PENDAHULUAN
1
Kehadiran hama-hama bawang merah tersebut dapat mempengaruhi petani
untuk melakukan pengendalian dengan menggunakan insektisida berbahan kimia.
Kelebihan penggunaan insektisida kimia selama ini terletak pada kemampuannya
untuk mengendalikan serangan hama secara cepat dan efektif menurut Akobundu
(1987) akan tetapi perlu dipertimbangakan dampak negatif dari penggunaan
insektisida kimia yang akan timbul karena penggunaan secara berlebihan, salah
satunya akan timbul resistensi terhadpa hama dan dapat berbahaya bagi organisme
bukan target serta dapat merusak tingkat kesuburan tanah.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui bioekologi pada hama tanaman bawang merah.
2. Untuk mengetahui bagaimana gejala serangan yang diakibatkan oleh hama
tersebut.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengendalian terhadap hama bawang merah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
c. Orong-Orong merupakan serangga berwarna coklat kehitaman yang aktif
pada senja hari. Serangga ini menyerang tangkai daun tanaman.
Pengendaliannya dengan menyemprotkan isektisida jenis Prado 25 EC.
d. Bercak Ungu Alternaria (trotol) dan busuk daun Otomatis (Colletotrichum)
merupakan penyakit yang menyerang daun tanaman bawang merah dengan
gejala pertamanya daun akan terdapat bercak-bercak putih yang kemudian
akan menjadi bercak cokelat tua atau keunguan. Serangan yang selanjutnya
daun akan menguning dan akhirnya mati. Penyakit otomatis terjadi pada umbi
dan juga daun yang dapat menyebabkan daun berwarna cokelat dan akhirnya
mati. Pengendalian penyakit ini dengan penggunakan bahan tanaman yang
baik dan mengatur jarak tanam agar tidak terlalu rapat. Jika sudah terlihat
serangan awal, maka daun disemprot dengan fungisida seperti Dithane M-45,
Polyram 80 WP, Antracol 70 WP, Indafol 476 F, Zincofol 68 WP.
e. Busuk Umbi Fusarium dan Busuk Putih Sclerotium merupakan penyakit yang
menyerang umbi bawang merah dengan gejala umbi akan membusuk setelah
ditanam. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan memilih bibit
tanaman dan membuang umbi yang telah busuk.
f. Busuk daun Stemphylium penyakit yang menyerang daun. Gejala awalnya
daun akan busuk, kemudian menyebar pada daun-daun yang lebih muda dan
umbi. Penyakit ini disebabkan oleh drainase yang kurang baik.
Pengendaliannya dengan menyemprotkan fungisida seperti pada penyakit
otomatis.
4
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida (berkeping satu/monokotil)
Sub Kelas : Liliidae
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae (suku bawang-bawangan)
Genus : Allium
Spesies : Allium Cepa Var.Aaggregatum L.
5
2.3.3 Thrips tabaci
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Thysanoptera
Famili : Thripidae
Genus : Thrips
Spesies : Thrips tabaci Lindeman
2.3.4 Ulat Tanah (Agrotis ipsilon Hufn.)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Genus : Agrotis
Spesies : Agrotis ipsilon
2.3.5 Hama Penggorok Daun (Liriomyza huidobrensis)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Family : Agromyzidae
Genus : Liriomyza
Spesies : Liriomyza huidobrensis
6
BAB III
PEMBAHASAN
Telur berbentuk bulat sampai bulat panjang, diletakkan oleh induknya dalam
bentuk kelompok pada permukaan daun atau batang dan tertutup oleh bulu-bulu
atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum terdapat 80 butir. Jumlah
telur yang dihasilkan oleh seekor ngengat betina sekitar 500 – 600 butir. Setelah 2
hari telur menetas menjadi larva. Larva atau ulat muda berwarna hijau dengan garis-
garis hitam pada punggungnya. Ulat tua mempunyai beberapa variasi warna, yaitu
hijau, coklat muda dan hitam kecoklatan. Ulat yang hidup di dataran tinggi
umumnya berwarna coklat. Stadium ulat terdiri dari 5 instar. Instar pertama
panjangnya sekitar 1,2 – 1,5 mm, instar kedua sampai instar terakhir antara 1,5 –
19 mm. Setelah instar terakhir ulat merayap atau menjatuhkan diri ke tanah untuk
berkepompong. Stadium larva berlangsung selama 8 – 10 hari.
Pupa berwarna coklat muda dengan panjang 9 – 11 mm, tanpa rumah
pupa. Pupa berada di dalam tanah dengan kedalaman + 1 cm, dan sering dijumpai
juga pada pangkal batang, terlindung di bawah daun kering, atau di bawah partikel
tanah. Pupa memerlukan waktu 5 hari untuk berkembang menjadi ngengat.
Rentangan sayap ngengat panjangnya antara 25 – 30 mm. Sayap depan berwarna
coklat tua dengan garis-garis yang kurang tegas dan terdapat pula bintik-bintik
hitam. Sayap belakang berwarna keputih-putihan dan tepinya bergaris-garis
7
hitam. Ngengat betina mulai bertelur pada umur 2 – 10 hari. Hama ulat bawang
tersebut menyebar di daerah sentra produksi bawang merah di Sumatera, Jawa,
Nusa Tenggara Barat dan Irian.
3.1.2 Ulat grayak (Spodoptera litura)
Imago betina meletakkan telur pada malam hari, telur berbentuk bulat sampai
bulat lonjong telur di letakkan secara berkelompok di atas permukaan daun tanaman
bawang merah. Dalam satu kelompok jumlah telur antara 30 – 100 butir, telur-telur
dapat menetas dalam waktu 2 – 4 hari. Aktivitas larva terutama terjadi pada malam
hari, namun larva instar akhir juga sering ditemukan berada pada permukaan daun
bawang untuk melakukan aktivitas makan pada pagi dan sore hari. Stadium larva S.
litura hidup pada tanaman bawang merah berkisar 9 – 14 hari. Larva instar akhir
bergerak dan menjatuhkan diri ketanah dan setelah berada di dalam tanah larva
tersebut memasuki prapupa dan kemudian berubah menjadi pupa.
8
Pupa S. litura berwarna cokelat muda dan pada saat akan menjadi imago
berubah menjadi cokelat kehitam-hitaman. Pupa memiliki panjang 9-12 mm, dan
bertipe obtek, pupa berada di dalam tanah dengan kedalaman kurang lebih 1 cm,
dan sering di jumpai pada pangkal batang, terlindung di bawah daun kering atau di
bawah partikel tanah. Pupa berkisar 5-8 hari bergantung pada ketinggian tempat di
atas permukaan laut (Anonim, 2004). Imago memiliki panjang yang berkisar 10-14
mm dengan jarak rentangan sayap 24-30 mm. Sayap depan berwarna putih keabu-
abuan, pada bagian tengah sayap depan terdapat tiga pasang bintik-bintik yang
berwarna perak. Sayap belakang berwarna putih dan pada bagian tepi berwarna
cokelat gelap. Suhu optimum yang di butuhkan oleh serangga ini adalah 28oC.
3.1.3 Thrips tabaci
9
brokoli, kubis, wortel, kubis bunga, kapas, mentimun, bawang putih, melon,
bawang merah, pepaya, nenas, tomat, dan tembakau.
3.1.4 Ulat Tanah (Agrotis ipsilon Hufn.)
Telur diletakkan satu-satu atau dalam kelompok. Bentuk telur seperti kerucut
terpancung dengan garis tengah pada bagian dasarnya 0,5 mm. Seekor betina dapat
meletakkan 1.430 – 2.775 butir telur. Stadium telur berlangsung 4 hari.
Larva menghindari cahaya matahari dan bersembunyi di permukaan tanah kira-kira
sedalam 5 – 10 cm atau dalam gumpalan tanah. Larva aktif pada malam hari untuk
menggigit pangkal batang. Larva yang baru keluar dari telur berwarna kuning
kecoklat-coklatan dengan ukuran panjang berkisar antara 1 – 2 mm. Sehari
kemudian larva mulai makan dengan menggigit permukaan daun. Larva
mengalami 5 kali ganti kulit. Larva instar terakhir berwarna coklat kehitam-
hitaman. Panjang larva instar terakhir berkisar antara 25 – 50 mm. Bila larva
diganggu akan melingkarkan tubuhnya dan tidak bergerak seolah-olah
mati. Stadium larva berlangsung sekitar 36 hari. Pembentukan pupa terjadi di
permukaan tanah. Pupa berwarna cokelat terang atau cokelat gelap. Lama stadia
pupa 5 – 6 hari.
Umumnya ngengat Famili Noctuidae menghindari cahaya matahari dan
bersembunyi pada permukaan bawah daun. Sayap depan berwarna dasar coklat
keabu-abuan dengan bercak-bercak hitam. Pinggiran sayap depan berwarna
putih. Warna dasar sayap belakang putih keemasan dengan pinggiran berenda
putih. Panjang sayap depan berkisar 16 -19 mm dan lebar 6 – 8 mm. Ngengat dapat
10
hidup paling lama 20 hari. Apabila diganggu atau disentuh, ngengat menjatuhkan
diri pura-pura mati. Perkembangan dari telur hingga serangga dewasa rata-rata
berlangsung 51 hari.
3.1.5 Hama Penggorok Daun (Liriomyza huidobrensis)
Lalat L. huidobrensis bertubuh kecil, mungil, dengan panjang antara 1-4 mm.
Konon, lalat penggorok daun ini berasal dari daerah Amerika Tengah dan Amerika
Selatan. Selain menyerang daun, lalat ini juga menyerang batang muda dan buah,
seperti pada kacang polong. Siklus hidup L. huidobrensis berlangsung selama 22-
25 hari. Telur yang diletakkan pada bagian epidermis akan menetas setelah 2-4 hari.
Stadium larva berlangsung selama 6-12 hari dan terdiri dari tiga instar. Larva instar
kedua dan ketiga merupakan larva yang paling besar menimbulkan kerusakan. Pada
fase berikutnya, larva akan berubah menjadi pupa, yang bersembunyi di dalam
tanah atau di antara daun. Setelah delapan hari, stadium pupa selesai dan berubah
menjadi lalat dewasa. Lalat ini akan berkembang baik pada saat cuaca panas dan
kelembaban rendah. Pada suhu 25-32°C dengan kelembaban udara rendah, lalat
dewasa akan terangsang untuk kawin dan menghasilkan keturunan baru.
11
3.2 Gejala Serangan
3.2.1 Ulat Bawang (Spodoptera exigua)
Ulat bawang dapat menyerang tanaman sejak fase pertumbuhan awal (1-10
hst) sampai dengan fase pematangan umbi (51-65 hst). Ulat muda (instar 1) segera
melubangi bagian ujung daun, lalu masuk ke dalam daun bawang. Ulat memakan
permukaan daun bagian dalam, dan tinggal bagian epidermis luar. Daun bawang
terlihat menerawang tembus cahaya atau terlihat bercak-bercak putih transparan,
akhirnya daun terkulai.
3.2.2 Ulat grayak (Spodoptera litura)
12
membrane, kemudian layu, berlubang, dan di dekat lubang tersebut terdapat kotoran
ulat. Pada musim kemarau populasi S. litura sangat tinggi dan kemampuan
imagonya meletakkan telur sangat tinggi. Pada periode tersebut rata-rata populasi
larva adalah 11,52 ekor per rumpun tanaman dengan intensitas serangan 63% pada
umur tanaman 7 minggu setelah tanam. Pada selembar daun bawang sering di
temukan larva instar 1 dalam jumlah banyak.
3.2.3 Thrips tabaci
13
3.2.4 Ulat Tanah (Agrotis ipsilon Hufn.)
Gejala serangan lalat penggorok daun ini ditunjukkan dengan adanya guratan
berwarna putih atau perak dengan pola acak tak beraturan menyerupai di
permukaan daun. Serangan berat akan mengakibatkan daun mengering dan tidak
mampu mengeluarkan tunas baru. Serangan diawali dengan lalat betina meletakkan
sejumlah telur melalui ovipositornya, kurang lebih 50-300 butir, pada bagian
epidermis daun. Setelah menetas, larva akan menggerogoti jaringan mesofil daun,
14
sehingga jaringan tersebut menjadi terbuka atau terluka. Luka pada jaringan mesofil
ini berpotensi menimbulkan serangan penyakit sekunder, terutama disebabkan oleh
infeksi fungi maupun bakteri, sehingga daun akan membusuk. Sementara lalat
dewasa akan menghisap cairan tanaman hingga tanaman mengering dan tidak
mampu lagi mengeluarkan tunas baru.
3.3 Pengendalian
Ada beberapa pengendalian yang dilakukan terhadap hama bawang merah,
yaitu sebagai berikut :
3.3.1 Pengendalian kultur teknis (bercocok tanam)
Pengendalian dengan cara mengelola lingkungan atau ekosistem sedemikian
rupa sehingga kurang cocok bagi kehidupan dan perkembangan hama.
Pengendalian kultur teknis meliputi sanitasi, pengolahan tanah, pengelolaan air,
pengaturan jarak tanam, tumpangsari, rotasi tanaman, penggunaan tanaman
perangkap, pengaturan waktu tanam, dan penggunaan tanaman resisten.
3.3.2 Pengendalian mekanis
15
3.3.3 Pengendalian fisik
16
3.3.5 Pengendalian kimiawi
Usaha mengendalikan hama dengan menggunakan bahan kimia pestisida
yang mempunyai daya racun terhadap serangga hama yang disebut Insektisida.
Insektisida dapat bersifat racun perut, racun konkak, dan racun pernapasan.
Insektisida yang dapat bersifat racun perut seperti : curacron 500EC dan Decies 2,5
EC.
Pestisida adalah semua zat campuran zat yang khusus digunakan untuk
mengendalikan, mencengah gangguan serangga, binatang mengerat, nematode,
gulma, virus, bakteri, jasad, renik yang dianggap hama. Pestisida dapat digolongkan
berdasarkan sasaran yaitu Insektisida untuk mengendalikan serangga hama,
fungisida untuk mengendalikan cendawan, rodenisida untuk mengendalikan
binatang pengerat, nematisida untuk mengendalikan nematode, mulliksida untuk
mengendalikan molluska atau siput, akarisida untuk mengendalikan akarina atau
tungau, herbisida untuk mengendalikan bakteri. Insektisida yang diizinkan untuk
pengendalian hama pada tanaman bawang merah yaitu Atabron 50 EC, buldok 25
EC, Curacron 500 EC, Larvin 475 AS, Larvin 75 WP, Decis 2,5 EC, Drusband 20
EC, Metal 30 EC.
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hama utama tanaman bawang merah adalah Ulat grayak (Spodoptera spp).
dikenal sebagai hama yang polifag dan banyak jenisnya. Hama ini disebut sebagai
ulat grayak karena seranganya mendadak atau secara tiba-tiba dan menyerang
dalam jumlah banyak. Hama yang sering muncul pada bawang merah adalah ulat
pemakan daun (Spodoptera exigua).
Gejala serangan pada ulat Bawang (Spodoptera exigua) adalah Ulat memakan
permukaan daun bagian dalam, dan tinggal bagian epidermis luar. Pada Ulat grayak
(Spodoptera litura) menimbulkan gejala pada daun bawang tampak berat putih
memanjang seperti membrane, kemudian layu, berlubang, dan di dekat lubang
tersebut terdapat kotoran ulat. Pada hama Thrips tabaci menyerang pada daun,
kuncup, tunas yang baru saja tumbuh, bunga serta buah cabai yang masih muda.
Pada ulat Tanah (Agrotis ipsilon Hufn.), Tanaman yang terserang adalah tanaman-
tanaman muda. Pangkal batang yang digigit akan mudah patah dan mati. Pada hama
Penggorok Daun (Liriomyza huidobrensis), gejala serangan lalat penggorok daun
ini ditunjukkan dengan adanya guratan berwarna putih atau perak dengan pola acak
tak beraturan menyerupai di permukaan daun.
Beberapa pengendalian yang bisa dilakukan tterhadap hama yaitu;
Pengendalian kultur teknis (bercocok tanam), Pengendalian mekanis, Pengendalian
fisik, Pengendalian hayati, dan Pengendalian kimiawi.
4.2 Saran
Sebaiknya pengendalian hama secara kimiawi contohnuya pestisida harus
dilakukan secara bijaksana dan kita harus memperbanyak literatur sebagai bahan
perbandingan dengan gejala serangan hama atau musuh alami yang ditemukan di
lapangan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2017. “Hama Pada Tanaman Bawang Merah Beserta Musuh Alaminya”.
https://everythingaboutnature.wordpress.com. Diakses pada tanggal 25
November 2018, pukul 11.30 WITA.
Anonim. 2017. Pengendalian Hama Ulat Bawang (Spodoptera Exigua) Pada
Bawang Merah. https://jabar.litbang.pertanian.go.id. Diakses pada tanggal
25 November 2018, pukul 11.10 WITA.
Nurhayati, Hanifa. 2011. Analisis Hama Ulat Bawang (Spodoptera Exigua) Pada
Tanaman Bawang Merah (Allium Cepa). Bogor: ITB.
Rahayu. 2008. Bawang Merah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Salim, Agus. 2015. Makalah Budidaya Tanaman Bawang Merah.
http://agussalim11.blogspot.com. Diakses pada tanggal 25 November 2018,
pukul 11.50 WITA.
Sutarya. 1996. Hama Ulat Spodoptera Exigua Pada Bawang Merah Dan Strategi
Pengendaliannya. Litbang Pertanian.
19