Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMULIAAN TANAMAN

ACARA VII
KEMAJUAN SELEKSI

Semester:
Genap 2017

Oleh :
Listiana Novitasari
NIM A1D015180
Rombongan 8

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Varietas unggul merupakan komponen teknologi yang mudah diadopsi

petani apabila benihnya tersedia. Umur genjah dan potensi hasil tinggi merupakan

karakter penting yang berhubungan dengan pola tanam dan peningkatan pendapatan

petani. Sejumlah varietas telah mempunyai karakter unggul, namun masih terdapat

beberapa kelemahan, diantaranya adalah umur sedang hingga dalam, ukuran biji

kecil hingga sedang, dan potensi hasil rendah. Varietas yang berpotensi hasil tinggi

akan digunakan sebagai tetua dalam penelitian para pemulia tanaman. Pemilihan

individu-individu superior, diharapkan dapat memperbaiki daya hasil dari varietas

tersebut.

Pemuliaan tanaman merupakan suatu metode yang secara sistematik merakit

keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang lebih bermanfaat bagi kehidupan

manusia. Tujuan pemuliaan tanaman adalah merakit varietas unggul yang semakin

tinggi hasilnya, stabil terhadap berbagai perubahan dan tekanan lingkungan serta

memenuhi kebutuhan petani. Penggunaan varietas diarahkan semakin spesifik

lingkungan dan spesifik guna. Program pemulian tanaman meliputi dua tahapan,

yaitu tahapan evolusioner yang bertujuan untuk terbentuknya atau bertambahnya

keragaman genetik, dan tahapan evaluasi, dimana seleksi dilakukan terhadap

genotipe-genotipe yang diinginkan dari beberapa populasi yang dimiliki.

.
Seleksi merupakan suatu kegiatan memillih atau menyeleksi suatu tanaman

yang diinginkan dalam suatu populasi. Secara konvensional program pemuliaan

tanaman, seleksi didasarkan atas pemilihan tanaman oleh pemulia tanaman untuk

satu atau beberapa penampakan (fenotipe) dari karakter yang menjadi target

perbaikan, baik secara individu maupun populasi tanaman. Karakter-karakter yang

umumnya merupakan target seleksi antara lain produksi, mutu hasil, ketahanan

terhadap hama dan penyakit atau toleransi terhadap lingkungan marginal. Pengaruh

interaksi genotipe dan lingkungan akan menentukan prosedur seleksi yang

diterapkan. Proses seleksi sering tidak efektif karena adanya interaksi genotipe dan

lingkungan.

Ketepatan menggunakan metode seleksi akan membantu keberhasilan dalam

memperoleh varietas-varietas unggul yang diinginkan. Pendekatan kuantitatif

genetik dalam menghitung kemajuan seleksi merupakan hal yang umum dipakai

dalam pemuliaan tanaman. Kemajuan seleksi adalah selisih antara nilai tengah

turunan hasil seleksi dengan nilai tengah populasi yang diseleksi. Nilai kemajuan

seleksi dipengaruhi oleh heritabilitas, simpangan baku fenotipe populasi yang

diseleksi, dan intensitas seleksi. Nilai heritabilitas dapat digunakan sebagai nilai

duga fenotipe, apakah sifat yang ditampilkan disebabkan oleh faktor lingkungan

atau faktor dari keragaman genetik.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum adalah untuk menduga kemajuan seleksi (selection

advance) pada suatu populasi dalam rangka usaha pemuliaan tanaman.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Pemuliaan tanaman bertujuan untuk memperbaiki dan mendapatkan potensi

genetik tanaman, sehingga dapat beradaptasi pada agroekosistem tertentu dengan

hasil yang tinggi dan sesuai dengan selera konsumen. Keberhasilan tersebut sangat

ditentukan oleh kemampuan pemulia dalam memilih genotipe-genotipe unggul

dalam proses seleksi. Pemuliaan tanaman meliputi tiga fase kegiatan, yaitu: a)

menciptakan variabilitas genotipe dalam suatu populasi tanaman, b) seleksi

genotipe yang memiliki gen-gen pengendali karakter target, c) melepas varietas

terbaik untuk produksi pertanian (Yakub et al., 2012). Beberapa parameter genetik

yang dapat digunakan sebagai pertimbangan agar seleksi efektif dan efisien adalah

variabilitas genetik, heritabilitas, korelasi dan pengaruh dari karakter-karakter yang

erat kaitannya dengan hasil tanaman. Seleksi berdasarkan data analisis kuantitatif

yang berpedoman kepada nilai heritabilitas, keragaman genotipe dan fenotipe,

korelasi genotipe dan fenotipe dapat membantu ketajaman seleksi sehingga hasil

yang didapatkan lebih akurat (Borojevic, 1990).

Seleksi merupakan bagian penting dari program pemuliaan tanaman untuk

memperbesar peluang mendapatkan genotipe yang unggul. Seleksi dapat diartikan

sebagai proses pemilihan individu atau kelompok tanaman dari populasi campuran.

Populasi dengan keragaman yang tinggi akan memberikan respon yang baik

terhadap seleksi yang memberikan peluang besar untuk mendapatkan kombinasi

yang tepat dengan sifat baik. Seleksi dalam pemuliaan tanaman bertujuan untuk

mendapatkan potensi galur tanaman yang unggul, pewarisan sifat yang mendukung
daya hasil tinggi, dan heritabilitas merupakan gambaran mengenai kontribusi

genetik dan lingkungan terhadap suatu karakter yang terlihat di lapang. Pada

karakter yang mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi, menunjukkan bahwa

pengaruh genetik lebih berperan dibanding pengaruh lingkungan (Sitohang et al.,

2015).

Nilai heritabilitas dapat dijadikan landasan dalam menentukan program

seleksi. Seleksi pada generasi awal dilakukan bila heritabilitas tinggi, sebaliknya

jika rendah maka seleksi pada generasi lanjut akan berhasil karena adanya peluang

terjadi peningkatan keragaman dalam populasi (Kakiuchi dan Kobata, 2004). Nilai

heritabilitas suatu sifat dipengaruhi oleh metode dan populasi yang digunakan. Nilai

duga heritabilitas menunjukkan apakah sesuatu karakter dikendalikan oleh faktor

genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana karakter

tersebut dapat diturunkan ke keturunan selanjutnya. Seleksi terhadap sifat yang

mempunyai nilai heritabilitas tinggi dapat dilakukan pada generasi awal, sedangkan

bila nilai heritabilitasnya rendah seleksi dapat dilaksanakan pada generasi akhir

(Widyawati et al., 2014).

Kemajuan seleksi adalah selisih antara nilai tengah turunan hasil seleksi

dengan nilai tengah populasi yang diseleksi. Nilai kemajuan seleksi dipengaruhi

oleh heritabilitas, simpangan baku fenotipe populasi yang diseleksi, dan intensitas

seleksi. Intensitas seleksi merupakan besaran yang menunjukkan besarnya bagian

yang diseleksi dari suatu populasi sebaran normal standar. Semakin besar nilai

intensitas seleksi yang digunakan maka nilai kemajuan genetik akibat seleksi akan
semakin besar pula, akan tetapi persentase populasi yang diseleksi akan semakin

kecil (Syukur et al., 2010).

Kemajuan genetik dalam seleksi umumnya bergantung pada ketepatan yang

dimiliki oleh pemulia untuk membedakan dan menentukan genotipe yang

diinginkan. Konsep kemajuan genetik akibat seleksi didasarkan kepada perubahan

dalam rata-rata penampilan yang dicapai suatu populasi dalam setiap siklus seleksi.

Satu siklus seleksi meliputi pembentukan sebuah populasi bersegregasi,

pembentukan genotipe-genotipe untuk dievaluasi, evaluasi genotipe-genotipe,

seleksi genotipe-genotipe superior, pemanfaatan atau penggunaan genotipe-

genotipe terseleksi, varietas baru sebagai tetua. Penyelesaian satu siklus seleksi

akan bervariasi dari satu strategi metode-metode seleksi (Baihaki, 2000).

Kemajuan seleksi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan intensitas seleksi,

mempercepat waktu seleksi, meningkatkan keragaman genetik, memahami

interaksi genotipe dengan lingkungan, serta memperbanyak ulangan dan

lingkungan seleksi (Falconer, 1981). Kemajuan genetik dapat dimaksimalkan

dengan menentukan kriteria seleksi yang memberikan kemajuan seleksi terbaik.

Umumnya kriteria yang digunakan dalam seleksi didasarkan pada hasil ekonomis

tanaman, namun kriteria ini dipandang memiliki heritabilitas yang relatif rendah.

Hal ini karena karakter daya hasil merupakan karakter kuantitatif yang dikendalikan

oleh banyak gen dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sehingga menurunkan

kemajuan genetik yang diperoleh (Limbongan, 2008).


III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum adalah tiga macam kelompok biji

kacang tanah, yaitu kelompok biji kacang tanah ukuran besar dengan keragaman

kecil, kelompok biji kacang tanah ukuran kecil dengan keragaman kecil, kelompok

biji kacang tanah dengan keragaman besar. Alat yang digunakan pada praktikum

ini adalah alat tulis, lembar pengamatan, timbangan analitik, dan penggaris.

B. Prosedur Kerja

1. Sebanyak 50 biji kacang tanah dari ketiga kelompok yang ada diambil secara

acak.

2. Setiap biji yang terambil ditimbang dan dicatat bobotnya.

3. Biji-biji yang selesai ditimbang dikembalikan lagi pada tempatnya.

4. Biji-biji dipilih yang ukurannya besar (seleksi) sebanyak 30 biji dari setiap

kelompok biji yang ada.

5. Setiap biji yang terseleksi/terpilih ditimbang dan dicatat bobotnya.

6. Bobot rata-rata biji dicari, lalu dihitung selisih antara rata-rata bobot 50 biji dan

rata-rata bobot 30 biji.

7. Hasil perhitungan selisih dimasukkan ke dalam rumus kemajuan seleksi.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1.1 Populasi 50 biji kacang tanah ukuran besar keragaman kecil
Bobot 0.4 0.5 0.6 0.7
Jumlah 11 21 15 3

(0,4 𝑥 11)+(0,5 𝑥 21)+(0,6 𝑥 15)+(0,7 𝑥 3)


P0 =
50
26
= = 0,52
50

Tabel 1.2 Populasi 30 biji kacang tanah ukuran besar keragaman kecil
Bobot 0.5 0.6 0.7
Jumlah 4 23 3

(0,5 𝑥 4)+(0,6 𝑥 23)+(0,7 𝑥 3)


P1 =
30
17.9
= = 0,596
30
S = P1 – P0
= 0,596 – 0,52
= 0,076
R =HxS
= 0,21 x 0,076 = 0,015
25

20

15

10

0
0,4 0,5 0,6 0,7

P0 P1

Grafik 1. Kemajuan seleksi kelompok kacang tanah ukuran besar keragaman kecil

Tabel 2.1 Populasi 50 biji kacang tanah ukuran kecil keragaman kecil
Bobot 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Jumlah 3 14 19 9 5

(0,3 𝑥 3)+(0,4 𝑥 14)+(0,5 𝑥19)+(0,6 𝑥 9)+(0,7 𝑥 5)


P0 =
50
24,9
= = 0,498
50

Tabel 2.2 Populasi 30 biji kacang tanah ukuran kecil keragaman kecil
Bobot 0.5 0.6 0.7
Jumlah 17 8 5

(0,5 𝑥17)+(0,6 𝑥8)+(0,7𝑥5)


P1 =
30
16,8
= = 0,56
30
S = P1 – P0
= 0,56 – 0,498
= 0,062
R =HxS
= 0,21 x 0,062 = 0,013

20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

P0 P1

Grafik 2. Kemajuan seleksi kelompok kacang tanah ukuran kecil keragaman kecil

Tabel 3.1 Populasi 50 biji kacang tanah dengan keragaman besar


Bobot 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Jumlah 3 12 20 12 4

(0,3 𝑥 3)+(0,4 𝑥 12)+(0,5 𝑥20)+(0,6 𝑥 12)+(0,7 𝑥 4)


P0 =
50
25,7
= = 0,514
50

Tabel 3.2 Populasi 30 biji kacang tanah dengan keragaman besar


Bobot 0.5 0.6 0.7
Jumlah 14 8 8

(0,5 𝑥14)+(0,6 𝑥8)+(0,7𝑥8)


P1 =
30
17,4
= = 0,58
30
S = P1 – P0
= 0,58 – 0,514
= 0,066
R =HxS
= 0,21 x 0,066 = 0,01386

25

20

15

10

0
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

P0 P1

Grafik 3. Kemajuan seleksi kelompok kacang tanah keragaman besar

B. Pembahasan

Seleksi adalah memilih serta mencari keuntungan tanaman atau ternak yang

memiliki karakter baik, yang berguna untuk meningkatkan hasil serta mutunya.

Karakter-karakter baik ditentukan genotipe, tetapi ekspresinya dipengaruhi oleh

faktor lingkungan. Mencari serta memilih sifat genetik yang baik harus disertai

dengan menentukan lingkungan yang cocok dan paling ekonomis terhadap tanaman

diseleksi. Seleksi dapat juga disebut dengan usaha pemuliaan (Soepomo, 1968).

Seleksi merupakan salah satu langkah awal pemuliaan dalam merakit suatu

varietas. Seleksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan individu atau kelompok

tanaman dari populasi campuran (Poehlman, 1983). Seleksi adalah kegiatan


pemilihan tanaman baik secara individu maupun populasi berdasarkan karakter

yang diinginkan untuk diperbaiki (Sunarto, 1997).

Hallaeur (1981) menyatakan bahwa tujuan utama dari kegiatan seleksi adalah

untuk mengidentifikasi genotipe yang diinginkan. Penggunaan metode seleksi

sangat tergantung pada beberapa hal, yaitu arah kegiatan pemuliaan yang

dilakukan, pola pewarisan sifat atas sifat yang akan diperbaiki, individu dalam

populasi, sejarah seleksi, serta tujuan spesifik dari program pemuliaan yang

dikehendaki. Tujuan seleksi tanaman yaitu memilih dan mengumpulkan tanaman

yang mempunyai sifat-sifat unggul untuk dijadikan tanaman induk. Memilih

populasi yang kemampuan ekspresi gen yang diinginkan maksimal (Hairmansis et

al., 2015).

Tanaman tipe menyerbuk sendiri menghasilkan individu yang homozigot,

apabila dilakukan persilangan maka keturunannya akan bersegregasi dari generasi

ke generasi. Penyerbukan sendiri terus menerus mengakibatkan proporsi

heterozigot akan berkurang dan proporsi homozigot meningkat. Keragaman genetik

yang luas dari hasil persilangan mempermudah melakukan seleksi. Metode seleksi

yang digunakan tergantung pada tipe penyerbukan (Miladivonic et al., 2011).

Metode seleksi pada tanaman menyerbuk sendiri terbagi menjadi dua yaitu

seleksi untuk populasi campuran dan seleksi untuk populasi hasil hibridisasi

(generasi bersegregasi). Macam seleksi untuk populasi campuran antara lain:

1. Seleksi Massa

Seleksi massa merupakan metode pemuliaan yang paling tua dan paling

sederhana. Pemulia dapat memperbaiki suatu sifat dari populasi yang diseleksi
dengan tetap mempertahankan ciri populasi tersebut. Seleksi massa dilakukan

pada populasi homozigot heterogen, biasanya berupa varietas yang tercampur.

Seleksi massa bertujuan mengurangi keragaman genetik dari suatu populasi

dan meningkatkan frekuensi gen yang diinginkan. Kegunaan seleksi massa

dapat memperbaiki populasi landrace, memurnikan varietas galur murni untuk

mempertahankan identitas varietas, dan mendapatkan varietas yang memiliki

horizontal serta mempunyai adaptasi luas pada lingkungan baru (Syukur et al.,

2012).

Metode seleksi massa didasarkan atas penampilan karakter (fenotipe),

yaitu dengan memilih tanaman yang berpenampilan baik dan menghilangkan

tanaman kurang baik dari populasi hasil random mating. Populasi dipilih

sebanyak mungkin tanaman yang mempunyai fenotipe baik dan seragam. Hasil

tanaman terpilih dicampur dan ditanam kembali secara massal, selanjutnya

diseleksi kembali dan dibandingkan dengan induk atau varietas standar. Seleksi

terus diulang sampai keadaan tanaman dalam populasi seragam dan stabil

(Pradnyawathi, 2012).

2. Seleksi Galur Murni

Seleksi galur murni merupakan seleksi tanaman tunggal dari populasi

homozigot heterogen. Seleksi ini berdasarkan pada teori bahwa keragaman

dalam suatu populasi heterozigot disebabkan oleh keragaman genetik dan

lingkungan, sedangkan keragaman dalam galur murni disebabkan oleh

keragaman lingkungan. Seleksi galur murni ditujukan pada populasi sebelum

hibridisasi, tetapi dapat juga untuk populasi bersegregasi (Syukur et al., 2012).
Seleksi galur murni terdiri dari tiga tahap yang berbeda. Tahap pertama

adalah seleksi tanaman tunggal dari populasi dasar yang secara genetik

bervariasi. Tahap kedua adalah pertumbuhan baris keturunan dari individu

tanaman yang diseleksi untuk tujuan observasi dalam bentuk galur. Tahap

ketiga adalah evaluasi galur-galur terpilih untuk diuji lanjut (Allard, 1960).

Macam seleksi untuk populasi hasil hibridisasi (generasi bersegregasi)

antara lain:

1. Metode Silsilah (Pedigree)

Metode silsilah (pedigree) berdasarkan pada cara pencatatan data tiap

individu yang dilakukan secara rinci dari turunan yang satu ke keturunan yang

lain. Seleksi pedigree dilakukan pada generasi-generasi yang bersegregasi dan

dimulai dari generasi F2 dan akan dilakukan pencatatan yang lengkap mengenai

hubungan antara induk persilangan dengan turunannya. Evaluasi terhadap

superioritas penampilan karakter tanaman dilakukan pada masing-masing

individu dan turunannya. Tujuan metode seleksi silsilah adalah untuk

mendapatkan varietas baru dengan mengkombinasikan gen-gen yang

diinginkan yang ditemukan pada dua genotipe atau lebih (Syukur et al., 2012).

2. Metode Bulk

Metode bulk merupakan metode untuk membentuk galur-galur

homozigot dari populasi bersegregasi melalui selfing selama beberapa generasi

tanpa seleksi. Selama tumbuh bercampur, terjadi seleksi alam sehingga

tanaman yang tidak tahan menghadapi tekanan lingkungan akan tertinggal

pertumbuhannya atau mati (Syukur et al., 2012). Prinsip metode bulk yaitu:
a. Metode seleksi yang sederhana setelah seleksi massa;

b. Tidak dilakukan seleksi pada generasi awal;

c. Pada generasi awal tanaman ditanam rapat dan dipenen secara gabungan

(bulk);

d. Memanfaatkan tekanan seleksi alam pada generasi awal;

e. Seleksi baru dilakukan setelah tercapai tingkat homozigositas tinggi (F5

atau F6);

f. Sesuai untuk karakter dengan heritabilitas rendah hingga sedang (Syukur

et al., 2012).

3. Metode Silang Balik (Back Cross)

Metode silang balik adalah menyilangkan kembali keturunannya dengan

salah satu tetuanya selama beberapa generasi untuk memindahkan gen dari

tetua donor ke penerima. Metode silang balik adalah metode seleksi yang

dilakukan dengan menyilangkan genotipe F1 dengan salah satu tetuanya.

Metode ini melibatkan tetua persilangan yaitu tetua yang ingin diperbaiki

(recurrent parent) dan tetua yang digunakan sebagai sumber gen yang akan

dimasukkan ke dalam tetua yang ingin diperbaiki (donor parent) (Chahal dan

Gosal, 2003). Prinsip metode silang balik antara lain:

a. Tetua recurrent tersedia dengan sifat agronomi baik;

b. Tetua donor yang membawa gen yang diinginkan tersedia;

c. Sifat yang dipindahkan dari donor dapat dipertahankan pada tetua penerima

setelah beberapa kali silang baik;


d. Beberapa kali silang balik diperlukan untuk mempertahankan sifat-sifat baik

pada tetua penerima;

e. Pemindahan gen dominan dan karakter terekspresi sebelum pembungaan,

seleksi dapat dilakukan langsung pada hasil silang balik;

f. Pemindahan gen resesif, seleksi dilakukan pada turunan hasil silang balik

(Syukur et al., 2012).

4. Seleksi Single Seed Descent (SSD)

Metode SSD memisahkan langkah dalam pembentukan homozigositas

dan seleksi. Langkah awal pada metode SSD dilakukan untuk membentuk

galur-galur homozigot secepat mungkin dengan keragaman genetik yang luas

(Sumarno, 1985). Setiap generasi diambil satu biji per tanaman secara acak.

Seleksi yang tidak dilakukan mengakibatkan tidak terjadi perubahan frekuensi

gen, tetapi hanya mengubah frekuensi genotipe. Generasi ke generasi frekuensi

genotipe homozigot akan meningkat, sedangkan frekuensi genotipe heterozigot

menurun. Oleh sebab itu, kegiatan tersebut dilakukan hingga generasi F4

(Syukur et al., 2012).

Metode ini menghasilkan keragaman yang maksimum pada saat generasi

akan diseleksi dan meningkatkan segregasi transgresif. Penggunaan metode

SSD baik dilakukan untuk seleksi pada karakter yang memiliki nilai

heritabilitas yang rendah, seperti karakter hasil (Roy, 2000). Hal ini didukung

oleh hasil penelitian Miladinovic et al (2011), dimana penggunaan metode

SSD untuk seleksi berdasarkan hasil menunjukkan keragaman yang tinggi pada
setiap generasi, serta diperoleh nilai diferensial seleksi yang tinggi pada

generasi F4.

Tanaman tipe menyerbuk silang disusun oleh individu-individu yang

heterozigositasnya tinggi dan apabila dipaksa untuk melakukan inbreeding maka

akan terjadi penurunan vigor dan kerugian lainnya. Heterosigositas merupakan ciri

utama dari tanaman ini, sehingga keadaan ini harus tetap dipertahankan selama

program pemuliaan atau dipulihkan pada tahap akhir dan program pemuliaan

(Sparrow, 1979). Metode seleksi pada tanaman menyerbuk silang antara lain:

1. Seleksi Massa

Seleksi massa pada tanaman menyerbuk silang merupakan seleksi

individu berdasarkan fenotipe dalam suatu populasi kawin acak. Biji diperoleh

dari tanaman yang telah dipilih dan sejumlah biji yang sama dari setiap tetua

(tanaman terpilih) dicampur untuk membentuk bahan pertanaman generasi

berikutnya. Tidak ada penyerbukan yang dikendalikan dan diasumsikan bahwa

tetua betina yang diseleksi dikawinkan dengan sampel acak gamet-gamet

jantan dalam seluruh populasi (Nasir, 2001). Seleksi massa telah dilakukan

pada tanaman jagung karena prosedurnya sederhana dan mudah dilakukan

dibandingkan dengan metode lainnya. Seleksi massa terhadap hasil umumnya

mengalami kemajuan seleksi rendah karena keragaman genetik rendah akibat

seleksi terus berlangsung setiap melakukan penanaman (Sudika et al., 2011).

2. Seleksi Tongkol-Baris (Ear to Row Selection)

Seleksi tongkol-baris merupakan modifikasi dari seleksi massa. Seleksi

ini membutuhkan dua musim dan digunakan untuk tanaman jagung yang
memiliki tongkol. Seleksi ear to row hingga saat ini dapat digunakan untuk

tanaman menyerbuk silang secara umum. Karakter seleksi tongkol ke baris (ear

to row selection) pada jagung yang dapat digunakan untuk kriteria seleksi

adalah : tinggi tongkol, panjang tangkai tongkol, jumlah daun diatas tongkol,

diameter tongkol dan diameter janggel.Iindividu-individu yang sesuai dengan

kriteria seleksi yang diinginkan dipilih (Kristiari et al., 2013). Tahapan seleksi

barisan-satu-tongkol adalah sebagai berikut:

a. Musim 1: Sama seperti seleksi massa, ditanam populasi dasar materi

seleksi, dibuat persilangan half-sib.

b. Musim 2: Evaluasi famili saudara tiri dalam percobaan berulangan, pilih

20-30 famili.

c. Musim 3: Famili-famili terpilih disilangkan sesamanya (kawin acak) untuk

membentuk famili suadara tiri baru sebagai bahan untuk dievaluasi pada

daur berikutnya (Hallauer, 1981).

3. Seleksi Silang-Berulang (Recurrent Selection)

Teknik pemuliaan dengan metode seleksi silang berulang (SSB) atau

recurrent selection (RS) adalah suatu metode seleksi dan penyilangan tanaman

terpilih dari suatu populasi secara sistematik untuk membentuk populasi baru

yang lebih baik. Metode ini merupakan prosedur pengumpulan sifat-sifat yang

diharapkan dari suatu kombinasi persilangan dengan menyilangkan antara

segregan-segregan terpilih secara terus-menerus sehingga diperoleh populasi

yang lebih baik dari populasi sebelumnya, karena terdiri dari tanaman-tanaman

yang memiliki kombinasi sifat-sifat yang diharapkan (Fehr, 1987). Seleksi


silang berulang dapat mengakumulasi sifat-sifat baik dari tanaman-tanaman

segregat ke dalam populasi tanaman. Kultur anter berperan penting dalam

mempercepat pembentukan tanaman haploid ganda yang homozigot dari

tanaman heterozigot (Abdullah et al., 2008).

Prinsip seleksi berulang adalah memilih famili yang diinginkan dan

membuat persilangan antara famili terpilih (rekombinasi), dan menanam

kembali benih hasil rekombinasi untuk diseleksi lagi. Cara ini akan

menguntungkan karena diperoleh populasi yang lebih baik dari populasi awal.

Seleksi berulang terdiri atas tiga tahapan kegiatan, yaitu pembuatan famili,

evaluasi famili, dan rekombinasi famili terpilih. Populasi yang diperbaiki dapat

berupa varietas bersari bebas, sintetik, komposit, dan pool (Dahlan dan Slamet,

1992).

Seleksi diferensial merupakan rata-rata populasi terpilih (selected group)

dikurangi populasi awal. Misalnya, populasi tanaman jagung sejumlah m individu

yang disebut sebagai populasi awal (initial population) yang akan diseleksi

mempunyai rata-rata P1 = 210 gram. Jumlah n tanaman terpilih, berat rata-rata biji

per tongkol Pp = 300 gram. Maka perbedaan antara Pp - P1 = 90 gram dinamakan

seleksi diferensial. Rumus nilai seleksi deferensial yaitu:

S = X s- X P

X P yaitu selisih nilai rata-rata sampel

X s yaitu nilai rata-rata tanaman unggul terseleksi (Mangoendidjojo, 2003).

Heritabilitas diartikan sebagai perbandingan antara besarnya varians genetik

dengan varians total di dalam suatu populasi, dimana varians total adalah
penjumlahan antara varians genetik dengan varians lingkungan (Halawane et al.,

2015). Heritabilitas dibagi menjadi dua, yaitu heritabilitas dalam arti luas (broad

sense heritability) dan heritabilitas dalam arti sempit (narrow sense heritability).

Heritabilitas arti luas adalah rasio dari ragam total genetik terhadap ragam

fenotipiknya, sedangkan heritabilitas dalam arti sempit adalah rasio ragam genetik

aditif terhadap ragam fenotipe. Heritabilitas dalam arti sempit banyak digunakan

karena ragam genetik aditif dipindahkan dari tetua kepada keturunannya

(Mangoendidjojo, 2003). Heritabilitas diduga dengan menggunakan analisis

komponen varians dan dihitung berdasarkan rumus menurut Allard (1960) sebagai

berikut:

𝜎2 G
𝐻𝐵𝑠 = 𝜎2 F

𝜎 2 G = Varians genetik

𝜎 2 𝐹 = Varians fenotipe

Kemajuan seleksi merupakan suatu nilai yang menjadi parameter

keberhasilan dari seleksi yang kita lakukan. Secara sederhana nilai kemajuan

seleksi merupakan selisih dari populasi awal dan populasi lanjut yang telah

mengalami seleksi (Idris, 2011). Pendugaan kemajuan seleksi memerlukan

informasi besaran ragam fenotipik, di samping ragam aditif dan ragam dominan.

Ragam fenotipik merupakan komponen dalam perhitungan pendugaan kemajuan

seleksi yang berbanding terbalik dengan kemajuan seleksi sehingga makin besar

ragam fenotipik semakin kecil kemajuan seleksi yang akan diperoleh (Sutoro,

2006).
Nilai heritabilitas dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan seleksi secara

simultan (Nasution, 2010). Dahlan dan Slamet (1992) menyatakan bahwa

heritabilitas menentukan kemajuan seleksi, makin besar nilai heritabilitas makin

besar kemajuan seleksi yang diraihnya dan makin cepat varietas unggul dilepas.

Semakin rendah nilai heritabilitas arti sempit makin kecil kemajuan seleksi

diperoleh dan semakin lama varietas unggul baru diperoleh.

Nilai duga heritabilitas dalam arti luas untuk karakter bobot kering per biji

tergolong tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan

dalam menentukan keragaman karakter tersebut dibanding dengan faktor

lingkungan. Nilai duga heritabilitas suatu karakter menentukan kemajuan seleksi

dan nilai duga heritabilitas sedang sampai tinggi menunjukkan bahwa lingkungan

hanya sedikit berperan dalam penampilan suatu karakter (Anitasari dan Susilo,

2013).

Proporsi dari seleksi diferensial yang dapat diwariskan kepada generasi

berikutnya hanya yang bersifat genetik saja, yaitu sebesar angka pewarisannya

(heritabilitas). Dengan demikian besarnya diferensial seleksi yang diwariskan yang

merupakan kemajuan seleksi yang akan muncul pada generasi berikutnya. Rumus

untuk menduga kemajuan seleksi adalah :

R (Kemajuan seleksi) = H (Heritabilitas) x S (Seleksi differensial)

Jika nilai heritabilitas dan seleksi differensial semakin besar, maka semakin besar

kemajuan seleksi yang didapatkan begitu pula sebaliknya (Hardjosubroto, 1994).

Faktor yang mempengaruhi kemajuan seleksi adalah keragaman genetik

suatu populasi, nilai heritabilitas, intensitas seleksi dan ragam fenotipe. Informasi
tentang keragaman genetik dan heritabilitas bermanfaat untuk menentukan

kemajuan genetik melalui seleksi. Keragaman genetik yang luas dan nilai

heritabilitas yang tinggi merupakan salah satu syarat agar seleksi efektif. Nilai

heritabilitas yang tinggi menunjukkan sebagian besar keragaman fenotipe

disebabkan oleh keragaman genetik, sehingga seleksi akan memperoleh kemajuan

genetik (Kristamtini et al., 2016). Kemajuan seleksi akan semakin besar apabila

keragaman genetik populasi tersebut semakin tinggi. Nilai koefisien keragaman

genetik yang lebih tinggi berarti menggambarkan keragaman genetik yang lebih

tinggi pula, sehingga sifat tersebut apabila dilakukan seleksi dapat memberikan

kemajuan seleksi yang lebih besar (Sudika et al., 2011).

Intensitas seleksi merupakan besaran yang menunjukkan besarnya bagian

yang diseleksi dari suatu populasi sebaran normal standar. Semakin besar nilai

intensitas seleksi yang digunakan maka nilai kemajuan genetik akibat seleksi akan

semakin besar pula, akan tetapi persentase populasi yang diseleksi akan semakin

kecil (Syukur et al., 2010). Ragam fenotipik merupakan komponen dalam

perhitungan pendugaan kemajuan seleksi yang berbanding terbalik dengan

kemajuan seleksi sehingga makin besar ragam fenotipik semakin kecil kemajuan

seleksi yang akan diperoleh (Sutoro, 2006).

Berdasarkan hasil praktikum, nilai kemajuan seleksi untuk biji kacang tanah

ukuran besar dengan keragaman kecil adalah 0,0168. Nilai kemajuan seleksi untuk

biji kacang tanah berukuran kecil dengan keragaman kecil adalah 0,01386. Nilai

kemajuan seleksi untuk biji kacang tanah dengan keragaman besar adalah 0,013.

Hasil dari ketiga kelompok biji kacang tanah dengan nilai heritabilitas 0,21
menunjukkan bahwa ketiga kelompok biji kacang tanah tersebut mengalami

kemajuan seleksi. Kemajuan seleksi ditunjukkan dari grafik yang bergeser ke arah

kanan.

Kemajuan seleksi akan semakin besar apabila keragaman genetik populasi

tersebut semakin tinggi. Nilai koefisien keragaman genetik yang lebih tinggi berarti

menggambarkan keragaman genetik yang lebih tinggi pula, sehingga sifat tersebut

apabila dilakukan seleksi dapat memberikan kemajuan seleksi yang lebih besar

(Sudika et al., 2011). Keragaman genetik disebabkan oleh perbedaaan nilai

genotipe suatu populasi, dinyatakan dengan koefisien keragaman genetik. Nilai

koefisien keragaman genetik membantu pengukuran diversitas genetik pada suatu

sifat dan melengkapi cara dalam membandingkan keragaman genetik di dalam

sifat-sifat kuantitatif. Kemajuan seleksi yang efektif didapatkan dengan

menggunakan koefisien keragaman genetik dipadu dengan nilai heritabilitas.

Kemajuan genetik atau respons seleksi dan heritabilitas yang tinggi sangat

menentukan keberhasilan seleksi untuk lingkungan yang sesuai (Yakub et al.,

2012).
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Nilai kemajuan seleksi untuk biji kacang tanah ukuran besar dengan

keragaman kecil adalah 0,0168. Nilai kemajuan seleksi untuk biji kacang tanah

berukuran kecil dengan keragaman kecil adalah 0,01386. Nilai kemajuan seleksi

untuk biji kacang tanah dengan keragaman besar adalah 0,013. Kemajuan seleksi

menunjukkan grafik yang bergeser ke arah kanan.

B. Saran

Hendaknya dalam melakukan perhitungan, penyeleksian dan penimbangan

dilakukan dengan teliti agar hasil lebih akurat.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, B., Dewi, S. I., Sularjo., Safitri, H., Lestari, A. P. 2008. Perakitan Padi
Tipe Baru Melalui Seleksi Silang Berulang dan Kultur Anter. Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan. Vol 27(1): 1-8.

Allard, R. W. 1960. Pemuliaan Tanaman. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Anitasari, I. dan Susilo, A.W. 2013. Pengembangan Kriteria Seleksi Karakter Berat
Biji pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) melalui Pendekatan
Analisis Sidik Lintas. Pelita Perkebunan. Vol 29(3): 174-181.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas


Padjadjaran Press, Bandung.

Borojevic, S. 1990. Principles and Methods of Plant Breeding. Elseivier,


Amsterdam.

Chahal, G.S. dan Gosal, S.S. 2003. Principles and Procedures of Plant Breeding.
Alpha Science International Ltd, India.

Dahlan, M. dan S. Slamet. 1992. Pemuliaan Tanaman Jagung. Prosiding


Simposium Pemuliaan Tanaman I, Jawa Timur.

Falconer, D.S. 1981. Introduction to Quantitative Genetic 2nd ed. Longmen,


London.

Fehr, W.R. 1987. Principle of Cultivar Development: Theory and Technique.


McMilan Publ. Co. A Division of McMilan Inc, New York.

Hairmansis, A., Supartopo., Yullianida., Sunaryo., Warsono., Sukirman., Suwarno.


2015. Pemanfaatan Plasma Nutfah Padi (Oryza sativa) untuk Perbaikan
Sifat Padi Gogo. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas
Indonesia. Vol 1(1): 14-18.

Halawane, J., Kinho, J., Irawan, A. 2015. Variasi Genetik Pertumbuhan Tanaman
Uji Keturunan Nyatoh (Palaquium obtusifolium) Umur 1,5 Tahun di
Hutan Penelitian Batuangus, Sulawesi Utara. Prosiding Seminar Nasional
Masyarakat Biodiversitas Indonesia. Vol 1(4): 819-823.

Hallauer, A. R. dan J.B. Miranda Fo. 1981. Quantitative Genetics in Maize


Breeding. Iowa State University Press, USA.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan. Gramedia,
Jakarta.

Idris., Yakop, U. M., Farida, N. 2011. Kemajuan Seleksi Massa pada Jagung
Kultivar Lokal Kebo Setelah Satu Siklus Seleksi dalam Pertanaman
Tumpangsari dengan Kacang Tanah. Crop Agro. Vol 4(2): 37-42.

Kakiuchi, J., T, Kobata. 2004. Shading and Thining Effect on Seed and Shoot Dry
Matter Increase in Determinate Soybean During The Seed Selfing Period.
Agronomic Journal. Vol 96: 398-405.

Kristamtini., Sutarno., Wiranti, E. W., Widyayanti, S. 2016. Kemajuan Genetik dan


Heritabilitas Karakter Agronomi Padi Beras Hitam pada Populasi F2.
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol 35(2): 119-124.

Kristiari, D., Kendarini, N., Sugiharto, A. N. 2013. Seleksi Tongkol ke Baris (Ear
to Row Selection) Jagung Ungu (Zea mays var Ceratina Kulesh). Jurnal
Produksi Tanaman. Vol 1(5): 408-414.

Limbongan, Y. L. 2008. Analisis Genetika dan Seleksi Genotipe Unggul Padi


Sawah (Oriza sativa L.) untuk Adaptasi pada Ekosistem Dataran Tinggi.
Sekolah Pascasarjana IPB: Bogor.

Mangoendidjodjo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius,


Yogykarta.

Miladinovic, J., Burton, J.W., Tubic, S.B., Miladinovic, D., Djordjevic, V., Djukic,
V. 2011. Soybean Breeding: Comparison of The Efficiency of Different
Selection Methods. Turkish Journal of Agriculture and Forestry. Vol 35:
469-480.

Nasir, M. 2001. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Direktorat Jenderal Pendidikan


Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta.

Nasution, M. A. 2010. Analisis Korelasi dan Sidik Lintas antara Karakter Morfologi
dan Komponen Buah Tanaman Nenas (Ananas comosus L. merr). Crop
Agro. Vol 3: 1-8.

Poehlman, J. M. dan D. A. Sleeper. 1995. Breeding Field Crops. Iowa State


University Press, USA.

Pradnyawathi, N. L. M. 2012. Evaluasi Galur Jagung SMB-5 Hasil Seleksi Massa


Varietas Lokal Bali “Berte” pada Daerah Kering. Bumi Lestari Journal of
Environment. Vol 2(1): 106-155.
Roy, D. 2000. Plant Breeding: Analysis and Exploitation of Variation. Narosa
Publishing House, Calcutta.

Sitohang, R.D.S., Nawawi, M., Sitompul, S.M. 2015. Keragaman Hasil pada Uji 3
Galur Tanaman Kedelai (Glycine max L.Merril) Generasi F3 Hasil
Persilangan Tanggamus x Anjasmoro, Tanggamus x Argopuro,
Tanggamus x UB. Jurnal Produksi Tanaman. Vol 3(5): 377-382.

Soepomo. 1968. Ilmu Seleksi dan Teknik Kebun Percobaan. PT Soeroengan,


Jakarta.

Sparrow, D. H. B. 1979. Special Techniques in Plant Breeding. Brookhaven


Symposia, New York.

Sudika., Idris., Listiana, E. 2011. Kajian Kemajuan Seleksi Massa secara


Independent Culling Level Hingga Siklus Kedua pada Tanaman Jagung.
Crop Agro. Vol 4(2): 13-20.

Sumarno. 1985. Teknik Pemuliaan Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan


Tanaman Pangan, Bogor.

Sunarto. 1997. Pemuliaan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang.

Sutoro., Bari, A., Subandi., Yahya, S. 2006. Parameter Genetik Jagung Populasi
Bisma pada Pemupukan Berbeda. I. Ragam Aditif-Dominan Bobot Biji
Jagung. Jurnal AgroBiogen. Vol 2(2): 60-67.

Syukur, M., S. Sujiprihati., R. Yunianti., D. A. Kusumah. 2010. Evaluasi Daya


Hasil Cabai Hebrida dan Daya Adaptasinya di Empat Lokasi dalam Dua
Tahun. Jurnal Agronomi Indonesia. Vol 38(1): 43-51.

Syukur, M., Sujiprihati, S., Yunianti, P. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman.


Penebar Swadaya, Jakarta.

Widyawati, Z.,Yuliana,I., Respatijart. 2014. Heritabilitas dan Kemajuan Genetik


Harapan Populasi F2 pada Tanaman Cabai Besar (Capsicum annuum L.).
Jurnal Produksi Tanaman. Vol 2(3): 247-252.

Yakub, S., A. M. Kartina., Isminingsih, S., M. L. Suroso. 2012. Pendugaan


Parameter Genetik Hasil dan Komponen Hasil Galur-Galur Padi Lokal
Asal Banten. Jurnal Agrotopika. Vol 17(1):1-6.
Lampiran 2. Gambar praktikum

Gambar 1. Timbangan analitik Gambar 2. Kacang tanah ukuran besar


keseragaman kecil

Gambar 3. Penimbangan kacang tanah

Anda mungkin juga menyukai