Oleh :
LEMBAGA PENELITIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Menyetujui
Plh Ketua Lembaga Penelitian
Universitas Padjadjaran,
ABSTRAK
ABSTRACT
Key words : Metarhizium anisopliae, Crocidolomia pavonana Fab., direct drop methode
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmatNya, penelitian dan
laporan ini dapat diselesaikan. Penelitian ini mencoba memanfaatkan jamur Metarhizium
pavonana Fab. yang merupakan serangga hama yang paling merusak pada tanaman
kubis.
ini dapat terlaksana dengan bantuan dana dari Dana Penelitian Peneliti Muda UNPAD.
Selanjutnya, ucapan terima kasih juga kami sampaikan pada Dekan FMIPA, Dr. Wawan
Hermawan, MS, Ketua Jurusan Biologi, Drs Hikmat Kasmara, MS, Rekan-Rekan Dosen
di Lab. Mikrobiologi dan Lab. Invertebrata, Dr. Ratu Safitri, MS, Dr. Nia Rossiana, MS
dan Dra. Ida Indrawati, M.Si, dan Melanie, S.Si, M.Si atas bantuan dan dukungan dalam
penggunaan laboratorium sebagai tempat penelitian ini. Juga terima kasih pada Melanie,
S.Si, M.Si, Budi Irawan, S.Si, M.Si dan Siti Hazar S.Si, sebagai rekan kerja, sehingga
Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan manfaat
bagi pembacanya.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 4
DAFTAR PUSTAKA 45
LAMPIRAN 49
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Data Pengamatan Tiap Parameter Pelakuan 16
2 Sidik Ragam Konsentrasi Terhadap Tiap Variabel Uji 17
3 Sidik Ragam Pengujian Perlakuan Infeksi Spora Jamur M. anisopliae
Menurut Konsentrasi Terhadap Mortalitas Larva C. pavonana Fab. 26
4 Sidik Ragam Pengujian Perlakuan Infeksi Spora Jamur
M. anisopliae Menurut Konsentrasi Terhadap Waktu Kematian Larva
C. pavonana Fab. 31
5 Sidik Ragam Pengujian Perlakuan Infeksi Spora Jamur M. anisopliae
Menurut Konsentrasi Terhadap Berat Badan Maksimum Larva
C. pavonana Fab. 34
6 Sidik Ragam Pengujian Perlakuan Infeksi Spora Jamur M. anisopliae
Menurut Konsentrasi Terhadap Konsumsi Pakan Total Larva
C. pavonana Fab. 37
7 Sidik Ragam Pengujian Perlakuan Infeksi Spora Jamur M. anisopliae
Menurut Konsentrasi Terhadap Konsumsi Makanan Relatif Larva
C. pavonana Fab. 40
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Larva C. pavonana Fab. 8
2 Serangga Dewasa C. pavonana Fab., Betina dan Jantan 8
3 Mekanisme Infeksi Jamur M. anisopliae Pada Tubuh Serangga 12
4 Diagram persentase mortalitas larva C. pavonana Fab. akibat
infeksi spora jamur M. anisopliae pada berbagai tingkat konsentrasi 27
5 Diagram rata-rata waktu kematian larva C. pavonana Fab. yang
diinfeksi oleh spora jamur M. anisopliae pada berbagai
tingkat konsentrasi 32
6 Diagram berat badan maksimum larva C. pavonana Fab. yang
diinfeksi spora jamur M. anisopliae pada berbagai tingkat konsentrasi 34
7 Diagram rata-rata konsumsi pakan larva C. pavonana Fab.
yang diinfeksi spora jamur M. Anisopliae 36
8 Diagram rata-rata konsumsi pakan total larva C. pavonana Fab.
yang diinfeksi spora jamur M. anisopliae pada berbagai
tingkat konsentrasi 38
9 Diagram persentase peningkatan konsumsi makanan larva
C. pavonana Fab. yang diinfeksi spora jamur M. anisopliae
terhadap larva normal 39
10 Diagram rata-rata konsumsi makanan relatif larva
C. pavonana Fab. yang diinfeksi spora jamur M. anisopliae
pada berbagai tingkat konsentrasi 41
1
BAB I PENDAHULUAN
kubis (Brasicca oleracea var. capitata L.). Serangga hama ini paling menimbulkan
kerusakan pada tanaman kubis saat stadium larva instar tiga, yang merupakan stadium
aktif makan. Bagian kubis yang dirusak adalah titik tumbuh yang menyebabkan
pembentukan krop pada tanaman kubis tidak terjadi. Tanaman kubis yang dirusak dapat
mencapai 100% tidak layak jual, sehingga merugikan petani kubis (Sastrosiswojo, 1981).
sintetik tidak selalu dapat diatasi, karena aktivitas larva yang menjadi sasaran insektisida
sintetik lebih banyak berada dalam jantung kubis. Selanjutnya penggunaan insektisida
sintetik yang berkelanjutan akan menyebabkan serangga hama sasaran menjadi resisten
terhadap insektisida sintetik tersebut dan residu insektisida sintetik akan terakumulasi di
lingkungan dan organisme lain non target (Oka, 1998 ; Subagiya, 2002).
mengendalikan populasi serangga hama adalah menggunakan agensia hayati yang berupa
tersebut adalah jamur entomopatogen. Jamur ini dapat menyebabkan penyakit bila
terinfeksi pada serangga, sehingga dapat menurunkan populasi serangga hama dalam
menunjukkan patogenisitas yang tinggi terhadap serangga hama. Beberapa genera jamur
2
entomopatogen yang telah digunakan sebagai pengendali populasi serangga hama antara
lain Metarhizium, Beauveria, Aspergillus dan Verticillium (Ihara, et al., 2003). Kelebihan
mempunyai kapasitas produksi yang tinggi, siklus hidup relatif pendek dan mampu
membentuk spora yang tahan terhadap pengaruh lingkungan (Zimmermann, 1993), serta
sangat kecil kemungkinan menimbulkan resistensi pada serangga hama sasaran (Hall,
serangga hama karena menyebabkan penyakit “green muscardin fungus” yang patogen
terhadap serangga sasaran. Spora jamur yang melekat pada permukaan kutikula larva
akan membentuk hifa yang memasuki jaringan internal larva melalui interaksi biokimia
yang kompleks antara inang dan jamur. Selanjutnya, enzim yang dihasilkan jamur
berfungsi mendegradasi kutikula larva serangga, hifa jamur akan tumbuh ke dalam sel-sel
tubuh serangga, dan menyerap cairan tubuh serangga. Hal ini akan mengakibatkan
serangga mati dalam keadaan tubuh yang mengeras seperti mumi (Tanada dan Kaya,
1993).
berwarna putih pada permukaan kutikula tubuh, dan memasuki hemocoel. Di dalam
berkembang di dalam hemocoel dengan menyerap cairan hemolimpf. Selain itu infeksi
jamur ini menghasilkan enzim dekstruksin yang bersifat toksik dan menimbulkan
kerusakan pada jaringan serangga (Kershaw, 1999; Tanada dan Kaya, 1993).
3
mengendalikan populasi serangga dari ordo Lepidoptera. Prayogo dan Tengkano, (2004),
dengan konsentrasi 104 spora/ml hingga 108 spora/ml, menyebabkan kematian larva
S. litura hingga mencapai 83% pada hari ke12 setelah infeksi spora jamur. Selanjutnya,
M. anisopliae dengan konsentrasi 1,8 X 109 sel/ml dapat menyebabkan tingkat mortalitas
Penggunaan jamur ini juga telah dicoba untuk mengendalikan populasi serangga
dari ordo diptera. Widiyanti dan Muyadihardja, (2004), menginfeksi larva Aedes aegypti
dengan spora jamur pada konsentrasi 107 sel/ml, menyebabkan tingkat kematian larva
mencapai 91,1 %.
Pada dasarnya, semakin tinggi tingkat dosis yang diinfeksikan pada serangga
sasaran, maka kemungkinan untuk kontak antara inang dan patogen akan semakin tinggi
(Boucias dan Pendland, 1998). Serangga yang terinfeksi jamur ini akan menunjukkan
gejala-gejala gelisah, kurang aktif bergerak, aktivitas makan menurun dan kehilangan
Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat diperoleh identifikasi masalah sebagai
berikut :
Amastigomycotina (Tanada dan Kaya, 1993 ; Alexopoulus, et al., 1996). Jamur ini
merupakan jamur tanah bila dalam keadaan saprofit, tetapi memiliki kemampuan sebagai
Orthoptera, Hemiptera dan Isoptera (Gabriel dan Riyanto, 1989 ; Baehaki dan Noviyanti,
Sebanyak 204 isolat M. anisopliae berhasil diisolasi dari tanah (Yip, et al., 1992).
Selanjutnya, Burgner, (1998), menemukan bahwa suhu optimum pertumbuhan jamur ini
adalah 25 oC. Kisaran pH untuk pertumbuhan jamu ini antara 3,3-8,5. Miselium jamur ini
bersekat, diameter 1,98-2,97m, konidiofor bersusun tegak, berlapis dan bercabang yang
dipenuhi konidia. Konidia bersel satu dan berbentuk bulat silinder dengan ukuran
9,94x3,96 m. Pada awal pertumbuhan koloni jamur ini berwarna putih, kemudian akan
berubah menjadi warna hijau gelap saat konidia matang dan dilanjutkan dengan
pembentukan spora. Spora yang berwarna hijau ini yang memberi istilah green muscardin
sebagai berikut :
Kingdom Mycetes
Division Amastigomycotina
Classis Deuteromycetes
Ordo Moniliales
Familia Moniliaceae
Genus Metarhizium
Metabolit sekunder yang dihasilkan jamur ini adalah mikotoksin yang disebut
destruksin, yang merupakan siklodepsipeptide dengan lima asam amino (Brousseau et al.,
membran nukleus), menyebabkan paralysis sel. Selain itu juga berpengaruh terhadap
kelainan fungsi lambung tengah, tubulus malfigi, hemosit dan jaringan otot larva (Tanada
dan Kaya, 1993 ; Widiyanti dan Muyadihardja, 2004). Patogenisitas jamur terhadap inang
target akan meningkat bila kelembaban udara mencapai 100% (Milner, et al., 1997 ;
pada tanaman kubis-kubisan (famili cruciferae). Siklus hidup serangga ini metamorfosis
sempurna yang dimulai dari telur, stadium larva, stadium pupa dan stadium imago. Satu
7
generasi serangga ini berlangsung antara 22-32 hari, bergantung pada ketinggian tempat
Kingdom Animalia
Phylum Arthropoda
Classis Insecta
Ordo Lepidoptera
Familia Pyralidae
Genus Crocidolomia
Siklus hidup C. pavonana dimulai dari telur yang berwarna hijau terang dan
diletakan dalam kelompok-kelompok secara berlapis antara 9-120 butir telur pada bagian
bawah daun kubis. Ukuran kelompok telur berkisar antara 1,0x2,0 mm hingga 3,5x6,0
mm (rata-rata 2,6x4,3 mm). Sebelum menetas, telur matang akan berubah warna menjadi
oranye, kuning kecoklatan atau coklat tua. Periode inkubasi telur antara 3-6 hari pada
suhu 26,0-33,2 oC. Rata-rata telur menetas sebanyak 92,4% (Othman, 1982 dalam
Stadium larva C. pavonana terdiri dari lima instar dan hidup secara berkelompok
serta tidak menyukai sinar matahari. Setiap fase instar berkisar antara 1-7 hari.
Keseluruhan fase instar stadium larva berlangsung antara 11-17 hari, pada suhu 26,0-
33,2 oC dan kelembaban 54,1-87,8%. Warna larva hijau terang dengan bintik-bintik gelap,
warna kepala hitam dan memiliki garis longitudinal berwarna keputihan sebanyak tiga
8
buah di bagian dorsal dan masing-masing satu buah pada bagian lateral. Panjang tubuh
larva yang telah tumbuh sempurna berkisar antara 15-21 mm (Othman, 1982 dalam
kekuningan dengan lebar sekitar 3 mm dan panjang 10 mm. fase pupa berlangsung
sekitar 9-13 hari pada suhu26 -33,2 oC dan kelembaban 54,1-87,8 (Othman, 1982 dalam
Gambar 2. Serangga dewasa C. pavonana Fab., betina kiri dan jantan kanan
Sumber : Lynn dan Finn, 2004.
9
Stadium imago dari C. pavonana hanya berlangsung sekitar 3-6 hari. Ngengat
betina berukuran sekitar 9,6 mm, lebih kecil daripada ngengat jantan yang berukuran
sekitar 11,4 mm. Ngengat C. pavonana aktif pada malam hari (nocturnal), sehingga pada
siang hari akan bersembunyi di bawah daun kubis. Jika diganggu, ngengat akan terbang
Populasi larva tertinggi terjadi antara bulan Maret, Juni dan Agustus. Populasi
larva akan menurun bila curah hujan tinggi. Selama 90 hari periode penanaman kubis,
penanaman kubis. Populasi larva tertinggi terjadi pada minggu keenam hingga kedelapan
setelah penanaman kubis, dan akan menurun setelah waktu panen kubis (Sastrosiswojo
Penyebaran serangga hama C. pavonana di daerah tropis dan subtropis mulai dari
Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia, Afrika Selatan, Tanzania dan Kepulauan Pasifik
(Kalshoven, 1981).
Mekanisme penetrasi jamur ini ke dalam tubuh serangga sangat dipengaruhi oleh
struktur kutikula yaitu ketebalan, sklerotisasi, kandungan zat antijamur, dan substansi
nutrisi (Charnley, 1984). Larva yang baru mengalami penggantian kulit dan larva yang
baru membentuk pupa lebih mudah diinfeksi dibandingkan dengan kutikula yang telah
mengalami pengerasan. Selain infeksi melalui kutikula, jamur juga dapat menginfeksi
serangga melalui Buccal cavity, spirakel, dan bukaan eksternal lain yang terdapat pada
umumnya bergantung pada kelembaban dan suhu lingkungan, kondisi cahaya dan nutrisi
yang berperan sebagai hifa penetrasi. Selain terbentuk tabung perkecambahan, terbentuk
Tanada dan Kaya, 1993. Apresorium jamur M. anisopliae dapat tumbuh optimal pada
suhu 25 – 30oC dan pada kisaran pH 5 – 8. Apresorium tidak akan terbentuk pada suhu
melibatkan bahan-bahan mucilagenous dan struktur permukaan spora Tanada dan Kaya,
1993. Pada beberapa kasus, penempelan spora berkorelasi dengan tingkat keagresifan
atau spesifitas inang dari spesies jamur, seperti misalnya M. anisopliae dengan
Proses penetrasi melalui integumen serangga oleh hifa yang berkecambah dari
spora melibatkan proses kimia enzimatis dan kekuatan fisik. Enzim yang terdeteksi pada
paling utama dan aktivitas enzim ini merangsang kehadiran enzim kitinase. Aktivitas
konidia dan sporulasi konidiospora Coudron, et al., 1984 dalam Tanada dan Kaya,
11
1993. Tingkat virulensi strain jamur dapat menghasilkan enzim ekstraseluler dalam
jumlah besar seperti lipase, estererase, protease, dan -glukanase Tanada dan Kaya,
1993.
terjadinya penyakit serangga yang disebabkan oleh jamur. Tahap pertama adalah
inokulasi, yaitu kontak antara propagul jamur dengan tubuh serangga inang. Selain
konidia, organ lain seperti hifa juga berfungsi sebagai alat infeksi pada serangga inang.
Tahap kedua yaitu proses penempelan dan perkecambahan propagul jamur pada
integumen serangga. Kelembaban yang tinggi dan bahkan kadang-kadang air sangat
diperlukan untuk perkecambahan propagul jamur Silva dan Messias, 1985; Chamdler et
al., 1993; Glare et al., 1995 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005. Pada tahap ini,
integumen serangga. Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi pada tubuh serangga.
Penembusan dilakukan secara mekanis atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau
toksin. Tahap keempat adalah destruksi atau penghancuran pada titik penetrasi dan
hemolimfa dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang jaringan lain Tanada dan
Kaya 1993; Lee dan Hou, 2003; Strack, 2003; Prayogo dan Suharsono 2005.
12
Pada stadium awal infeksi oleh jamur, serangga atau larva serangga yang
terinfeksi tidak memperlihatkan gejala. Gejala yang terlihat hanya tampak beberapa titik
nekrotik pada lokasi penetrasi hifa. Pada fase selanjutnya, larva menunjukkan gejala
terserang infeksi. Gejala tersebut antara lain larva menjadi gelisah, kurang aktif, aktivitas
telah terinfeksi seringkali bergerak ke tempat yang lebih tinggi menjauhi permukaan
tanah. Perilaku seperti ini diduga untuk melindungi kelompoknya agar tidak terserang
jamur. Larva dari lepidoptera yang terinfeksi oleh jamur menjadi lunak karena
mengandung air dan memiliki integumen yang rapuh Tanada dan Kaya, 1993.
13
Pada umumnya, semua jaringan dalam tubuh serangga dan cairan tubuh habis
digunakan oleh jamur, sehingga serangga mati dengan tubuh yang mengeras seperti
mumi Prayogo dan Suharsono, 2005. Pertumbuhan jamur diikuti dengan pengeluaran
pigmen atau toksin yang dapat melindungi serangga dari serangan mikroorganisme lain,
terutama bakteri. Pertumbuhan jamur tidak selalu menembus ke luar jaringan integumen
pertumbuhan hanya berlangsung di dalam tubuh serangga. Oleh karena itu, jamur
membentuk struktur khusus yang dapat bertahan, yaitu arthrospora Ferron, 1985 dalam
Crocidolomia pavonana Fabricius instar tiga yang diberi pakan kubis di laboratorium.
Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan konsentrasi efektif spora jamur
Bahan yang digunakan adalah biakan murni jamur M. anisopliae yang didapat
dari Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Bandung, larva C. pavonana Fab. instar tiga
dengan induk didapat dari kebun kubis di Desa Palintang, daun kubis (B. oleracea),
medium agar Potato Dextrose Agar, beras jagung, alkohol 70%, madu, minyak goreng,
spiritus, kertas tisu, kain kasa halus, kapas, aluminium foil, plastik wrap, plastik bening
tahan panas.
berukuran ø 7cm dan tinggi 4 cm, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, sumbat
tabung, volume pipet 10 ml, volume pipet 1 ml, volume pipet 0,1ml, pipet tetes,
mikroskop, beaker glass, gelas ukur, erlenmeyer, batang pengaduk, termometer ruangan,
RAL dengan faktor tunggal. Faktor perlakuan yang diujikan adalah konsentrasi spora
k jamur M. anisopliae yang terdiri dari enam taraf, sebagai berikut :
k0 : 0 (kontrol)
16
k1 : 105 spora/ml
k2 : 106 spora/ml
k3 : 107 spora/ml
k4 : 108 spora/ml
k5 : 10 9 spora/ml
Setiap perlakuan diulang (r) empat kali, sehingga jumlah keseluruhan satuan
percobaan adalah 24 plot percobaan. Setiap plot percobaan terdiri dari lima ekor larva
yang dipelihara secara berkelompok di dalam kotak perlakuan. Jumlah keseluruhan larva
yang diuji adalah 120 ekor. Parameter yang diukur adalah kematian (mortalitas dan
waktu kematian), berat badan (berat badan maksimum) dan konsumsi pakan larva
(konsumsi makanan total, dan konsumsi makanan relatif). Susunan kombinasi perlakuan
Selanjutnya bila dari uji F tersebut terdapat pengaruh yang nyata dari perlakuan yang
diberikan, maka dilakukan uji beda rata-rata dengan menggunakan Uji Jarak Berganda
Duncan.
jamur dalam medium PDA dan dalam medium beras jagung, serta pembuatan suspensi
Larva C. pavonana Fab. didapat dari kebun kubis yang terdapat di Desa
Palintang, Kabupaten Bandung. Larva ini kemudian dipelihara hingga menjadi imago
dan dibiakkan dalam sebuah kotak kaca berukuran 40 x 25 x 25 cm3 yang di dalamnya
telah disediakan daun kubis yang ditaruh di dalam wadah berisi air untuk menjaga agar
daun tetap segar. Daun tersebut berfungsi sebagai tempat ngengat dewasa menyimpan
telur di bagian bawah daun. Pemberian pakan ngengat dewasa berupa madu dengan
konsentrasi 10% yang dibasahi pada kapas dan digantungkan di dalam kotak.
tersebut dipindahkan ke kotak plastik terpisah yang berukuran 20 x 15 x 5 cm3 dan diberi
alas kertas tisu. Setelah telur menetas, makanan larva selalu diperiksa dan diganti tiap
hari atau pada saat alas tisu pada tempat pemeliharaan telah lembab. Setiap instar
diletakkan pada tempat yang berbeda. Larva stadium pre pupa akan menghentikan
aktivitas makan dan bersiap-siap untuk membentuk pupa. Pupa berwarna coklat
kekuning-kuningan dan pada tahap akhir berwarna coklat tua. Pupa yang telah terbentuk
dipindahkan ke dalam kotak yang disiapkan untuk imago atau ngengat dewasa.
Perkebunan, Bandung. Isolat murni jamur ini kemudian ditumbuhkan pada medium PDA
(Potato Dextrose Agar) dalam bentuk agar plat sebagai sediaan jamur dan diinkubasikan
pada suhu ruangan selama 3 – 5 hari hingga terbentuk hifa berwarna putih. Pengamatan
19
terhadap pertumbuhan jamur dalam medium PDA dimulai dari muncul hifa hingga
Perkebunan, Bandung. Isolat jamur tersebut diperbanyak dalam medium beras jagung.
Beras jagung dibersihkan dari kotoran dan ampas, kemudian dicuci bersih. Beras jagung
yang telah dibersihkan, dimasak atau dikukus hingga lunak, kurang lebih selama 20
dalam kantung plastik tahan panas sebanyak 100 g. Beras jagung dalam kantung plastik
tersebut kemudian disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 20 menit.
Setelah dibiarkan dingin, kurang lebih selama 24 jam, isolat jamur ditanamkan pada
medium beras jagung tersebut, kemudian pertumbuhan jamur dalam medium diamati
setiap hari hingga terbentuk spora. Koloni jamur akan tumbuh dua minggu setelah
inokulasi. Pada hari keenam akan tumbuh hifa berwarna putih, selanjutnya pada hari ke-
14 mulai tumbuh spora berwarna hijau. Setelah spora berwarna hijau terbentuk, jamur
medium beras jagung yang telah ditumbuhi spora jamur, lalu ditambahkan minyak
goreng hingga mencapai volume 5ml. Medium beras jagung berspora tersebut harus
dilarutkan dalam minyak goreng karena spora jamur M. anisopliae bersifat hidrofob,
20
sehingga agar spora dapat tersuspensi dengan baik dan melekat kuat maka digunakan
kepada penelitian yang dilakukan oleh Devi dan Prasad, (1996), yang menggunakan
minyak dari ekstrak beberapa jenis tumbuhan. Campuran jagung dan minyak tersebut
diputar dengan menggunakan vorteks agar spora jamur terlepas dari jagung. Selanjutnya
t d 10 6
S
0, 25 n
S adalah jumlah spora yang dihitung, t adalah jumlah spora yang diketahui, d adalah
tingkat pengenceran, n adalah jumlah kotak yang dihitung dan 0,25 adalah tingkat
korelasi.
Spo
Gambar 3. (a) Kamar hitung pada hemositometer dan (b) Satu buah kamar hitung
pada hemositometer (Caprette, 2006).
21
memiliki konsentrasi 1 x 109 spora/ml. Larutan ini disebut sebagai larutan stok yang
a 5ml
K
b
ba
P 5ml
b
K adalah volume konsentrasi spora yang dibutuhkan (ml), P adalah volume pelarut yang
ditambahkan (ml), a adalah konsentrasi lautan stok dan b adalah jumlah spora yang
10 5 spora/ml, 106 spora/ml, 107 spora/ml, 108 spora/ml diperoleh dengan mengencerkan
V 1.N1 V 2.N 2
V1 adalah volume larutan stok (ml), N1 adalah konsentrasi larutan stok (spora/ml), V2
adalah volume larutan yang diharapkan (ml) dan N2 adalah konsentrasi larutan yang
diharapkan (spora/ml).
Hal yang pertama dilakukan adalah menyiapkan tempat perlakuan berupa kotak
M. anisopliae, yaitu 105, 106, 107, 108, 109 spora/ml yang telah disiapkan, diinfeksikan
22
pada larva C. pavonana Fab. dengan cara diteteskan langsung ke atas tubuh larva.
Metode tetes langsung ini merupakan modifikasi dari metode yang digunakan Milner,
(1994). Suspensi spora diteteskan dengan menggunakaan volume pipet berukuran 1 ml.
Masing-masing larva ditetesi 0,05 ml suspensi spora. Larva C. pavonana Fab. tersebut
diamati sampai mati atau menjadi imago. Masing-masing perlakuan menggunakan lima
ekor larva instar tiga dan dilakukan empat kali ulangan. Pengukuran parameter fisik
meliputi suhu tempat perlakuan. Pengamatan terhadap larva C. pavonana Fab. yang
diinfeksi oleh berbagai konsentrasi spora jamur M. anisopliae dilakukan setiap hari.
Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah kematian, berat badan dan
konsumsi pakan larva C. pavonana Fab. yang diuraikan pada subbab berikut.
larva C. pavonana Fab. yang mati akibat infeksi oleh jamur M. anisopliae. Mortalitas
juga dapat digunakan untuk mengetahui efektivitas jamur ini dalam mengendalikan
serangga hama C. pavonana Fab. Larva yang mati akibat terinfeksi jamur M. anisopliae
memperlihatkan tanda berupa tubuh larva ditumbuhi oleh hifa jamur berwarna putih yang
diikuti dengan tumbuhnya spora jamur berwarna hijau. Hifa tersebut membungkus tubuh
M
n 100 %
N
M adalah mortalitas (%), n adalah jumlah larva yang mati karena jamur (ekor), dan N
larva yang mati setiap hari pengamatan. Perhitungan waktu kematian menggunakan
a
n
xb
W
a
n
W adalah waktu kematian, a adalah banyaknya larva yang mati pada hari infeksi,
b adalah hari pada saat larva mati, dan n adalah banyaknya larva yang mati tiap
perlakuan.
Pengamatan terhadap berat badan larva bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan larva
C. pavonana Fab., meliputi pengamatan terhadap berat badan maksimum. Pengamatan
dilakukan dengan cara menimbang larva C. pavonana Fab. setiap hari, dari saat larva
diinfeksi hingga larva mati atau menjadi pupa. Larva C pavonana Fab. ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik. Perhitungan berat badan maksimum larva C. pavonana
24
Fab. dilakukan dengan merata-ratakan berat badan maksimum larva uji pada setiap
konsentrasi.
yang dikonsumsi oleh larva C. pavonana Fab. normal dan larva yang diinfeksi spora
jamur. Pengamatan terhadap konsumsi pakan larva C. pavonana Fab. meliputi konsumsi
berdasarkan berat kering pakan, untuk menghindari perbedaan kadar air. Berat kering
makanan diperoleh dengan cara membuat potongan daun kubis berjumlah 50 potongan
yang diberi nomor berurutan. Kemudian masing-masing potongan daun kubis tersebut
ditimbang dan diperoleh data berat basah awal. Setelah ditimbang, potongan daun-daun
tersebut dikeringkan di dalam oven dengan suhu 75oC selama 72 jam. Daun yang telah
dikeringkan tersebut ditimbang kembali dan diperoleh berat kering daun. Dari data yang
diperoleh, dapat dihitung kadar berat kering PBK dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
BK
PBK 100 %
BB
PBK adalah persentase berat kering pakan (%), BK adalah berat kering pakan (g) dan BB
Tata kerja perhitungan konsumsi pakan adalah potongan daun kubis yang akan
diberikan pada larva C. pavonana Fab. yang telah diinfeksi oleh jamur M. anisopliae
25
ditimbang untuk diperoleh berat basah awal. Satu hari setelah pemberian pakan 24 jam,
sisa daun kubis yang tidak dimakan oleh larva C. pavonana Fab. ditimbang. Dari data
berat daun kubis tersebut kemudian dihitung konsumsi pakan larva C. pavonana Fab.
dengan cara :
j
KMT BBi x % BK BKS i
i0
KMT adalah konsumsi pakan total (g BK/ekor), BBi adalah berat basah pakan pada hari
ke-i (g), % BK adalah persentase berat kering pakan, dan BKS adalah berat kering pakan
sisa (g).
BB x % BK BKS
i 0
i i
KMH
j 1
KM R el
BBi x % BK BKS
Bi Bi 1
KMRel adalah konsumsi pakan relatif (g BK/g berat badan/hari), dan j adalah jumlah hari.
26
terhadap jumlah larva uji yang mati akibat infeksi jamur M. anisopliae. Hasil perhitungan
tingkat kematian larva dapat digunakan untuk mengetahui efektivitas jamur M. anisopliae
dalam mengendalikan populasi serangga hama C. pavonana Fab. Pada penelitian ini
beberapa tingkat konsentrasi spora jamur M. anisopliae diinfeksikan pada larva serangga
C. pavonana Fab. instar tiga. Konsentrasi spora yang digunakan adalah 105 spora/ml, 106
spora/ml, 107 spora/ml, 108 spora/ml dan 109 spora/ml. Hasil penelitian menunjukkan
menyebabkan mortalitas pada larva C. pavonana Fab. dengan rentang 75% – 95%.
Hasil uji statistik (Sidik Ragam) menunjukkan bahwa infeksi dengan rentang
konsentrasi 105 – 109 spora/ml berpengaruh terhadap mortalitas larva C. pavonana Fab.
Adapun untuk mengetahui perbedaan persentase mortalitas antara larva normal dan larva
yang diinfeksi, maka dilakukan analisis Sidik Ragam yang ditampilkan pada Tabel 3.
Sumber Ftabel
Db JK KT Fhitung
Keragaman 5%
Perlakuan 5 25083,334 5016,67
14,80** 2,77
Galat 18 6099,999 338,89
Total 23 31183,333
Keterangan : db : derajat bebas, JK : Jumlah Kuadrat, KT : Kuadrat Tengah,
* : berbeda nyata pada α 5%, ** : berbeda sangat nyata pada α 5%,
tn
: tidak berbeda nyata.
27
normal dan larva yang diinfeksi spora jamur, namun hasil uji jarak berganda Duncan
(pada taraf nyata 5%) menunjukkan tidak ada pengaruh dari tiap-tiap konsentrasi yang
diinfeksikan terhadap mortalitas larva. Data penelitian tentang pengaruh infeksi spora
jamur terhadap larva C. pavonana Fab. pada berbagai tingkat konsentrasi dapat dilihat
pada Gambar 4.
100.00
95.00 b
90.00 b 85.00 b
90.00
75.00 b 80.00 b
80.00
70.00
60.00
)%
50.00
(
40.00
30.00
satilatoM esrP
esatn
20.00
10.00 0.00 a
0.00
00 10 55
10 10
1066 10 77
10 10
1088 10
1099
Konsentrasi (spora/ml)
Gambar 4. Diagram persentase mortalitas larva C. pavonana Fab. akibat infeksi spora
jamur M. anisopliae pada berbagai tingkat konsentrasi
Fab. yang diinfeksi spora jamur M. anisopliae adalah pada konsentrasi 109 spora/ml,
yaitu sebesar 95%. Nilai persentase mortalitas ini paling tinggi dibandingkan dengan
konsentrasi spora jamur M. anisopliae lain yang digunakan, yaitu pad a rentang
konsentrasi 105 – 108 spora/ml masing-masing persentase kematian larva hanya sebesar
mampu bertahan dari serangan patogen. Semakin banyak spora yang melekat pada
kutikula larva serangga, maka semakin banyak pula spora yang melakukan penetrasi
terhadap kutikula tersebut. Semakin banyak larva yang mati, maka akan meningkatkan
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa terjadi kenaikan mortalitas larva yang
diinfeksi spora jamur seiring dengan semakin tinggi tingkat konsentrasi spora. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prayogo dan Tengkano, (2004), terhadap
Spodoptera litura. Konsentrasi spora jamur yang digunakan adalah 104 – 108 spora/ml
dengan mortalitas larva berturut-turut pada hari kedelapan setelah aplikasi adalah
44,33%, 54%, 60%, 79% dan 70,67%. Pada penelitian tersebut diketahui bahwa
semakin tinggi konsentrasi spora jamur M. anisopliae yang diinfeksikan, maka semakin
Pada stadium pre pupa, larva yang diinfeksi spora jamur banyak yang mengalami
kematian. Hal ini diperjelas oleh data pengamatan rata-rata waktu kematian larva yang
diinfeksi spora jamur. Banyak larva yang mati pada saat pre pupa dikarenakan pada
stadium ini pertahanan larva terhadap serangan jamur cenderung rendah, selain itu pada
masa ini pula spora jamur yang telah berhasil melakukan penetrasi mulai berkembang di
dalam tubuh larva. Akibatnya banyak larva yang mati pada stadium pre pupa dan
meskipun larva tersebut berhasil menjadi pupa, maka pupa yang terbentuk pun tidak akan
membentuk imago. Pupa yang tidak berhasil menjadi imago berwarna coklat gelap,
keriput dan kering. Ada pula larva yang terinfeksi yang berhasil membentuk pupa dan
kelembaban dan suhu. Suhu pada waktu infeksi berkisar antara 23oC – 25oC. Kisaran
suhu ini masih berada pada kisaran suhu optimum pertumbuhan jamur M. anisopliae
yaitu pada suhu 22oC – 27oC (Prayogo, et al., 2005; Burgner, 1998). Selain itu, faktor
lain yang berpengaruh adalah faktor ganti kulit (molting) pada serangga (Prayogo, et al.,
2005).
Larva serangga C. pavonana Fab. yang mati disebabkan oleh jamur ditandai
dengan tubuh lunak dan memiliki integumen yang rapuh. Hal ini disebabkan spora jamur
yang melekat pada kutikula larva telah berhasil melakukan penetrasi. Spora yang melekat
sejumlah enzim diantaranya, enzim lipase, protease dan kitinase yang mampu
larva. Beberapa hari setelah larva mati, tubuh larva mulai mengeras dan kaku. Hal ini
dikarenakan seluruh tubuh larva diselimuti oleh miselium (Prayogo, et al., 2005).
Selain mengeras, tubuh larva juga berubah menjadi hitam. Perubahan warna
hitam yang terjadi pada tubuh larva disebabkan oleh proses melanisasi yang merupakan
suatu bentuk pertahanan tubuh serangga melawan patogen (Boucias dan Pendland, 1998).
Perubahan warna hitam atau melanisasi tersebut akibat dari aktivitas enzim
sklerotisasi kutikula, dan berperan dalam proses melanisasi terhadap benda asing yang
Mekanisme melanisasi diawali dengan hemosit mengenali benda asing berupa sel
jamur yang masuk ke dalam hemocoel. Hemosit secara aktif berkumpul dan mengelilingi
permukaan sel jamur membentuk kapsul (proses ini disebut enkapsulasi). Kapsul
tersebut menghambat pertumbuhan dan pergerakan sel jamur, serta mengisolasi sel jamur
tersebut agar tidak menginfeksi jaringan lain. Sel jamur yang masuk ke dalam hemocoel
perkembangan sel jamur. Saat proses melanisasi, terjadi reaksi oksidasi yang
menyebabkan sel jamur mati. Namun demikian, jamur juga memiliki pertahanan
dengan membentuk blastospora yang dapat bermultiplikasi dan menyebar dengan cepat
ke seluruh tubuh larva (Tanada dan Kaya, 1993). Hal tersebut tidak dapat diantisipasi
oleh sistem pertahanan tubuh larva, sehingga larva tetap mengalami kematian.
Pada hari ketiga setelah larva mati, dari tubuh larva tersebut muncul hifa
berwarna putih membentuk jalinan hifa yang disebut miselium. Selanjutnya, sekitar tiga
hari setelah muncul hifa, tumbuh spora berwarna hijau menutupi permukan tubuh larva.
Boucias dan Pendland, (1998), menyatakan bahwa pada rayap, proses penetrasi hifa
hanya memerlukan waktu 48 jam (2 hari). Hifa mulai menyerang badan lemak sekitar 72
jam (3 hari) setelah serangga mati. Sekitar 96 jam (4 hari), padatan hifa atau miselium
berkembang melalui lubang tubuh dan mulai tumbuh pada permukaan serangga. Pada
umumnya hifa tumbuh ke luar permukaan serangga melalui spirakel, mulut dan membran
Waktu kematian merupakan waktu yang menunjukkan saat larva yang diinfeksi
jamur mati. Pengamatan dilakukan dengan menjumlahkan hari yang terdapat larva mati
dibagi dengan jumlah total larva yang mati. Pengamatan terhadap waktu kematian
Hasil uji statistik (Sidik Ragam) menunjukkan bahwa konsentrasi spora jamur
yang diinfeksikan memberikan pengaruh terhadap rata-rata waktu kematian larva. Hal ini
berarti bahwa infeksi spora jamur terhadap larva C. pavonana Fab. dapat mempercepat
waktu kematian larva dibandingkan dengan larva normal. Akan tetapi, pemberian
konsentrasi spora pada rentang 105 – 109 spora/ml tidak berpengaruh terhadap rata-rata
waktu kematian. Analisis statistik (Sidik Ragam) mengenai pengaruh infeksi konsentrasi
spora jamur terhadap waktu kematian larva dapat dilihat pada Tabel 4.
Sumber Ftabel
Db JK KT Fhitung
Keragaman 5%
Perlakuan 5 105,752 21,150
11,309** 2,77
Galat 18 33,663 1,870
Total 23 139,414
Keterangan : db : derajat bebas, JK : Jumlah Kuadrat, KT : Kuadrat Tengah,
* : berbeda nyata pada α 5%, ** : berbeda sangat nyata pada α 5%,
tn
: tidak berbeda nyata.
Meskipun terdapat perbedaan yang nyata antara waktu kematian larva normal dan
larva yang diinfeksi spora jamur, namun hasil uji jarak berganda Duncan (pada taraf
32
nyata 5%) menunjukkan tidak ada pengaruh dari tiap-tiap konsentrasi yang diinfeksikan
terhadap waktu kematian larva. Data hasil perhitungan waktu kematian larva
C. pavonana Fab. akibat infeksi spora jamur M. anisopliae dapat dilihat pada Gambar 5.
10
10 9 4,66
9
5,65
10 810
10 8
10 7 5,81
71
0
10 6 5,22
61
0
K
n
o /m
setrai(p
ol)
10 5 6,12
5
0 2 4 6 8
Rata-rata waktu kematian (hari)
Gambar 5. Diagram rata-rata waktu kematian larva C. pavonana Fab. yang diinfeksi
oleh spora jamur M. anisopliae pada berbagai tingkat konsentrasi
Pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa rata-rata waktu kematian yang paling cepat
ditunjukkan oleh larva C. pavonana Fab. instar tiga yang diinfeksi oleh spora jamur
dengan konsentrasi 109 spora/ml, yaitu 4,66 hari. Kemudian diikuti oleh larva yang
diinfeksi spora jamur dengan rentang konsentrasi 105 – 108 spora/ml, yaitu masing-
masing 6,13 hari 5,23 hari, 5,81 hari, dan 5,65 hari. Konsentrasi 109 spora/ml mampu
membunuh larva C. pavonana Fab. lebih cepat dibanding dengan konsentrasi lainnya.
Secara keseluruhan, rata-rata waktu kematian larva yang diinfeksi spora jamur adalah
mempercepat waktu kematian larva C. pavonana Fab. Hal ini menunjukkan bahwa spora
33
jamur memiliki tingkat virulensi yang tinggi sehingga menyebabkan kematian pada larva.
Semakin tinggi konsentrasi yang diinfeksikan akan lebih mempercepat waktu kematian.
Hal ini sesuai dengan penelitian Boucias dan Pendland, (1998), yang menyatakan bahwa
semakin tinggi konsentrasi spora yang diinfeksikan, maka semakin tinggi peluang kontak
antara patogen dengan inang. Semakin tinggi serangan tersebut, maka proses kematian
larva yang terinfeksi akan semakin cepat. Kecepatan kematian larva juga disebabkan
oleh kerusakan pada usus akibat toksin yang dikeluarkan oleh jamur (Brousseau et al.,
1996).
yang hampir sama. Hal ini dapat disebabkan tingkat virulensi spora pada masing-masing
konsentrasi relatif sama. Waktu kematian juga bergantung pada tingkat konsentrasi spora
jamur yang diinfeksikan. Menurut Kershaw et al., (1999), pada konsentrasi yang relatif
rendah, serangga yang terinfeksi dapat bertahan hidup, namum gagal mengalami
pertumbuhan larva C. pavonana Fab. normal dan yang diinfeksi, meliputi pengamatan
terhadap berat badan maksimum larva. Berat badan maksimum merupakan rata-rata berat
badan tertinggi larva selama waktu setelah infeksi hingga larva membentuk pupa atau
larva mati. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa infeksi spora jamur M. anisopliae
tidak berpengaruh terhadap pencapaian berat badan maksimum larva C. pavonana Fab.
34
Analisis statistik mengenai pengaruh infeksi konsentrasi spora jamur terhadap berat
Sumber Ftabel
Db JK KT Fhitung
Keragaman 5%
Perlakuan 5 0,0009 0,00018
1,02tn 2,77
Galat 18 0,0032 0,00017
Total 23 0,0041
Keterangan : db : derajat bebas, JK : Jumlah Kuadrat, KT : Kuadrat Tengah,
* : berbeda nyata pada α 5%, ** : berbeda sangat nyata pada α 5%,
tn
: tidak berbeda nyata.
diinfeksi lebih rendah daripada berat badan maksimum larva normal. Data hasil
0.07
0.059 0.054
0.06
0.045 0.047 0.049
0.05
0.040
0.04
0.03
larva(g)
0.02
m
ak m
sim
u
0.01
eratb
-ratb an
ad
0
R
00 10
1055 10
1066 1010
77 10 10
8 8 10 9
at
109
Konsentrasi (spora/ml)
Gambar 6 Diagram berat badan maksimum larva C. pavonana Fab. yang diinfeksi
spora jamur M. anisopliae pada berbagai tingkat konsentrasi.
35
Pada Gambar 6, berat badan maksimum larva C. pavonana Fab. normal lebih
tinggi dibandingkan dengan larva yang diinfeksi spora jamur, yaitu sebesar 0,059 g.
Larva yang diinfeksi spora jamur dengan rentang konsentrasi 105 – 109 spora/ml,
0,049 g, dan 0,054 g. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa berat badan maksimum
larva C. pavonana Fab. yang diinfeksi spora jamur lebih rendah dibanding dengan larva
normal. Hal ini disebabkan jamur yang menginfeksi tubuh larva telah berkembang di
dalam tubuh larva dengan menyerap hemolimf (Prayogo, et al., 2005). Pada larva
normal, berat badan maksimum terjadi pada hari keempat, sedangkan rata-rata berat
badan maksimum larva yang diinfeksi terjadi pada hari kelima dan keenam setelah
infeksi.
Jamur yang berada di dalam tubuh larva mulai melakukan invasi dengan
menyerap cairan tubuh serangga atau hemolimf yang digunakan untuk perkembangan
jamur. Selain itu, hifa jamur yang telah mencapai hemocoel mengeluarkan suatu toksin
yaitu destruksin yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan tubuh larva antara lain
5.4. Konsumsi Pakan Larva Crocidolomia pavonana Fabricius yang Diinfeksi Spora
Jamur Metarhizium anisopliae
perkembangan larva. Pada penelitian ini, larva yang diinfeksi spora jamur tetap
pakan total, dan konsumsi pakan relatif. Pengamatan dilakukan dengan cara menimbang
36
berat kering pakan sisa setiap hari. Pola konsumsi pakan larva C. pavonana Fab. normal
dan yang diinfeksi spora jamur M. anisopliae dapat dilihat pada Gambar 7.
0.025
kontrol
a rv
a
0.02
10 5
L
0.015 10 6
10 7
0.01
(g
)
10 8
0.005 10 9
0
K
n
om
iP
su n
ak
0 2 4 6 8 10
-0.005
Gambar 7. Diagram rata-rata konsumsi pakan larva C. pavonana Fab. yang diinfeksi
spora jamur M. anisopliae.
Pada Gambar 7, terlihat bahwa pola konsumsi pakan larva C. pavonana Fab.
normal meningkat sejalan dengan pertambahan usia larva dan mengalami penurunan
ketika larva memasuki stadium pre pupa. Konsumsi pakan larva C. pavonana Fab.
normal pada awal instar tiga adalah 0,0049 g. Konsumsi pakan larva akan mengalami
peningkatan hingga hari ketiga dan menurun pada hari keempat. Pada hari kelima, larva
sudah tidak melakukan aktivitas makan karena larva telah memasuki stadium pre pupa.
Pada larva yang diinfeksi spora jamur M. anisopliae, pola konsumsi pakan larva
hampir sama dengan pola konsumsi makanan larva normal. Rata-rata konsumsi pakan
awal larva yang diinfeksi spora jamur lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi pakan
larva normal, yaitu sebesar 0,008 g. Larva yang diinfeksi spora dengan rentang
konsentrasi 105 – 107 spora/ml, mengalami peningkatan konsumsi pakan hingga hari
keempat dan mengalami penurunan pada hari kelima, sedangkan pada larva yang
37
diinfeksi spora dengan konsentrasi 108 dan 109 spora/ml, peningkatan konsumsi pakan
terjadi hingga hari ketiga dan mulai mengalami penurunan pada hari keempat.
Larva normal mulai menghentikan aktivitas makan pada hari keenam, karena
pada hari tersebut larva telah memasuki stadium pre pupa. Larva yang diinfeksi spora
jamur mengalami waktu hidup larva yang lebih lama. Larva-larva tersebut menghentikan
aktivitas makan pada hari kedelapan dan hari kesembilan. Waktu hidup larva yang lebih
lama mengakibatkan konsumsi pakan larva yang diinfeksi spora jamur lebih tinggi
Konsumsi pakan total adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh larva sepanjang
hidupnya. Pada penelitian ini, pengamatan konsumsi pakan total dilakukan saat setelah
infeksi hingga larva membentuk pupa atau larva mati. Hasil uji statistik (Sidik Ragam),
menunjukkan bahwa konsentrasi spora yang diinfeksikan pada ut buh larva tidak
berpengaruh terhadap konsumsi pakan total. Analisis statistik (Sidik Ragam) mengenai
pengaruh infeksi konsentrasi spora jamur terhadap konsumsi pakan total larva dapat
Sumber Ftabel
Db JK KT Fhitung
Keragaman 5%
Perlakuan 5 0,0034 0,00068
1,45 tn 2,77
Galat 18 0,0086 0,00048
Total 23 0,0120
Keterangan : db : derajat bebas, JK : Jumlah Kuadrat, KT : Kuadrat Tengah,
* : berbeda nyata pada α 5%, ** : berbeda sangat nyata pada α 5%,
tn
: tidak berbeda nyata.
38
Meskipun hasil analisis statistik pada Tabel 6., menunjukkan tidak adanya
pengaruh infeksi apora jamur terhadap konsumsi pakan total larva, namun hasil
perhitungan menunjukkan bahwa konsumsi pakan total larva C. pavonana Fab. yang
diinfeksi spora jamur lebih tinggi dibandingkan dengan larva normal. Pengamatan
terhadap konsumsi pakan total larva C. pavonana Fab. dapat dilihat pada Gambar 8.
0.0800 0.075
0.068
0.0700
0.063 0.061
0.0600
0.051
totalarva
r)
0.0500
0.038
0.0400
K
(gB o
/ek
0.0300
0.0200
K
onm
sip
su an
ak
0.0100
0.0000
10 0 10 5 10 6 10 7 10 8 10 9
0 10 5 106 107 108 109
Konsentrasi (spora/ml)
Gambar 8. Diagram rata-rata konsumsi pakan total larva C. pavonana Fab. yang
diinfeksi spora jamur M. anisopliae pada berbagai tingkat konsentrasi.
peningkatan aktivitas makan dibandingkan dengan larva normal. Konsumsi pakan total
larva C. pavonana Fab. normal sebesar 0,038 g BK/ekor, sedangkan konsumsi pakan
total larva yang diinfeksi spora jamur dengan rentang konsentrasi 105 – 109 spora/ml
BK/ekor, dan 0,061 g BK/ekor. Peningkatan konsumsi pakan total disebabkan larva yang
diinfeksi spora jamur mengalami masa hidup yang lebih lama dibandingkan dengan larva
normal, sehingga mengalami fase makan lebih lama yang mengakibatkan rata-rata
39
konsumsi pakan larva yang diinfeksi spora jamur lebih tinggi. Lama hidup larva normal
dari awal instar tiga hingga prepupa sekitar empat sampai lima hari, sedangkan lama
hidup larva yang diinfeksi dari awal instar tiga hingga prepupa berlangsung sekitar lima
Pada larva normal, konsumsi pakan bertujuan untuk mengumpulkan energi bagi
larva menuju stadium pembentukkan pupa. Pada larva yang diinfeksi, konsumsi pakan
larva lebih tinggi dibandingkan konsumsi pakan larva normal. Hal ini disebabkan nutrisi
yang didapat dari makanan seharusnya digunakan untuk pertumbuhan larva, namun
Peningkatan konsumsi pakan dapat pula diindikasikan sebagai usaha larva tersebut
melawan patogen dengan cara meningkatkan konsumsi pakan untuk menambah jumlah
hemolimf dalam tubuh yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh larva. Peningkatan
konsumsi pakan larva secara lebih jelas dihitung dalam bentuk persentase seperti dapat
60
49.66%
50
43.92%
39.81% 37.63%
40
25.91%
30
ersn
20
P ta
en
P k
ig
at
10
0%
0
10 0 10 5 10 6 10 7 10 8 10 9
0 105 106 107 108
10 9
Konsentrasi (spora/ml)
Pada Gambar 9, terlihat bahwa konsumsi pakan larva C. pavonana Fab. yang
diinfeksi spora jamur dengan rentang konsentrasi 105 – 109 spora/ml mengalami
Persentase peningkatan konsumsi pakan tertinggi terjadi pada larva yang diinfeksi spora
Konsumsi pakan relatif adalah jumlah bahan kering pakan yang dikonsumsi tiap
berat badan individu hewan percobaan. Uji statistik (Sidik Ragam) menunjukkan infeksi
spora jamur M. anisopliae tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan relatif larva
C. pavonana Fab. Analisis statistik mengenai pengaruh infeksi konsentrasi spora jamur
Sumber Ftabel
Db JK KT Fhitung
Keragaman 5%
Perlakuan 5 0,0914 0,0182
Galat 18 0,2838 0,1577 1,16tn 2,77
Total 23 0,3757
Keterangan : db : derajat bebas, JK : Jumlah Kuadrat, KT : Kuadrat Tengah,
* : berbeda nyata pada α 5%, ** : berbeda sangat nyata pada α 5%,
tn
: tidak berbeda nyata.
pengaruh infeksi apora jamur terhadap konsumsi pakan relatif larva, namun hasil
perhitungan menunjukkan bahwa konsumsi pakan relatif larva C. pavonana Fab. yang
41
diinfeksi spora jamur lebih tinggi dibandingkan dengan larva normal. Hasil perhitungan
0.3500
0.321 0.304 0.314 0.305
0.299
0.3000
0.2500
relatifv
0.2000
0.144
0.1500
0.1000
K
B
/b
(g /h
n
eratdri)
0.0500
K
n
om
ip
su n
ak
0.0000
00
10 1055
10 1066
10 1077
10 1088
10 1099
10
Konsentrasi (spora/ml)
Gambar 10. Diagram rata-rata konsumsi pakan relatif larva C. pavonana Fab. yang
diinfeksi spora jamur M. anisopliae pada berbagai tingkat konsentrasi
Pada Gambar 10, terlihat bahwa larva C. pavonana Fab. yang diinfeksi spora
jamur M. anisopliae menunjukkan konsumsi pakan relatif yang lebih tinggi dibandingkan
dengan larva normal. Konsumsi pakan relatif larva normal sebesar 0,144 gBK/g Berat
Badan/ekor, sedangkan konsumsi pakan relatif pada larva yang diinfeksi spora jamur
Peningkatan konsumsi pakan relatif larva yang diinfeksi diduga disebabkan oleh
menurunnya pertambahan berat badan larva yang diinfeksi spora jamur M. anisopliae.
Semakin rendah pertambahan berat badan larva, maka nilai konsumsi pakan relatif larva
42
akan semakin tinggi. Hal ini terlihat jelas pada hasil pengamatan. Pertambahan berat
badan larva yang diinfeksi lebih rendah dibandingkan dengan berat badan larva normal,
sehingga berpengaruh pada nilai konsumsi pakan relatif larva. Oleh karena itu, konsumsi
pakan larva yang diinfeksi lebih tin ggi dibanding dengan larva yang tidak diinfeksi.
Hasil penelitian ini berbeda dengan pernyataan Tanada dan Kaya, (1993), yang
menyatakan bahwa infeksi spora jamur M. anisopliae menurunkan aktivitas makan larva.
43
6.1. Kesimpulan
1. Hasil uji statistik (Sidik Ragam) menunjukkan bahwa infeksi spora jamur
larva yang diinfeksi spora jamur pada rentang konsentrasi 105 – 109 spora/ml adalah
75% – 95%, sedangkan waktu kematian larva yang diinfeksi berkisar antara 4,66 –
6,13 hari.
2. Hasil uji statistik (Sidik Ragam) menunjukkan bahwa infeksi spora jamur
M. anisopliae tidak berpengaruh terhadap berat badan larva C. pavonana Fab. Berat
badan maksimum larva C. pavonana Fab. normal sebesar 0,059 g, sedangkan berat
badan maksimum larva yang diinfeksi spora jamur dengan rentang konsentrasi
konsentrasi 105 - 109 spora/ml, berturut-turut sebesar 0,045 g, 0,040 g, 0,047 g, 0,049
g, dan 0,054 g.
3. Hasil uji statistik (Sidik Ragam) menunjukkan bahwa infeksi spora jamur
Konsumsi pakan total larva C. pavonana Fab. normal sebesar 0,038 g BK/ekor,
sedangkan konsumsi pakan total larva yang diinfeksi spora jamur dengan rentang
6.2. Saran
Berdasarkan penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap larva
yang berhasil lolos membentuk imago atau pada generasi berikut. Aplikasi spora jamur
M. anisopliae terhadap larva C. pavonana Fab. di lapangan juga perlu diteliti lebih lanjut.
Perlu dilakukan penelitian mengenai LC50 untuk mengetahui rentang konsentrasi yang
akan digunakan dalam uji. Perlu dilakukan pula aplikasi spora jamur terhadap berbagai
umur larva. Selain itu juga perlu dilakukan analisis mengenai dampak penggunaan spora
DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulous, C.J., C.W. Mims, and M. Blackwel. 1996. Introductory Mycology. Jhon
Willey & Sons Inc. New York.
Baehaki, S.E. dan Noviyanti. 1993. Pengaruh umur biakan Metarhizium anisopliae strain
lokal Sukamandi terhadap perkembangan wereng coklat. hlm.113−124. Dalam
E. Martono, E. Mahrub, N.S. Putra, dan Y. Trisetyawati (Ed.). Simposium
Patologi Serangga I. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 12−13 Oktober
1993.
Chamdler, D., J.B. Heale, and A.T. Gillespie. 1993. Germination of entomopathogenic
fungus Verticillium lecanii on scales of the glasshouse whitefly Trialeurodes
vaporariorum. Biology Science Technology 3 : 161−164.
Ihara, F., M. Toyama and T. Sato. 2003. Pathogenicity of Metarhizium anisopliae to the
chestnut weevil larvae under laboratory and field conditions. Applied
Entomology Zoology 38 (4): 461– 465.
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of crops in Indonesia. Revised and translated by P.A. van
der Laan, Univ. of Amsterdam with the assistance of G.H.L. Rothschild. P. T.
Ichtiar Baru - van Hoeve. Jakarta.
Lee, P.C. and R.F. Hou. 2003. Pathogenesis of Metarhizium anisopliae var. anisopliae in
the smaller brown planthopper Laodelphax striatellus. Chinese Journal
Entomology 9 : 13 − 19.
Milner, R. J. 1994. Future Prospect for Fungal Biopesticides. Proceeding of the 1st
Brisbane Symposium Biopesticides Opportunities for Australian Industry.
CSIRO – Australia. Brisbane.
Sabado, E. M., S. G. Reyes, and E. T. Padogdog, Jr. 2004. Assessing the Diversity of
Selected Arthropods in Cabbage-Growing Areas in Mt. Malindang, Misamis
Occidental. Biodiversity Research Programme (BRP) for Development in
Mindanao: Focus on Mt. Malindang and Environs.
Silva, J.C. and C.L. Messias. 1985. Virulence of Metarhizium anisopliae to Rhodnius
prolixus. Sience Culture 7 : 37 − 40.
Sudjana. 1994. Desain dan Analisis Eksperimen Edisi III. Tarsito. Bandung.
Tanada, Y. and H. K. Kaya, 1993. Insect Pathology. Academic Press, Inc. California.
48
LAMPIRAN
Personalia peneliti
Lokasi penelitian
:
Lokasi/Laboratorium Alamat Pemilik/Pengelola
Lab. Mikrobiologi Jl. Raya Bandung Jurusan Biologi, FMIPA-
Lab. Taksonomi Hewan Sumedang Km-21 Universitas Padjadjaran
Arboretum Jatinangor