Anda di halaman 1dari 26

BUDIDAYA JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus)

DI UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Laporan Budidaya Jamur

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Genetika II


yang dibimbing oleh Drs. Agus Dharmawan, M.Si.
dan Indra Kurniawan Saputra, S.Si, M.Si.

Oleh:
Kelompok 2 Offering C
Andita Miftakhul Ilmi 170341615003
Aulya Prasetya Firmana 170341615096
Azizah Nur Rochmah 170341615045
Ij’al Ausi Arrizki 170341615107
Putri Wahyuni Arofatun Nisak 170341615018

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
November 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luas lahan pertanian di Indonesia semakin lama semakin menurun karena
banyak lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk dibagun perumahan. Lahan
pertanian yang semakin sempit ini dapat diatasi dengan budidaya komoditas yang
tidak membutuhkan luas lahan yang besar, salah satunya adalah budidaya jamur
tiram putih. Budidaya jamur tiram putih juga dapat dikembangkan dan diarahkan
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, serta memperbaiki keadaan gizi
melalui penganekaragaman jenis bahan makanan (Direktorat Jenderal
Hortikultura, 2014).
Jamur tiram atau dalam bahasa latin disebut Pleurotus sp. Merupakan salah
satu jamur konsumsi yang bernilai tingi. Beberapa jenis jamur yang biasa
dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia yaitu jamur tiram putih, amur merang,
jamur kuping, jamur shitake, jamur tiram, jamur merang dan jamur lingzhi
(Cahyana, dkk., 2001)
Budidaya jamur tiram saat ini sangat prospektif karena memiliki nilai
ekonomi yang tinggi, salah satu pangan alternatif yang lezat, sehat, dan bergizi
tinggi, tidak memerlukan lahan yang luas, belum banyaknya petani jamur tiram,
permintaan pasar terhadap jamur tiram masih tinggi, bahan media yang diperlukan
dapat diperoleh dengan mudah dan murah (Putri, E.S, 2014).
Budidaya jamur tiram mampu mendatangkan keuntungan yang sangat
menggiurkan baik dilakukan dalam skala kecil maupun besar. Hal ini tidak lepas
dari tingginya permintaan dan nilai jual dari jamur tiram. Kenaikan permintaan
jamur tiram meningkat setiap tahuunnya. Menurut data dari Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2008 kebutuhan masyarakat terhadap jamur tiram untuk kota
Yogyakarta membutuhkan 200 - 250 kg per hari, Semarang 350 kg per hari,
Bandung 500 kg per hari, Tasikmalaya 300 kg per hari, Tangerang 3.000 kg per
hari. Kebutuhan tersebut hanya untuk memenuhi permintaan jamur tiram segar
saja. Padahal untuk memenuhi permintaaan pasar jamur tiram tidak hanya
dipasarkan dalam keadaan segar, tetapi juga dapat diolah lebih lanjut menjadi
produk olahan makanan. Oleh karena itu pada laporan budidaya jamur tiram ini
akan membahas mengenai bagaimana cara perawatan dan pemanenan jamur
tiram, mengetahui faktor yang mempengaruhi produksi jamur tiram serta kendala
dan solusi dalam budidaya jamur tiram agar diperoleh produksi jamur tiram yang
sesuai dengan permintaan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara perawatan budidaya jamur yang benar?
2. Bagaimana cara pemanenan jamur yang benar ?
3. Bagaimana perhitungan BEP untuk produksi jamur?
4. Bagaimana faktor internal dan eksternal dapat mempengaruhi produksi
jamur?
5. Bagaimana kendala dan solusi dalam budidaya jamur?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara perawatan budidaya jamur yang benar
2. Untuk mengetahui cara pemanenan jamur yang benar
3. Untuk Mengetahui perhitungan BEP produksi jamur
4. Untuk mengetahui faktor internal dan eksternal dapat mempengaruhi
produksi jamur
5. Untuk mengetahui kendala dan solusi dalam budidaya jamur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Taksonomi Jamur Tiram
Jamur di dalam istilah biologi dikenal dengan sebutan fungi. Fungi jika
dilihat dari morfologinya ada 3 golongan, yaitu golongan mushroom atau
cendawan (bersel banyak dan membentuk tubuh buah), yeast atau khamir (bersel
satu) dan kapang (bersel banyak dan tidak membentuk tubuh buah) (Umniyatie
dkk, 2013). Jamur yang akan dibahas ini adalah cendawan yang memiliki sifat
menguntungkan dan banyak dibudidayakan orang untuk dikonsumsi dan obat.
Hasil identifikasi ditemukan 10.000 jenis jamur (cendawan) dan kurang lebih 80
jenis jamur yang dapat dimakan (edible fungi) dan banyak juga sebagai obat-
obatan (Umniyatie dkk, 2013). Contoh, jamur edible yang sudah banyak
dibudidayakan orang adalah jamur tiram putih (pleurotus ostreatus), jamur tiram
merah (pleurotus flatellatus), jamur tiram coklat (pleurotus cycstidiosus), jamur
kuping (auricularia polytrica), jamur shiitake (lentiunue edodes)
(Tjokorokusumo, 2008).
Jamur tiram dari segi botani termasuk jenis jamur kayu yang mudah
dibudidayakan. Jamur tiram termasuk familia Agaricaceae atau Tricholomataceae
dari klasis Basidiomycetes. Klasifikasi jamur tiram menurut Alexopolous (1962)
adalah sebagai berikut:
Divisio : Amastigomycota
Sub-Divisio : Basidiomycotina
Klasis : Basidiomycetes
Ordo : Agaricales
Familia : Agaricaceae
Genus : Pleurotus
Spesies : Pleurotus sp
Menurut Suhardiman (1983) terdapat beberapa jenis jamur tiram yang
sering dibudidayakan petani, antara lain :
1. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), warna tubuh buah putih.
2. Jamur tiram coklat (Pleurotus abalonus), warna tubuh buah kecoklatan.
3. Jamur tiram kuning (Pleurotus sp), warna tubuh buah kuning dan sangat jarang
ditemukan.
Dari beberapa jenis jamur tiram tersebut, jamur tiram putih dan coklat
paling banyak dibudidayakan, karena mempunyai sifat adaptasi dengan
lingkungan yang baik dan tingkat produktivitasnya cukup tinggi. Dikatakan lebih
lanjut oleh Cahyana dkk (1999) ketiga jenis jamur tiram tersebut mempunyai sifat
pertumbuhan yang hampir sama, tapi masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan, yaitu :
1. Jamur tiram putih tumbuh membentuk rumpun dalam sàtu media. Setiap
rumpun mempunyai percabangan yang cukup banyak. Daya simpannya lebih
lama dibandingkan dengan jamur tiram kuning, meskipun tudungnya lebih tipis
dibandingkan dengan jamur tiram coklat dan jamur tiram kuning.
2. Jamur tiram coklat mempunyai rumpun yang sangat sedikit dibandingkan
dengan jamur tiram putih dan jamur tiram kuning, tetapi tudungnya lebih tebal
dan daya simpannya lebih lama.
3. Jamur tiram kuning mempunyai rumpun paling banyak dibandingkan dengan
jamur tiram coklat maupun jamur tiram putih, tetapi jumlah cabangnya sedikit
dan lebih tipis dibandingkan dengan jamur tiram coklat serta daya simpannya
paling pendek.
Jamur tiram dalam bahasa Yunani disebut Pleurotus artinya bentuk
samping atau posisi menyamping antara tangkai dengan tudung (Riyanto, 2010).
Sedangkan sebutan tiram, karena bentuk atau badan buahnya menyerupai kulit
tiram (cangkang kerang). Jamur tiram yang merupakan jenis jamur kayu ini,
awalnya tumbuh secara alami pada batang-batang pohon yang telah mengalami
pelapukan, umumnya mudah dijumpai di daerah-daerah hutan. Sedangkan di
Indonesia sendiri budidaya jamur tiram baru mulai dirintis sejak lebih kurang
tahun 1988, dan pada waktu itu petani atau pengusaha jamur tiram masih sedikit
(Soenanto, 2000).
Gambar 1. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dengan ciri-ciri tudung
jamur berbentuk tiram dan berwarna putih. Keterangan gambar: A. Tudung
Jamur, B. Tangkai Jamur, dan C. Medium Serbuk Gergaji
(Sumber: Warisno dan Dahana, 2009)
Menurut Gunawan & Mulyani (2004), jamur tiram memiliki ciri-ciri
daging tebal berwarna putih, kokoh, tetapi lunak pada bagian yang berdekatan
dengan tangkai, bau dan rasa tidak merangsang. Tangkai tidak ada atau jika ada
biasanya pendek, kokoh dan tidak dipusat atau lateral (tetapi kadang-kadang
dipusat), panjang 0,5-4,0 cm, gemuk, padat, kuat kering, umumnya berambut atau
berbulu kapas paling sedikit di dasar. Jamur ini memiliki tubuh buah yang tumbuh
mekar membentuk corong dangkal seperti kulit karang (tiram) (Riyanto, 2010).
Tubuh buah jamur memiliki tudung (pilues) dan tangkai (stipes atau stalk). Pileus
berbentuk mirip cangkang tiram berukuran 5-15 cm dan permukaan bagian bawah
berlapis-lapis seperti insang berwana putih dan lunak. Pertumbuhan tangkainya
dapat pendek atau panjang (2-6 cm). Tangkai ini menyangga tudung lateral
(dibagian tepi) atau eksentris (agak ke tengah). Jamur tiram memiliki tudung
berwarna putih susu atau putih kekuning-kuningan dengan garis tengah 3-14 cm
(Djarijah dan Abbas, 2001).
Permukaan jamur tiram licin dan agak berminyak ketika lembab
sedangkan bagian tepinya mulus agak bergelombang. Daging jamur cukup tebal,
kokoh tapi lunak pada bagian yang berdekatan dengan tangkai. Jika sudah terlalu
tua, daging buah menjadi alot dan keras. Spora berbentuk batang berukuran 8-
11×3-4μm. Miselium berwarna putih dan bisa tumbuh dengan cepat (Gunawan &
Mulyani, 2004). Jamur tiram memiliki inti plasma dan spora yang berbentuk sel-
sel lepas atau bersambungan membentuk hifa dan miselium.
Pada titik–titik pertemuan percabangan miselium akan terbentuk bintik
kecil yang disebut pin head atau calon tubuh jamur yang akan berkembang
menjadi tubuh buah jamur (Parjimo & Agus, 2007). Permukaan bawah tudung
dari tubuh buah muda terdapat bilah-bilah (lamela). Lamela tubuh menurun dan
melekat pada tangkai. Pada lamela terdapat sel-sel pembertuk spora (basidium)
yang berisi basidiospora. Basidiospora biasanya dibentuk pada saat tubuh buah
telah dewasa (mengalami kematangan). Selama tepi tudung masih berlipat-lipat,
tubuh buah dikatakan belum dewasa. Tepi tudung yang merengah penuh maka
tubuh buah mencapai fase dewasa dan dapat dipanen. Tubuh buah yang matang
biasanya rapuh dan spora dapat dilepaskan (Parjimo & Agus, 2007). Batang atau
tangkai jamur tiram tidak tepat berada ditengah tudung, tetapi agak kepinggir.
Tubuh buahnya membentuk rumpun yang memiliki banyak percabangan dan
menyatu dalam satu media. Jika sudah tua, daging buahnya akan menjadi liat dan
keras (Parjimo & Agus, 2007).
B. Kandungan dan Manfaat Jamur Tiram
Jamur Tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan bahan sayuran yang
mulai banyak diminati di Indonesia. Jamur ini memiliki aroma yang khas karena
mengandung muskorin, dan penting bagi kesehatan karena mampu menyediakan
kebutuhan gizi manusia tanpa harus menaikkan tekanan darahnya (Riyanto,
2010). Jamur banyak disukai orang untuk dikonsumsi karena di samping rasanya
lezat juga banyak mengandung protein nabati serta zat-zat yang sangat diperlukan
oleh tubuh manusia. Kandungan gizi jamur tiram dalam 100 gram mengandung
367 kalori yang lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Jamur tiram putih
diketahui dapat menurunkan kandungan kolesterol, sebagai antibakteri,
antioksidan, antitumor, antikanker, dan antivirus karena kandungan β- Dglukans
(Umniyatie dkk, 2013). Komponen aktif jamur tiram yaitu statin dapat
menurunkan kolesterol. Adanya kandungan serat yang tinggi dapat digunakan diet
untuk mengatasi problem pencernaan. Pada akhir-akhir ini jamur tiram telah
didemosntrasikan dapat berperan sebagai Mycorestorasi, yaitu mampu memecah
bahan polusi organik yang berbahan dasar minyak, terutama Polycyclic Aromatic
Hidrocarbon (PAH) yang merupakan inti dalam minyak, pestisida, herbisida dan
beberapa polutan yang bersifat racun (Tjokrokusumo, 2008).
Tabel 1. Kandungan Gizi dan Kandungan Kalori serta Mineral Jamur Tiram per
100 Gram Penyajian

(Sumber: Paul Stamel dalam Donowati Tjokorokusumo, 2008)


Jamur tiram merupakan sumber protein nabati yang rendah kolesterol
sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman bagi
mereka yang rentan terhadap serangan jantung. Hal tersebut dikarenakan
keunggulan yang spesifik dari jamur tiram bila dibandingkan tanaman lain
maupun hewan adalah kemampuannya dalam mengubah cellulose/lignin menjadi
polisakarida dan protein yang bebas kolesterol sehingga baik untuk menghindari
kadar kolesterol yang tinggi dalam darah dan itu dapat mengurangi serangan
darah tinggi (stroke) yang dapat muncul sewaktu-waktu (Riyanto, 2010).
Kandungan asam folatnya (vitamin B-komplek) yang tinggi dapat
menyembuhkan anemia dan sebagai obat anti tumor, mencegah dan
menanggulangi kekurangan gizi dan sebagai obat kekurangan zat besi, serta baik
juga dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui. Jamur tiram memiliki sifat
menetralkan racun dan zat-zat radioaktif dalam tubuh. Khasiat jamur tiram untuk
kesehatan adalah menghentikan pendarahan dan mempercepat pengeringan luka
pada permukaan tubuh, mencegah penyakit diabetes mellitus, penyempitan
pembuluh darah, memurunkan kolesterol darah, menambah vialitas dan daya
tahan tubuh serta mencegah penyakit tumor ataukanker, kelenjar gondok,
influenza, sekaligus memperlancar buang air besar (Djarijah dan Abbas, 2001).
Menurut Soenanto (2000) khasiat jamur tiram (putih) sebagai obat untuk
mencegah beberapa macam penyakit, seperti anemia, memperbaiki gangguan
pencernaan, mencegah kanker, tumor, hipertensi, dan menurunkan kadar
kolesterol serta kencing manis. Jamur tiram juga berkhasiat menjaga vitalitas laki-
laki maupun perempuan dan membantu mengatasi kasus kekurangan gizi
(Soenanto, 2000).
C. Syarat Tumbuh Jamur Tiram
Jamur tiram dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 600
meter dari permukaan laut diatas lokasi yang memiliki kadar air sekitar 60-65%.
Jika tempat tumbuhnya terlalu kering atau kadar airnya kurang dari 60%,
miselium jamur ini tidk bisa menyerap sari makanan dengan baik sehingga
tumbuh kurus. Sebaliknya, jika kadar air di lokasi tumbuhnya terlalu tinggi, jamur
ini akan terserang penyakit busuk akar (Parjimo & Agus, 2007). Tingkat
keasaman atau pH optimum pada media tanam berkisar 6-7. Pada pH yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah akan mempengaruhi penyerapan air dan hara, bahkan
kemungkinan akan tumbuh jamur lain yang akan menganggu pertumbuhan jamur
tiram itu sendiri (Susilawati & Raharjo, 2010).
Pada fase pembentukan miselium, jamur tiram membutuhkan suhu 22 -
28º C dan kelembaban 60% - 80%. Pada fase pembentukan tubuh buah
memerlukan suhu 16 - 22º C dan kelembaban 80% - 90% dengan kadar oksigen
10% (Parjimo dan Agus, 2007). Cahyana dkk (1999) menambahkan bahwa
pengaturan suhu dan kelembaban udara dalam ruangan dapat dilakukan dengan
menyemprotkan air bersih kedalam ruangan. Namun, apabila suhu terlalu tinggi
sedang kelembaban udara terlalu rendah, maka primordia (bakal jamur) akan
kering dan mati (Riyanto, 2010).
Pertumbuhan jamur sangat peka terhadap cahaya matahari secara
langsung. Cahaya tidak langsung (cahaya pantul biasa ± 50-15000 lux)
bermanfaat dalam perangsangan awal terbentuknya tubuh buah. Pada
pertumbuhan miselium tidak diperlukan cahaya. Intensitas cahaya yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan sekitar 200 lux (10%) (Susilawati & Raharjo,
2010). Jamur tiram tumbuh optimal pada kayu lapuk yang tersebar di dataran
rendah sampai lereng pegunungan atau kawasan yang memiliki ketinggian antara
600 m-800 m diatas permukaan laut. Kondisi lingkungan optimum untuk
pertumbuhan jamur tiram adalah tempat-tempat yang teduh dan tidak terkena
pancaran (penetrasi) sinar matahari secara langsung dengan sirkulasi udara lancar
dan angin sepoi-sepoi basah (Djarijah dan Abbas, 2001). Cahaya yang sangat kuat
dapat menghambat pertumbuhan bahkan dapat menghentikan pertumbuhan. Efek
cahaya juga dapat merusak vitamin yang dibentuk oleh jamur. Pada fase
pertumbuhan generatif, cahaya diperlukan untuk merangsang pembentukan calon
tubuh buah, pembentukan tudung dan perkembangannya. Kekurangan cahaya
akan menyebabkan pertumbuhan tangkai lebih panjang daripada ukuran
normalnya dan pertumbuhan tudung kurang berkembang sehingga ukurannya
lebih kecil dari normalnya (Riyanto, 2010).
Dua komponen penting dalam udara yang berpengaruh pada pertumbuhan
jamur yaitu oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2). Oksigen merupakan unsur
penting dalam respirasi sel. Sumber energi dalam sel dioksida menjadi
karbondioksida. CO2 yang terlalu banyak dalam kumbung menyebabkan
pertumbuhan jamur tidak normal (Susilawati & Raharjo, 2010). Miselium dari
beberapa jenis Pleurotos tumbuh lebih cepat dengan peningkatan konsentrasi
karbondioksida sampai 22 %. Namun pembentukan tubuh buah akan terhambat
pada konsentrasi CO2 yang tinggi. O2 dibutuhkan untuk proses pembentukan dan
pertumbuhan tubuh buah jamur. Jika kekurangan O2 atau terlalu banyak kadar
karbondioksida di udara maka tangkai tubuh buah jamur akan tumbuh memanjang
dan tudungnya menjadi kurang berkembang (Riyanto, 2010).
D. Budidaya Jamur Tiram
Menurut Purbo (2012), ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam
budidaya jamur tiram sebagai berikut:
1. Penyiapan Bibit Jamur
Budidaya jamur tiram diperlukan bahan dan sarana seperti bibit
jamur,media tanam, dan rumah jamur. Penyediaan bibit jamur untuk skala
rumah tangga atau skala kecil dapat membeli, dan tidak perlu membuat sendiri
karena di samping memerlukan alat-alat yang khusus juga memerlukan tekhnik
yang rumit yang disebut tekhnik aseptik, untuk menghindari terjadinya
kontaminasi atau menjaga kemurnian bibit (Purbo, 2012).
2. Penyiapan Rumah Jamur
Penyiapan rumah jamur merupakan langkah awal dalam budidaya jamur.
Pemilihan lokasi rumah jamur diupayakan yang memiliki suhu 30-32ᵒC dekat
dengan sumber air, dan sarana produksi yang lain. Ketinggian rumah 5-6
meter,beratap genting atau plastik,dinding dari anyaman bambu yang dilapisi
plastik. Besarnya rumah jamur ini tergantung pada jumlah polybag yang akan
ditempatkan. Faktor lingkungan seperti pencahyaan yang penting untuk
pertumbuhan tubuh buah, oksigen karena jamur bersifat aerob (butuh oksigen),
kelembaban air, suhu, dan derajat keasaman (pH) berkisar. Faktor-faktor
tersebut merupakan faktor penting untuk keberhasilan budidaya jamur tiram.
Rumah jamur dilengkapi dengan pintu, jendela untuk mengatur sirkulasi udara
yang dengan rak-rak untuk menempatkan polybag. Rumah jamur yang sudah
jadi, sebelum dipakai perlu disterilkan dengan menaburi kapur dan insektisida,
ditunggu selama 1-2 hari, baru polybag yang sudah diinokulasi dimasukkan
kedalamnya (Purbo, 2012).
3. Pembuatan Media Tanam Jamur
Media tanam jamur menggunakan bahan dasar serbuk gergaji yang sudah
diayak,dan bahan-bahan campuran berupa gips(CaSO4), kapur (CaCo3),
bekatul, TSP, dicampur dengan air secara merata hingga kadar air 60% atau
jika dikepal media tidak pecah. Setelah tercampur rata media dimasukkan ke
dalam plastik berukuran 20x35 cm. Berat media tanam 800-900 gram, ditutup
dengan kapas dan diikat dengan cincin plastik (Purbo, 2012).
4. Sterilisasi Media Tanam
Sterilisasi dilakukan untuk menghindari adanya kontaminasi organisme
lain yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur. Sterilisasi dilakukan
dengan menggunakan autoklaf (suhu 120ᵒC, tekanan 1 atmosfer, selama 5-6
jam); jika dikukus dengan suhu 95-100ᵒC selama 12 jam (Purbo, 2012).
5. Inokulasi Bibit
Inokulasi bibit adalah langkah mengisikan bibit jamur ke dalam media
tanam yang sudah dingin. Bibit yang digunakan adalah F3 yang diisikan secara
aseptik (dilakukan dekat lampu bunsen/lampu spiritus), menggunakan skalpel
atau pinset yang steril, dengan berat kurang lebih 10 gram atau merata
dipermukaan polybag (Purbo, 2012).
6. Inkubasi
Inkubasi polybag yang sudah berisi bibit, membutuhkan suhu ruang dan
penataan polybag yang baik pada rak dalam rumah jamur. Suhu inkubasi
kurang lebih antara 22- 28ᵒC dan pengisian rak secara horizontal dan
berselang-seling dengan diberi penyekat dari bambu. Selama 40-60 hari
miselium sudah tumbuh merata (Purbo, 2012).
7. Pembukaan Tutup Kapas
Miselium sudah memenuhi polybag, buka tutup kapas, jaga kelembaban
kurang lebih 65% dengan cara menyemprot media dan selama 1-7 hari akan
tumbuh tubuh buah( tunas) dari mulut polybag (Purbo, 2012).
8. Perawatan
Selama masa inkubasi diperlukan perawatan terhadap organisme
pengganngu. Beberapa gangguan dalam masa inkubasi antara lain terjadinya
kontaminasi oleh jamur lain Trichoderma.sp, hadirnya hama seperti tungau
yang dapat merusak miselium dan menghambat pertumbuhan jamur (Purbo,
2012). Pengatasannya perlu senantisa menjaga sanitasi lingkungan misalnya
dengan menaburkan kapur pada celah-celah antara susuan polybag, membuang
polybag yang telah terkontaminasi (ada pertumbuhan jamur warna hijau),
memperbaiki rumah jamur yang rusak. Penyiraman dilakukan dengan cara
penyemprotan atau pengkabutan dengan menggunakan air bersih yang
ditujukan pada ruang kubung dan media tumbuh jamur, tujuan untuk menjaga
kelembaban kubung (Susilawati & Raharjo, 2010).
9. Pemanenan
Pemanenan dilakukan 1-2 minggu setelah pembukaan tutup kapas, jamur
dapat dipanen. Jamur tiram siap dipetik ketika telah berusia 2-3 hari sejak
tumbuh tunas atau muncul pinhead, ukuran jamur cukup dan jamur tidak
terlalu basah, hal ini akan mempengaruhi harga dipasar (Purbo, 2012).
Gambar 2. Jamur Tiram yang Siap untuk Dipanen
(Sumber: Susilawati & Raharjo, 2010)
Ciri-ciri jamur tiram yang sudah siap dipanen adalah tudung belum
keriting, warna belum pudar, spora belum dilepaskan, dan tekstur masih kokoh
dan lentur. Pemanenan sebaiknya dilakukan pagi hari dengan cara mencabut
seluruh rumpun jamur tanpa menyisakan bagian jamur kemudian dibersihkan
supaya tidak mengundang hama dan penyakit. Jamur yang telah dipanen
dibersihkan kemudian diwadahi dalam kantong plastik dengan beberapa ukuran
dan siap dipasarkan (Susilawati & Raharjo, 2010).
BAB III

ANALISIS DATA

A. Tabel Data Hasil Panen

Baglog Jumlah
A 0,158
B 0,052
C 0,22
D 0,08
E
F
G 0,0995
H 0,153
Jumlah 0,7625 kg
(762,5 gr)

B. Grafik Data Hasil Panen


0.16

0.14

0.12

0.1

0.08

0.06

0.04

0.02

0
A B C D E F G H

Data 1 Data 2 Data 3

C. Biaya Produksi
Dalam budidaya jamur yang kami lakukan selama satu bulan memiliki biaya
produksi sebesar Rp. 1.038.000, dengan rincian sebagai berikut:

No Aspek biaya Jumlah Harga satuan Jumlah


1 Rak Besi 1 720.000 720.000
2 Botol spray 1 10.000 10.000
3 Penutup tirai 2mx1m 15.000 30.000
4 Timbangan 1 240.000 240.000
5 Plastik packing 1 10.000 10.000
6 Baglog 8 3500 28.000
Total 1.038.000

D. Perhitungan BEP
163.000
 BEP harga produksi per kemasan = 7

= Rp. 23.285,- / 100 gram


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 163.000
 BEP volume produksi = = = 6 kemasan
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙 25.000

Maka, penjualan jamur akan mengalami balik modal apabila penjualan sudah
mencapai 6 kemasan (per kemasan 100 gr) dengan harga 25.000,-
 Biaya BEP Asumsi
Penjualan selama 4 bulan = 400 unit @Rp 6000
= Rp 2.400.000
1 Unit = 350 gram
163.000
BEP dalam unit = 6000−3500 = 65 𝑏𝑢𝑎ℎ
163.000
Biaya per kemasan = = 2.507
65
163.000 163.000
 BEP dalam rupiah penjualan = 1−0,0116 = = 164,912
0,9884

Dalam 8 baglog hanya diperoleh 762,5 kg sehingga hanya berhasil menjual 2 unit
Keuntungan per unit = 6000-2500
= 3500 x 62 unit
= 217.000
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Perawatan Budidaya Jamur Tiram (Pleorotus ostreatus)
Keberhasilan budidaya jamur tidak terlepas dari daya dukung lingkungan
tumbuh yang sesuai, misalnya untuk jamur tiram,suhu lokasi 30-32ᵒC, suhu
optimum ruang 22- 28ᵒC dan kelembaban ruang, pH media yang umumnya
mengarah ke asam, kadar air media sekitar 60% (Purbo, 2012). Pada pH yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mempengaruhi penyerapan air dan hara,
bahkan kemungkinan akan tumbuh jamur lain yang akan menganggu
pertumbuhan jamur tiram itu sendiri, pH optimum pada media tanam berkisar
6-7 (Susilawati dan Raharjo, 2010). Pada keadaan green house mempengaruhi
beglog menghasilkan tubuh buah, yang mana suhu dan kelembapan pada
tempat tersebut kurang diperhatikan, karena kurang rutinnya dalam
penyiraman.
Rak dalam kubung disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam
pemeliharan dan sirkulasi udara terjaga. Umumnya jark antara rak ± 75 cm.
Jarak didalam rak 60 cm (4 – 5 bag log), lebar rak 50 cm, tingi rak maksimal 3
m, panjang disesuaikan dengan kondisi ruangan. Bag log dapat disusun secara
vertikal cocok untuk daerah lebih kering. Sedangkan penyusunan secara
horizontal untuk daerah dengan kelembaban tinggi. Antara rak pertama
berjarak 20 cm (Susilawati dan Raharjo, 2010). Jarak rak satu dengan lain pada
budidaya ini sudah baik, yakni ± 50 cm, tetapi jarak antar beglog terlalu dekat,
sehingga jamur sulit untuk tumbuh dan keluar dari beglog.
Penyiraman dilakukan dengan cara penyemprotan atau pengkabutan
dengan menggunakan air bersih yang ditujukan pada ruang kubung dan media
tumbuh jamur, tujuan untuk menjaga kelembaban kubung (Susilawati dan
Raharjo, 2010). Penyiraman menggunakan air yang tidak terkontrol
(kandungan) yakni air dari kran pada Green House dan ketidakrutinan dalam
penyiraman membuat jamur kurang tumbuh maksimal.
B. Perhitungan BEP untuk produksi jamur
Salah satu alat bantu yang digunakan manajemen perusahaan adalah
analisis Break Even Point, yang merupakan bagian dari analisis biaya-volume-
laba yaitu suatu analisis yang memberikan informasi tentang berapa tingkat
penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak menderita kerugian dan
tidak memperoleh laba. Analisis ini manajemen juga akan mengetahui berapa
produk yang harus dijual untuk mencapai laba yang ditargetkan (Juliaty, 2002).
Berdasarkan analisis data hasil produksi jamur yakni 0,7625 kg (762,5 gr).
Penjualan jamur akan mengalami balik modal apabila penjualan sudah
mencapai 6 kemasan (per kemasan 100 gr) dengan harga 25.000,-. Sehingga
produksi kami tidak mendapatkan untung dan tidak mendapatkan rugi atau
hanya balik modal, hal tersebut dikarenakan adanya beberapa faktor.
C. Proses Pemanenan Jamur Tiram (Pleorotus ostreatus)
Pemanenan: 1-2 minggu setelah pembukaan tutup kapas (Umniyatie, dkk.
2013). Tubuh buah umumnya akan tumbuh setelah tutup dibuka, kurang lebih
2 minggu, atau 30-45 hari setelah penanaman bibit. Hasil panen yang baik jika
setiap polybbag menghasilkan 400-500 gram dan panen dapat berlangsung
selama 4 bulan (Achmad, dkk: 2011). Panen jamur dapat diperpanjang dengan
menyobek badan samping polybag dengan bentuk X,V atau +. Jamur tiram siap
dipetik ketika telah berusia 2 hari sejak tumbuh tunas. Pemanenan sebaiknya
dilakukan pagi hari dengan cara mencabut seluruh rumpun jamur, kemudian
dibersihkan. (Umniyatie, dkk. 2013). Sedangkan menurut Rahmat (2000)
panen dilakukan sekitar 1 minggu setelah proses pembentukan badan buah
dengan ciri ujung tepi jamur tiram sudah tidak melengkung ke bawah.
Pemanenan badan buah jamur tiram dilakukan sampai bersih hingga ke
akarnya.
Kelompok Kami memanen jamur setelah jamur sudah tumbuh dan
berukuran sedang, atau terkadang lupa memanen sehingga jamur sampai
kering, keriput, dan berwarna kuning. Pengambilan jamur dari baglog juga
salah, mencabut tidak sampai akarnya dan terlalu kuat mencabut hingga
merusak plastik baglog dan mempengaruhi produksi jamur untuk selanjutnya.
D. Faktor Internal dan Eksternal yang Memperngaruhi Produksi Jamur
Tiram (Pleorotus ostreatus)
1. Faktor internal
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya yaitu
ketersediaan substrat (Brock and Michael, 1991). Menurut penelitian Suryani
(2007) tentang kajian komposisi medium serbuk gergaji kayu sengon 85% dan
ampas tebu 15% berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil jamur tiram abu-
abu terbaik. Pertumbuhan miselium yang baik disebabkan oleh adanya media
tumbuh jamur yang terdekomposisi secara cepat dan merata, sehingga unsur-
unsur hara yang terdapat pada media tumbuh (Setiagama, 2014). Produktivitas
jamur tiram putih membutuhkan nutrisi kalsium, glukosa, nitrogen, protein,
dan lemak (Darnetty, 2006). Pada jamur kelompok 2 menggunakan medium
berupa gergaji kayu, memiliki nutrisi baik yang dibutuhkan oleh jamu untuk
pertumbuhannya.
Tingkat kepadatan baglog juga mempengaruhi pada penyebaran miselium.
Apabila baglog terlalu padat maka miselium juga akan sulit untuk menyebar ke
seluruh permukaan baglog. Oleh karena itu dalam pengisian baglog diusahakan
untuk tidak terlalu padat atau terlalu renggang (Setiagama, 2014). Pada
kelompok 2 medium pada baglog terlalu padat, menyebabkan terdapat bagian
yang tidak ditumbuhi oleh miselium, sehingga produksi jamur Kami tidak
banyak.
Faktor internal lain yang mempengaruhi jumlah produksi jamur tidak
sebanyak kelompok lain karena Kelompok Kami adalah kelompok kontrol.
Kelompok control adalah untuk mengetahui efektifitas pertumbuhan jamur
tanpa adanya tambahan serum Super Growth.
2. Faktor eksternal
Suhu pada pembentukan tubuh buah berkisar antara 16 – 22 º C.
Kelembaban udara selama masa pertumbuhan miselium dipertahankan antara
60-70%. Kelembaban udara pada pertumbuhan tubuh buah dipertahankan
antara 80-90% (Susilawati dan Raharjo, 2010). Jamur pada Kelompok 2 kurang
menghasilkan buah atau jamur karena tidak mempertahankan kelembapan
udara disekitar dalam proses penyiraman yang 1 minggu tidak rutin setiap hari.
Hal tersebut mengakibatkan kurang berkembangnya jamur tersebut.
Pertumbuhan jamur sangat peka terhadap cahaya matahari secara
langsung. Cahaya tidak langsung (cahaya pantul biasa ± 50-15000 lux)
bermanfaat dalam perangsangan awal terbentuknya tubuh buah. Pada
pertumbuhan miselium tidak diperlukan cahaya. Intensitas cahaya yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan Namur sekitar 200 lux (10%) (Susilawati dan
Raharjo, 2010). Peletakan rak atau beglog yang dekat candela dengan
penutupan rak menggunakan tirai yang berlubang-lubang mempengaruhi
pertumbuhan jamur, karena cahaya matahari dapat masuk ke rak dan
mempengaruhi pertumbuhan jamur.
Komponen penting dalma udara yang berpengaruh pada pertumbuhan
jamur yaitu oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2). Oksigen merupakan unsur
penting dalam respirasi sel. Sumber energi dalam sel dioksida menjadi
karbondioksida. Konsentrasi karbondioksida (CO2) yang terelalu banyak dalam
kumbung menyebabkan pertumbuhan jamur tidak normal. Di dalam kumbung
jamur konsentrasi CO2 tidak boleh lebih dari 0,02% (Susilawati dan Raharjo,
2010). Pemberian aerasi pada beglog kurang baik dan benar, sirkulasi udara
pada tempat (Green House UM) kurang baik, sehingga sirkulasi oksigen (O2)
dan karbondioksida (CO2) kurang memadai. Aerasi pada beglog kurang benar,
karena pemberian lubang pada beglog menggunakan lidi yang berukuran kecil,
sehingga jamur tidak bisa berkembang dengan baik dan tidak dapat
memanenya.
E. Kendala atau Penyebab Terjadinya Rugi Pada Budidaya Jamur Tiram
(Pleorotus ostreatus)
Widyastanto (2012) komposisi baglog menggunakan konsentrasi nutrisi
yang tinggi, sedangkan suhu dalam ruangan inkubasi panas dan pengap karena
cuaca panas. Hal tersebut akan memicu munculnya bakteri termofilik dan
jamur lain yang aktif bekerja pada suhu tinggi dan didukung dengan nutrisi
tinggi pada baglog. Proses perombakan bahan-bahan organik itu akan
memunculkan organisme-organisme lain seperti jamur-jamur liar (selain jamur
tiram yang dibudidayakan). Hadirnya jamur liar menyerap nutrisi dari baglog
akan menghambat miselium jamur (Suriawiria, 2004).
Hama maupun hewan pengganggu merupakan bagian penting yang sangat
mempengaruhi keberhasilan budidaya jamur pada umumnya, antara lain kutu,
tikus dan jamur jenis lain sering mengkontaminasi media tumbuh, dengan
gejala adanya warna hijau yaitu jamur Trichoderma.sp; adanya serangga jenis
tungau yang menyerang pangkal tubuh buah dan serangan penyakit ini dapat
mengganggu pertumbuhan (Purbo, 2012). Menurut Karlovsky (2008), ketika
jamur lain menjadi inang parasit jamur kontaminan, maka terjadilah kompetisi
penyerapan nutrisi. Pada beglog kelompok 2 terdapat kutu dan jamur liar yang
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi jamur. Kutu memakan miselium
jamur sehingga jamur yang berbuah sedikit dan kelamaan habis, sedangkan
jamur liar yang membuat warna tubuh buah jamur menjadi kuning. Kebersihan
pada rak dapat mempengaruhi adanya kutu dan jamur lain yang menyebakan
ruginya produksi jamur.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam budidaya jamur
tiram yaitu Penyiapan Bibit Jamur, Penyiapan Rumah Jamur, Pembuatan
Media Tanam Jamur, Sterilisasi Media Tanam, Inokulasi Bibit, Inkubasi,
Pembukaan Tutup Kapas, Perawatan, dan Pemanenan
2. Pemanenan jamur dilakukan 1-2 minggu setelah pembukaan tutup kapas,
jamur dapat dipanen. Jamur tiram siap dipetik ketika telah berusia 2-3 hari
sejak tumbuh tunas atau muncul pinhead, ukuran jamur cukup, dan jamur
tidak terlalu basah, Pemanenan sebaiknya dilakukan pagi hari dengan cara
mencabut seluruh rumpun jamur tanpa menyisakan bagian jamur
kemudian dibersihkan supaya tidak mengundang hama dan penyakit.
Jamur yang telah dipanen dibersihkan kemudian diwadahi dalam kantong
plastik dengan beberapa ukuran dan siap dipasarkan
3. Berdasarkan analisis data hasil produksi jamur yakni 0,7625 kg (762,5 gr).
Penjualan jamur akan mengalami balik modal apabila penjualan sudah
mencapai 6 kemasan (per kemasan 100 gr) dengan harga 25.000,-.
Sehingga produksi kami tidak mendapatkan untung dan tidak mendapatkan
rugi atau hanya balik modal, hal tersebut dikarenakan adanya beberapa
faktor.
4. Faktor internal yang mempengaruhi produksi jamur tiram yaitu
ketersediaan substrat, tingkat kepadatan baglog, dan jamur sebagai kontrol.
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi produksi jamur tiram
yaitu suhu, intensitas cahaya, dan kadar oksigen dan karbon dioksida.
5. Kendala yang dialami selama budidaya jamur yaitu adanya jamur liar dan
hama maupun hewan pengganggu. Solusi dari kendala tersebut yaitu
dengan menjaga suhu ruangan dan kebersihan rak

B. SARAN
Dalam membudidayakan jamur, mahasiswa atau peneliti harus merawat
dan menjaga jamur yang dibudidayakan dengan baik. Perawatan dan
pemanenan jamur harus dilakukan secara rutin dan konsisten sehingga hasil
panen yang didapatkan akan akan sesuai dengan perkiraan dan dapat
menghasilkan keuntungan dalam penjualannya.
Daftar Pustaka

Achmad, dkk. 2011. Panduan Lengkap Jamur. Jakarta: Penebar Swadaya


Alexopoulos, C.J. 1962. Introductory Micology. Second Edition. John Wiley and.
Sons. Inc. New York.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2016. Luas Panen Produktivitas Tanaman
Jamur Nasional. http://www.pbs.go.Id/tnmn_pgn.php?eng=0. Diakses pada
tanggal 26 November 2019.
Brock, T. D., and T. M. Michael. 1991: Biology of microorganisms. New York:
Prentice Hall
Cahyana, Y.A., Muchrodji, dan Bakrun, M. 1999. Jamur Tiram. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Cahyana, Y.A., Muchordji, M., Bakrun. 2001. Pembibitan, Pembudidayaan, analisa
Usaha Jamur Tiram. Jakarta : Penebar Swadaya.
Darnetty. 2006. Pengantar Mikologi. Padang: Andalas Universitas Press.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2014. Sub Sektor Hortikultura.
http://www.pertanian.go.id/ap_pages/mod/datahorti. Diakses pada tanggal
26 November 2019.
Djarijah, dan Abbas. 2001. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta: Kanisius.
Gunawan, D., dan Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam. Jakarta: Penebar Swadaya.
Juliaty, R. 2002. Analisis Laporan Keuangan; Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta :
YKPN. Cetakan Kedua.
Karlovsky, P. 2008. Secondary Metabolites In Soil Ecology. Soil Biologi. Berlin:
Springer.
Parjimo, dan Agus. 2007. Budidaya Jamur. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Purbo, M. Sumedi. 2012. Pelatihan Teknik Budidaya Jamur Edibel bagi
Masyarakat Pasca Erupsi Merapi. Materi Pelatihan PPM IbM 2012.
Putri, E.S. 2014. Analisis Perilaku Konsumen Terhadap Pembelian Jamur Tiram
di Kota Pekanbaru. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru.
Rahmat, B. 2000. Dasar-dasar Usaha Budidaya Jamur.. Bandung: MAJI
publikasi 97 hal.
Riyanto, F. 2010. Pembibitan Jamur Tiram (Pleurotus Ostreatus) di Balai
Pengembangan dan Promosi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPPTPH)
Ngipiksari Sleman, Yogyakarta. SKRIPSI. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
Setiagama, R. 2014. Pertumbuhan dan Produktivitas Jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostreatus) dengan Komposisi Media Tumbuh Serbuk Gergaji
Kayu Sengon, Tandan Kosong Kelapa Sawit, dan Ampas Tahu Yang
Berbeda. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Soenanto, H. 2000. Jamur Tiram Budidaya dan Peluang Usaha. Aneka Ilmu.
Semarang.
Suhardiman. 1983. Jamur Kayu. Jakarta: Penebar Swadaya.
Suriawiria, U. 2004. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta: Kanisius.
Suryani, T. 2007. Kajian Komposisi Medium Tumbuh Pada Pertumbuhan dan
Hasil Dua Varietas Jamur Tiram. Yogyakarta: Universitas Wangsa
Manggala.
Susilawati dan Raharjo, B. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Jamur Tiram
(Pleourotus ostreatus var florida) yang ramah lingkungan (Materi
Pelatihan Agribisnis bagi KMPH). Palembang: Merang REDD Pilot Project
(MRPP). Report No. 50.STE.Final
Tjokorokusumo, D. 2008. Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) untuk Meningkatkan
Ketahanan Pangan dan Rehabilitasi Lingkungan. JRL: Vol.4(1), Hal. 53-62.
Umniyatie, S., Astuti, Pramiadi, D., dan Henuhili, V. 2013. Budidaya Jamur
Tiram (Pleuretus. sp) Sebagai Alternatif Usaha Bagi Masyarakat Korban
Erupsi Merapi di Dusun Pandan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman Diy.
Inotek, Vol. 17 (2), Hal. 162-175.
Warisno, S., dan Dahana, K. 2009. Buku Tiram. Jakarta: PT Gramedia.
LAMPIRAN
Tabel Hasil Panen Jamur
No Tanggal Berat per Baglog
. A B C D E F G H
1 11-09- 0,092 - - - - - - -
2019 kg
2 12-09- - - 0,1145 - - - - -
2019 kg
3 21-09- - - - - - - - 0,142
2019 5 kg
4 22-09- - - - 0,08 kg - - 0,049 -
2019 5 kg
5 23-09- - - - - - - 0,05 -
2019 kg
6 24-09- 0.041 - 0,1055 - - - - -
2019 kg kg
7 27-09- 0,025 - - - - - - -
2019 0 kg
8 14-10- - 0,03 - - - - - 0,010
2019 kg 5 kg
9 23-10- - 0,022 - - - - - -
2019 kg
Jumlah 0,158 0,052 0,22 0,08 - - 0,099 0,153
5
Total 0,7625 kg (762,5 gr)
keseluruhan

Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai