banyak berwarna merah yang menandakan benih tersebut viable.
Pada pengujian daya berkecambah, benih yang tumbuh pada hitungan pertama
adalah sebanyak 36 (hari ke 4) dan pada hitungan kedua sebanyak 47 benih yang
berkecambah (hari ke 7). Dilakukan perhitungan sebagai berikut :
Jumlah benih yang berkecambahnormal I + II
DB = × 100 %
Jumlah benih yang dikecambahkan
36+11
DB = × 100 %
50
DB = 0,94 × 100 %
DB = 94 %

Pada pengujian Potensi Tumbuh Maksimum (PTM), benih yang berkecambah


normal sebanyak 34, sedangkan benih yang berkecambah secara abnormal sebanyak 9,
sehingga dapat dihitung sebagai berikut :
J umlah benih yang berkecambahnormal +benih abnormal
PTM = × 100 %
J umlah benih yang dikecambahkan
34+9
PTM = × 100 %
50
PTM = 0,86 × 100 %
PTM = 86 %

Pada pengujian First Count Test (FCT), yaitu perhitungan benih yang berkecambah
dengan normal dibandingkan dengan jumlah jumlah benih yang yang dikecambahkan,
dapat dihitung sebagai berikut :
Jumlah benih yang berkecambahnormal
FCT = × 100 %
Jumlah benih yang dikecambahkan
39
FCT = × 100 %
50
FCT = 0,76 × 100 %
FCT = 78 %

Pada pengujian Index Value Test (IVT), yaitu perhitungan jumlah benih yang
berkecambah persatuan harinya, dapat dihitung menggunakan rumus :
Jumlah benih yang berkecambah
IVT =
Hari berkecambah
0 10 6 14 9 11
IVT = + + + + +
1 2 3 4 5 6
0+300+120+210+108+110
IVT =
60
IVT = 14,13 %

Pada perhitungan di atas diketahui pada uji yang dilakukan dengan menggunakan
benih jagung didapatkan Daya Berkecambah (DB) sebesar 94%, Potensi Tumbuh
Maksimum (PTM) sebesar 86%, First Count Test (FCT) sebesar 78%, dan Index Value
Test (IVT) sebesar 14,13%. Berdasarkan uji tetrazolium, benih jagung yang diamati
memiliki viabilitas yang sangat tinggi dimana batas minimum viabilitas benih jagung
adalah sekitar 90%.
Benih yang dikatakan memiliki daya pertumbuhan baik adalah benih dengan
viabilitas mencapai 80% ke atas. Benih dengan viabilitas tinggi tentunya memiliki daya
vigor benih yang kuat, karena didukung oleh komponen cadangan makanan dalam biji
yang cukup untuk menopang pertumbuhan awal dari biji sebelum memperoleh makanan
dari dalam tanah. Untuk dapat mengetahui hal-hal tentang viabilitas dan daya vigor benih
tentunya harus dilakukan dengan sebuah penelitian.
Uji tetrazolium disebut juga uji biochemist benih dan uji cepat viabilitas. Disebut
uji biochemist karena uji tetrazolium mendeteksi adanya proses biokimia yang berlangsung
di dalam sel-sel benih khususnya sel-sel embrio. Disebut uji cepat viabilitas karena
indikasi yang diperoleh dari pengujian tetrazolium bukan berupa perwujudan kecambah,
melainkan pola-pola pewarnaan pada embrio. Sehingga waktu yang diperlukan untuk
pengujian tetrazolium tidak sepanjang waktu yang diperlukan untuk pengujian yang
indikasinya berupa kecambah. Pengujian tetrazolium menggunakan zat indikator 2.3.5
Trifenil tetrazolium chloride.
Prinsip metode tetrazolium adalah bahwa setiap sel hidup akan berwarna merah
oleh reduksi suatu pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan formazon
merah, sedangkan sel-sel yang mati akan berwarna putih. Adanya warna merah di bagian-
bagian penting pada embrio benih mengindikasikan benih mampu menumbuhkan embrio
menjadi kecambah yang normal. Enzim yang mendorong terjadinya proses ini adalah
dehidrogenase yang berkaitan dengan respirasi. Uji tetrazolium mempunyai beberapa
kelebihan meliputi waktu pengujian yang singkat, sangat tepat diaplikasikan pada benih
yang mengalami dormansi serta benih yang mengalami pemasakan lanjutan (after
ripening), dan memiliki tingkat ketelitian tinggi. Sedangkan kelemahannya yaitu
memerlukan keahlian dan pelatihan yang intensif, bersifat laboratoris, tidak dapat
mendeteksi kerusakan akibat fungi atau mikrobia lainnya dan bersifat merusak.
Kegunaan uji tetrazolium cukup banyak, diantaranya adalah untuk mengetahui
viabilitas benih yang akan ditanam,  untuk mengetahui viabilitas benih dorman, dan untuk
mengetahui hidup atau matinya benih segar dalam pengujian daya berkecambah benih. Uji
tetrazolium sebagai uji vigor bisa dilakukan, dengan cara membuat penilaian benih lebih
ketat untuk katagori benih vigor diantara benih viable. Tinggi rendahnya viabilitas
potensial dapat diukur dengan daya berkecambah benih dan berat kering kecambah normal.
Viabilitas dan vigor benih secara alami akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu
dan kadar air benih. Peningkatan kandungan air berhubungan dengan aktivitas metabolik di
dalam benih yang melibatkan enzim untuk mengkatalisis cadangan energi di dalam benih.

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum ini yaitu sebagai berikut :
1. Uji tetrazolium disebut juga uji biochemist benih dan uji cepat viabilitas.
2. Pengujian tetrazolium menggunakan zat indikator 2.3.5 Trifenil tetrazolium chloride.
3. Prinsip metode tetrazolium yaitu bahwa setiap sel hidup akan berwarna merah oleh
reduksi suatu pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan formazon merah,
sedangkan sel-sel yang mati akan berwarna putih.
4. Benih yang dikatakan memiliki daya pertumbuhan baik yaitu benih dengan viabilitas
mencapai 80% ke atas.
5. Diketahui hasil uji benih jagung menunjukkan DB sebesar 94%, PTM sebesar 86%,
FCT sebesar 78%, dan IVT sebesar 14,13%.

5.2. Saran
Adapun saran dari saya yaitu semoga kedepannya praktikum ini dapat berjalan
lebih efektif lagi dan agar materinya dapat dijelaskan secara detail supaya praktikan dapat
memahami materi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Black, M., Derek, B., and Peter, H. 2006. The Encyclopedia of Seeds. CABI, Wallingford.

International Seed Testing Association (ISTA). 2014. International Rules for Seed Testing.
ISTA, Switzerland.

Kolasinska, K., Szyrmer, J., Dul, S. 2006. Relationship between laboratory seed
quality tests and field emergence of common bean seed. Journal Crop Science
Society of America. 4(1): 470-475.

McDonald dan Kwong. 2005. Flower Seed Biology and Technology. CABI, Wallingwood.

Pramana, S. A., Bambang, P., dan Amalia, T. S. 2019. Perbandingan uji tetrazolium dan
Radicle Emergence dalam menduga viabilitas benih kopi arabika (Coffea arabica
L.). Jurnal Littri. 25(1): 1-10.

Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.


LAMPIRAN

Gambar 1. Uji tetrazolium benih jagung (Zea mays).

Anda mungkin juga menyukai