Oleh
Khaerani Masyithoh
NIM. 201510200311069
Mengetahui,
Ketua Jurusan Agronomi Koordinator PKL
ii
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
Khaerani Masyithoh
NIM. 201510200311069
Telah diseminarkan dan diujikan pada hari Sabtu, 14 Oktober 2017 sebagai
salah satu persyaratan memperoleh nilai akhir praktek kerja lapang (PKL)
semester genap 2017/2018 Jurusan Agronomi Program Studi Agroteknologi
Fakultas Petanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehigga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kerja lapang ini dengan
baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam rangka
menyelesaikan salah satu tugas Strata Satu (S1) pada Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian-Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang.
Dengan selesainya penulisan laporan Praktik Kerja Lapang ini tidak lepas
dari bantuan serta dukungan dari semua pihak, baik moral ataupun materil
sehingga laporan ini dapat selesai dengan baik dan semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Sehubungan dengan hal tersebut diatas penulis
menyampaikan hormat dan terima kasih kepada:
1. Ir. Sufianto Sebagai dosen pembimbing PKL yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan dan bantuan dalam menyusun
laporan ini.
2. Ir. Sufianto, MM, selaku koordinator Praktik Kerja Lapang (PKL)
3. Suandriyo, SP selaku pembimbing lapang yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan demi selesainya laporan ini.
4. Staf karyawan UPT. Pengembangan Benih Hortikultura Sidomulyo.
5. Dosen Fakultas Pertanian Peternakan khususnya jurusan Agroteknologi
yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan kepada penulis.
6. Orang tua penulis beserta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan
dorongan moral dan spiritual untuk menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan praktek kerja lapang
ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis juga menerima segala
kritik dan saran dari semua pihak yang membangun demi perbaikan selanjutnya.
Jika ada kurang lebihnya penulis mohon maaf.
Malang, September 2017
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
v
4.2.1 Alat ....................................................................................... 16
4.2.1 Bahan ................................................................................... 16
4.3 Prosedur Kerja ........................................................................... 16
4.3.1 Pembuatan Media Kultur .................................................. 16
4.3.2 Sterilisasi Alat dan Bahan ................................................. 19
4.3.3 Persiapan Bahan Tanam .................................................... 19
4.3.4 Pemilihan dan Pengambilan Bahan Tanam (Eksplan) .. 19
4.3.5 Penanaman Eksplan ........................................................... 19
4.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................... 19
4.5 Pengolahan dan Pengujian Data ............................................... 20
BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI PKL ..................................... 21
5.1 Gambaran Umum UPT Pengembangan Benih Hortikultura 21
5.2 Visi dan Misi UPT Pengembangan Benih Hortikultura ....... 22
5.3 Daftar Kebun Benih Hortikultura ........................................... 22
5.4 Keadaan Umum KBH Sidomulyo Batu ................................ 24
5.4.1 Letak Topografis dan Geografis....................................... 24
5.4.2 Komoditas ........................................................................... 25
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 26
6.1 Hasil ............................................................................................. 26
6.1.1 Hasil Perlakuan IBA 0,5 dan BA 0 .................................. 26
6.1.2 Hasil Perlakuan BA 0,5 dan IBA 0 .................................. 26
6.1.3 Hasil Perlakuan IBA 0,25 dan BA 0,25 .......................... 27
6.6 Kontaminasi ................................................................................ 29
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 33
LAMPIRAN ................................................................................................. 36
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Komposisi Media MS ........................................................... 17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Teks Halaman
1. Dokumentasi PKL ............................................................. 36
vii
PERBANYAKAN TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum l.)
VARIETAS GRANOLA KEMBANG DENGAN PERBEDAAN
KONSENTRASI IBA DAN BAP MENGGUNAKAN METODE
MIKROPROPAGASI
RINGKASAN
1
tertarik untuk mempelajari teknik perbanyakan benih tanaman kentang dengan
teknik kultur jaringan melalui program Praktik Kerja Lapang (PKL) yang
dilaksanakan di UPT. Pengembangan Benih Hortikultura Sidomulyo. Tujuan dari
PKL ini adalah mengetahui metode Kultur in vitro dan mempelajari tentang
pengaruh zat pengatur tumbuh pada kultur kentang varietas Granola Kembang.
2
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hortikultura merupakan salah satu potensi dalam pembangunan pertanian.
Komoditas tanaman hortikultura yang dihasilkan dikelompokan menjadi empat
kelompok yaitu kelompok sayur – sayuran, kelompok buah – buahan, kelompok
tanaman biofarmaka, dan kelompok tanaman hias. Tanaman hortikultura mampu
meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan nilai tambah, perluasan
peluang usaha, dan kesempatan kerja pedesaan (Rukmana, 1997).Kentang
(Solanum tuberosum l.) adalah salah satu tanaman sayuran penting di Indonesia
yang sudah lama dikenal masyarakat. Dengan meningkatnya kampanye
diversifikasi pangan serta berkembangnya industri makanan ringan yang
menggunakan kentang sebagai bahan pokok, semakin menjadikan tanaman ini
sebagai komoditas hortikultura yang penting. sebagai komoditas
hortikultura yang penting. Sebagai komoditas sayuran, kentang mengandung nilai
gizi yang tinggi, yaitu mengandung senyawa-senyawa karbohidrat, protein,
mineral (fosfor, besi dan kalsium), dan paling sedikit 12 vitamin esensial,
termasuk vitamin B dan C dengan kadar yang cukup tinggi. Menurut Cahyono
(1996) kandungan gizi setiap 100 g umbi yang dapat dikonsumsi adalah 347
kalori, 85,6 g karbohidrat, 0,3 g protein, 0,1 g lemak, 30 mg fosfor, 20 mg
kalsium, 0,5 mg besi, dan 0,04 g vitamin B. Oleh sebab itu, kentang sangat
berpotensi untuk menunjang program perbaikan gizi masyarakat Indonesia.
Tanaman kentang sudah dikenal di Indonesia (Pengalengan, Lembang, dan
Karo) sejak sebelum perang dunia II yang disebut Eugenheimer. Kentang ini
merupakan hasil seleksi di Negeri Belanda pada tahun 1890, berkulit umbi
kekuning-kuningan, berdaging kuning. Kelemahan dari kentang ini adalah peka
terhadap penyakit busuk daun, virus Y dan A, dan peka terhadap penyakit layu
(Tajudin,1978). Indonesia masih mengimpor kentang untuk memenuhi kebutuhan
akan bibit, benih dan bahan pangan terutama untuk industri
pengolahan.Rendahnya produksi Indonesia disebabkan belum banyaknya petani
penghasil bibit kentang bermutu, sehingga permintaan bibit kentang tidak dapat
dipenuhi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah
3
dengan memanfaatkan bioteknologi yaitu melalui kultur jaringan atau pembiakan
mikro kentang. Dengan teknik ini dapat dihasilkan benih berjumlah banyak dalam
waktu relatif singkat dan bebas dari penyakit sistemik, terutama virus (Hidayat,
1991).
Upaya peningkatan produksi kentang tidak dapat dilepaskan dari upaya
penyediaan bibit yang baik dan sehat, bebas penyakit, dari klon/varietas unggul
dengan sifat-sifat yang dikehendaki. Selama ini perbanyakan tanaman kentang
dilakukan secara vegetatif konvensional menggunakan umbi sebagai bahan
perbanyakan. Di satu pihak, perbanyakan dengan cara demikian memang
menguntungkan karena dapat menghasilkan tanaman dengan sifat-sifat yang sama
seperti sifat induknya (Hartmann et al., 1990). Akan tetapi, akumulasi infestasi
cendawan, bakteri, bahkan partikel virus, yang terjadi dari generasi ke generasi
merupakan masalah serius bagi perbanyakan tanaman secara vegetatif
konvensional menggunakan umbi (Goleniowski et al., 2003).
UPT. Pengembangan Bibit Hortikultura KBH Sidomulyo Batu merupakan
instansi pemerintah yang ada di Jawa Timur yang bergerak di bidang perbanyakan
bibit hortikultura. Pemilihan instansi tersebut sebagai lokasi Praktik Kerja Lapang
(PKL) sangat sesuai karena instansi tersebut bergerak di perbanyakan bibit secara
kultur in vitro. Selain itu lokasi instansi mudah dijangkau sehingga memudahkan
akses menuju instansi tersebut.Oleh karena itu, sangat menarik sekali untuk
mengetahui dan mempelajari teknik perbanyakan yang dilakukan pada instansi
ini. “Perbanyakan Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum) Varietas Granola
Kembang Dengan Perbedaan Konsentrasi IBA Dan BAP Menggunakan Metode
Mikropropagasi Di UPT. Pengembangan Benih Hortikultura Sidomulyo” sebagai
judul dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini.
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu program
kegiatan yang wajib di ikuti oleh seluruh mahasiswa fakultas pertanian-
peternakan Universitas Muhammadiyah Malang, Kegiatan ini sangat bermanfaat
untuk menambah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan lapangan
mahasiswa tersebut sesuai dengan bidang keahlian studinya serta untuk
menghasilkan kemampuan analisis pangan yang akan diselesaikan dan
4
dipertimbangkan dengan teori-teori yang didapatkan oleh mahasiswa di bangku
kuliah, sehingga dapat membantu memecahkan permasalahan yang ada di suatu
perusahaan dengan memadukan antara teori dengan lapangan.
5
BAB II. TUJUAN DAN MANFAAT
2.1 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapang di UPT. Pengembangan
Benih Hortikultura KBH Sidomulyo Batu ini adalah:
1. Mempelajari teknis pembibitan tanaman kentang (Solanum tuberosum
l.) dengan menggunakan metode Mikropropagasi.
2. Mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh (ZPT) terhadap
pertumbuhan tanaman kentang (Solanum tuberosum l.) dan
mmengetahui pengaruh cahaya terhadap proses pertumbuhan tanaman
kentang.
3. Memperoleh ketrampilan dan pengalaman kerja dalam bidang
pertanian khususnya perbanyakan tanaman atau pembibitan tanaman
kentang (Solanum tuberosum l.) di UPT Pengembangan Benih
Hortikultura Jawa Timur.
4. Mengetahui konsentrasi ZPT yang tepat untuk mendapatkan hasil
subkultur tanaman kentang varietas granola kembang.
2.2 Manfaat
Manfaat dari pelaksaan Praktik Kerja Lapang di UPT. Pengembangan
Benih Hortikultura KBH Sidomulyo Batu ini adalah:
1. Kegiatan Praktek lapangan ini mahasiswa diharapkan mampu
menambah pengetahuan dan wawasan dalam rangka memenuhi
kebutuhannya agar dapat melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
seorang mahasiswa dengan baik.
2. Menambah ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan kepada
mahasiswa tentang pengendalian hama.
3. Memberikan gambaran nyata kepada mahasiswa mengenai keadaan di
dunia kerja.
4. Terjalin kerjasama antara Fakultas Pertanian – Peternakan Universitas
Muhammadiyah Malang dengan UPT Pengembangan Benih
Hortikultura Jawa Timur.
6
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan dalam negeri akan kentang berkisar 8,9 juta ton/tahun. Selama
ini produksi kentang nasional masih kurang lebih 1,1 juta ton/tahun, dari luas
panen 80.000 ha. Potensi ini masih perlu dikembangkan, karena potensi lahan
masih sangat luas yaitu 1.331.700 ha yang berada pada ketinggian diatas 700 m di
atas permukaan laut, yang umumnya terdapat di luar pulau Jawa
(Wattimena,2006).
7
3.1.1 Klasifikasi Tanaman Kentang
Menurut Rukmana (1997), dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan
kentang diklasifikasikan sebagai berikut.
Kingdom : Plantoe (tumbuh - tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Subdivisio : Angiospermae (Berbiji tertutup)
Clasis : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum tuberosum linn
1. Daun
8
2. Batang
Batang kentang kecil, lunak, bagian dalamnya berlubang dan
bergabus.Bentuknya persegi tertutup dan dilapisi bulu-bulu halus. Batang yang
muncul dari mata umbi ini akan membentuk umbi, tetapi ada pula yang tumbuh
menjadi tanaman baru. Dengan demikian, stolon merupakan perpanjangan dari
batang. Dengan kata lain umbi kentang merupakan batang yang membesar.
Sementara itu, akarnya bercabang membentuk akar rambut yang berfungsi
menyerap hara makanan dari dalam tanah.
3. Umbi
4. Buah
Buah kentang terdapat dalam tandan, berbentuk bulat, ukurannya sebesar
kelereng, ketika muda berwarna hijau, setelah tua menjadi hitam. Tiap nuah berisi
lebih dari 500 biji yang berwarna putih kekuningan. Tanaman kentang akan mati
setelah berbunga dan berbuah.
9
5. Bunga
10
Tepung sarinya kering, sehingga mudah terhambur keluar apabila telah
matang. Pada bunga kentang, organ kelamin betina atau putiknya lebih cepat
matang daripada tepung sari. Sewaktu tepung sari matang, putiknya telah layu
sehingga tidak reseptif. Oleh karena itu, bisa terjadi penyerbukan silang dengan
tepung sari dari bunga lain atau tanaman lain. Bertindak sebagai penyerbuknya
ialah lebah madu yang mencari madu pada bunga mekar. Pada usaha tani kentang,
adanya pembungaan dapat menghambat pembentukan umbi. Karena itu, bunga
yang muncul sebaiknya segera dibuang.
Gambar 4 A. Umbi Kentang Varietas Granola Kembang B. Bunga Kentang Varietas Granola
Kembang
11
3.2 Mikropropagasi
3.2.1 Pengertian Mikropropagasi
Suatu pendekatan yang dapat dilakukan untuk perbanyakan tanaman
kentang unggul secara sehat adalah dengan memanfaatkan teknik mikropropagasi,
yaitu pemanfaatan teknik kultur jaringan tanaman untuk perbanyakan tanaman.
Berdasarkan uraian sebelumnya, Mikropropagasi adalah sebutan lain dari Kultur
jaringan.Kultur jaringan didefinisikan sebagai suatu teknik menumbuh
kembangkan bagian tanaman pada media buatan dalam kondisi aseptik di dalam
ruang yang terkontrol sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman lengkap. Setiap sel tanaman hidup mempunyai
informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk dapat tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai. (Yusnita, 2003).
Kendala yang dihadapi petani kentang Indonesia adalah sulitnya
memperoleh umbi yang berkualitas tinggi, karena umumnya benih lokal yang
digunakan saat ini sudah mengalami kemunduran (degenerasi) dan tertular dengan
berbagai macam penyakit, terutama disebabkan oleh virus (Setiadi dan
Nurulhuda, 2004) Hal ini menyebabkan rendahnya produktifitas kentang,
sehingga hasil yang diperoleh petani sedikit. Mengatasi masalah ini, perlu
dilakukan pembenihan kentang yang menghasilkan benih bebas virus dan
penyakit serta berkualitas tinggi. Rukmana (2002) mengatakan, untuk pembenihan
kentang bermutu diperlukan benih inti dan benih induk. Benih inti berasal dari
pemuliaan tanaman melalui pembuatan generasi gen nol atau seleksi klonal, selain
itu dapat juga dilakukan kultur jaringan.
Keunggulan perbanyakan tanaman kentang melalui mikropropagasi
dibandingkan dengan metoda lain adalah dapat dihasilkan bibit bebas patogen.
Hal ini dimungkin-kan karena cendawan dan bakteri dapat berkembang dengan
cepat di dalam kondisi in vitro, sehingga hanya tanaman yang benar-benar bersih
(bebas cendawan dan/atau bakteri) yang dipelihara. Bahkan, dengan
menggunakan meristem sebagai bahan eksplan akan dapat diregenerasikan
individu tanaman yang bebas dari infeksi virus (Alconero et al., 1975; Duriat,
1987) Hal yang tidak kalah pentingnya adalah, karena teknik ini menggunakan
12
jaringan somatik (vegetatif) sebagai bahan tanam awal, maka tanaman yang
diregenerasikan akan memiliki sifat-sifat yang sama
seperti induknya. Dengan demikian, aplikasi teknik mikropropagasi pada tanaman
kentang menawarkan keunggulan yang lebih banyak dibandingkan dengan teknik
perbanyakan vegetatif konvensional menggunakan umbi.
3.2.5 Inisiasi
Penanaman eksplan pada media kultur dilakukan dalam LAF yang telah
disinari ultraviolet selama satu jam dengan menggunakan alat yang steril dan
wadah atau botol beserta media yang digunakan harus steril. (Abdurahman, 2008).
13
3.3 Zat Pengatur Tumbuh
Penemuan ZPT dan upaya pengembangan formulasi media berperan
penting dalam menentukan keberhasilan teknik kultur jaringan atau kultur in vitro
secara umum (Yusnita,2003).Salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan
tanaman secara kultur jaringan adalah media kultur. Komponen media yang
menentukan keberhasilan kultur jaringan yaitu jenis dan konsentrasi zat pengatur
tumbuh (ZPT) yang digunakan. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan
dan tahap pengkulturan. Auksin dan sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh
yang dibutuhkan dalam media budidaya jaringan dan diberikan dalam konsentrasi
yang sesuai dengan pertumbuhan yang diinginkan. Konsentrasi hormon
pertumbuhan pada medium kultur jaringan sangat berperan dalam morfogenesis
(Ali et al. 2007).
Zat pengatur tumbuh terdiri dari golongan sitokinin dan auksin. Auksin
mempunyai peran ganda tergantung pada struktur kimia, konsentrasi, dan jaringan
tanaman yang diberi perlakuan. Pada umumnya auksin digunakan untuk
menginduksi pembentukan kalus, kultur suspensi, dan akar, yaitu dengan memacu
pemanjangan dan pembelahan sel di dalam jaringan kambium (Pierik,
1987).Penambahan auksin atau sitokinin ke dalam media kultur dapat
meningkatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen di dalam sel, sehingga
menjadi “faktor pemicu” dalam proses tumbuh dan perkembangan jaringan.
Untuk memacu pembentukan tunas dapat dilakukan dengan memanipulasi dosis
auksin dan sitokinin eksogen (Poonsapaya et al., 1989)
3.3.1 IBA
Perakaran dengan kualitas yang baik sangat menentukan keberhasilan
dalam tahap aklimatisasi. Untuk itu formulasi media yang tepat sangat
menentukan kualitas akar. Pembentukan akar dari tunas in vitro pada tanaman
tertentu sangat cepat contohnya pada tembakau, mentimun, nilam, dan beberapa
kultur lainnya. Akar tersebut dapat dihasilkan pada media yang sama untuk
pertunasan.
14
Kemampuan jaringan untuk membentuk akar bergantung pada zat
pengatur tumbuh (ZPT) yang ditambahkan ke dalam media, antara lain auksin.
Auksin sintetik yang sering digunakan untuk menginduksi perakaran in vitro
adalah NAA dan IBA dalam kon-sentrasi rendah (Dodds dan Roberts, 1995).
3.3.2 BA
Pembentukan tunas in vitro sangat menentukan keberhasilan produksi bibit
yang cepat dan banyak. Semakin banyak tunas yang terbentuk akan berkorelasi
positif dengan bibit yang dapat dihasilkan melalui kultur jaringan. Dengan
demikian untuk memacu faktor multiplikasi tunas yang tinggi diperlukan
penambahan zat pengatur tumbuh sitokinin. Tunas ganda (tunas majemuk) yang
terbentuk secara langsung lebih stabil secara genetik dibandingkan dengan tunas
tidak langsung.
Zat pengatur tumbuh BA (benzyl adenin) paling banyak digunakan untuk
memacu penggandaan tunas karena mempunyai aktivitas yang kuat dibandingkan
dengan kinetin (Zaer dan Mapes, l982).. BA mempunyai struktur dasar yang sama
dengan kinetin tetapi lebih efektif karena BA mempunyai gugus benzil (George
dan Sherington, l984).
15
BAB IV. METODE PELAKSANAAN
4.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan pada kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini
yaitu Bahan-bahan untuk media MS yang terdiri dari makro nutrient (NH4NO3,
KNO3, CaCl2.2H2O, KH2PO4, MgSO4.7H2O), mikronutrien (H3BO3, KI,
MnSO4.H2O, ZnSO4.7H2O, Na2MoO4.7H2O, CuSO4.5H2O, CoCl2.6H2O),
Vitamin, zat besi (Fe), serbuk agar, gula, akuades, larutan bayclin, Clorox, tissue,
alkohol 70%, sabun colek dan tunas anggrek.
16
Tabel 1. Komposisi Media Murashige dan Skoog (Media MS)
Jumlah
Jumlah Bahan Jumlah yang dipipet
Stok Bahan Kimia
Bahan Kimia Kimia / 1 liter untuk 1 liter media
/ 1 liter stok
media MS (mg) MS (ml)
(g)
A NH4NO3 1650,000 82,500 20
B KNO3 1950,000 95,000 20
1. KH2PO4 172,000 34,000
2. H3BO3 6,200 1,240
C 3. KI 0,830 0,166 5
4. Na2MoO4 0,250 0,050
5. CoCl2. 6H2O 0,025 0,005
D CaCl2 2H2O 440,000 88,000 5
1. MgSO4. 7H2O 370,000 74,000
2. MnSO4. H20 16,900 3,380
E 5
3. ZnSO4. 7H2O 8,600 1,720
4. CuSO4. 5H2O 0,025 0,005
1. Na2EDTA. 2H2O 37,200 3,720
F 10
2. FeSO4. 7H2O 27,800 2,780
MYO Myoinositol 100,000 10,000 10
1. Thiamin 0,100 0,010
2. Pyridoxin 0,500 0,050
VIT 10
3. Niacin 0,500 0,050
4. Glyicin 2,000 0,200
Sumber: Data Sekunder
17
4.3.2 Sterilisasi Alat dan Bahan
Pelaksanaan prosedur kerja selama PKL di KBH Sidomulyo meliputi
seterilisasi alat yang sudah dibungkus plastik dan air aquades yang sudah
dimasukan dalam botol dan ditutup plastik dengan autoclave selama ± 30 menit
dengan teknanan 17.5 psi dan suhu 121oC.
19
Pengumpulan data secara langsung dilakukan dengan melakukan kegiatan
pembibitan kultur Kentang dengan menggunakan teknik kultur in vitro secara
langsung di KBH Sidomulyo Batu mulai dari Persiapan alat sampai proses
sterilisasi eksplan tanaman kentang. Selain itu pengumpulan data secara langsung
juga dilakukan dengan melakukan wawancara kepada pembimbing lapang dan
karyawan yang ahli di bidang kultur kentang mengenai berbagai permasalahan
dalam pelaksanaan kegiatan sterilisasi anggrek dengan metode kultur in vitro.
20
BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI PKL
5.1 Gambaran Umum UPT Pengembangan Benih Hortikultura
UPT Pengembangan Benih Hortikultura (PBH) Jawa Timur merupakan
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur yang bergerak
dibidang pengelolaan, penangkaran, pemasaran, pendistribusian, pengembangan
benih hortikultura dan pelayanan masyarakat berdasarkan Peraturan Gubernur
Jawa Timur Nomor: 128 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelayanan Teknis Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur.
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 128 Tahun 2008, secara
teknis operasional bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pertanian Provinsi
Jawa Timur. UPT Pengembangan Benih Hortikultura Jawa Timur mempunyai 26
pimpinan kebun yang tersebar di 14 Kota dan Kabupaten di Jawa Timur.
Berdasarkan Peraturan Gubernur JawaTimur Nomor : 128 tahun 2008, UPT
Pengembangan Benih Hortikultura (PBH) mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas dinas Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur dibidang pengelolaan,
penangkaran, pemasaran, pendistribusian, pengem-bangan benih hortikultura,
ketatausahaan dan pelayanan masyarakat. Dalam me-laksanakan tugas yang
sebagaimana dimaksud, UPT Pengembangan Benih Hortikultura mempunyai
fungsi sebagai berikut :
1. Pelaksanaan perencanaan dan penyediaan benih sumber, pohon induk, dan
pemurnian varietas.
2. Pelaksanaan pendistribusian dan pemasaran benih.
3. Pelaksanaan pengembangan produksi benih dan pemasarannya
21
4. Pelaksanaan tugas-tugas ketatausahaan.
5. Pelaksanaan pelayanan masyarakat.
6. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas Pertanian
Provinsi Jawa Timur.
Visi
Misi
22
Table 2. Daftar Lokasi KBH
Tinggi
Luas
No. Letak/Lokasi Tempat Potensi Komoditi
(ha)
m dpl
1 KBH Sukorame Kediri 5,020 62 Mangga, Jeruk, Duku
KBH Warujinggo
2 9,500 4 B. Merah, Mangga, Anggur
Probolinggo
KBH Pohjentrek
3 18,945 4 Mangga, Jambu air
Pasuruan
KBH Jampirogo
4 3,748 29 Mangga
Mojokerto
Mangga, Jambu air,
5 KBH Socah Bangkalan 4,425 4
Rambutan, Melati
6 KBH Torjun Sampang 12,360 8 Mangga
7 KBH Laden Pamekasan 14.320 8 Mangga, Jeruk
8 KBH Kodur Pamekasan 1,251 12 Mangga
KBH Panglemah
9 2,050 10 Mangga
Pamekasan
10 KBH Elakdaya Sumenep 9,050 8 Mangga
KBH Banasareh
11 4,770 11 Mangga
Sumenep
12 KBH Jabaan Sumenep 0,709 11 Mangga
KBH Kp. Anyar Rambutan, Manggis, Jeruk,
13 3,299 325
Banyuwangi Duku
14 KBH Jiwan Madiun 3,317 65 Mangga, jeruk
15 KBH Patrang Jember 5,014 89 Rambutan, Durian, Jahe
KBH Pringgodani Durian, Jeruk, Rambutan,
16 2,408 380
Nganjuk mangga, Duku
17 KBH Ngebel Ponorogo 0,654 735 Mangga
B. Merah, Apel, Sayuran
18 KBH Lebo Pujon Malang 6,791 1100
dataran tinggi
KBH Sapikerep Kentang, B. Merah, Sayuran
19 8,295 1240
Probolinggo dataran tinggi
20 KBH Prigen Pasuruan 0,950 300 Mangga
Kentang dan sayuran
21 KBH Tosari Pasuruan 2,288 1700
dataran tinggi
23
5.4 Keadaan Umum Kebun Benih Hortikultura (KBH) Sidomulyo Batu
KBH Sidomulyo merupakan salah satu Kebun Benih UPT Pengembangan
Hortikultura Jawa Timur sebagai pusat pengembangan dan koleksi komoditi
bunga dan jamur. Dipimpin oleh Suhandriyo, SP. KBH Sidomulyo Batu telah
berdiri sejak tahun 1990-an sebagai tempat pengembangan dan koleksi komoditi
tanaman hias, jamur dan komoditi yang terbaru dikembangkan di KBH ini adalah
komoditi kentang. Teknologi yang diterapkan di KBH Sidomulyo dalam rangka
pengembangan benih hortikultura adalah teknologi kultur in Vitro. KBH
Sidomulyo dilengkapi berbagai fasilitas guna menunjang kegiatan
perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur in vitro, seperti laboratorium
kultur in vitro, green house tempat aklimatisasi dan nursery, green house khusus
untuk isolasi tanaman induk. Selain itu di KBH Sidomulyo terdapat blok khusus
untuk pengembangan komoditi jamur mulai dari tempat pembuatan media,
sterilisasi media, ruang inokulasi jamur dan ruang penangkaran jamur.
24
Gambar 5. Peta KBH Sidomulyo Batu
Keterangan :
Blok 4 : Green house tempat isolasi tanaman induk anggrek dan laboratorium kultur
5.4.2 Komoditas
Komoditas yang dikembangkan di KBH Sidomulyo dengan menggunakan
teknologi kultur in vitro adalah komoditas anggrek (Orchidaceae), krisan
(Crysantemum L.) dan komiditi terbaru yang baru-baru ini dikembangkan di KBH
Sidomulyo adalah kultur kentang (solanum tuberosum L.)
25
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Hasil
6.1.1 Hasil Perlakuan IBA 0,5 dan BA 0
Tabel 3. Hasil Perlakuan IBA 0,5 dan BA 0
26
Menurut Bhojwani dan Razdan, sitokinin (Benzyl Adenin) umum
digunakan dalam proses regenerasi kultur in vitro karena zat pengatur tumbuh ini
berfungsi dalam pembelahan sel dan diferensiasi tunas adventif dari kalus. Benzyl
Adenin (BA) merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam merangsang
proses pembelahan sel dan diferensiasi tunas adventif dari kalus (BHOJWANI
dan RAZDAN, 1996). Sesuai dengan yang telah disebutkan di literatur bahwa
penambahan ZPT BA merangsang pembelahan sel dan diferensiasi tunas sehingga
pada penambahan BA pada perlakuan ini akan menghasilkan jumlah ruas yang
terbanyak di bandingkan dengan perlakuan lainnya.
Jumlah akar pada perlakuan ini menghasilkan jumlah yang paling sedikit
dari semua perlakuan. Jumlah akar yang sedikit dapat disebabkan karena tidak
seimbangnya pemberian sitokinin dan pemberian auksin.Dalam hal ini
pertumbuhan akar selain dihambat oleh konsentrasi sitokinin yang tinggi, juga
terjadi penghambatan yang disebabkan terbentuknya etilen. Dengan semakin
meningkatnya konsentrasi sitokinin sampai 10 mg/l jumlah akar cenderung
semakin menurun, diduga dalam jaringan plantlet terjadi proses penghambatan
pembentukan akar oleh BAP (Kardaji, 2007).
27
merangsang pembelahan sel tanaman dan berinteraksi dengan auksin dalam
menentukan arah diferensiasi sel. Apabila perbandingan konsentrasi sitokinin
lebih besar dari auksin, maka pertumbuhan tunas dan daun akan terstimulasi.
Sebaliknya apabila sitokinin lebih rendah dari auksin, maka mengakibatkan
menstimulasi pada pertumbuhan akar. Apabila perbandingan sitokinin dan auksin
berimbang, maka pertumbuhan tunas, daun, dan akar akan berimbang pula.
28
6.6 Kontaminasi
Berdasarkan pengamatan pada eksplan tanaman kentang kontaminasinya
terjadi mulai hari ke 9 setelah tanam dan hari ke 12 setelah tanam.
Tabel 6. Hari Kontaminasi Pada Eksplan
29
kurang steril. Selain itu adanya uap air yang menempel pada plastik penutup dapat
menjadi vektor masuknya kontaminan melalui celah-celah kecil pada lipatan
plastik.Hal ini membuktikan bahwa prosedur sterilisasi dan jenis sterilan yang
digunakan pada penelitian ini tidak cukup kuat untuk mematikan bakteri dan
jamur karena sumber kontaminan yang kemungkinan ada di dalam epidermis
bahkan di ruang intraseluler tidak terkena oleh perlakuan sterilisasi permukaan
(Pence dan Sandoval, 2002)
Kontaminasi ini dapat berasal dari sumber eksplan (internal), dan terbawa
saat proses penanaman yang kurang baik atau lingkungan tumbuh kultur yang
kurang memadai (eksternal).Kontaminasi bersumber dari eksplan, ditandai dengan
munculnya kontaminasi pada daerah eksplan sehingga menyebar kedalam media.
Bakteri atau mikroorganisme endofik (Mikroorganisme yang hidup didalam sel
atau ruangan antar sel tanaman) merupakan biota dari tanaman sumber eksplan,
yang sulit diatasi dengan sterilisasi permukaan. Keadaan ini menyebabkan koloni
bakteri sering tidak muncul pada saat eksplan baru dikulturkan pertama kali.
Bakteri tersebut tetap ada setelah disubkulturkan berkali-kali, karena hidupnya
memang secar endofit didalam jaringan tanaman (Yusnita, 2003).
Menurut Irwanto, (2001) bakteri yang mengkontaminasi eksplan akan
membentuk gumpalan lumpur pada permukaan medium dan berwarna kuning atau
orange dan berbusa, sedangkan fungi (jamur) berwarna putih dan berbentuk bulu-
bulu halus, biasanya menyerang permukaan unjung atas eksplan.
30
dapat terlihat bahwa setelah 12 hari setelah tanam pada media muncul koloni
jamur pada permukaan media.
31
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa media yang digunakan adalah media MS (Murashige dan
Skoog). Alat dan Bahan yang digunakan eksplan adalah media MS, bahan
sterilisasi, eksplan, spirtus, tisu, pisau scalpel, pinset, bunsen, cawan petri dan
botol. Eksplan yang yang terkontaminasi mulai terjadi pada 9 hari setelah tanam
dan pada 12 hari setelah tanam semua perlakuan mengalami kontaminasi.
Pemberian ZPT dengan konsentrasi seimbang sangat diperlukan untuk
mendapatkan keberhasilan kultur.Pemberian sitokinin berguna untuk
Pembentukan tunas in vitro sangat menentukan keberhasilan produksi bibit yang
cepat dan banyak. Semakin banyak tunas yang terbentuk akan berkorelasi positif
dengan bibit yang dapat dihasilkan melalui kultur jaringan. Dengan demikian
untuk memacu faktor multiplikasi tunas yang tinggi diperlukan penambahan zat
pengatur tumbuh sitokinin. Pemberian auksin berguna untuk Perakaran dengan
kualitas yang baik sangat menentukan keberhasilan dalam tahap aklimatisasi.
Untuk itu formulasi media yang tepat sangat menentukan kualitas akar.
Pembentukan akar dari tunas in vitro pada tanaman tertentu sangat cepat
contohnya pada tembakau, mentimun, nilam, dan beberapa kultur lainnya. Akar
tersebut dapat dihasilkan pada media yang sama untuk pertunasan. Namun pada
tanaman tertentu pembentukan akarnya sangat sulit sehingga diperlukan media
tumbuh baru yang mengandung auksin.
Dapat di simpulkan bahwa pemberian ZPT yang terbaik adalah kombinasi
antara konsentrasi IBA 0,25 dan BA 0,25. Karena menghasilkan pertumbuhan
ruas dan akar yang seimbang sehingga baik untuk mencapai keberhasilan kultur
jaringan pada kentang varietas Granola Kembang.
7.2 Saran
Dalam kegiatan kultur jaringan harus mengituti SOP dan harus sudah
terbiasa dengan kegiatan kultur jaringan
32
DAFTAR PUSTAKA
A.K Kardaji dan A. Buchory, 2007, Pengaruh NAA dan BAP terhadap
Pertumbuhan Jaringan Meristem Bawang Putih pada Media B5, Bandung,
Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Alconero,R.,A.G.Santiago,F.MoralesdanF.Rodriguez.1975.Meristemtipcultureand
virus indexing of sweet potatoes.Phytopathology65:769-773.
Ali, Gowher et al. 2007. Callus Induction and in vitro Complete Plant
Regeneation of Different Cultivars of Tobacco (Nicotiana Tabaccum L. )
on media of Different Hormonal Consentration. Biotechnology 6 (4) :561-
566. ISSN Asian Network for Scientific Information.
Badan Pusat Statistik. 2009. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang.
http://www.bps.go.id.
33
Flick, C.E., D.A. Evans, and W.R. Sharp. 1993. Organogenesis. In D.A. Evans,
W.R. Sharp, P.V. Amirato, and T. Yamada (eds.) Handbook of Plant Cell
Culture Collier Macmillan. Publisher London. p. 13-81
George, E.F. and P.D. Sherington. l984. Plant Propagation by Tissue Culture.
Handbook and Directory of Commercial Laboratories. Exegetic. England.
709 p.
Gunarto, A. 2007. Prospek Agribisnis Kentang G4 Sertifikat Di Kabupaten
Sukabumi. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknik Budidaya Pertanian.
Pence, V.C and J.A. Sandoval. 2002. Controlling contamination during in vitro
collecting. In: Pence V.C., J.A. Sandoval, V.M. Villalobos A., and F.
Engelmann (eds.). In vitro Collecting Techniques for Germplasm
Conservation. Rome: IPGRI Technical Bulletin No. 7.
Purnomo. 2009. Pembiakan In Vitro dan Aklimatisasi Planlet Pisang Raja Sere.
Agrotopika: Volume II (1): 6-12
Purwito, A, G.A. Wattimena, dan N.A. Mantjik. 1995. Propagul mikro sumber
penghasil umbi kentang. Agrotek 2(2): 11 -16.
Rubatsky, V., dan M. Yamaguchi. 1995. Sayuran Dunia: Prinsip, produksi, dan
gizi. Penerbit ITB. Bandung
34
Rukmana, Rahmat. 2002. Kentang ; Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius.
Yogyakarta.
Santoso dan Nursandi. 2004. Kultur Jaringan Tanaman. Malang: UMM Press.
Setiadi dan Nurul Huda. 2003. Kentang; Varietas dan Pembudidayaan. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Susiyati & Prahardini, PER 2004, Usulan dan pelepasan varietas unggul granola
kembang, Diperta Provinsi Jatim. hlm. 15.
Wareing , P.F. and I.D.J. Phillips. 1970. The Control of Growth and
Differentiations in Plants. Pergamon. Press. Oxford
Zaer and Mapes. 1982. Action of growth regeneration. In Bonga and Durzan
(eds.) Tissue Culture in Forestry. Martinus Nijhoff London. p. 231-235.
35
LAMPIRAN
36
Subkultur yang tidak Subkultur yang terkontaminasi
terkontaminasi
37