Anda di halaman 1dari 14

PROSPEK PENGENDALIAN

HAYATI DI INDONESIA
OLEH :
FIFI ANNA SARI SIMANJUNTAK
150301259
HPT 2015
• Pengendalian hayati adalah usaha untuk memanfaatkan
dan menggunakan musuh alami sebagai pengendali
populasi hama yang merugikan. Pengendalian hayati
sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar
ekologi, terutama teori tentang pengaturan populasi oleh
pengendali alami dan keseimbangan ekosistem.

• Mekanisme pengendalian hayati penyakit tanaman


meliputi penggunaan mikroorganisme antagonis, pesaing,
hiperparasit, perangsang mekanisme pertahanan alami
inang, dan pemodifikasi lingkungan.
• Musuh alami dalam fungsinya sebagai pengendali hama
bekerja secara tergantung kepadatan, sehingga
keefektifannya ditentukan pula oleh kehidupan dan
perkembangan hama yang bersangkutan. Ketersediaan
lingkungan yang cocok bagi perkembangan musuh alami
merupakan prasarat akan keberhasilan pengendalian
hayati. Perbaikan teknologi introduksi, mass rearing dan
pelepasan di lapangan akan mendukung dan
meningkatkan fungsi musuh alami.
• Penerapan PHT di Indonesia
Penerapan PHT di Indonesia sebenarnya sudah di
mulai sejak tahun 1977, dimana kelompok pakar
perlindungan tanaman mengusulkan agar pemerintah
menerapkan PHT untuk mengendalikan hama-hama
tanaman pangan. Munculnya usulan ini dikarenakan pada
tahun 1950-1960 penggunaan pestisida sintetik diseluruh
dunia termasuk di Indonesia semakin meningkat dan
mendominasi pada era ini.
Setelah tahun 1960 merupakan era keemasan
pestisida kimia, dimana permintaan dan penggunaan
pestisida pertanian meningkat sangat cepat sehingga
banyak industri-industri raksasa multinasional muncul
menguasai pasar pestisida dunia.
• Kemudian pada tahun 1970-an pemerintah memanfaatkan
teknologi revolusi hijau semaksimal mungkin untuk
mencapai swasembada beras dengan berbagai sarana dan
prasarana yang dibangun untuk memperluas panen
tanaman padi. Pemerintah juga mengintroduksikan
berbagai program peningkatan produksi beras yang
kemudian diterapkan secara nasional pada kurun waktu
tertentu sampai tahun 1990an.
• Setelah itu pada tahun 1973, lahirnya Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun 1973 yang bertujuan untuk
melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber
kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan
supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka
peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur
dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973
• Namun pada tahun 1978-1979 terjadi letusan hama
wereng coklat padi, akibatnya pencapaian sasaran
produksi beras nasional terhambat. Pada tahun 1979,
banyak pakar belum menyadari bahwa kemunculan dan
letusan wereng coklat di Indonesia tidak dapat dilepaskan
dari penggunaan pestisida kimia. Hal ini disebabkan oleh
penggunaan pestisida kimia yang berlebihan.

• Terbukti bahwa efektivitas dan efisiensi pestisida dalam


mengendalikan hama semakin lama semakin menurun,
bahkan timbul berbagai masalah baru yang lebih sulit
untuk dipecahkan.
• Selain masalah diatas, banyak faktor lainnya yang
mendukung untuk diterapkannya PHT di Indonesia
seperti kegagalan pemberantasan hama konvensional,
karena masyarakat pada umumnya menganggap bahwa
pengendalian hama berarti pengendalian menggunakan
pestisida kimia. Akibatnya timbul resistensi hama,
resurjensi dan letusan hama kedua serta dapat
menimbulkan resiko terhadap kesehatan dan lingkungan
hidup.
• Penerapan PHT yang dilaksanakan oleh pemerintah sejak
tahun 1980 yaitu Proyek Rintisan Penerapan PHT pada
tanaman padi melibatkan 6 propinsi di Indonesia yaitu Jawa
Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan
Sumatera Utara. Kegiatan rintisan tersebut belum terlalu nyata
berdampak terhadap kebijakan penggunaan pestisida karena
pada saat itu pemerintah masih sibuk menangani swasembada
beras yang memasukkan pestisida kedalam program tersebut
sebagai salah satu paket kredit yang harus diambil oleh petani
peserta program. Alhasil produktifitas padi yang menerapkan
PHT dengan yang tidak menerapkan PHT tidak berbeda nyata.
Namun penggunaan pestisida kimia lebih sedikit terdapat pada
sawah yang menerapkan PHT dibandingkan tanpa PHT.
• Strategi PHT di Indonesia
Beberapa strategi yang harus diterapkan agar
PHT berhasil di Indonesia, antara lain yang pertama
yaitu ditingkat petani. Upaya peningkatan dan penguatan
kelembagaan kelompok tani merupakan strategi untuk
meningkatkan kinerja secara kelompok dalam pengendalian
hama penyakit tanaman, dan akan meningkatkan efektivitas
penerapan teknologi PHT.
• Kedua yaitu ditingkat pemerintah, penerapan program
PHT di tingkat petani dapat terus berlanjut bila mendapat
dukungan intensif dari pemerintah daerah melalui
berbagai program pembinaan seperti SL-PHT baik
terhadap petani alumni peserta dan juga non peserta.
• Ketiga yaitu ditingkat perguruan tinggi, dukungan
pengawasan dan pengevaluasian secara independen
terhadap program-program pembinaan pemerintah seperti
SL-PHT yang telah diberikan kepada petani. Perlu
pengetahuan yang cukup bukan hanya tentang masalah
hama dan penyakit tumbuhan saja, tetapi juga biologi
tanaman, agronomi, ekologi, serta sosial ekonomi
pertanian dalam porsi yang seimbang.
• Penerapan program PHT pada saat ini jauh lebih baik
dibandingkan masa lalu, karena adanya peraturan
pemerintah yang mengatur penggunaan pestisida dan
adanya implementasi dan penyempurnaan program PHT
yang dilakukan terus-menerus.
• Program PHT sebaiknya diterapkan dengan pelembagaan
PHT sebagai bagian dari kegiatan berproduksi dan bagian
dari PTT. Pelembagaan PHT dimulai dari
pengorganisasian, perencanaan produksi, evaluasi dan
penggalian dana. Penerapan PHT pada sistem pertanian
organik untuk mempercepat pemanfaatan agens hayati
sebagai bahan dasar formulasi biopestisida adalah
mendekatkan PHT kepada kearifan lokal yang nyata
berperan dalam pengembangan sistem pertanian.
• TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai