Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH PROGRAM AGROFORESTRY TERHADAP

TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI DESA


BARUREJO KECAMATAN SILIRAGUNG KABUPATEN
BANYUWANGI
Echa Ajeng Sintya1, M. Darul Falah, S.Hut.,MP2,Ir. Sugeng Wahyudiono, MP
1
Mahasiswa Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Stiper Yogyakarta
2
Dosen Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Stiper Yogyakarta

Astronot1313@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengelolaan Agroforestry di


Desa Barurejo Kecamatan Siliragung Kabupaten Banyuwangi terhadap kelestarian
hutan, serta menganalisis peran progam Agroforestry terhadap kondisi sosial ekonomi
petani di Desa Barurejo Kecamatan Siliragung Kabupaten Banyuwangi. Program
Agroforestry Di desa Barurejo kecamatan Siliragung kabupaten Banyuwangi (RPH
Pecinan, BKPH Genteng, KPH Banyuwangi Selatan) dari hasil penelitian ini dapat
dikatakan berhasil karena mampu meningkatkan pendapatan perekonomian Petani,
namun untuk kesejahteraan petani program ini masih belum mampu apabila tolak ukur
kesejahteraan masyarakat adalah Upah Minimum Region (UMR). Jika kita melihat data
dari penelitian ini pendapatan petani dari program Agroforestry lebih besar daripada
pendapatan dari luar Agroforestry sehingga dapat dikatakan bahwa program ini sangat
berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomini petani Agroforestry di Desa Barurejo,
Kecamatan Siliragung, Kabupaten Banyuwangi.

Kata kunci: Agroforestry Terhadap Tingkat Kesejahteraan

PENDAHULUAN
Hutan merupakan salah satu bentuk tata guna lahan yang lazim dijumpai di
daerah tropis, subtropis, di dataran rendah maupun pegunungan bahkan daerah kering
sekalipun. Pengertian hutan disini adalah suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan dan
hewan yang hidup dalam lapisan dan permukaan tanah yang terletak pada suatu
kawasan dan membentuk suatu kawasan dan membentuk suatu ekosistem yang berada
dalam keseimbangan dinamis. Sedangkan pengertian hutan menurut pemerintah

2
berdasarkan Undang- Undang Republik No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan yaitu
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Agroforestry adalah salah satu bentuk progam yang menunjang PHBM yang
memiliki arti manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari dengan cara
mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan
yang sama dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat yang berperan serta. Adapun pola tanam yang digunakan dalam
Agroforestry adalah pola tanam polikultur dan monokultur.
Polikultur berasal dari kata poly dan culture. Poly berarti banyak dan culture
berarti pengolahan. Jadi, pola tanam polikultur adalah penanaman lebih dari satu jenis
tanaman pada suatu lahan pertanian dalam waktu satu tahun. Pola tanam secara
polikultur berjenis tumpang sari merupakan salah satu cara bertani yang tepat
bertujuan untuk meningkatkan penghasilan para petani yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi tani dengan dapat memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari seperti sandang, pangan dan papan.
Monokultur adalah penanaman dengan menanam satu jenis tanaman pada satu
areal. Menggunakan pola tanam monokultur adalah penggunaan lahan menjadi
efesien dan menekan biaya tenaga kerja menjadi seragam, Sedangkan kelemahannya
adalah tanaman relatif mudah terserang hama maupun penyakit. (Nurdarmawan, dkk
2017).
Desa Barurejo merupakan desa yang berada bagian barat kabupaten
Banyuwangi, di Desa ini terdapat RPH Pecinan, BKPH Genteng, KPH Banyuwangi
Selatan yang memiliki pengelolaan progam Agroforestry yang mengombinasikan
tanaman kopi dengan tanaman lamtoro yang masyarakatnya memanfaatkan progam
Agroforestry sebagai mata pencaharian mereka. Perum Perhutani memberikan
kesempatan kepada penduduk Desa Barurejo untuk mengusahakan lahan hutan untuk
Agroforestry, Lahan Agroforestry tersebut ditanami tanaman lamtoro sebagai
tanaman hutan dan tanaman kopi sebagai tanaman pertanian. Dengan adanya
Program Agroforestry penduduk mendapat lahan yang lebih luas untuk dikelola,
lapangan pekerjaan semakin luas sehingga pengangguran berkurang, pendapatan
masyarakat meningkat, sehingga membantu kesejahteraan masyarakat juga. Tujuan
program Agroforestry adalah menjaga kelestarian hutan dan melibatkan masyarakat
sekitar hutan memperoleh dampak yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat dan
juga kerjasama dalam menjaga kelestarian hutan. Mempelajari pengelolaan
Agroforestry yang terdapat di desa Barurejo penulis tertarik melakukan penelitian
dengan mengambil judul “Pengaruh Progam Agroforestry Terhadap Tingkat
Kesejahteraan Masyarakat Di Desa Barurejo Kecamatan Siliragung Kabupaten
Banyuwangi”.
Kopi adalah salah satu tanaman semak yang dapat tumbuh di daerah tropis
dengan ketinggian 700 – 1600 mdpl. Pohon kopi dipangkas pendek untuk
menghemat energi dan bantuan panen, namun bisa tumbuh lebih dari 30 kaki (9
meter). Setiap pohon ditutupi daun hijau dan ranting yang saling bertautan saling
berpasangan. Ceri kopi tumbuh di sepanjang cabang. Karena tumbuh dalam siklus
yang terus menerus, bunga pada kopi hampir tidak terlihat, buah hijau dan buah
matang bersamaan pada satu pohon. Dibutuhkan hampir setahun untuk ceri yang
matang setelah berbunga pertama, dan sekitar 5 tahun pertumbuhan mencapai
produksi buah penuh. Sementara itu tanaman kopi bisa hidup sampai 100 tahun,

3
mereka umumnya paling produktif antara usia 7 dan 20 tahun. Perawatan yang tepat
dapat mempertahankan dan bahkan meningkatkan hasilnya selama bertahun-tahun,
tergantung juga pada varietasnya. Rata-rata pohon kopi menghasilkan 10 pon ceri
kopi per tahun, atau 2 pon green bean coffee.
Kopi merupakan komoditas perkebunan yang memegang peranan penting
dalam perekonomian Indonesia. Komoditas ini diperkirakan menjaadi sumber
pedapatan utama tidak kurang dari 1,84 juta keluarga yang sebagian besar mendiami
kawasan pedesaan di wilayah terpencil. Selain itu, kurang lebih 1 juta keluarga
mengandalkan pendapatannya dari industri hilir dan perdagangan kopi. Kopi
merupakan komoditas ekspor penting bagi Indonesia yang mampu menyumbang
devisa yang cukup besar (Kementrian Pertanian, 2013).
METODE PENELITIAN
Alat yang digunakan dalam penelitian kali ini ada Alat tulis, digunakan untuk
menulis data yang akan diamati. Buku catatan, digunakan untuk mencatat dan
mengumpulkan data penelitian. Kamera, digunakan untuk mengambil dokumentasi
penelitian. Serta Bahan ada Daftar pertanyaan dalam bentuk Kuesioner, agar
mempermudah dalam menganalisa data. Kegiatan wawancara terhadap petugas Perhutani
RPH Pecinan, BKPH Genteng, KPH Banyuwangi Selatan. Kegiatan Observasi di lahan
Perhutani yang dikelola oleh masyarakat dengan sistem Agroforestry.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dalam hal ini selain untuk menggunakan
data kualitatif, diperlukan pula data kuantitatif, sebagai penunjang untuk
memperjelas deskripsi dari data penelitian. Digunakannya Analisis deskriptif dengan
pendekatan kualitatif dengan alasan data yang dikumpulkan tidak direncanakan untuk
diangkat (scoring), Penggunaan angka-angka presentase hanya untuk memperjelas
deskriptif belaka. Dan penelitian ini tidak menguji hipotesis sehingga penelitian ini
mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variable-variabel yang diteliti.

PROSEDUR PENELITIAN
1. Interview ( Wawancaran )
Wawancara yang dimaksudkan adalah memperoleh data dari responden maupun
pejabat yang terkait.
a. Data dari responden untuk memperoleh data tentang kehidupan masyarakat dari
kondisi sosial ekonomi seperti pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kepemilikan
lahan dan sikap responden tentang lingkungan hutan.
b. Pejabat Perum Perhutani (Mandor, Mantri, Asper) dan warga yang mengelola
lahan perhutani dapat memberikan data tentang hasil pelaksanaan Agroforestry
terhadap kehidupan masyarakat Desa Barurejo dan memberikan penilaian tentang
sikap petani Agroforestry terhadap lingkungannya.

2. Kuesioner
Kuesioner adalah suatu kumpulan pertanyaan yang diajukan peneliti kepada
responden sebagai pengumpul data primer dengan metode survei untuk
memperoleh informasi misalnya opini, harapan dan keinginan responden.
3. Observasi (pengamatan)
Observasi yaitu mengadakan pengamatan dan pencatatan yang dilakukan
secara sistematis terhadap peristiwa-peristiwa dari obyek. Teknik ini dilaksanakan
untuk mengecek data yang telah diperoleh pada saat wawancara dan dokumentasi.

4
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan secara catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya – karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life
histories), ceritera, biografi,peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk
gambar,misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain – lain. (Sugiyono, 2017).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kegiatan Pengelolaan Agroforestry di Desa Barurejo
Dalam kegiatan pengelolaan Agroforestry di Desa Barurejo ini petani lebih
banyak menggunakan pengalaman yang diperoleh dari orang tua atau hasil
pertukaran antar petani. Di desa Barurejo mayoritas petani yang memanfaatkan hutan
dalam program Agroforestry membudidayakan tanaman kopi. Pengelolaan
Agroforestry terbagi atas beberapa kegiatan seperti persiapan lahan, penanaman kopi,
penanaman penaung serta memperhatikan segi konservasi tanah dan konservasi air.
Tabel 1. Mengukur Sikap Petani Agroforestry terhadap kelestarian hutan tentang
keterlibatan dalam pengamanan kawasan hutan.

Katagori Keterlibatan Jumlah Present (%)

Petani Ikut Terlibat 28 93,33

Petani Tidak Terlibat 2 6,66

Total 30 100

Sumber : Data Primer

Karakteristik Sosial Ekonomi Responden


Penelitian ini mengambil sampel petani yang mengikuti Program Agroforestry
dan berdomisili di daerah Desa Barurejo Kecamatan Siliragung Kabupaten
Banyuwangi. Responden ini berjumlah 30 orang dengan latar belakang :

1. Pendidikan
Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal
yang diperoleh oleh responden yaitu Petani yang mengikuti Agroforestry. Pendidikan
responden dapat dilihat pada Tabel. 2
Tabel 2. Pendidikan Responden
Sumber : Data primer

5
No JenjangPendidikan Jumlah(jiwa) Persen (%)

1 Tidak sekolah 5 16,67

2 SD 13 43

3 SMP 9 30

4 SMA 3 10

Jumlah 30 100

2. Umur Responden
Umur responden yang mengikuti Progam Agroforestry dapat dilihat dari
Tabel.3

Tabel 3. Umur Responden


No Umur (th) Jumlah (jiwa) Persen (%)
1 18 – 25 2 6,66
2 26 – 35 1 3,33
3 36 – 45 9 30
4 46 – 55 9 30
5 56 – 65 5 16,66
6 ≥ 65 4 13,33
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer

3. Jenis Kelamin Responden


Jenis Kelamin responden yang mengikuti Agroforestry ditunjukkan pada
Tabel 4. dibawah ini :
Tabel 4. Jenis Kelamin Responden
No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persen (%)
1 Perempuan 6 20
2 Laki - laki 24 80
Jumlah 30 100

Sumber : Data primer


4. Pekerjaan Sampingan Responden
Menurut hasil wawancara dari 30 orang responden diperoleh data bahwa
semua responden memiliki pekerjaan pokok (sebagai petani Agroforestry) dan
sampingan. Jenis pekerjaan sampingan yang di kerjakan oleh responden ialah buruh
tani, tukang bangunan dan wirausaha. Jenis pekerjaan sampingan yang dikerjakan oleh
responden sangat membantu bagi perekonomian keluarga.

6
Tabel 5. Jenis Pekerjaan Sampingan Petani Agroforestry
No Jenis Pekerjaan Jumlah (jiwa) Persen (%)
1 Buruh Tani 13 43,33
2 Tukang Bangunan 9 30,00
3 Wirausaha 8 26,67
Jumlah 30 100

Sumber : Data primer


Peran Program Agroforestry terhadap kondisi sosial ekonomi petani
Agroforestry.
Biaya pengelolaan lahan pada masing-masing Responden yang diamati memiliki
nilai yang beragam. Sesuai dengan data yang telah diambil pada Kabupaten Banyuwangi
terletak diantara 7’43’ – 8’46’ Lintang Selatan dan 1130 53’ – 1140 38’ Bujur Timur.
Banyuwangi terletak dibagian paling timur pulau jawa.
Tabel 6. Salah satu data total biaya pengelolaan Agroforestry /1 ha

Biaya pengelolaan Lahan


No Jenis Biaya Agroforestry dalam satu tahun (Rp)

1. Bibit 597.000
2. Pupuk 765.000
3. Insektisida 140.000
4. Obat pemberantas penyakit 360.000
5. Obat pemberantas gulma 500.000

6. Sewa lahan 800.000


Jumlah 3.162.000
Sumber : Data primer

Pendapatan Lahan Agroforestry diperhitungkan sebagai penerimaan lahan


dikurangi dengan biaya pengelolaan yang telah dikeluarkan. Penerimaan merupakan nilai
dari penjualan produksi total yang dihasilkan. Perhitungan pendapatan dapat diperoleh
dari total penerimaan dikurangi total pengeluaran Pendapatan diperoleh dari hasil
penjualan seluruh komoditi yang diproduksi dikurangi biaya pengelolaan yang termasuk
didalamnya adalah bibit, obat-obatan dan tenaga kerja, Sehingga didapatkan Nilai Total
pendapatan dari sektor Lahan Agroforestry.

7
Tabel 7. Pendapatan Bersih dari Hasil Agroforestry ha/th.

No Pupuk, Obat, bibit, Penerimaan Lahan Pendapatan Bersih


sewa lahan
1 3.162.000 16.200.000 13.038.000
2 3.150.000 16.050.000 12.900.000
3 3.150.000 16.070.000 12.920.000
4 3.250.000 15.800.000 12.550.000
5 3.100.000 16.150.000 13.050.000
6 2.950.000 15.700.000 12.750.000
7 3.100.000 16.225.000 13.125.000
8 3.112.000 16.000.000 12.888.000
9 2.800.000 16.100.000 13.300.000
10 3.100.000 16.050.000 12.950.000
11 2.800.000 16.000.000 13.200.000
12 3.110.000 16.070.000 12.960.000
13 3.300.000 16.150.000 12.850.000
14 3.175.000 16.000.000 12.825.000
15 3.200.000 15.950.000 12.750.000
16 3.100.000 16.100.000 13.000.000
17 3.200.000 16.200.000 13.000.000
18 3.225.000 16.500.000 13.275.000
19 3.150.000 16.000.000 12.850.000
20 3.160.000 15.800.000 12.640.000
21 3.140.000 16.050.000 12.910.000
22 3.100.000 16.000.000 12.900.000
23 3.110.000 16.000.000 12.890.000
24 3.140.000 16.050.000 12.910.000
25 3.150.000 16.000.000 12.850.000
26 3.175.000 16.000.000 12.825.000
27 3.150.000 16.300.000 13.150.000
28 3.160.000 16.000.000 12.840.000
29 3.100.000 16.200.000 13.100.000
30 3.140.000 16.000.000 12.860.000
Tota 93.659.000 481.715.000 388.056.000
l
Rata 3.121.966 16.057.166 12.935.200
2
Selain mengelola lahan Agroforestry, responden mendapatkan penghasilan dari
sektor lain seperti; wirausaha, tukang bangunan, buruh tani dan lain-lain. Dari data yang
didapatkan dengan pendapatan rata-rata Rp.22.000.000/th dari sektor wirausaha,
Rp.18.000.00/th dari responden yang bekerja sebagai tukang bangunan, sedangkan
responden yang bekerja sebagai buruh tani menghasilkan pemasukan Rp.15.000.000/th.
Sumber data : kuesioner.
Kontribusi Lahan Agroforestry terhadap pendapatan rumah tangga petani
merupakan Persentase pendapatan petani dari kegiatan pengelolaan Lahan Agroforestry
terhadap total pendapatan petani dari sektor luar Agroforestry.
Pendapatan yang dimaksud adalah jumlah rata-rata pendapatan yang diperoleh petani
Agroforestry melalui pendapatan lahan Agroforestry dan pendapatan diluar sektor luar
Agroforestry dengan perbandingan upah minimum regional Kabupaten Banyuwangi.
Untuk upah mininium regional Kabupaten Banyuwangi tahun 2021 sebesar Rp.
2.314.278,87/bulan.
Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dapat memberikan petunjuk
tingkat kesejahteraan suatu daerah, disamping itu dapat diperhitungkan apakah jumlah
rata-rata pendapatan yang diperoleh petani Agroforestry melalui pendapatan lahan

8
Agroforestry dan pendapatan diluar sektor luar Agroforestry dapat memenuhi sarana
dan prasarana pendidikan anak petani Agroforestry.
Berdasarkan hasil penelitian diatas diketahui petani di Desa Barurejo Kecamatan
Siliragung Kabupaten Banyuwangi mengelola lahan milik Perhutani (RPH Pecinan,
BKPH Genteng, KPH Banyuwangi Selatan) atau biasa disebut progam Agroforestry,
Petani memanfaatkan progam Agroforestry dengan membudidayakan tanaman kopi yang
berjenis kopi robusta. BKPH Genteng memiliki Luas lahan 9.126,8 Ha yang dibagi
menjadi tiga RPH yaitu RPH Pecinan dengan luas lahan 2.552,5 Ha, RPH Karangrejo
dengan luas lahan 2.669,3, RPH Malangsari 3.904 Ha, dan luas lahan yang dikelola
untuk Agroforestry berada di RPH Pecinan di petak 15 dengan luas lahan 120,6 Ha.
Masing-masing petani Agroforestry Desa Barurejo Kecamatan Siliragung Kabupaten
Banyuwangi diberikan hak mengelola lahan seluas 1 Ha oleh pihak Perum Perhutani
KPH Banyuwangi Selatan.
Dalam kegiatan pengelolalaan Agroforestry di Desa Barurejo ini sangat
memperhatikan faktor-faktor kelestarian hutan. Yang dimana setiap kegiatan
interaksi petani dengan hutan selalu mempertimbangkan kestabilan kawasan hutan
itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari observasi yang dilakukan peneliti pada saat
pengambilan data lapangan. Hasil tanya jawab dan kondisi lapangan peneliti bisa
dikatakan mewujudkan petani yang ramah terhadap kelestarian hutan. Pembukan
lahan yang dilakukan oleh petani Agroforestry di desa ini sangat meminimalisir
kegiatan pembakaran hutan, penebangan pohon sembarangan dan juga penggunaan
zat-zat kimia berbahaya. Manfaat pembukaan lahan tanpa bakar antara lain :
melindungi humus dan mulsa yang telah terbentuk bertahun tahun, mempertahankan
kelestarian lingkungan karena tidak menyebabkan polusi udara, mengurangi biaya
pemeliharaan.
Perawatan kopi kebanyakan dilakukan petani dengan bahan-bahan organik,
contohnya untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman kopi petani Agroforestry
lebih banyak memanfaatkan penggunaan pupuk organik daripada pupuk kimia. Hal
ini dipilih petani agar hutan tidak terkontaminasi zat-zat kimia yang dapat
mengancam kelestarian hutan. Penggunaan pestisida alami juga dipraktekkan pada
kegiatan perawatan oleh petani. salah satu contohnya untuk mengatasi Hama PBKO
(Penggerek Buah Kopi) petani kopi menggunakan air dan rendaman tembakau yang
diolah dengan resep keturunan.
Pengolahan limbah pertanian juga selalu diperhatikan oleh petani kopi di
daerah ini, contohnya pada saat kegiatan perawatan dan pemupukan yang akan
meninggalkan sampah plastik dan sampah lainnya. Petani akan membawa pulang lalu
dibakar. Pembakaran selalu dijauhkan dari lingkungan hutan karena dapat
mengancam terjadinya pembakaran hutan yang mampu merusak kelestarian hutan itu
sendiri. Petani percaya bahwa menjaga keseimbangan hutan akan membantu mereka
meraup pendapatan yang baik pula.
Petani Agroforestry di wilayah ini juga secara konsisten menjaga kelestarian
flora dan fauna yang habitatnya aslinya adalah hutan. Petani kopi selalu
mengingatkan satu sama lain perihal pentingnya keseimbangan ekosistem sehingga
wajib bagi setiap petani untuk tidak sembarangan dan berlebihan mengambil flora
dan fauna. Hal ini terbilang cukup baik dalam mejaga keseimbangan ekosistem hutan
dan juga sangat baik bagi lahan Agroforestry kopi. Karena jika rantai makanan tidak
terganggu maka hama juga tidak akan melonjak pesat yang mampu mengganggu
kegiatan budidaya tanaman kopi.
Pengelolaan Agroforestry di Desa Barurejo ini mempunyai peran penting dalam

9
kelestarian hutan karena dengan mengikuti progam Agroforestry ini masyarakat yang
sebelumnya mengeksploitasi hutan tanpa kendali menjadi bertanggung jawab melindungi
sumberdaya hutan karena jika tanaman hutannya (lamtoro) rusak maka dapat berdampak
terhadap pertumbuhan tanaman pertanian (kopi) tersebut, Selain itu lahan Agroforestry
yang ditanami tanaman kopi dapat mengurangi laju dan aliran tanah dan dapat
meningkatkan ketersediaan air tanah karena air hujan dapat diresapkan lebih banyak ke
dalam permukaan tanah berkat struktur tajuknya yang berlapis sehingga menunjang
pertumbuhan tanaman kehutanan yaitu tanaman lamtoro. Dan dilakukan pengukuran
sikap petani terhadap kelestarian hutan tentang keterlibatan pengamanan kawasan hutan
dengan hasil sejumlah 28 petani menjawab ikut berkontribusi dalam pengamanan
kawasan hutan dengan presentase 93,33 % dan sejumlah 2 petani yang menjawab tidak
ikut berkontribusi dengan presentase 6,66 % hal ini menunjukkan petani Agroforesty juga
ikut membantu pihak Perhutani dalam pengamanan kawasan hutan baik dari ancaman
kerusakan manusia maupun dari lingkungan.
Disimpulkan bahwa 53% Pendapatan Petani Agroforestry di Desa Barurejo
Kecamatan Siliragung Kabupaten Banyuwangi diperoleh dari Pengelolaan lahan
Agroforestry, hasil tersebut diperoleh dari presentase pendapatan petani dari pengelolaan
lahan Agroforestry dan pendapatan petani dari sektor luar Agroforestry dengan jumlah
rata-rata penghasilan dari pengelolaan lahan Agroforestry Rp.12.935.200/th dan jumlah
rata-rata penghasilan dari sektor luar Agroforestry Rp.11.733.333/th.
Hubungan pendapatan total dan Upah Minimum Regional (UMR) terhadap
tingkat kesejahteraan masyarakat, Pendapatan yang dimaksud adalah jumlah rata-rata
pendapatan yang diperoleh petani Agroforestry melalui pendapatan lahan Agroforestry
dan pendapatan diluar sektor agroforestry dengan perbandingan Upah Minimum
Regional Kabupaten Banyuwangi. Untuk Upah Mininium Regional Kabupaten
Banyuwangi tahun 2021 sebesar Rp. 2.314.278,87/bulan. Hasil pendapatan yang
masuk dalam kategori UMR sejumlah 5 petani dengan prsentase 14 % dan
pendapatan yang tidak masuk dalam kategori UMR sejumlah 25 petani dengan
prsentase 86 % ini artinya pendapatan petani Agroforestry masih banyak yang
dibawah angka UMR Kabupaten Banyuwangi.
Berdasarkan Tabel 12. hubungan pendapatan total terhadap tingkat Pendidikan anak
dapat diketahui bahwa petani Agroforestry yang mempunyai pendapatan rata-rata Rp
17.000.000 - Rp 20.000.000 per tahun dapat menyekolahkan anak sebesar 31,82%
dengan perincian, anak tidak sekolah, masih berada di tingkat pendidikan SD dan
beberapa lulus SD. Petani dengan pendapatan rata-rata Rp 20.000.000 – Rp 25.000.000
pertahun dapat menyekolahkan anak dengan persentase sebesar 40,91% dengan tingkat
pendidikan anak masih SD, lulusan SD, sekolah SMP dan lulusan SMP, serta ada yang
lulus SMA. Petani dengan pendapatan rata-rata Rp 25.000.000 – Rp 35.000.000 mampu
menyekolahkan anak dengan persentase sebesar 27,27% dengan tingkat pendidikan
antara lain ; masih mengenyam tingkat pendidikan SD, lulusan SD, masih di tingkat SMP
dan lulusan SMA.
Berdasarkan data dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan anak petani
Agroforestry masih tergolong rendah hal ini bukan semata-mata hanya karena rata-rata
pendapatan petani Agroforestry yang belum mampu memberikan pengaruh positif yang
signifikan terhadap tingkat pendidikan anak. Tingkat Pendidikan anak juga di perngaruhi
oleh beberapa faktor lain. Contohnya dapat dilihat dari petani dengan pendapatan berkisar
Rp 25.000.000 – Rp 35.0000.000 anak mereka tidak sekolah sampai ke jenjang yang
lebih tinggi padahal sebenarnya mereka mampu. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat
Pendidikan anak adalah jumlah anak yang terlalu banyak, faktor kemauan anak untuk

10
bersekolah, kondisi sosial budaya dan faktor keterjangkaun lokasi sekolah yang dapat
dilihat dari fasilitas jalan menuju sekolah yang belum memadai. Meskipun demikian jika
dilihat data petani dengan pendapatan Rp 17.000.000 – Rp 20.000.000 jumlah anak yang
bersekolah sampai ke jenjang Pendidikan yang tinggi lebih banyak, hal ini terjadi karena
tingkat kemauan anak untuk bersekolah lebih tinggi dengan motivasi ingin mencapai
kehidupan yang lebih baik.
Program Agroforestry Di desa Barurejo kecamatan Siliragung kabupaten Banyuwangi
(RPH Pecinan, BKPH Genteng, KPH Banyuwangi Selatan) dari hasil penelitian ini dapat
dikatakan berhasil karena mampu meningkatkan pendapatan perekonomian Petani,
namun untuk kesejahteraan petani program ini masih belum mampu apabila tolak ukur
kesejahteraan masyarakat adalah Upah Minimum Region (UMR). Jika kita melihat data
dari penelitian ini pendapatan petani dari program Agroforestry lebih besar daripada
pendapatan dari luar Agroforestry sehingga dapat dikatakan bahwa program ini sangat
berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomini petani Agroforestry di Desa Barurejo,
Kecamatan Siliragung, Kabupaten Banyuwangi.
KESIMPULAN
Dari hasil Berdasarkan penelitian Pengaruh Progam Agroforestry Terhadap
Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Di Desa Barurejo Kecamatan Siliragung Kabupaten
Banyuwangi dapat disimpulkan bahwa Pengelolaan Agroforestry mempunyai peran
penting dalam kelestarian hutan, dengan adanya progam Agroforestry, lahan kawasan
hutan terhindar dari erosi dan bencana tanah longsor. Begitu juga dengan Masyarakat
yang sebelumnya mengeksploitasi hutan menjadi ikut serta dalam melindungi kawasan
hutan serta Program Agroforestry yang di selenggarakan oleh Pehutani mampu
meningkatkan kesejahteraan petani sebesar 53,9 % di Desa Barurejo kecamatan
Siliragung Banyuwangi karena mampu meningkatkan pendapatan masing-masing Petani.

DAFTAR PUSTAKA
Arifandy, M. 2015. Efektivitas Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Sebagai Resolusi
Konflik Sumber Daya Hutan. Jurnal Sosiologi Pedesaan. Hal 147 – 158
As’ad, M., 2003, Psikologi Industri : Seri Sumber Daya Manusia. Liberty. Yogyakarta.
Astrid S. Susanto. 1997. Perubahan Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung: Alumni
Bintarto, R., 2007. Pengantar Geografi Kota. U.P Spring. Yogyakarta
BKKBN, 2014. Pedoman Tata Cara Pencatatan Dan Pelaporan Pendataan keluarga.
Sumatera Utara : Badan Koordinasi keluarga Berencana Nasional.
Cannavo, dkk 2011. Hasil Penelitian Konservasi Air untuk keberlanjutan petani.
Universitas Sumatera Utara
CIFOR (Center For International Forestry Research). 2003.
Direktorat Penghijauan dan Pengendalian Perladangan. 1986. Pola Pengembangan
Kegiatan Hutan Kemasyarakatan. Jakarta: Perum Perhutani
Hendrik. 2010. Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Danau Pulau
Besar dan Danau Bawah di Kecamatan Dayun Kabupaten Siak Provinsi Riau. Jurnal
Perikanan dan Kelautan 16,1: 21-32.
Margono, 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Mayrowani, Henny, dkk. 2011. Pengembangan Agroforestry Untuk Mendukung
Ketahanan Pangan dan Pemberdayaan Petani Sekitar Hutan. Forum Penelitian Agro
Ekonomi. 29(02) : 83 – 93
Mueller, Daniel. J. 1992. Pengukuran Sikap Sosial. Jakarta: Karuneka
Paruntu, Carolus, P. 2016. Mangrove Dan Pengembangan Silvofishery Di Wilayah
Pesisir Desa Arakan Kecamatan Tatapaan Kabupaten Minahasa Selatan Sebagai Iptek

11
Bagi Masrakat. Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi. 03(02) : 1 – 25
Perhutani. 2002a. Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama
Masyarakat di Unit I Jawa Tengah. Semarang : Biro Pembinaan Sumberdaya Hutan
Shilman, M.I. 2012. Kajian Penerapan Silvofishery Untuk Rehabilitasi Ekosistem
Mangrove di Desa Dabong Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya Provinsi
Kalimantan Barat. Diunduh dari Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi, Paruntu,
Carolus, P. 2016.
Sinaga, 2016. Kesejahteraan Petani Indonesia. Universitas Indonesia
Soerjono Soekanto (2007:89). Analisis Sosial Ekonomi Pada Petani. Universitas
Indonesia
Sukirno, Sadono. 2013. Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga.
Syah, 2003:10. Tingkat Pendidikan Petani. Semarang
Syahputra, N., Mawardati. 2017. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Petani Memilih
Pola Tanam Pada Tanaman Perkebunan di Desa Paya Palas Kecamatan Ranto
Peureulak Kabupaten Aceh Timur. Jurnal AGRIFO. 02(01).
Telaumbanua, K. 2003. Pengaruh Agroforestry Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi
Dan Sikap Petani Agroforestry Pada Lingkungannya Di Desa Genengsari Kecamatan
Toroh Kabupaten Grobogan Tahun 2002. [skripsi]. Surakarta. Universitas Sebelas
Maret Surakarta
Walgito, Bimo. 1980. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi
Univertas Gajah Mada
Warman, Guruh, R. 2018. Mengkaji Sistem Tanam Tumpangsari Tanaman Semusim.
Proceeding Biology Education Conference. 15(01) : 791 - 794
Winarni, Sri, dkk. 2016. Struktur Pendapatan, Tingkat Kesejahteraan dan Faktor Produksi
Agroforestri Kopi Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Batutegi. Jurnal Sylva
Lestari. 4(01) : 1 – 10
Zulfahmi, R. , dkk. 2016. Analisis Perbandingan Pendapatan Petani Pola Tanam
Monokultur dan Polikultur di Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah. 01(01) : 305 - 313

12

Anda mungkin juga menyukai