Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Karakteristik tanaman kentang

Kentang (Solanum tuberosum L.) termasuk jenis sayuran semusim, berumur


pendek, dan berbentuk perdu atau semak. Kentang termasuk tanaman semusim
karena hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Umur tanaman relatif
pendek, hanya 90–180 hari. Spesies Solanum tuberosum L. mempunyai banyak
varietas. Umur tanaman kentang bervariasi menurut varietasnya. Kentang varietas
genjah berumur 90–120 hari, varietas medium berumur 120–150 hari, dan varietas
dalam berumur 150–180 hari (Setiadi, 2009).

Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), kentang diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Tubiflorae

Famili : Solanaceae

Genus : Solanum

Spesies : Solanum tuberosum L. (Samadi, 2007)

Kentang memiliki kadar air yang cukup tinggi sekitar 78%. Setiap 100 g kentang
mengandung kalori 374 kal, protein 0,3 g, lemak 0,1 g, karbohidrat 85,6, kalsium 20
mg, fosfor 30 mg, zat besi 0,5 mg, dan vitamin B 0,04 mg.

6
7

Berdasarkan nilai kandungan gizi tersebut, kentang merupakan sumber utama


karbohidrat, seingga sangat bermanfaat untuk meningkatkan energi di dalam tubuh
(Samadi, 2007).

1. Daun

Tanaman kentang umumnya berdaun rimbun. Helaian daun berbentuk poling


atau bulat lonjong, dengan ujung meruncing, memiliki anak daun primer dan
sekunder, tersusun dalam tangkai daun secara berhadap-hadapan yang menyirip
ganjil. Warna daun hijau keputih–putihan. Posisi tangkai utama terhadap batang
tanaman membentuk sudut kurang dari 45o atau lebih besar 45o. Pada dasar tangkai
daun terdapat tunas ketiak yang dapat berkembang menjadi cabang sekunder. Daun
berkerut–kerut dan permukaan bagian bawah daun berbulu. Daun tanaman berfungsi
sebagai tempat proses asimilasi untuk pembentukan karbohidrat, lemak, protein dan
vitamin yang digunakan untuk pertumbuhan vegetatif, respirasi dan persediaan
tanaman (Rukmana, 1997)

2. Batang

Batang tanaman kentang berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung pada
jenis varietasnya. Batang tanaman memiliki buku–buku, berongga, dan tidak berkayu,
namun agak keras bila dipijat. Diameter batang kecil dengan tinggi dapat mencapai
50–120 cm, batang tumbuh menjalar. Warna batang hijau kemerah-merahan atau
hijau keungu–unguan. Batang tanaman berfungsi sebagai jalan zat–zat hara dari tanah
ke daun dan untuk menyalurkan hasil fotosintesis dari daun ke bagian tanaman yang
lain (Rukmana, 1997).

3. Akar

Tanaman kentang memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar


tunggang dapat menembus tanah sampai kedalaman 45 cm, sedangkan akar serabut
umumnya tumbuh menyebar ke arah samping dan menembus tanah dangkal. Akar
8

tanaman berwarna keputih– putihan dan halus berukuran sangat kecil. Di antara akar–
akar tersebut ada yang akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi (stolon)
yang selanjutnya akan menjadi umbi kentang. Akar tanaman berfungsi menyerap zat–
zat yang diperlukan tanaman dan untuk memperkokoh berdirinya tanaman (Samadi,
1997).

4. Bunga

Bunga kentang berkelamin dua (hermaphroditus) yang tersusun dalam


rangkaian bunga atau karangan bunga yang tumbuh pada ujung batang dengan tiap
karangan bunga memiliki 7–15 kuntum bunga. Warna bunga bervariasi : putih,
merah, biru. Struktur bunga terdiri dari daun kelopak (calyx), daun mahkota (corolla),
benang sari (stamen), yang masing–masing berjumlah 5 buah serta putih 1 buah.
Bunga bersifat protogami, takni putik lebih cepat masak daripada tepung sari. Sistem
penyerbukannya dapat menyerbuk sendiri ataupun silang (Rukmana,1997).

Menurut Samadi (1997) Bunga kentang yang telah mengalami penyerbukan


akan menghasilkan buah dan biji–biji. Buah kentang berbentuk bulat, bergaris tengah
kurang lebih 2,5 cm, berwarna hijau tua sampai keungu–unguan dan tiap buah berisi
500 bakal biji. Bakal biji yang dapat menjadi biji hanya berkisar 10 butir sampai
dengan 300 butir. Biji kentang berukuran kecil, bergaris tengah kurang lebih 0,5 mm,
berwarna krem, dan memiliki masa istirahat (dormansi) sekitar 6 bulan.

5. Umbi

Umbi terbentuk dari cabang samping diantara akar–akar. Proses pembentukan


umbi ditandai dengan terhentinya pertumbuhan memanjang dari rhizome atau stolon
yang diikuti pembesaran sehingga rhizome membengkak. Umbi berfungsi
menyimpan bahan makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan
air (Samadi, 1997).
9

Selain mengandung zat gizi, umbi kentang mengandung zat solanin yang
beracun dan berbahaya bagi yang memakannya. Racun solanin akan berkurang atau
hilang apabila umbi telah tua sehingga aman untuk dimakan. Tetapi racun solanin
tidak dapat hilang apabila umbi tersebut keluar dari tanah dan terkena sinar matahari.
Umbi kentang yang masih mengandung racun solanin berwarna hijau walaupun telah
tua (Samadi, 1997).

Kondisi topografi yang mendukung usaha tani kentang, tidak serta merta
dapat meningkatkan produktivitas kentang yang dihasilkan. Beberapa kendala yang
menyebabkan kurang berhasilnya usahatani kentang adalah rendahnya kualitas bibit
yang digunakan, produktivitas rendah, teknik bercocok tanam yang kurang baik
khususnya pemupukan kurang tepat, baik dosis maupun waktunya, dan keadaan
lingkungan yang memang berbeda dengan daerah asal kentang (Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Yogyakarta 2004).

Menurut Samadi (2007), kentang dibedakan menjadi tiga golongan


berdasarkan warna umbinya, yaitu:

1) Kentang putih, yaitu jenis kentang dengan warna kulit dan daging umbi putih,
misalnya varietas Atlantic, Marita, Donata, dan lainnya.
2) Kentang kuning, yaitu jenis kentang yang umbi dan kulitnya berwarna kuning,
misalnya varietas Granola, Cipanas, Cosima, dan lainnya.
3) Kentang merah, yaitu kentang dengan warna kulit dan daging umbi merah,
misalnya varietas Desiree dan Arka.
B. Syarat Tumbuh Tanaman Kentang
1) Iklim

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) menghendaki iklim dengan suhu


udara dingin dan lembab. Untuk tumbuh dengan baik tanaman memerlukan curah
hujan rata-rata 1500 mm/tahun. Lama penyinaran matahari penuh yang dibutuhkan
adalah 9-10 jam dengan intensitas cahaya rendah, kelembapan 70-90 % dan
10

ketinggian tempat antara 1000- 3000 mdpl. Suhu yang paling tepat untuk
pertumbuhan kentang adalah 20oC-24oC pada siang hari, sedangkan pada malam hari
yaitu 8oC-12oC. Suhu yang cocok selama periode pertumbuhan dari mulai bertunas
sampai stadium primordia bunga yaitu 12oC-16oC. Sedangkan setelah stadium
primordia bunga suhu yang cocok yaitu 19oC-20oC. Kentang dapat tumbuh baik
pada suhu rata-rata 15oC-20oC, jika suhu rata-rata melebihi 23oC daun biasanya
akan menjadi kecil serta jarak antar ruas menjadi Panjang (Soelarso, 1997).

Kentang sangat peka terhadap air, sehingga penanamannya dianjurkan pada


akhir musim hujan. Kelembaban di dalam tanah berpengaruh besar, jika intensitasnya
meningkat dapat menyebabkan pertumbuhan umbi tidak normal dan banyak
mengeluarkan cabang-cabang. Angin kencang dapat membuat batang tidak kuat dan
mudah patah, sehingga pada daerah yang memiliki potensi angin yang tinggi
budidaya dilakukan di dalam green house (Neni, 2010).

2) Kesuburan Tanah

Kentang menghendaki tanah yang subur dengan kandungan bahan organik


yang tinggi. Jenis tanah andisol merupakan pilihan yang tepat, jenis tanah ini
umumnya ditemukan di dataran tinggi atau dilereng-lereng yang tinggi (Hartus,
2001).

Kesuburan tanah memegang peranan penting untuk budidaya tanaman


kentang, fungsi tanah sebagai penyangga akar, penyedia air, zat hara dan udara untuk
pernafasan akar tanaman. Kondisi media tumbuh yang dibutuhkan tanaman kentang
adalah berstruktur remah, gembur dan banyak mengandung bahan organik. Areal
lahan penanaman untuk budidaya komoditas ini harus berdrainase baik dan memiliki
lapisan olah yang dalam agar perakaran dapat menembus tanah untuk mengambil
unsur hara dan melakukan fotosintesis, sehingga didapatkan makanan untuk seluruh
bagian tanaman. Kondisi keasaman tanah yang dikehendaki oleh kentang adalah 5,8-
11

7. Pengapuran dilakukan apabila pH kurang dari 5,8 dengan kapur dolomit yang
berstruktur rapuh, remah dan mudah mengikat asam (Neni, 2010).

C. Budidaya Tanaman Kentang


1. Persiapan Bibit

Dalam mempersiapkan bibit perlu dilakukan pemeliharaan terhadap bibit


sebelum dilaksanakannya penanaman, dalam hal ini yang dilakukan yaitu membuang
yang rusak atau sakit secara visual atau terlihat oleh mata telanjang sehingga akan
diperoleh bibit yang berkualitas baik dan dapat berproduksi tinggi serta memberikan
keuntungan yang besar.

Menurut Rukmana (1997), bibit kentang bermutu harus memenuhi syarat


sebagai berikut:

a) Bibit bebas hama dan penyakit


b) Bibit tidak tercampur varietas lain atau klon lain (murni)
c) Ukuran umbi 30–45 g berdiameter 35–45 mm (bibit kelas 1) dan 45–
60 g berdiameter 45–55 mm (bibit kelas 2) atau umbi belah dengan
berat minimal 30 g
d) Umbi bibit tidak cacat dan kulitnya kuat. Ciri umbi bibit yang siap
tanam adalah telah melampaui istirahat atau masa dormansi selama 4
bulan sampai 6 bulan dan telah bertunas sekitar 2 cm. penanaman
umbi bibit yang masih dalam masa dormansi atau belum bertunas
pertumbuhannya akan lambat dan produktivitasnya rendah. Umbi bibit
yang disimpan terlalu lama sampai pertumbuhan tunasnya panjang
harus dilakukan perompesan lebih dulu yang dikerjakan sebelum masa
tanam. Jika tidak dilakukan perompesan, tanaman akan tumbuh lemah.
2. Penyiapan Lahan
12

Lokasi penanaman kentang yang paling baik adalah tanah bekas sawah karena
hama dan penyakit berkurang akibat sawah selalu berada dalam kondisi anaerob.
Kegiatan persiapan lahan tanaman kentang hingga siap tanam dilakukan melalui
beberapa tahap. Tahap awal dari kegiatan tersebut adalah perencanaan yang meliputi
penentuan arah bedengan, terutama pada lahan berbukit, pembuatan selokan,
pemeliharaan tanaman dan pemupukan (Samadi, 1997).

Tahap berikutnya adalah pengolahan tanah dengan cara pembajakan atau


pencangkulan sedalam kurang lebih 30 cm hingga gembur, kemudian diistirahatkan
selama 1–2 minggu. Pengolahan tanah dapat diulangi sekali lagi hingga tanah benar–
benar gembur sambil meratakan tanah dengan garu atau cangkul untuk memecah
bongkahan tanah berukuran besar. Setelah pembajakan tanah dan penggemburan
dilakukan pembuatan bedengan dan selokan untuk irigasi atau pengairan. Bedengan
dibuat membujur searah Timur–Barat, agar penyebaran cahaya matahari dapat
meratamengenai seluruh tanaman. Bedengan berukuran lebar 70–100 cm, tinggi 30
cm, jarak antar bedeng yang merupakan lebar selokan adalah 40 cm dan panjangnya
disesuaikan dengan kondisi lahan. Kedalaman selokan sama dengan tinggi bedengan
(30 cm). Selanjutnya di sekeliling petak– petak bedengan dibuat selokan untuk
pembuangan air (drainase) sedalam 50 cm dengan lebar 50 cm (Handayani, 2009).

3. Pemupukan

Pemupukan dasar adalah tahapan terakhir dari kegiatan persiapan lahan. Pupuk
dasar yang terdiri dari pupuk organik dan pupuk anorganik diberikan sebelum tanam.
Pupuk organik diberikan pada permukaan bedengan kira–kira satu minggu sebelum
tanam. ketika penggemburan tanah terakhir dan dengan diberikan pada lubang tanam.
Pupuk anorganik yang berupa TSP diberikan sebagai pupuk dasar sebanyak 300 kg
sampai 350 kg per hektar bersamaan dengan pemberian pupuk organik. Kebutuhan
pupuk organik mencapai 20–30 ton per hektar, Pemupukan susulan dilakukan pada
13

saat sebelum pembumbunan yaitu menggunakan kombinasi Urea, TSP, KCl, atau ZA,
TSP, KCl dengan waktu dan dosis pemberian pupuk (Samadi, 1997).

4. Penanaman

Waktu tanam yang sesuai sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman.


Waktu tanam yang paling baik di daerah dataran tinggi adalah pada kondisi cerah.
Khusus di dataran menengah waktu tanam yang paling baik adalah musim kemarau
agar pada saat pembentukan umbi kentang keadaan suhu malam hari paling rendah.
Penanaman bibit kentang yang paling baik dilakukan pada pagi atau sore hari.
Penanaman pada siang hari dapat menyebabkan kelayuan sehingga tanaman
terhambat pertumbuhannya, bahkan tanaman menjadi mati (Rukmana, 1997).

Penanaman bibit kentang yang paling sederhana yaitu dengan cara umbi bibit
diletakkan dalam alur tepat di tengah–tengah dengan posisi tunas menghadap keatas
dan jarak antara umbi bibit dalam alur adalah 25–30 cm. Khusus di dataran
menengah, jarak tanam diatur 50–30 cm untuk sistem bedengan atau 60–70 cm x 30
cm untuk sistem guludan (Sutabradja, 2008).

5. Pemeliharan Tanaman
a) Pengairan

Pada awal pertumbuhan diperlukan ketersediaan air yang memadai. Pengairan


harus kontinyu sekali seminggu atau tiap hari, tergantung cuaca dan keadaan air.
Waktu pengairan yang paling baik adalah pagi hari atau sore hari saat udara dan
penguapan tidak terlalu tinggi dan penyinaran matahari tidak terlalu terik. Cara
pengairan adalah dengan sistem dileb (digenangi) hingga air basah, kemudian air
dibuang melalui saluran pembuangan air (Rukmana, 1997).

b) Penyiangan
14

Penyiangan dilakukan segera setelah terlihat adanya pertumbuhan rumput dengan


memperhitungkan pula bila selesai kegiatan ini akan dilanjutkan dengan
pembumbunan. Waktu penyiangan umumnya saat tanaman kentang berumur 1 bulan.
Cara menyiangi adalah mencabuti atau membersihkan rumputdengan alat bantu
tangan atau kored. Penyiangan dilakukan secara berhati–hati agar tidak merusak
perakaran tanaman kentang. Penyiangan sebaiknya dilakukan pada daerah kira– kira
15 cm disekitar tanaman (Rukmana, 1997).

c) Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan sebanyak 1 kali selama satu musim tanam,


pembumbunan yang pertama dilakukan setelah umur 40 hari setelah tanam. Tujuan
pembumbunan ialah memberi kesempatan agar stolon dan umbi berkembang dengan
baik, memperbaiki drainase tanah, mencegah umbi kentang yang terbentuk terkena
sinar matahari dan mencegah serangan hama penggerek umbi (Phithorimaea
opercuella). Cara pembumbunan adalah menimbun bagian pangkal tanaman dengan
tanah sehingga terbentuk guludan–guludan (Rukmana, 1997). Ketebalan
pembumbunan pertama kira – kira 10 cm, pembumbunan kedua juga kira-kira 10 cm
sehingga ketinggian pembumbunan mencapai kira–kira 20 cm (Suseno, 2014).

d) Pengendalian Hama Terpadu

Pada budidaya kentang, sering terdapat gangguan seperti masalah teknis dan
Organisme Pengganggu Tanaman. Centre International Potato bekerjasama dengan
Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang telah mengiventarisasi OPT
pada kentang yang menghasilkan 72 jenis, terdiri dari 4 bakteri patogen, 13 cendawan
patogen, 15 jenis virus patogen, 8 jenis penyakit fisiologi, 31 jenis hama dan 1 jenis
mikoplasma patogen. Jumlah sebanyak itu dikumpulkan dari beberapa negara
maupun daerah penghasil utama kentang (Semangun, 2007).
15

Pengendalian terhadap Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada kentang


perlu dilakukan secara berkala. Pada musim hujan seringkali mengalami serangan
penyakit tetapi sebaliknya pada musim kemarau hama sering menimbulkan masalah
yang serius. Disadari bahwa penggunaan pestisida yang berlebihan akan memberikan
dampak yang merugikan. Untuk menghadapi permasalahan tersebut dalam upaya
meningkatkan produktivitas kentang sebaiknya para petani perlu dibekali
pengendalian hama terpadu (Semangun, 2007).

e) Panen

Tanaman kentang dipanen pada umur 90-160 hari setelah tanam (HST) dan
hasilnya beragam tergantung kultivar, wilayah produksi, dan kondisi pemasaran.
Kultivar adalah sekelompok tanaman yang memiliki satu atau lebih ciri yang dapat
dibedakan secara jelas, tetap mempertahankan ciri-ciri yang khas, dan sistem
reproduksinya secara seksual dan aseksual. Hasil yang tinggi biasanya dicapai oleh
kultivar umur dalam dan musim tanam yang panjang. Panen dilakukan sebelum
terjadi senescence daun atau kematian akibat bunga es dan umbi belum berkembang
penuh (Rukmana,1997).

D. Perkembangan Generasi Turunan Kentang

Umbi yang dihasilkan oleh planlet ataupun mother plant disebut sebagai umbi
G0/ basic seed A atau umbi mini, sedang dari penanaman umbi G0 diperoleh umbi
G-1/ basic seed B. Selanjutnya dari penanaman G-1 dihasilkan umbi G-2 /foundation
seed dan dari G-2 dihasilkan umbi G-3/ stock seed. Apabila kualitas G-3 masih bagus
dengan syarat tingkat serangan penyakit rendah maka dilanjutkan untuk
menghasilkan G-4/ extension seed. Penanaman umbi G-0 dan G-1 dilakukan dirumah
kaca dengan media tanam steril dan lingkungan yang terisolir hama dan penyakit
tanaman, sedang G-2, G-3 dan G-4 di tanam di lapang (Wardiyati, 2003).
16

Perbanyakan produk benih kentang dilakukan dengan pemanfaatan metode


bioteknologi kultur jaringan. Teknik kultur jaringan adalah suatu metode untuk
mengisolasi bagian dari tanaman, seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan,
dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian
tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap
(Gunawan, 1987). Dilanjutkan dengan aklimatisasi yaitu pemindahan plantlet dari
lingkungan in vitro ke lingkungan semi steril di rumah kaca. Pada tahap ini plantlet
diadaptasikan dari lingkungan heterotrof ke lingkungan autorotrof dann induksi untuk
membentuk tunas sebagai bahan stek yang siap tanam (Rainiyati,dkk, 2011).
Perbanyakan stek selanjutnya dengan cara stek pucuk yang dipanen setelah kentang
berumur 1 bulan yang dapat dilakukan dengan selang waktu 2 minggu (Karjadi dan
Buchory, 2008). Penggunaan teknik perbanyakan stek di samping meningkatkan
jumlah stek yang berkualitas, juga untuk mempersingkat masa penyediaan benih
(Suyamto dkk, 2005).

Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan suatu cara perbanyakan


tanaman menggunakan bagian-bagian tanaman seperti batang, cabang, ranting,
pucuk, daun, umbi dan akar untuk menghasilkan tanaman baru yang sama dengan
induknya. Perbanyakan tanaman secara vegetatif itu tanpa melalui perkawinan atau
tidak menggunakan biji dari tanaman induk (BPTH, 2009). Beberapa cara
perbanyakan vegetatif antara lain dengan cara okulasi, cangkok dan stek batang. Stek
(cutting atau stuk) atau potongan adalah menumbuhkan bagian atau potongan
tanaman, sehingga menjadi tanaman baru.

Keuntungan pembibitan secara vegetatif antara lain keturunan yang didapat


mempunyai sifat genetik sama dengan induknya, tidak memerlukan peralataan
khusus, alat dan teknik yang tinggi kecuali untuk produksi bibit dalam skala besar,
produksi bibit tidak tergantung pada ketersediaan benih/musim buah, bisa dibuat
secara kontinyu dengan mudah sehingga dapat diperoleh bibit dalam jumlah yang
cukup banyak, meskipun akar yang dihasilkan dengan cara vegetatif pada umumnya
17

relatif dangkal, kurang beraturan dan melebar, namun lama kelamaan akan
berkembang dengan baik seperti tanaman dari biji, umumnya tanaman akan lebih
cepat bereproduksi dibandingkan dengan tanaman yang berasal dari biji (Pudjiono,
1996). Selain itu, tanaman yang berasal dari perbanyakan secara vegetatif lebih cepat
berbunga dan berbuah. Kelemahan dari perbanyakan tanaman secara vegetatif, adalah
membutuhkan pohon induk yang lebih besar dan banyak, sehingga membutuhkan
biaya yang cukup tinggi (BPTH, 2009).

E. Proses perbanyakan bibit kentang G0

Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur


jaringan adalah :

a. Media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman
yang akan diperbanyak. Media yang di gunakan biasanya terdiri dari garam
mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu di perlukan juga bahan tambahan
seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang
ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung
dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi
ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan
juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf (Yusnita.
2003).
b. Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan
dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur
jaringan adalah tunas. Ada beberapa tipe jaringan yang di gunakan sebagai
eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah jaringan muda
yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah
18

(meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi.


Jaringan tipe pertama ini bisa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler,
bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan kedua
adalah jaringan parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang
sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan
tersebut adalah jaringan daun yang sudah berfotosistesis dan jaringan batang
atau akar yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan(Yusnita. 2003).
c. Sterilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus
dilakukan di tempat yang steril, yaitu dilaminar flow dan menggunakan alat-
alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu
menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang
digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril (Yusnita.
2003).
d. Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan
menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk
menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan
eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak
dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar (Yusnita. 2003).
e. Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukan adanya
pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang
dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari
untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat
adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi
akan menunjukan gejala seperti berwarna putih atau biru disebabkan oleh
jamur atau busuk disebabkan bakteri. (Yusnita. 2003).
f. Aklimatisasi
19

Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari


ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan
bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk
melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil
kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar.
Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara
bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara
yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif (Yusnita. 2003).

F. Media tanaman kentang

Media yang biasa digunakan pada penanaman stek umbi kentang adalah

media tanah dan pupuk kandang. Disamping media tersebut banyak media yang dapat

digunakan sebagai media tumbuh stek plantlet tanaman kentang dengan

memanfaatkan media antara lain cocopeat, serbuk gergaji, arang sekam dan pupuk

kandang. Mediamedia ini diharapkan dapat memberi hasil yang baik untuk

pertumbuhan stek umbi kentang. Arang sekam sebagai limbah pertanian tanaman

pangan yang murah, mudah di dapat dan ringan mulai banyak diminati masyarakat

untuk dimanfaatkan sebagaicampuran media tanam yang lain yaitu pasir, tanah,

pupuk kandang dan lain-lain. Arang sekam mempunyai sifat yang mudah mengikat

air, tidak mudah menggumpal, harganya relative murah, bahannya mudah didapat,

ringan, steril dan mempunyai porositas yang baik. Komposisi kimiawi dari arang

sekam sendiri terdiri dari SiO2 dengan kadar 72,28 % dan C sebanyak 31%.

Sementara kandungan lainnya terdiri dari Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO, dan Cu

dengan jumlah yang kecil (Bakri, 2008). Arang sekam dapat digunakan sebagai
20

media pilihan selain tanah pada budidaya tanaman dalam pot karena daya ikat

terhadap air cukup tinggi sehingga dapat mengurangi biaya pemeliharaan dalam hal

penyiraman ( Maspary. 2011. )

Karakteristik cocopeat sebagai media sapih adalah mampu mengikat dan

menyimpan air dengan kuat. Serbuk sabut kelapa (cocopeat) merupakan media yang

memiliki kapasitas menahan air cukup tinggi yaitu mencapai 14,71 kali bobot

keringnya (Sutater et al., 1998). Selanjutnya Hasriani dkk (2012) juga menyatakan

bahwa media sapih cocopeat memiliki kadar air dan daya simpan air masing-masing

sebesar 119 % dan 695,4 %. Media sapih cocopeat memiliki pori mikro yang mampu

menghambat gerakan air lebih besar sehingga menyebabkan ketersediaan air lebih

tinggi (Valentino, 2012).

Pupuk kandang digunakan sebagai media karena salah satu keunggulan dari

pupuk adalah mudah terdekomposisi dan unsure hara yang tinggi terutama unsur

phospat (Widowati, et al., 2005).

Pupuk kandang mempunyai peranan penting karena dapat memperbaiki

struktur tanah dan mempertahankan kesuburan tanah disamping sifatnya yang dapat

menahan air (Sumaryuono, 1981, William Cs (1996) . Menurut Donahue (1970) dan

Malherbe (1964) bahwa pemberian bahan organik dalam proses petapukan akan

berbentuk asam organik maupun an organik, yang dapat meningkatkan daya larut

unsur-unsur seperti Ca, P dan K. Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari

kotoran hewan/ternak. Susunan hara pupuk kandang tergantung macam dan jenis
21

hewan ternak. Nilai hara pupuk kandang dipengaruhi oleh makanan hewan yang

bersangkutan. Fungsi hewan tersebut sebagai pembantu pekerjaan atau dibutuhkan

dagingnya saja , jenis hewan dan jenis bahan yang digunakan sebagai alas kandang (

Agus, 2012 ).

Pupuk kandang tidak hanya ditentukan berdasarkan pasokan bahan organic

tetapi besarnya pasokan nitrogen. Nitrogen yang dilepaskan oleh aktivitas

mikroorganisme kemudian dimanfaatkan oleh tanaman. Pupuk kandang mempunyai

pengaruh yang baik terhadap sifat fisik dan kimia tanah. Penggunaan pupuk kandang

untuk mempertahankan kesuburan tanah merupakan bentuk praktek pertanian organik

(Susanto, 2002).

Serbuk kayu merupakan limbah produsen atau perusahaan penggergajian kayu

yang jumlahnya cukup melimpah serta penggunaannya masih sangat kurang optimal.

Untuk mengurangi tingkat pencemaran yang tinggi serbuk kayu dapat dimanfaatkan

agar mempunyai nilai ekonomis, yakni menjadikannya sebagai media tanam bagi

tanaman kentang. (Muchroji & Cahyana, 2010).

G. Hipotesis

Diduga media tambahan pupuk kandang mampu memberikan pertumbuhan

tanaman setek umbi bibit kentang G0 varietas granola dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai