Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

Mata Kuliah : Produksi Satwa Harapan Dosen : Dr Yuni Cahya Endrawati,


SPt MSi
Asisten :
1. Winarno, STP
2. Sahat Sirait, AMd

PEMELIHARAAN ULAT HONGKONG

Dea Cinta Berliana Amanda D14170004

Yoga Dwi Syahputra D14170041

Erwin Riva’i D14170050

Belinda Febri Patricia D14170065

Elvira Anggiani D14170081

Rakha Primahuda D14170105

Giananda Oktaviani D14170108

Maula Achmad H D14170110

Zulfadil Ikram Habibie D14170113

Kelompok 2

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia yang telah diberikan sehingga Laporan Praktikum Pemeliharaan Ulat
Hongkong ini bisa terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Adapun tujuan
disusunnya laporan ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Produksi Satwa Harapan di semester 5 tahun 2019.

Tersusunnya laporan ini tentu bukan karena buah kerja keras kami semata,
melainkan juga atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami ucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian laporan ini, terkhusus kepada :

1. Ibu Dr Yuni Cahya Endrawati, SPt MSi sebagai dosen pengampu mata
kuliah Produksi Satwa Harapan;
2. Bapak Winarno, STP serta bapak Sahat Sirait, AMd sebagai asisten
pengampu mata kuliah Produksi Satwa Harapan;
3. orang tua dari anggota-anggota kelompok 2 praktikum Produksi Satwa
Harapan pagi yang telah membantu dalam materil maupun moril;
4. para anggota kelompok 2 praktikum Produksi Satwa Harapan pagi yang
telah bekerja sama dengan baik, serta pihak-pihak lain nya yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.

Kami sangat menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,
kami sebagai tim penyusun menerima kritik dan saran yang membangun agar
laporan ini bisa tersusun lebih baik lagi. Kami berharap, laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, 20 November 2019

Tim Penyusun
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Ulat Hongkong atau dalam bahasa lain dikenal dengan Meal Worm atau
Yellow Meal worm merupakan larva dari serangga yang bernama latin Tenebrio
molitor. Serangga ini merupakan hama pada produk biji-bijian atau serealia.
Pemeliharaan ulat hongkong tidak terlalu rumit media pemeliharaan berupa
campuran dedak halus, onggok dan bungkil-bungkilan. Tempat pemeliharaannya
berupa ember plastik atau baskom. Ulat hongkong dapat diternakkan dan dijadikan
komoditi yang dapat diperjualbelikan. Kandungan nutrisi yang tinggi pada ulat
tersebut yaitu sekitar 48% protein dan 40% energy (Purwakusuma, 2007).

Pembudidayaan ulat tepung yang dilakukan oleh masyarakat pada


umumnya hanya memperhatikan masalah perkandangan dan pemberian pakannya
saja, sementara masalah reproduksi tidak terlalu diperhatikan. Ulat hongkong
memiliki banyak manfaat oleh karna itu perlu dilakukan pembudidayaan agar
ketersediannya tetap dapat memenuhi permintaan konsumen. Untuk mendapatkan
produktifitas ulat hongkong yang baik dapat dilakukan melalui perbaikan dalam
manajemen pemeliharaan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen
pemeliharaan ulat tepung yaitu perkembangbiakannya. Oleh karena itu, budidaya
ulat hongkong perlu ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Dari segi
kuantitas, berarti peternakan ulat hongkong perlu disebarluaskan pada masyarakat
umum dan dari segi kualitas, berarti teknik peternakan baik yang menyangkut
pakan, papan maupun pemeliharaan harus ditingkatkan dan diperbaiki (Sitompul
2006).

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari manajemen


pemeliharaan Ulat Hongkong yang baik dan benar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan Ulat Hongkong.
TINJAUAN PUSTAKA
Ulat Hongkong
Ulat Hongkong dikenal dengan sebutan Yellow meal worm. Hewan ini
mempakan larva dari serangga yang bemama latin Tenebrio militor L yang
memakan biji-bijian atau serealia. Tenebrio militor mempunyai panjang tubuh 13-
16 mm, jika dewasa akan berwama hitam. Dalam fese larva dewasa bisa mencapai
33 mm dan berdiameter 3 mm, dan akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum
menjadi kepompong (Heri. 2015)

Gambar I. Ulat Hongkong

Tenebrio militor L mempunyai persebaran diselumh muka bumi dengan


wama hitam dan termasuk Ordo Coleoptra. Ordo Coleoptra mempakan ordo
terbesar dari serangga, kurang lebih 40% dari selumh jumlah serangga yang ada.
Serangga aktif pada malam hari dan sering menyerang karpet maupun pakaian,
sedangkan ulatnya memakan biji-bijian, sereal. Secara ekonomis Tenebrio militor
mempunyai nilai positif karena dapat dibudidayakan sebagai bahan makanan ikan,
burung maupun sebagai tambahan protein bagi manusia (Putra. 2014).

Kandungan Ulat Hongkong

Ulat hongkong merupakan larva serangga dari jenis Tenebrio molitor yang
sekarang ini banyak dibudidayakan sebagai pakan burung. Namun tidak banyak
orang mengetahui bahwa Ulat hongkong juga memiliki kandungan protein yang
lebih tinggi dan kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan danging
sapi dan telur ayam (Ghaly. Et.al 2009). Tingginya kandungan protein pada ulat
hongkong membuat ulat hongkong menjadi salah satu hewan yang dapat menjadi
sumber protein alternatif di masa depan (Satya. Et.al 2018).

Ulat Hongkong mempakan pakan pakan fevorit olah para petemak burung.
Dean hias atau burung kicau agar memiliki daya tarik dan kicau khas. Kandungan
nutrisinya protein kasar mencapai 48%, lemak kasar 40%, abu hingga 3%, kadar air
mencapai 57% dan kandungan ekstra non nitrogen sebesar 8%. Dengan kandungan
nutrisi yang bisa bembah tergantung pakan ulat (Heri, 2015).

Habitat Pemeliharaan Ulat Hongkong

Tenebrio molitor memiliki habitat yang sangat luas, larva biasanya hidup di
sisa-sisa tanaman atau jamur yang membusuk, terkadang menjadi predator dengan
memangsa hewan lain dengan ukuran yang lebih kecil. Selain itu juga hidup pada '
kayu-kayu yang membusuk, disarang semut bahkan pada daerah berpasir.
(Haryanto. 2013).

Media pemeliharaan ulat hongkong digunakan sebagai pakan, tempat


bereproduksi dan berproduksi sehingga mampu mempengaruhi pertumbuhan ulat.
Peternak ulat hongkong umumnya memanfaatkan ampas tahu kering sebagai media
pakan selama pemeliharaan. Ampas tahu merupakan limbah dalam bentuk padatan
pasta dari bubur kedelai yang diperas untuk diambil sarinya pada proses pembuatan
tahu (Wiriano 1985).

Pakan Ulat Hongkong

Salah satu solusi pemanfaatan sampah organic adalah dimanfaatkan sebagai


pakan ulat hongkong, sebagai pakan alternative yang murah dan jumlahnya
melimpah dan kontinu. Perbedaan jenis pakan yang diberikan untuk ulat hongkong
menyebabkan perbedaan pada hasil panen dan bobot badan panen. (Hartininsih.
Et,al 2014) Limbah sayur diambil secara acak sesuai dengan ketersediaan sehari-
hari di pasar tersebut, contohnya sawi hijau, sawi putih, pokchoi, kubis, manisa,
wortel, kulit kentang. Limbah buah yang digunakan adalah limbah yan masih muda,
yaitu papaya muda dan kulit nanas. Limbah sayur dan buah sebelum digunakan
dicuci terlebih dahuku, dipisahkan dari sayur/buah yang busuk, kemudian sayur
diiris dan dicampur semua secara acak, sedangkan buah papaya diparut
menggunakan parutan dan kulit nanas diiris tipis. (Hartininsih. Et,al 2014).

Siklus Hidup Ulat Hongkong

Gambar II. Siklus Hidup Ulat Hongkong

Dalam pemeliharaan ulat hongkong, setiap peternak harus melakukan


pemeliharaan mulai dari pembibitan, pembesaran, dan proses pembentukan kepik.
Selama satu siklus pemeliharaan, ulat hongkong akan melewatri 4 fase utama yaitu
telur, larva, kepompong (pupa), dan kepik / serangga. Telur kepik ulat hongkong
berbentuk oval dan sangat sulit dilihat, memiliki panjang 1 mm (Salem, 2002).
Karena sangat sulit dilihat, telur ini biasanya menempel dengan media pakan ulat
yaitu polar dan keberhasilan penetasannya hanya bisa diketahui ketika telur sudah
menjadi larva ulat dan pada fase ini peternak menghitung keberhasilan produksi
dari beraga kg larva ulat yang dihasilkan per kotaknya. Larva merupakan bentuk
siklus hidup kedua dan mempunyai 13-15 segmen berwarna coklat kekuning-
kuningan pada bagian tubuh (Salem, 2002). Kondisi di peternak umur larva adalah
kurang lebih 3-4 bulan yaitu hingga fase ulat menjadi kepik/serangga. Selanjutnya
ulat dewasa akan memasuki fase pupa/kepompong dan tahap akhir yang dicapai
yaitu terbentuknya kumbang atau kepik ulat hongkong dengan sayapnya yang
pendek, lunak dan berkerut (Borror et al., 1982). Tubuh kumbang akan mengalami
pengerasan (sklerotisasi) yang kuat dan berwarna lebih gelap, biasanya
memerlukan waktu dari beberapa jam sampai waktu yang lama tergantung jenisnya.
Karena sayapnya yang pendek kumbang atau kepik tidak dapat terbang jauh. Ketika
berada pada kotaknya, kepik hanya akan melakukan perkawinan hingga beberapa
kali. Dari kepik ulat hongkong, selanjutnya akan menghasilkan telur yang nantinya
akan menjadi ulat lagi. (Farida. Et.al 2017).
METODE
Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kotak untuk wadah
pemeliharaan ulat hongkong. Kemudian saringan halus untuk menyaring kotoran.
Kemudian wadah dan timbangan untuk mengetahui bobot ulat hongkong. Selain itu
ada golok atau pisau untuk mengiris batang pisang.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah ulat hongkong, pollard sebagai sumber


pakan, batang pisang yang diiris-iris sebagai sumber air minum bagi ulat
hongkong

Waktu dan Tempat

Pelaksanaan pemeliharaan dilakukan di Laboratorium Lapang C Satwa


Harapan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penimbangan dilakukan
setiap hari Kamis pukul 09.00-12.00, pada tanggal 17, 24, dan 31 Oktober 2019.

Prosedur

Ulat hongkong di dalam kotak disaring dari kotorannya menggunakan


penyaring halus. Kemudian ulat hongkong dan kotoran dimasukkan ke dalam
wadah terpisah, dan ditimbang secara terpisah. Setelah itu pollard sebanyak 400
gram dan irisan batang pisang disiapkan dan diberikan kedalam wadah berisi ulat
hongkong. Pollard diberikan setiap hari selama 3 minggu sebanyak 400 gram,
kecuali setiap 2 hari sebelum penimbangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1 Hasil pemeliharaan ulat hongkong (Tenebrio molitor)

Waktu Pengukuran Berat Ulat Pemberian Pollard Berat Kotoran


kotak 1 kotak 2 Kotak 1 kotak 2 kotak 1 kotak 2
Minggu ke-7 3,53 3,8 400 400 2120 2360
Minggu ke-8 3,19 3,57 400 400 680 780
Minggu ke-9 3,41 2,94 400 400 990 1220

Tabel 2 Rata-rata panjang dan lebar tubuh ulat hongkong (Tenebrio molitor)

Panjang Ulat (mm) Lebar Ulat (mm)


Waktu Pengukuran
kotak 1 kotak 2 Kotak 1 kotak 2
Minggu ke-7 19.19 19.26 2.48 2.38
Minggu ke-8 21.04 21.29 2.6 2.64
Minggu ke-9 23.32 22.38 2.78 2.72

Grafik 1. Hasil penimbangan berat kotoran ulat hongkong (Tenebrio molitor)

Berat Kotoran Ulat Hongkong


2.6
2.4
2.2
2
Bobot kotoran (kg)

1.8
1.6
1.4
1.2 Kotak 1
1
0.8 Kotak 2
0.6
0.4
0.2
0
7 (17/10/19) 8 (24/10/19) 9 (31/10/19)
Minggu ke-
Grafik 2. Hasil penimbangan berat ulat hongkong (Tenebrio molitor)

Berat Ulat Hongkong


4
3.5
Berat Ulat (kg)

3
2.5
2
1.5 Kotak 1
1
Kotak 2
0.5
0
7 (17/10/19) 8 (24/10/19) 9 (31/10/19)
Minggu ke-

Grafik 3 Rataan panjang badan ulat hongkong (Tenebrio molitor)

Rataan Panjang Badan Ulat Hongkong


25

20
Panjang ulat (mm)

15

Kotak 1
10
Kotak 2

0
7 (17/10/19) 8 (24/10/19) 9 (31/10/19)
Minggu ke-
Pembahasan

Pemeliharaan ulat hongkong dilakukan selama tiga minggu yaitu pada praktikum
minggu ke-7, ke-8 dan ke-9 sebanyak dua kotak dengan disertai pemberian pollard
sebagai pakan sebanyak 400 gram tiap harinya. Berdasarkan hasil praktikum
pemeliharaan ulat hongkong (Tenebrio molitor) yang dilakukan selama tiga minggu
di kandang C Fakultas Peternakan IPB, dapat diketahui bahwa adanya penurunan
bobot ulat pada tiap kotak. Bobot ulat pada kotak 1 dan 2 berada diposisi tertinggi
pada minggu ke-7, yaitu dengan bobot ulat masing-masing 3.53 kg dan 3.8 kg.
Bobot ulat pada kotak 1 dan kotak 2 mengalami penurunan pada minggu ke-8
menjadi 3.19 kg dan 3.57 kg. Kemudian kotak 1 mengalami kenaikan bobot
kembali pada minggu ke-9 menjadi 3.41 kg, sedangkan bobot ulat pada kotak 2
terus menurun hingga 2.94 kg. Penurunan bobot ulat pada minggu ke-8 dapat terjadi
karena ukuran ulat yang terus tumbuh sehingga terjadinya kepadatan ulat dalam
luasan kotak yang menyebabkan ulat mati. Selain itu dapat pula disebabkan oleh
adanya predator yang bercampur pada kotak ulat.

Bobot kotoran ulat selama 3 minggu pemeliharaan yaitu pada kotak 1


sebanyak 2120 gram, 680 gram dan 990 gram, serta pada kotak 2 sebanyak 2360
gram, 780 gram dan 1220 gram. Tingginya bobot kotoran ulat pada kedua kotak di
minggu ke-7 kemungkinan disebabkan oleh kelalaian praktikan dalam memantau
kotoran ulat yang menumpuk dalam kotak sehingga bobot kotoran menjadi
terakumulasi. Rataan panjang ulat hongkong terus meningkat tiap minggunya
seiring dengan pertumbuhan ulat hongkong. Rataan panjang tiap minggunya pada
kotak 1 yaitu 19.19 mm, 21.04 mm dan 23.32 mm, kemudian pada kotak 2 yaitu
19.26 mm, 21.29 mm dan 22.38 mm. Hal ini dikarenakan pada fase larva ini ulat
akan aktif mengkonsumsi pakan dan mengalami masa pertumbuhan sehingga
ukuran tubuhnya akan meningkat sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
stadium larva merupakan stadium makan (Rosadi 2001).

Menurut Hutauruk (2005), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya


mortalitas adalah stress yang tinggi akibat suhu dan kelembaban udara yang tidak
sesuai, jumlah populasi atau kepadatan dan tempat pemeliharaan serta manajemen
pemeliharaan yang kurang baik. Suhu lingkungan pada siang hari di kandang C
cukup tinggi yaitu berkisar 29-34oC dan persentase kelembaban kurang lebih
mencapai 39%. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa suhu
optimum ulat hongkong berkisar antara 26,5-27,5oC dengan kelembaban sekitar
75,5% (Apriani 2006). Ulat yang masih pada fase awal masih dapat bertahan hidup
di dalam kotak karena ketika ukuran ulat masih relatif kecil kepadatan dalam kotak
belum terlalu tinggi. Seiring pertumbuhan ulat, ukuran dan bobot tubuhnya
bertambah sehingga kepadatan di dalam kotak meningkat, disertai peningkatan
suhu yang dihasilkan oleh ulat itu sendiri. Hal tersebut dapat memicu ulat menjadi
stress sehingga meningkatkan mortalitas pada ulat. Kondisi tersebut dapat
diminimalisir dengan pemberian pelepah pisang secara rutin sebagai sumber air dan
juga dapat disemprotkan air menggunakan sprayer secukupnya.
SIMPULAN
Penurunan bobot ulat dapat disebabkan oleh kepadatan ulat hongkong
dalam kotak yang terus tumbuh sehingga menyebabkan banyak ulat yang mati.
Panjang badan ulat hongkong meningkat karena fase larva dalam siklus hidup ulat
hongkong akan aktif dan merupakan fase makan. Tingginya mortalotas dapat
disebabkan oleh stress akibat suhu dan kelembapan yang tidak sesuai. Suhu yang
sesuai untuk ulat hongkong adalah 26,5-27,5ºC, dengan kelembapan sekitar 75,5%.
Kondisi tersebut dapat diminimalisir dengan pemberian batang pisang sebagai
sumber air atau diberikan air dengan sprayer.
DAFTAR PUSTAKA

Apriani R. 2006. Performans ulat Tepung (Tenebrio molitor L.) pada ketebalan
media dan kepadatan yang berbeda. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Borror DJ, Tripplehorn CA, Johnson NF. 1982. Study of Insect. Ed ke-6.
Pengenalan Pelajaran Serangga. [Penerjemah]; Partosoedjono S.
Yogyakarta(ID) :Gadjah Mada Univ Press.

Farida K, Astuti A, Iskandar E, Fitasari. 2017. Peningkatan Produksi Ulat


Hongkong Di Peternak Rakyat Desa Patihan, Blitar Melalui Teknologi
Modifikasi Ruang Menggunakan Exhaust Dan Termometer Digital
Otomatis. Jurnal Akses Pengabdian Indonesia. 1(2): 39-48.

Ghaly AE, Alkoaik FN. 2009. The Yellow Mealworm as a Novel Source of
Protein. American Journal of Agricultural and Biological Sciences. 4 (4):
319-331.

Hartininsih EF, Sari. 2014. Peningkatan Bobot Panen Ulat Hongkong Akibat
Aplikasi Limbah Sayur Dan Buah Pada Media Pakan Berbeda. Buana
Sains. 14(1):56-64.

Haryanto, Ade. 2013. Budidaya Ulat Hongkong. Surabaya(ID): DAFA


PUBLISHING.

Heri Nopriyono. 2017. Uji kandungan protein pada pakan ikan buatan dengan
penambahan ulat hongkong (tenebrio militor l) dan pengajaran di SMP
negeri 33 Palembang. [Skripsi]. Palembang(ID): Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Hutauruk SM. 2005. Performans ulat tepung (Tenebrio molitor) yang diberi pakan
campuran onggok dan konsentrat selama masa pertumbuhan. [skripsi].
Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Purwakusuma. 2007. Pembesaran Ikan Arwana Pada Akuarium. Jakarta (ID): PT.
Agromedia Pustaka.
Putra, Rizema S.2014. Buku pintar budidaya kroto, ulat hongkong dan jangkrik.
Jogjakarta(ID): FlashBook

Rosadi A. 2001. Pengaruh komposisi beberapa jenis pakan terhadap siklus hidup
dan daya produksi telur Cocyra cepholonica Stanton (Lepidoptera,
Pyralidae). [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor.
Salem R. 2002. The Lifecycle of The Tenebrio beetle.
http://www.javafinch.co.uk/feed/live.html.

Nugraha SB, Wahid ABNS, Faulia AG. 2018. Pemberdayaan Peternak Ulat
Hongkong Sebagai Bentuk Urban Farming Melalui Peningkatan
Kapasitas Produksi Di Kota Semarang. SNKPM 2018 (1): 567-570

Sitompul RH. 2006. Pertumbuhan dan konversi ulat tepung (Tenebrio molitor L.)
pada kombinasi konsentrat dengan dedak padi, onggok, dan pollard
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Wiriano. 1985. Pemanfaatan ampas tahu menjadi berbagai macam makanan.
Laporan Penelitian. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Industri Hasil Pertanian.
LAMPIRAN

Gambar 1. Pemberian pakan untuk Ulat Hongkong pada tanggal 17 Oktober 2019

Gambar 2. Ulat Hongkong pada tanggal 24 Oktober 2019

Gambar 3. Pemberian Pakan Ulat Hongkong pada tanggal 28 Oktober 2019


Gambar 4. Data Mentah Ulat Hongkong Minggu ke-7

Gambar 5. Data Mentah Ulat Hongkong Minggu ke-8


Gambar 6. Data Mentah Ulat Hongkong Minggu ke-9

Anda mungkin juga menyukai