Anda di halaman 1dari 12

MODUL I.

TEKNOLOGI PRODUKSI AGENS HAYATI MINGGU


PENGENALAN AGENS HAYATI
I.1 Pengertian Agens Hayati
Pengertian agen hayati (biokontrol) menurut FAO adalah mikroorganisme
alami seperti bakteri, cendawan, virus dan protozoa, maupun hasil rekayasa
genetik

(genetically

modified

microorganisms)

yang

digunakan

untuk

mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan.


I.2 Macam-macam Agen Hayati
1. Entomopatogen/Patoser (patogen serangga)
Etomopatogen Golongan mikroorganisme atau jasad renik yang
mempengaruhi dan menekan perkembangan serangga atau hama, sakit dan
akhirnya mati. Macam patogenik yang dapat digunakan sebagai agen
pengendali hayati berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, riketzia dan
nematoda. Ciri-ciri entomopathogen meliputi bersifat menyerap serangga
(absortif), seluruh hidupnya tumbuh dan tinggal dalam inangnya,
berukuran

kecil

(mikroskopik),

memiliki

skala

hidup

pendek

(natawigena,1990).
a. Bakeri Entomopaogen
Bakteri yang menyerang serangga dapat dibedakan menjadi 2
kelompok yaitu bakteri yang tidak membentuk spora dan bakteri yang
membentuk spora. Bakteri penghasil spora merupakan bakteri yang
sangat penting yang saat ini banyak digunakan sebagai insektisida
mikrobia. Contoh bakteri yang biasa digunakan sebagai berikut :
Bacillus thuringiensis, adalah bakteri gram-positif, berbentuk
batang Apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan maka bakteri
ini akan membentuk fase sporulasi. Saat sporulasi terjadi, tubuhnya
akan terdiri dari protein Cry yang termasuk ke dalam protein kristal
kelas endotoksin delta. Apabila serangga memakan toksin tersebut
maka serangga tersebut dapat mati.

Serratia sp atau bakteri merah yang diisolasi dari Wereng


batang coklat (WBC, Nilaparvata lugens Stal.) terbukti bersifat
patogenik terhadap WBC dan serangga lainnya. Sel bakteri yang
diaplikasikan dengan konsentrasi 106-107 sel/ml mematikan WBC
65,6 78,2%. Konsentrasi dan waktu yang efektif mematikan sekitar
50% WBC masing-masing adalah 2,8 x 105 sel/ml dan 6,8 hari.
Pigmen merah yang dihasilkan oleh Serratia marcescens strain WBC
adalah suatu metabolit sekunder yang diketahui sebagai prodigiosin
yang menunjukkan aktivitas antibakterial sebagaimana telah diujikan
terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Oleh karena itu serratia sp
potensial sebagai agensia pengendalian hayati WBC, tetapi juga dapat
digunakan untuk mengendalikan bakteri patogen tanaman (Priyatno,
2011)
b. Cendawan Entomopatogen
Kebanyakan jamur entomopatogen menginfeksi serangga
melalui penetrasi Integument (lapisan pelindung). Penembusan
dilakukan secara mekanis atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim
dan toksin. Setelah penetrasi

integument, jamur entomopatogen

membentuk hifa yang selanjutnya menyebar dan berkembang ke


seluruh tubuh. Dalam fase demikian, jamur biasanya menghasilkan
senyawa toksin yang dapat mematikan serangga inang.
Beberapa jamur entomopatogen yang telah banyak digunakan sebagai
agen pengendali hama antara lain, Beauveria bassiana, Metharizium
anisopliae, Cordyceps militaris, Verticillium lecani, Spicaria sp, dan
lain-lain.
Beauveria bassiana, Cendawan ini mengeluarkan racun
beauvericin yang berkembang dan menyerang seluruh jaringan tubuh
serangga. Serangga yang terserang Beauvaria bassiana akan mati
dengan tubuh seperti mumih dengan miselia atau jamur menutupi
tubuhnya sehingga menjadih berwarnah putih.
c. Nematoda Patogen Serangga (NEP)

Nematoda muda

meninggalkan telur dan masuk kedalam

tubuh serangga melalui kutikula dan masuk kedalam homocoel,


setelah berganti kulit beberapa kali maka nematoda dewasa keluar
dari tubuh

serangga,

dan serangga mati sebelum atau sesudan

nematoda keluar. Keuntungan menggunakan nematoda entomopagen


adalah kemampuan mematikan inang sangat cepat, karena serangan
nematoda akan mengalami kematian dalam waktu 24-48 jam setelah
aplikasi. Tubuh serangga akan lemas terjadi penurunan aktivitas dan
terjadi perubahan warna tubuh menjadi

merah kecoklatan jika

terserang Steinernema spp dan hitam jika terserang Heterorhabditis


spp.
Nematoda akan berkembangbiak dalam tubuh serangga inang
sampai menghasilkan keturunan yang sangat banyak. Nematoda akan
memasuki fase reproduktif yaitu memperbanyak keturunan apabila
populasi nematode

dalam tubuh inang rendah sedangkan bila

populasi tinggi akan memasuki fase infektif. Nematoda stadium


ketiga sering

disebut

juvenil infektif

akan keluar dari

tubuh

serangga dan berusaha untuk mencari inang baru. Juvenil infektif


mampu bertahan hidup lama sampai memperoleh inang kembali dan
fase ini merupakan satu-satunya fase yang bersifat infektif terhadap
serangga inang.

Contoh

nematoda yang sering digunakan untuk

pengendalian hayati adalah: Cth. Nenatoda Steinernema spp dapat


mengendalikan hama dari Ordo Lepidoptera dan Coleoptera.
d. Virus Entomopaogen
Saat ini kurang lebih 1500 virus
diidentifikasi
sebagian

besar

telah

berhasil diisolasi dan

dari serangga antropoda. Virus-virus


masuk

dalam

genera

antropoda

Nucleopolyhidrovirus,

Granulavirus, Iridovirus, Entomopoxvirus, Cypovirus dan Nodavirus.


Diantara ke-6

genera ini jenis NPV

(Nucleopolyhidrovirus)

merupakan genus terpenting karena 40 % jenis virus yang dikenal

menyerang serangga termasuk jenis ini. Selain NPV ada jenus lain
yaitu GV (Granulavirus), CPV (Cytoplasmic Polyhidrosis Virus) dan
kelompok lain yang lebih kecil jumlahnya. Larva serangga terinfeksi
oleh virus umumnya melemah pada saluran pencernaan makanan ini
terjadi sewaktu larva makan bagian tanaman yang telah mengandung
polyhidra. Selain itu juga dapat masuk ketubuh serangga sewaktu
meletakkan telur atau melalui bagian tubuh yang terluka, mungkin
oleh serangan musuh alami. Virus juga dapat ditranmisikan lewat
induk yang telah terinfeksi melalui telur ysng diturunkan. Contoh
virus yang dapat dipakai untuk pengendalian hayati adalah: Cth. NPV
(Nucleopolyhedro virus) paling banyak menyerang pada serangga
ordo Lepidoptera, Hyminoptera, Diptera serta Coleoptera
2. Parasitoid
Merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang antropoda
lainnya. Parasitoid bersifat parasit pada fase pradewasa, sedangkan dewasanya
hidup bebas dan tidak terikat pada inangnya. Parasitoid hidup menumpang di
luar atau didalam tubuh inangnya dengan cara menghisap cairan tubuh
inangnya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Umumnya parasitoid
menyebabkan kematian pada inangnya secara perlahan-lahan dan parasitoid
dapat menyerang setiap fase hidup serangga, meskipun serangga dewasa
jarang terparasit. Selain iu parasitoid memiliki ciri meamorfosisi sempurna,
ukuran tubuh lebih kecil dari mangsanya, membunuh dan melumpuhkan inang
unuk kepentingan keturunanya (Nyoman, 1998).
a. Berdasar posisi makannya, parasitoid dapat digolongkan menjadi 2
yaitu :
1. Ektoparasitoid adalah: parasitoid yang seluruh siklus hidupnya
ada diluar tubuh inangnya ( menempel pada tubuh inangnya ),
contohnya: Compsometris spp yang memarasit hama Exopholis sp.
2. Endoparasitoid adalah: parasitoid yang berkembang didalam
tubuh inang dan sebagian besar dari fase hidupnya ada didalam

tubuh inangnya, contohnya: Letmansia bicolor yang memarasit


telur Sexava sp.
b. Parasitoid juga dapat digolongkan berdasarkan fase tubuh inang yang
diserang :
1. Parasitoid telur: parasit yang menyerang inang pada fase telur dan
bersifat endoparasit. Cth. Anagrus optabilis wereng Coklat.
2. Parasitoid telur larva : parasid yang berkembang mulai dari
telur sampai larva. Cth. Chelonus sp pengerek mayang kelapa.
3. Parasitoid larva : parasit yang menyerang inang yang berada pada
fase larva atau ulat. Cth. Apenteles erionotae larva pengulung
daun pisang.
4. Parasitoid larva pupa : parasit yang berkembang mulai dari
larva sampai pupa. Cth. Thetrostichus brontispae rontispa.
5. Parasitoid pupa : parasit yang menyerang inang yang berada pada
fase pupa atau kepompong. Cth. Opius sp kepompong lalat buah.
6. Parasitoid imago : parasit yang menyerang inang yang berada
pada fase

imago atau serangga dewasa. Cth.

Aphytis

chrysomphali Apidiotus destruktor.


Fenomena

parasitoid

yang

memanfaatkan sebagai inang disebut

menyerang

parasitoid

lainya

dan

hiperparasitasi, dan parasitoidnya

dinamakan hiperparasitoid. Parasitoid yang menyerang inang utama disebut


sebagai

pasarasitoid primer, parasitoid sekunder adalah parasitoid yang

menyerang parasitoid primer, dan seterusnya parasitoid tersier, kuarter dan


sebagainya.
3. Predator
Predator adalah binatang atau serangga yang memangsa atau serangga
lain. Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan,
membunuh atau memangsa atau serangga lain, ada beberapa ciri-ciri
predator: predator dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsanya
(telur, larva, nimfa, pupa dan imago), predator membunuh dengan cara
memakan atau menghisap mangsanya dengan cepat, seekor predator

memerlukan

dan

memakan banyak mangsa selama hidupnya, predator

membunuh mangsanya untuk dirinya sendiri, kebanyakan predator bersifat


karnifor, predator memiliki ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya,
dari segi perilaku makannya ada yang

mengunyak semua bagian tubuh

mangsanya, ada menusuk mangsanya

dengan mulutnya yang berbentuk

seperti jarum dan menghisap cairanya tubuh mangsanya, metamorfosis


predator ada yang holometabola dan hemimetabola, predator ada yang
monofag, oligofag dan polifag.
Hampir semua ordo serangga memiliki jenis yang menjadi predator,
tetapi selama ini ada beberapa ordo yang anggotanya merupakan predator
yang digunakan dalam pengendalian hayati. Ordo-ordo tersebut adalah :
1. Coleoptera, misalnya

Colpodes

rupitarsis

dan

(family Carabidae) sebagai predator ulat


Palagium

sp.

Harmonia octamaculata

C. saphyrinus

penggulung daun

(Famili

Coccniellidae)

sebagai predator kutu Jassidae dan Aphididae.


2. Orthoptera, misalnya
Conocephalus
longipennis

(famili

Tetigonidae) sebagai predator dari telur dan larva pengerek batang


padi dan walang sangit.
3. Diptera, misalkan Philodicus javanicus dan Ommatius conopsoides
(family Asilidae) sebagai predator serangga lain. Syrphus serrarius
(family Syrphidae) sebagai predator berbagai jenis aphids.
4. Ordonata, misalnya Agriocnemis femina dan Agriocnemis pygmaea
( famili Coecnagrionidae)

sebagai predator wereng coklat dan

ngengat hama putih palsu. Anax junius (famili Aeshnidae) sebagai


predator dari beberapa jenis ngengat.
5. Hemiptera, misalnya Cyrtorhinus

lividipenis

(famili Miridae)

sebagai predator telur dan nimfa wereng coklat dan wereng hijau.
6. Neuroptera, misalnya Chrysopa sp. (famili Chrysopidae) sebagai
predator berbagai hama Apids sp.
7. Hyminoptera, misalnya
Oecophylla

smaragdina

Formasidae) sebagai predator hama tanman jeruk.

(famili

4. Agen Antagonis
Adalah mikroorganisme yang mengintervensi / menghambat pertumbuhan
patogen penyebab penyakit pada tumbuhan. Sejumlah mikroorganisme (terutama
jamur dan bakteri) diketahui merupakan antagonis terhadap patogen penyebab
penyakit tanaman (fitopatogenik). Mekanisme tentang bagaimana mikroorganisme
antagonis ini mengendalikan patogen tidak selalu jelas, tetapi umumnya merupakan
salah satu atau gabungan beberapa cara sebagai berikut (Agrios, 2005; Loekas
Soesanto, 2008).
1. Kompetisi. Beberapa mikroorganisme bersaing dengan jamur fitopatogen
dalam memperoleh unsur hara dan ruang bagi kehidupannya. Contohnya,
Pseudomonas putida bersaing dengan Pythium ultimum (penyebab penyakit
rebah semai pada kapri dan kedelai) dan Fusarium oxysporum (penyebab
penyakit layu fusarium).
2. Parasitisme. Beberapa mikroorganisme lainnya bersifat parasit (disebut
hiper-parasit) dari jamur penyebab penyakit tanaman. Contohnya, Serratia
marcescens adalah hiper-parasit bagi Fusarium oxysporum (penyebab
penyakit layu fusarium).
3. Antibiosis. Ada pula mikroorganisme yang menghasilkan senyawa kimia
tertentu (toksin atau antibiotik) yang beracun bagi jamur penyebab penyakit
tanaman. Contohnya, jamur Pseudomonas fluorescens menghasilkan
antibiotika yang mampu menghambat Thielaviopsis basicola (penyebab
penyakit busuk akar hitam pada tanaman tembakau).
4. Menghasilkan enzym yang menghancurkan sel-sel jamur pathogen.
5. Menghasilkan metabolit lain yang merugikan jamur patogen.
6. Menginduksi pertahanan tanaman inang (induced host resistance) atau
mikroorganisme yang merangsang tanaman dimana mereka hidup untuk
mengaktifkan mekanisme pertahanan terhadap keberadaan jamur patogen,
misalnya merangsang tanaman untuk menghasilkan fitoaleksin, sistim SAR
(systemic acquired resistance = ISR, induced systemic resistance), dan
sebagainya.

a. Cendawan Antagonis
amur antaonis didefinisikan sebagai kelompok jamur yang dapat
menekan/menghambat

pertumbuhan dan perkembangan patogen

tanaman. Di alam, risosfer tanaman banyak dihuni oleh antagonis,


sehingga aktivitas patogen di dalamnya dapat ditekan. Beberapa jamur
antagonis yang telah banyak digunakan sebagai agen pengendali hayati
antara lain Trichoderma spp., Gliocladium spp., Verticillium lecanii
(Verticillium lecanii diketahui merupakan parasit bagi nematoda patogen
Heterodera glycines).,dll
Trichoderma harzianum, isolat yang paling efektif dan paling kompetitif,
untuk mengendalikan jamur patogen (baik patogen tular-tanah maupun
patogen

pada

daun)

seperti

Pythium, Rhizoctonia,

Fusarium,

Thielaviopsis, Cylindrocladium, Myrothecium, Botrytis dan Sclerotinia,


pada tanaman sayuran, tanaman hias, kedelai dan jagung. Selain itu
dikenal sebagai mikoparasit yang menginvasi jamur patogen dan
memparasit benang-benang jamur (hifa) patogen. Jamur ini secara
persisten berada di zona perakaran tanaman, bersaing dengan jamur
patogen dalam hal nutrisi di zona akar tanaman., mempunyai efek pada
perkembangan akar tanaman dan membantu melarutkan berbagai hara
tanah, sehingga akar tanaman lebih kuat, hara yang tersedia bagi
tanaman lebih banyak, yang menyebabkan tanaman lebih dapat bertahan
terhadap serangan penyakit.
Khamir Antagonis : Khamir merupakan bagian dari kelompok
kapang dan dibedakan dari hampir semua jamur yang lain oleh
sifatnya yaitu bersel tunggal dan membelah diri secara bertunas.
Biasanya berukuran 5 sampai 10 kali lebih besar dari bakteri.
Khamir termasuk cendawan, tetapi berbeda dengan kapang
karena bentuknya yang terutama uniseluler. Reproduksi vegetatif
terjadi dengan cara pertunasan.Sebagian sel tunggal khamir
tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibandingkan kapang.
Bentuk khamir dapat sperikal sampai ovoid, kadang dapat

membentuk miselium semu. Ukuran juga bervariasi. Struktur


yang dapat diamati meliputi dinding sel, sitoplasma, vakuol air,
globula lemak dan granula.
Beberapa jenis ragi, seperti Pichia gulliermondii juga merupakan
parasit dan menghambat pertumbuhan beberapa jamur patogen
seperti Botrytis dan Penicillium.
Aureobasidium (mengendalikan penyakit bercak ungu bawang
merah Alternaria porri), Cryptococcus (mengendalikan bercak
daun tomat(Alternaria solani) , Rhodotorula, Sporobolomyces
Kapang Antagonis : Kapang adalah mikroorganisme yang
termasuk dalam anggota Kingdom Fungi yang membentuk hifa.
Kapang bukan merupakan kelompok taksonomi yang resmi,
sehingga anggota-anggota dari kapang tersebar ke dalam filum
Glomeromycota, Ascomycota, dan Basidiomycota.
Kapang merupakan fungi multiseluler mempunyai miselium atau
filament, dan pertumbuhannya dalam bahan makanan mudah
sekali dilihat, yakni seperti kapas. Pertumbuhan fungi mula-mula
berwarna putih, tetapi bila telah momproduksi spora maka akan
terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang.
Contoh
kapang
antagonis
:
Candida
oleophila Montrocher (Ascomycota)

Jamur Candida

oleophila merupakan kapang yang terdapat luas di alam. Isolat I82 telah diproduksi secara komersial oleh Syngenta, dan
diaplikasikan sebagai fungisida dengan cara semprotan atau
pencelupan buah-buahan yang akan disimpan, untuk menghindari
penyakit-penyakit pasca panen, pada apel, jeruk dan lainlain. Candida saitoana Nakase & Suzuki kapang ini juga
digunakan untuk melindungi buah-buahan sesudah panen agar
tidak diserang jamur patogen.
Perbedaan Kapang dan Khamir sebagai Agens Antagonis
No
1

Kapang
Muliseluler

Khamir
Uniseluler

Berbentuk filament atau Berbentuk

avoid/spheroid.

disebut hifa. Kumpulan Kadang


3

hifa disebut miselium


miselium semu
Reproduksi
umumnya Perbanyaka
melalui spora baik spora umumnya
aseksual maupun seksual

Aerob Sejati

aseksual

melalui

tunas

multilateral maupun polar.


Perbanyakan

membentuk

seksual

menghasilkan askospora
Fakultatif

b. Bakteri Antagonis
Salah satu pengendalian bakteri patogen adalah mempertemukan
dengan bakteri antagonisnya. Bakteri antagonis dalam perannya sebagai
agen pengendalian hayati melalui mekanisme menghasilkan senyawa
penghambat pertumbuhan patogen, kompetisi pemanfaatan senyawa
tertentu. Contohnya

Pseudomonas fluorescens, Bacillus subtilis,

Agrobacterium radiobacter, Streptomyces spp. dll


Pseudomonas fluorescens , fungisida dan bakterisida terdiri atas
beberapa isolat, dengan efikasi serta organisme target yang berbeda.
Salah satu isolat digunakan sebagai fungisida untuk mengendalikan
penyakit fire blight (Erwinia amylovora) serta penyakit tular tanah
Fusarium dan Rhizoctonia. Isolat lain digunakan untuk mengendalikan
Pseudomonas tolassi.
Beberapa isolat Streptomyces griseoviridis diketahui mempunyai sifat
antagonis terhadap jamur patogen tular-benih dan tular-tanah bakteri ini
akan mengkolonisasi daerah perakaran dan berkompetisi dengan jamur
patogen dalam hal ruang dan nutrisi, juga menyebabkan hancurnya
dinding sel jamur patogen oleh enzym yang diproduksi oleh isolate
Akhirnya, S.griseoviridis isolat juga menghasilkan metabolit yang
bersifat anti-jamur
Bakteri Pasteuria penetrans sangat potensial untuk dikembangkan
sebagai salah satu komponen pengendalian nematoda pada tanaman lada.

spora Pasteuria

penetrans menghasilkan

buluh

kecambah

yang

kemudian menembus ke tubuh nematoda 10 hari setelah diinokulasi,


koloni-koloni kecil telah muncul pada pengamatan 15 hari setelah
diinokulasi.
I.3 Cara Mendapatkan Agens Hayati Mikroorganisme
a. Metode Umpan Serangga (Insect Bait Method)
Metode ini biasanya digunakan untuk mendapatkan entomopatogen
baik jamur maupun bakteri. Entomopatogen dapat diperoleh dari dalam
tanah menggunakan metode umpan serangga. Umumnya serangga yang
digunakan sebagai umpan adalah ulat hongkong (Tenebrio molitor).
Infeksi jamur entomopatogen terjadi akibat adanya kontak konidia melalui
sistem pernafasan serangga dan celah di antara segmen tubuh serta bagia
ekor serangga.
Konidia memenetrasi kutikula serangga dengan bantuan enzim
pengurai, antara lain kitinase, lipase, amylase, fosfatase, esterase, dan
protease serta racun dari golongan destruksin, beauverisin, dan mikotoksin
yang menghambat produksi energi dan protein. Akibat gangguan dari
toksin tersebut, gerakan serangga menjadi lambat, perilaku tidak tenang,
kejang-kejang, dan akhirnya mati. Setelah serangga mati jamur
membentuk klamidiospor di dalam tubuh serangga, selanjutnya tubuh
serangga akan
ditumbuhi oleh konidia jamur.
b. Isolasi Bakteri dan Jamur dengan Metode Dilution Plate
Dalam mengisolasi mikroba yang terdapat di alam harus digunakan
berbagai media biakan karena tidak satupun media yang dapat
menumbuhkan

semua

mikroba.

Penentuan

jumlah

mikroba

menggambarkan jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam sampel dan


mampu tumbuh dalam media dengan suhu inkubasi yang digunakan.
Maka dari itu, diperlukan sebuah metode untuk isolasi (Lay, 1994).
Proses isolasi bakteri bertujuan untuk mendapatkan kultur murni, yaitu
kultur yang hanya terdiri dari satu jenis bakteri maupun jamur. Dari tahap
isolasi ini diharapkan akan didapatkan satu strain patogen serangga.
Proses isolasi bakteri patogen serangga menggunakan mekanisme

Dilution Plate, diadopsi dari teknik isolasi yang dilakukan oleh Djauhari
dan Sastrahidayat (2007) yang mengisolasi mikroorganisme lain
dengan proses sebagai berikut:

Secara sederhana proses ini dilakukan dengan memasukkan tanah dan


diencerkan pada aquades tertentu hingga pengenceran yang diinginkan.
Suspensi hasil pengenceran kemuadian ditanam pada media pertumbuha utuk
bakteri dan jamur. Proses pegenceran ini juga dapat dilakukan pada tanah
gambut. Beberapa jamur yang didapatkan dari proses pengenceran ialah
Aspergillus

sp., Fusarium

(Saragih, 2008).

sp., Penicilium chysogenum, dan Mucor sp

Anda mungkin juga menyukai