1. Hypothenemus hampei
a. Gambar
2. Chilo saccariphagus
a. Gambar
Gambar 1. (a) Serangan Penggerek Batang (b) lubang gerek (b) telur (d) ulat
Sumber: Subiyakto (2016)
b. Nama Umum : penggerek Batang Bergaris pada Tebu
c. Nama Latin : Chilo saccariphagus
d. Klasifikasi :
Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi dari hama penggerek batang tebu bergaris adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Pyralidae
Genus : Chilo
Spesies : Chilo saccariphagus
e. Tanaman Inang :
Tanaman inang dari Chilo saccariphagus merupakan tanaman tebu. Namun dapat pula
ditemukan menyerang pada beberapa tanaman lain diantaranya jagung, sorgum, dan padi
(Deptan, 2013)
f. Gejala Serangan :
Gejala serangan hama ini dimulai dari larva muda yang baru menetas hidup dan menggerek
jaringan dalam pupus daun yang masih menggulung, sehingga apabila gulungan daun ini
nantinya membuka maka akan terlihat luka-luka berupa lubang gerekan yang tidak teratur
pada permukaan daun (Deptan, 2013). Setelah beberapa hari hidup dalam pupus daun, larva
akan keluar dan menuju ke bawah serta menggerek pelepah daun hingga menembus masuk
hingga ke ruas batang. Larva akan masuk ke dalam jaringan tanaman melalui batang muda.
Bila ruas-ruas yang terganggu pertumbuhannya sangat banyak maka tanaman tebu menjadi
kerdil (Way dan Rutherford, 2011). Pada serangan berat menyebabkan tanaman mudah
patah dan apabila ruas-ruas batang tersebut dibelah membujur maka akan terlihat lorong-
lorong gerek yang memanjang. Gerekan ini kadang-kadang menyebabkan titik
tumbuh mati, daun muda layu atau kering. Biasanya dalam satu batang terdapat
lebih dari satu ulat penggerek (Pratama et al., 2010).
g. Bioekologi
Hama ini metamorfosis sempurna menurut Achadian et al. (2011) yakni terdiri dari terur,
larva, pupa dan imago.
1. Telur
Telur diletakkan berkelompok, berderet panjang sekitar 20 mm (Gambar 1c).
2. Larva
Ulat berwarna putih kekuningan, dengan ciri empat garis membujur dengan bintik-bintik
hitam (Gambar 1d). Ulat dapat mencapai panjang 35 mm.
3. Pupa
Pupa berbentuk gilig dan berwarna cokelat dengan panjang 22 mm.
4. Imago
Serangga dewasa atau ngengat panjangnya 1218 mm. Sayap depan berwarna cokelat
terang atau cokelat kusam. Sayap belakang yang jantan berwarna putihcokelat terang,
sedangkan sayap betina berwarna putih sutra.
h. Pengendalian
Sesuai dengan dinamika perkembangan teknologi, menurut Sunaryo (2003), teknik
pengendalian hama dapat dilakukan dengan berbagai teknik, yaitu
1. Secara kultur teknis yaitu sanitasi lahan
2. Memotong bagian tanaman yang terserang dan membakarnya
3. Secara mekanis yaitu pengutipan ulat-ulat di tanaman yang terserang
4. Secara biologis yaitu dengan memanfaatkan musuh alami berupa pelepasan parasit telur
Trichogramma spp. dan parasit larva Cotesia flavipes.
5. Secara kimiawi yaitu dengan penggunaan insektisida yaitu Agrothion 50 EC (2 l/ha),
Azodrin 15 WSC (5 l/ha)
i. Intensitas serangan :
Setiap 1% kerusakan ruas tanaman tebu dapat menurunkan bobot tebu 0,5%. Di Lampung,
rata-rata dalam 10 tahun hama ini menyebabkan kerusakan 4,75 11,66% (Goebel 2011).
3. Planococcus citri
a. Gambar
9. Empoasca spp.
a. Gambar
d. klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Cicadelidae
Genus : Empoasca
Spesies : Empoasca vittis
e. Tanaman Inang
Tanaman Teh, anggur, peach, plum, jarak kepyar, mentha,kentang, padi dan kapas
f. Gejala serangan
Serangga dewasa dan nimfa E. Vitis mengisap cairan pucuk teh, menyebabkan
bagian tepi daun menguning, keriting, layu, seperti terbakar (hopperburn) dan pertumbuhan lambat
lalu kerdil. Daun yang terserang akan timbul noda kemerahan seperti daun terbakar kemudian daun
mengering, tepi daun menggulung ke bawah. Pertulangan daun menjadi cokelat akibat tusukan stilet
dan cairan daun yang diisap.
g. Bioekologi :
Wereng daun Empoasca spp. mengalamimetamorfosis bertahap (paurometabola) yang
terdiri atas stadia telur, nimfa, dan imago. Telurberbentuk silinder agak melengkung seperti pisang,
berwarna putih agak krem dengan panjang rata-rata 0,75 mm, diameter 0,15 mm (Widayat, 2007).
Stadia telur berkisar 8–14 hari. Telur diletakkan satu per satu di dalam jaringan tulang daun pada
permukaan bawah daun atau ketiak daun. Telur lebih banyak diletakkan pada bagian pucuk dan daun
muda teh. Dipilihnya pucuk tanaman sebagai tempat peletakkan telur berkaitan dengan kelembaban
dan ketersediaan cairan tanaman yang mendukung telur. Nimfa terdiri dari lima instar, menyebar di
bawah permukaan daun terutama di bagian pucuk. Nimfa instar ke-1 dan ke-2 hanya dapat bergerak
ke samping sedangkan nimfa instar ke-3 hingga ke-5 dapat bergerak ke samping dan melompat. Lama
hidup nimfa dan mencapai imago 8-22 hari dengan rata-rata 12,5 hari.
h. Pengendalian :
Penggunaan sticky trap. Hasil penelitian Bian et al. (2014) menunjukkan bahwa pemasangan
sticky trap warna emas pada ketinggian 40–60 cm di atas kanopi tanaman teh efektif terhadap
serangga Empoasca vitis. Feromon dapat digunakan sebagai alat monitoring hama di lapangan dan
juga untuk pengendalian pada kepadatan populasi hama rendah, dan kompatibel dengan pengendalian
lainnya. Pemanfaatan musuh alami parasitoid telur E. vitis yaitu Anagrus atomus (Hymenoptera:
Mymaridae) juga dapat digunakan sebagai salah satu metode pengendalian
i. Intensitas serangan :
Kerusakan akibat hama ini diperkirakan dapat mengurangi hasil 15-20% per tahun
DAFTAR PUSTAKA
Acevedo, A.M.T., M.A.J. Torres, M.M.E. Manting, E. Sabado, A.R.C. Alfiler, and G.
Demayo. 2014. Sex ratios of Brontispa longissima (Gestro) infesting coconuts in
selected provinces in the Philippines. Annals of Biological Research 5(2): 111-116.
Achadian, E.M., A. Kristiani, R.C. Magarey, N. Sallam, P. Samson, F.R. Goebel, dan K.
Lonie. 2011. Hama dan Penyakit Tebu. Buku Saku. Kerja Sama P3GI dengan BSES
Limited, Australia dan ACIAR. 154.
Alouw, J.C. 2007. Kemampuan memangsa predator Celisoches morio terhadap hama kelapa
Brontispa longissima. Buletin Palma No. 33. 1-8.
Aulia Nusantara, Y. Andi Trisyono, Suputa , Edhi Martono.2007.Biologi Tungau Merah
Kelapa, Raoiella indica, pada Beberapa Varietas Kelapa. Jurnal Perlindungan Tanaman
Indonesia, Vol. 21, No. 1, 2017: 23–29.
Deptan, 2013. Informasi Ringkas Komoditas Perkebunan. Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian. Jakarta Selatan.
Ditlinhorti. 2012.
Facknath, S. 1989. Pest management and the African farmer biological control of sugarcane
pest in Mauritus: A case study. Int'l. J. Trop. Insect Sci. 10(6): 809–813.
Goebel, F.R. 2011. Report on a Visit to Gunung Madu Plantations (East Sumatra), 1417
November 2011. CIRAD. 19 pp.
Jackson, T. A & M. G. Klein. 2006. Scarabs as Pests: Continuing Problem Coleopteris. J.
Society Monograph, 5: 102 – 119.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar BaruVan Hoeve. Jakarta.
Lobalohin, S., Saartje, H.N. & Jeffij, V.H. 2014. Kerusakan Tanaman Kelapa (Cocos nucifera,
L.) Akibat Serangan Hama Sexava sp dan O.rhinoceros di Kecamatan Teluk Elpaputih
Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal Budidaya Pertanian, 10(01): 35-40.
Moore, A., R. Quitugua, M. Siderhurst, and E. Jang. 2014. Improved traps for the coconut
rhinoceros beetle, Oryctes rhinoceros. Cooperative extension service, University of
Guam.
Nuryanti dan Embriani. 2015. Mengenal Penggerek Cabang Hitam (Xylosandrus compactus).
BBPPTP Surabaya
Pallipparambil, G. R. 2015. New Pest Respon (Coconut Rhinoceros Beetle).. Departement of
Agriculture Press. Washington. U.S.
PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) 2010. Layanan Prima Proteksi Tanaman. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 1-55
Santi, I. S. & Sumaryo, B. 2008. Pengaruh Warna Perangkap Feromon Terhadap Hasil
Tangkapan Imago O.rhinoceros di Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Perlindungan
Tanaman Indonesia, 14(02): 76-79.
Siahaya, V.G. 2014. Tingkat Kerusakan Tanaman Kelapa Oleh Serangan Sexava nubila dan
O.rhinoceros Di Kecamatan Kairatu. Jurnal Budidaya Pertanian, 12(02): 93-99.
Singh, S.P dan P. Rethinam. 2005. Coconut leaf beetle B. longissima. APCC, Jakarta. 35 p.
Subiyakto. 2016. Hama Penggerek Tebu dan Perkembangan Teknik Pengendaliannya. J.
Litbang Pertanian Vol 35 (4): 179-186.
Suhardiyono. 1995. Tanaman Kelapa. Kanisius. Yogyakarta.
Sunaryo. 2003. Status hama-hama tanaman tebu di GMP. Publikasi internal R&D PT Gunung
Madu Plantations. Lampung Tengah.
Susniahti N., Sumeno H dan Sudrajat. 2005. Ilmu Hama Tumbuhan. Universitas Padjajaran.
Bandung
Tabugo, S.R.M., M.A.J. Torres, L.F. Olowa, R.M.M. Sabaduquia, A.M. Acevedo, and C.G.
Demayo. 2012. Elliptic Fourier Analysis in describing shape of the mandible of the
larvae of the coconut leaf beetle Brontispa longissima Gestro, 1885 (Chrysomelidaeo:
Hispoinae) collected from Plants with varying degrees of damage. International
Research Journal of Biological Sciences 1(8):19-26.
Tobing, J.D., Bustillo, A.E ., Valelezo, L.F., .Acuna, J. R. dan Benavides. P. 2008.
Alimentary Canal and Reproductive Tract of Hypothenemus hampei (Ferrari)
(Coleoptera: Curculionidae, Scolytidae). Neotropical Entomology 37 (2) : 143-151.
Wiryadiputra, S. 2007. Pengelolaan Hama Terpadu PadaHama Penggerek
BuahKopi,Hypothenemus hampei(Ferr.) dengan Komponen Utama padaPenggunaan
Perangkap Brocap Trap. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember, Jawa
Timur.p.2-9.