PENDAHULUAN
Sampai saat ini sekitar 90% produksi padi nasional dipasok dari lahan sawah
irigasi. Sementara lahan sawah tadah hujan, lahan kering, dan lahan pasang surut
yang tersebar luas di berbagai daerah belum banyak berkontribusi dalam
peningkatan produksi padi. Dengan melihat besarnya kontribusi sawah irigasi atau
padi sawah terhadap produksi padi nasional, maka diperlukan usaha untuk
menjaga produktivitas lahan sawah irigasi agar dapat berproduksi secara
berkelanjutan.
1
memuaskan tanpa menimbulkan kerusakan atas lahan tersebut sehingga
produktivitasnya dapat dipertahankan oleh sistem pertanian itu sendiri.
Konsep pertanian yang mengupayakan pemanfaatan sumber daya yang
terdapat di dalam sistem secara optimum dikenal dengan istilah LEISA (low-
external-input and sustainable agriculture). Sistem LEISA ini bertujuan
mengurangi dan meningkatkan efisiensi penggunaan input eksternal yang
meliputi sumber energi dari fosil, menekan biaya produksi, meningkatkan
kemampuan berswasembada, meningkatkan kesadaran akan bahaya polusi pada
kesehatan manusia, dan melestarikan lingkungan (Adnyana, 2001).
1.2 Tujuan Penulisan
2
BAB II
METODOLOGI
Mulai
Perumusan Masalah
Tujuan
3
Pengumpulan Data
Selesai
4
menggunakan pedoman dan bebas/lepas. Wawancara dilakukan untuk
memperoleh data primer, dengan petani sebagai responden/narasumber.
Sementara itu, pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil
data kepada instansi-instansi pemerintah yang terkait dengan praktikum lapangan,
seperti kantor Desa.
2.5 Metode Analisis Data (Deskriptif)
5
BAB III
ANALISIS AGROEKOSISTEM
Kondisi Geografis
Desa Hegarmanah memiliki luas wilayah sekitar 331 hektar. Batas wilayah
Desa Hegarmanah menurut mata angin adalah sebagai berikut :
6
Gambar 2. Peta Desa Hegarmanah
Demografi
7
Kondisi Umum Pertanian Desa
• Tipe iklim :C
400
350
300
250
200
150
100
50
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
8
- Sistem tanam : Rotasi, tumpang gilir
- Pola tanam : Padi-Palawija
Jumlah 123,67 Ha
9
3 Pelajar/mahasiswa 1856 18.72%
4 Pensiun 107 1.08%
5 PNS 182 1.84%
6 TNI/POLRI 28 0.28%
7 Petani 88 0.89%
8 Buruh 604 6.09%
9 Pegawai swasta 1218 12.29%
10 Wiraswasta 1391 14.03%
11 Lain-lain 159 1.60%
Total 9914
Sumber : Monografi Desa Hegarmanah
Dari data diatas dapat dilihat bahwa pada umumnya masyarakat Desa
Hegarmanh bermata pencaharian sebagai wirasawasta disamping ibu rumah
tangga. Untuk petani sendiri hanya 0,89 % dari jumlah penduduk keseluruhan.
Hal ini diduga terjadi karena kebanyakan lahan-lahan yang ada di Desa
Hegarmanah telah dialihfungsikan untuk pembangunan kos kosan mahasiswa
Unpad.
10
Berdasarkan data diatas umumnya penduduk Desa Hegarmanah tingkat
pendidikannya adalah lulusan SD/sederajat dan SLTA/sederajat yaitu sekitar 23 %
dari total penduduk keseluruhan. Sedangkan untuk penduduk yang tingkat
pendidikan D4/S1 hanya sekitar 3 %.
Kelembagaan
1. Kelompok Tani
• Jumlah : 6 kelompok
• Jumlah pengurus : 24 orang
• Kepemimpinan : dipilih anggota
• Masa kepemimpinan : 5 tahun
• Pembina : Petugas/aparat pemerintah
• Kegiatan rutin : Gotong royong saluran air
• Jumlah : 6 kelompok
• Jumlah pengurus : 24 orang
• Kepemimpinan : dipilih anggota
• Masa kepemimpinan : 5 tahun
• Pembina : Petugas/aparat pemerintah
11
3.1.2 Pelaksanaan Sistem Pertanian Di Desa Hegarmanah
1. Produksi : Padi
2. Orientasi pasar : Dikonsumsi sendiri atau untuk dijual
3. Ukuran dan konfigurasi
lahan
- Luas lahan garapan : 150 tumbak = 0,21 Ha
- Status kepemilikan : Lahan Pemerintah
- Konfigurasi lahan : Satu hamparan
4. Pemodalan :
- Jumlah : ± Rp. 1.200.000
- Perolehan modal : Dana sendiri
5. Tenaga kerja manusia
- Jumlah : 9 orang/musim
- Sumber tenaga kerja : 1 orang anggota keluarga (tidak diupah) dan 8
orang lain (diupah)
6. Sumber tenaga ternak
- Penggunaan ternak : 1 ekor kerbau
- Status kepemilikan : Pinjaman
ternak
- Alasan penggunaan : Mempermudah dalam pengolahan tanah
ternak
7. Penggunaan Mesin
pertanian
- Jenis mesin yang : -
digunakan
- Status kepemilikan : -
mesin
12
- Alasan penggunaan : -
mesin
8. Pendidikan dan pelatihan
- Pendidikan formal : SMP
- Pelatihan (sekolah : Penyuluhan, mengikuti jika ada penyuluhan
lapang, workshop,
penyuluhan)
- Apakah hasil pelatihan : Tidak
tersebut diterapkan?
9. Sumber pengetahuan
petani
- Sumber informasi : Informasi dari tenaga penyuluh dan Informasi dari
teman (sesama petani)
- Upaya mendapatkan : Diskusi dengan sesama petani
informasi
10. Teknologi budidaya
- Pembibitan - Jenis varietas Ciherang
- Tidak dilakukan perlakuan pada benih
- Kadang membuat benih sendiri
- Pola tanam - Tidak melakukan rotasi hanya menanam padi
- Pola tanam: monokultur
- Alasan pemilihan jenis tanaman yang
diusahakan : karena bisa dikonsumsi sendiri
- Pengolahan lahan - Minimum tillage
- Dilakukan 1 bulan setelah panen
- Cara pengolahan menggunakan bantuan ternak
(kerbau)
- Pengairan - Sumber pengairan air irigasi Mitra Cai
- Pemupukan - Jenis pupuk : urea
- Dosis : 70 kg masing-masing saat waktu tanam,
45 HST, 60 HST
13
- Ketersediaan pupuk : membeli dari toko
pertanian
- Pengendalian - Jenis hama : beurem, penggerek batang, tikus,
Organisme penggangu burung
tanaman - Teknik pengendalian hama menggunakan
pestisida
- Apakah cara pengendalian yang dilakukan
efektif atau sudah mulai tidak efektif lagi :
efektif
- Apakah petani tahu mengenai pengendalian
hama dan penyakit secara terpadu? Kalo tahu,
darimana informasi tentang tsb diperoleh?
Tidak tahu
- Pemanenan - Secara manual
- Pengelolaan pasca - Menjemurnya di atas terik matahari
panen
- Pengelolaan sisa - Untuk ternak
tanaman - Dibakar
11. Kebutuhan infrastruktur
- Pabrik pengolahan Tidak, karena masih bisa untuk diolah sendiri
(pasca panen)
- Tenaga penyuluh/ Ya, agar meningkatkan hasil produksi
pendamping
- Jalan/sarana transportasi Ya, agar mempermudah distribusi
- Tempat penampungan Tidak, karena hasilnya kebanyakan di konsumsi
hasil (gudang bersama) sendiri
12. Pemasaran Hasil
- Cara pemasaran : Tengkulak
- Pengangkutan hasil : Menggunakan mobil pick up
13. Pendapatan
- Produktivitas : ± 10 ton/ha/tahun
14
5 ton/ha per musim tanam
- Jumlah produksi : 1 ton
- Pendapatan : 1 kw = Rp.500.000
10 kw x Rp. 500.000 = Rp. 5.000.000
14 Biaya produksi
- Biaya untuk benih : Sendiri (5kg x Rp. 40.000 = Rp. 200.000)
- Biaya untuk pupuk : Urea Rp. 2400/kg x 70 kg = Rp. 168.000 x 3 = Rp.
504.000
- Biaya untuk pestisida : -
- Biaya tenaga kerja : 8 orang x Rp. 50.000 = Rp. 400.000
- Biaya untuk pengairan -
(kalau ada)
- Biaya sewa lahan (kalau -
ada)
- Sumber pendanaan : Dana sendiri
13. Analisis usaha tani :
Sumber Benih
Sumber benih yang digunakan petani umumnya masih mengunakan benih
dari hasil pertanaman sebelumnya, petani menggunakan benih bersertifikat hanya
jika datang bantuan benih dari pemerintah. Varietas padi yang biasa digunakan
adalah varietas IR 64 dan Ciherang.
15
Pola Penanaman
Pola penanaman petani di Desa Hegarmanah menggunakan sistem rotaasi
dan tumpang gilir sesuai dengan musim. Sebagian besar petani biasanya pada saat
musim hujan pada Desember-Juli petani menanam padi sawah selama dua musim
kemudian pada musim kemarau atau sekitar Agustus-Oktober petani menanam
palawija yaitu jagung atau cabe, tetapi tidak semua petani menanam pada bulan-
bulan tersebut dikarenakan petani kurang dapat memprediksi kapan datang musim
hujan dan musim kemarau. Selain menggunakan sistem tumpang gilir, masih
banyak juga petani yang masih menanam padi sawah secara monokultur.
Pemupukan
Petani di Desa Hegarmanah masih menggunakan konsep HEIA (high
external input agriculture). Petani melakukan pemupukan yaitu dengan
menggunakan pupuk kimia sintetis berupa urea dan phonska dengan dosis yang
berlebihan. Dosis tersebut digunakan karena kebiasaan tanpa melihat analisis
tanah tersebut ataupun bagan warna daun (BWD).
16
OPT dan Pengendaliannya
Organisme pengganggu tanaman yang utama yang terdapat pada sawah di
Desa Hegarmanah ini adalah penyakit tungro yang sering disebut petani hama
beureum, wereng dan keong mas. Untuk saat ini penyakit tungro merupakan
penyakit yang paling meresahkan warga Desa Hegarmanah karena dapat
mengakibatkan gagal panen.
Penyakit tungro yang biasa disebut petani dengan nama Hama Beureum
merupakan salah satu penyakit pada tanaman padi. Penyakit ini disebabkan oleh
virus RTBV (Rice Tungro Bacilliform Virus) yang ditularkan oleh wereng hijau
(Nephotettix impicticeps) sebagai vektor. Penyakit ini merupakan penyakit yang
sangat meresahkan bagi petani khususnya petani padi dikarenakan sampai saat ini
belum ada pengendalian yang tepat jika sudah terjadi serangan. Oleh karena itu
dibutuhkan pengendalian dan pencegahan sebelum penyakit tersebut menyerang.
17
BAB IV
18
4.2 Pengembangan LEISA
19
sehingga biasanya pada lahan sawah irigasi non teknis akan mengalami
kekeringan pada saat musim kemarau.
Padi di sawah yang memanfaatkan irigasi teknis dapat dipanen tiga kali
setahun. Sawah dengan irigasi non-teknis sangat tergantung pada persediaan air di
daerah setempat. Bila air mencukupi, panen dilakukan tiga kali setahun. Petani di
Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, misalnya, mengandalkan mata air yang selalu
tersedia sehingga produktivitas lahannya tinggi. Ini berbeda dengan petani di
beberapa daerah lain yang persediaan airnya terbatas. Mereka hanya bisa panen
sekali dalam setahun. (KOMPAS 22 September 2007)
Oleh karena itu dengan sistem pertanian dengan pola tanam tumpang gilir
dapat menjamim keberlanjutan lahan tersebut pada saat musim kemarau. Pola
tanam tumpang gilir adalah salah satu pola tanam polikultur yang dilakukan
secara secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor
lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Selain untuk menjamin
keberlanjutan, sistem pertanian dengan pola tanam tumpang gilir juga mempunyai
berbagai manfaat seperti:
20
pertanian pola tanam tumpang gilir ini menjamin keberlanjutan pertanian ketika
musim kemarau tiba yaitu dengan menanam palawija. Sistem pertanian yang
diterapkan di Desa Hegarmanah telah sesuai dengan ekologi yang berupa sawah
irigasi non teknis yaitu dengan pola tumpang gilir padi dengan palawija. Hal
terpenting dalam penentuan waktu tanam padi dan palawija adalah berdasarkan
curah hujan daerah setempat.
21
dimanfaatkan secara maksimal oleh sebagian besar petani. Jenis ternak yang
banyak dipelihara di Desa Hegarmanah yaitu sapi, ayam dan domba. Ketiga jenis
ternak tersebut dapat dintegrasikan dengan kegiatan pertanian.
5. Sisa brangkasan tanaman dan rerumputan sebagai pakan ternak
Kegiatan panen jagung dan kacang tanah meninggalkan bagian tanaman
yang tidak diambil/brangkasan. Sisa brangkasan tersebut dapat digunakan untuk
pakan ternak sapi dan domba.
Brangkasan jagung merupakan limbah pertanian yang banyak terdapat di
pedesaan dan hampir merata di lahan kering. Hasil pertanian seperti jerami jagung
jika dicampur dengan bahan pakan lain yang mempunyai kandungan nutrien
lengkap akan menghasilkan susunan pakan yang rasional dan murah. Brangkasan
jagung baik diberikan untuk ternak sapi karena mengandung serat dan protein
yang cukup. Pakan dari brangkasan jagung memiliki kualitas yang baik, karena
brangkasan jagung memiliki kandungan serat kasar 27,8% dan protein 7,4%
(Erawati & Hipi, 2011).
6. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik
Petani di Desa Hegarmanah sebagian besar masih bergantung terhadap
penggunaan pupuk kimia anorganik, hal ini terlihat dari hasil survey wawancara
dimana rata-rata petani menggunakan TSP dan Urea dalam
pemeliharaan/pemupukan. Penggunaan pupuk kimia dalam dosis tinggi dan terus
menerus dapat memicu kerusakan tanah, seperti pengerasan struktur tanah, yang
secara tidak langsung dapat mengurangi kualitas lahan dan tanaman budidaya
dalam waktu yang lebih lama.
22
7. Pembuatan / pengoptimalan fungsi embung
Dampak perubahan iklim dapat mengakibatkan terjadinya kekeringan,
kondisi ini telah dirasakan oleh petani sehingga menyebabkan resiko usaha
pertanian yang semakin meningkat dan sulit diprediksi. Petani sebagai ujung
tombak pelaksanaan pembangunan pertanian diharapkan mampu melaksanakan
usahatani dengan meminimalisir dampak perubahan iklim yang terjadi, sehingga
tidak berpengaruh terhadap produksi. Embung merupakan teknologi konservasi
air yang sederhana, biayanya relatif murah dan dapat dijangkau kemampuan
petani. Selain untuk mengatasi kekeringan, embung juga merupakan salah satu
teknik pemanenan air (water harvesting) (Nuchsin, 2014).
Embung adalah bangunan (kolam) permanen dan penyimpan air hujan.
Embung biasanya dibuat pada areal pertanian lahan kering, sebagai upaya
menampung aliran permukaan. Daya tampung kedung bervariasi tergantung
kondisi kemiringan lahan namun jarang yang melebihi 100 m3, kecuali dibuat
secara permanen. Dimensi panjang selalu menyilang arah lereng. Keberadaan
embung selain efektif mengendalikan erosi dan konservasi air, juga berpotensi
meningkatkan pendapatan petani lahan kering (Hafif, 2006). Embung dapat dibuat
di dekat lahan petani. Untuk mengefisienkan biaya, maka pembuatan embung
dapat diperuntukan untuk beberapa petani (kelompok). Dengan adanya embung
tersebut petani di wilayah ini dapat menanam tanaman semusim 2 kali setahun
dan memiliki cadangan air disaat saluran air dari hulu terhambat.
8. Pengendalian OPT dengan Sistem PHT
Pengendalian Hama Terpadu merupakan konsep yang dianjurkan untuk
mengamankan produksi pangan dan hortikultura dari serangan OPT dan
merupakan prinsip ekologi dasar pada LEISA yaitu meminimalkan serangan hama
dan penyakit melalui cara yang aman yang saling melengkapi dan sinergi dalam
penggunaan sumber daya genetik yang mencakup penggabungan dalam system
pertanian terpadu dengan tingkat keanekaragaman fungsional yang tinggi.
Konsep PHT didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi dalam
rangkaian pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan
23
digunakan haruslah benih yang bermutu yang berkualitas baik yaitu dapat di uji
dengan metode sederhana yaitu dengan perendaman benih padi dengan air panas
dimana apabila benih tersebut mengambang maka benih tersebut kualitasnya
kurang baik serta penggunaan benih bersertifikat yang terbebas dari penyakit.
Selain itu media semai yang baik soil treatment sebelum pindah tanam yaitu
dengan cara mengolah tanah kemudian dilakukan pembalikan tanah, solarisasi,
pembersihan gulma. Pemberian jamur antagonis Trichoderma sp dan pupuk yang
sesuai. Dapat menggunakan system tanam jajar legowo ini dimaksudkan untuk
memaksimalkan potensi padi untuk menyerap unsur hara dan memudahkan
penyiangan selain itu apabila terserang hama keong dapat menggunakan teknik
pengendalian biologis yaitu memanfaatkan bebek sebagai agen biologisnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
25