Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk mendukung program ketahanan pangan nasional melalui upaya


pengendalian hama terpadu (PHT), maka gangguan organisme pengganggu
tumbuhanseperti hama dan penyakit perlu dikendalikandengan baik. Mayoritas
hama yang menyebabkangangguan pada seluruh siklus pertumbuhan
tanamanadalah kelompok serangga. Serangga mengganggupertumbuhan tanaman
sejak fase benih, fasevegetatif, primordia, pembungaan hinggakeseluruhan fase
generatif tanaman (Kalshoven,1981).
Hama dapat menyebabkan kehilangan hasilpertanian setiap tahun. Saat ini,
penggunaan agenpengendali hayati asal mikroba untuk pengendalianhama
tanaman mengalami kemajuan pesat. Beberapamikroba dari kelompok bakteri,
cendawan, nematoda, dan virus dilaporkandapat menyebabkan kematian serangga
atau bersifat entomopatogenik (Jackson dan Saville, 2000).
Menurut Junianto dan Sulistyowati (2002)dan Sukamto dan Yuliantoro
(2006), penelitian untukekplorasi entomopatogen sangat bermanfaat antaralain
untuk menyeleksi strain-strain baru yang adaptifterhadap perubahan lingkungan,
meningkatkan efekmematikan kandidat agen biokontrol melaluirekayasa genetika,
dan aplikasi teknologi formulasimikroba yang lebih virulen untuk
mengendalikanserangga hama. Berdasarkan hal tersebut penelitianuntuk
eksplorasi mikroba dari berbagai daerah diIndonesia yang memiliki potensi
entomopatogenik yang dapatdikembangkan menjadi formulasiyang
bisadimanfaatkanuntuk pengendalian hama secara ekonomis danefisien (Pereira et
al., 2011).
Entomopatogen dapat diambil langsung dariserangga yang mati apabila
serangga tersebut menunjukkan tanda-tanda dari infeksi entomopatogen dengan
melihat isolat entomopatogen yang tumbuh pada bangkai serangga tersebut
(Goettel dan Inglis 1997).
Oleh Karena hal itu dalam makalah ini saya akan menjabarkan tentang
metode eksplorasi isolasi dan identifikasi dari beberapa isolat entomopatogen,

1
agar informasi yang didapat, bisa berguna untuk diterapkan dalam pengendalian
sebenarnya dilapangan.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah sebagai berikut :

1. Untuk Mengetahui Metode Eksplorasi, Isolasi, dan identifikasi Cendawan


Entomopatogen.
2. Untuk Mengetahui Metode Eksplorasi, Isolasi, dan identifikasi Bakteri
Entomopatogen.
3. Untuk Mengetahui Metode Eksplorasi, Isolasi, dan identifikasi Nematoda
Entomopatogen.
4. Untuk Mengetahui Metode Eksplorasi, Isolasi, dan identifikasi Virus
Entomopatogen.

2
BAB II
ISI

2.1 Metode Eksplorasi, Isolasi, dan Identifikasi Cendawan Entomopatogen

Cendawan entomopatogen ini sangat banyak jenis spesiesnya yang sudah


diketahui, dan berbagai cara metode eksplorasi telah dilakukan untuk
mendapatkan isolat murni dari cendawan ini. Oleh karena itu, dalam hal ini saya
hanya menjelaskan metode eksplorasi, isolasi, dan identifikasi yang umum
digunakan dari beberapa cendawan entomopatogen, yang mana metode ini
diharapkan dapat mewakili beberapa metode yang digunakan untuk mendapatkan
isolat cendawan entomopatogen yang lain.

A. Metode Eksplorasi Cendawan Entomopatogen

Dalam melakukan eksplorasi cendawan baik bersifat patogen bagi


tanaman ataupun yang bersifat entomopatogenik, umumnya sering dilakukan
dengan eksplorasi tanah, yang mana tanah tersebut menunjukkan ciri khusus bagi
tanaman yang tumbuh disekitar tanah tersebut, jika tanaman tumbuh dengan baik
disekitar tanah tersebut, maka umumnya tanah tersebut mengandung cendawan
entomopatogen sehingga tanaman memiliki ketahanan terhadap serangan hama.
Berikut ialah metode yang digunakan dalam eksplorasi cendawan yang
bersifat entomopatogenik terhadap hama,yang mana metode eksplorasi yang
dilakukan ialah dengan dua metode guna mendapatkanisolatcendawan
entomopatogen.
Pertama, menggunakan umpan serangga (insect bait method) seperti
dilakukan Hasyim & Azwana (2003) Serangga umpan yang biasa digunakan ialah
serangga pada stadia larva instar ketiga yang baru berganti kulit, karena pada
stadia tersebutlah serangga rentan terhadap serangan entomopatogen khusunya
cendawan, karena permukaan tubuhnya masih lembut sehingga memudahkan
cendawan untuk melakukan penetrasi kedalam tubuh serangga.Tanah
yangdigunakan untuk memerangkap jamur entomopatogendiambil secara
purposive sampling. Tanah diambil daripertanaman petani yang kurang
mendapatkan aplikasi pestisida. Tanah tersebut lalu digalisedalam beberapa cm

3
kemudian diambil sebanyak beberapa gram,lalu dimasukan kedalam kantung
plastik kemudian kompositkan. Tanahkemudian diayak dengan ayakan
dandimasukan kedalam nampan plastik dengan ukuran tertentudan dengan
ketebalan tanah beberapa cm, setelah itu beberapa ekorlarva dari serangga yang
akan dijadikan umpanmasing-masing dimasukan kedalam nampan. Lalu nampan
ditutupi dengan kainpuring hitam yang telah dilembabkan. Tiga harikemudian
larva diperiksa dan yang terinfeksi jamurdiisolasi di laboratorium pada ruang
laminar air flow yangtelah disterilkan dengan alkohol 70%.
Kedua mencari serangga terinfeksi cendawan entomopatogen
dipertanaman petani.Serangga terinfeksi yangditemukan dimasukan ke dalam
cawan petri plastik, yang telah dialasi dengan kertassaring, lalu ditutup rapat
untuk menghindari kelembabanudara.

B. Metode Isolasi Cendawan Entomopatogen

Larva serangga yang telah terinfeksi cendawan tersebut,permukaannya


disterilkan dengan natrium hipoklorit 1%atau alkohol 70% selama tiga menit, atau
bisa dengan menggunakan cairan antiseptik lainnya. Kemudian dibilasdengan air
steril sebanyak tiga kali dan dikeringanginkan diataskertas saring steril.Lalu
serangga tersebut diletakkandalam cawan petri yang berisi tissue lembabsteril dan
diinkubasikan untuk merangsang tumbuhnyacendawan entomopatogen.Cendawan
yang keluar dari tubuh larva serangga, diambil dengan jarum inokulasi yaitu
jarum oose, dan dibiakan pada media agar. Media agar yang biasa digunakan ialah
media glukosa, ragi dan agar atau GYA (Glucose Yeast Agar) karena baik untuk
nutrisi bagi perkembangan cendawan.Setelah itu cendawan diinkubasikan
selamatujuh hari pada suhu kamar.

C. Metode Identifikasi Cendawan Entomopatogen

Cendawan entomopatogen biasanya diidentifikasi dengan pendekatan


morfologis, karena lebih mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan yang
cukup banyak.Prosedur pengamatan secara morfologi untuk kegiatan identifikasi
cendawan entomopatogen biasanya dilakukan berdasarkan panduan buku tertentu
(Samson et al., 1988; Humber, 1998).Identifikasi sampai pada tingkat genus dan

4
spesies, dilakukan terhadap morfologi konidia, hifa, konidophore dan warna
koloni (Alexopoulus & Mins, 1979; Poinar & Thomas, 1984).
Prosedur nya ialah masing-masing isolat cendawan entomopatogen yang
telah diinkubasikan sebelumnya, diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran
40x dan 100x. Dilakukan pengamatan terhadap struktur miselium, spora atau
konidianya, dan badan penghasil sporanya.Ciri-ciri setiap isolat dibandingkan
berdasarkan kunci determinasi pada Atlas of Entomopathogenic Fungi (Samson et
al, 1996) atau dengan menggunakan beberapa sumber lainnya.Selanjutnya,
dilakukan pengambilan gambar dari masing-masing isolat dengan menggunakan
fotomikrograf untuk diidentifikasi.Identifikasi yang dilakukan biasanya sampai
pada tingkat spesies.
Itulah beberapa tahapan dari metode eksplorasi, isolasi, dan identifikasi
cendawan entomopatogen. Sebenarnya cukup banyak metode yang bisa digunakan
dalam mendapatkan isolat cendawan entomopatogen ini, hanya tergantung metode
apa yang menurut kita efektif untuk diterapkan di lapangan.

D. Pembiakkan Massal Cendawan Entomopatogen

Metode pembiakan massal cendawan entomopatogen ini ialah dengan cara


menggunakan media buatan yang mengandung nutrisi untuk pertumbuhan dan
perkembangan cendawan, yang mana media ini diperbanyak supaya isolat dari
cendawan entomopatogn dapat dikembang biakkan. Sehingga saat menerapkan
pengendalian dengan agensia hayati ini dilapangan, kita bisa mengaplikasikannya
kebanyak serangga hama tanpa khawatir akan kehabisan isolat dari cendawan
entomopatogen tersebut.
Keberhasilan memproduksi massal dari cendawan entomopatogen ini,
sangat ditentukan oleh nutrisi yang tersedia pada media buatan tersebut dan
mengetahui nutrisi apa saja yang dibutuhkan oleh cendawan entomopatogen
tersebut untuk perkembangannya. Tapi umumnya cendawan entomopatogen ini
membutuhkan media yang mengandung substansi organik sebagai sumber C,
sumber N, dan ion anorganik dalam jumlah yang cukup sebagai pemasok
pertumbuhan dan sumber vitamin nya (Inglod, 1962).
Serta menurut hasil beberapa penelitian, penggunaan media dengan
karbohidrat yang tinggi mendorong pertumbuhan vegetative cendawan, dan

5
kandungan protein dalam media mempengaruhi pembentukan konidia cendawan,
serta kandungan oksigen, air, dan sumber organik karbon lainnya, dibutuhkan
sebagai sumber energi bagi cendawan entomopatogen (Schaerfenberg, 1961).
Berikut ialah metode yang digunakan untuk pembiakan massal cendawan
entomopatogen ini :

1. Peremajaan Cendawan Entomopatogen

Untuk membiakkan massal cendawan entomopatogen ini, hal pertama


yang mesti dilakukan ialah melakukan peremajaan pada cendawan
entomopatogen tersebut, yang mana tahapan yang dapat dilakukan ialah
dengan mempersiapkan isolat murni yang telah didapatkan dari hasil isolasi
sebelumnya, dan menyiapkan media PDA (Potatoes Dextrose Agar) untuk
media cendawan tersebut.
Kegiatan ini sepenuhnya dilakukan secara aseptis di dalam Laminar
Air Flow dengan cara, media PDA yang telah dibuat diamkan selama beberapa
menit hingga dingin, setelah itu tuangkan kedalam tabung reaksi dalam
keadaan miring. Setelah media PDA tersebut mengeras, goreskan isolat
cendawan dari hasil isolasi sebelumnya dengan menggunakan jarum oose dan
tusukkan kedalam media miring tersebut. Lalu media miring tersebut, tutup
dengan kapas bersih dan plastik wrap kemudian simpan di dalam ruang pada
suhu 20-23 derajat celcius selama beberapa minggu.

2. Pembuatan Media Cair dan Media Padat

Pembuatan media ini dilakukan untuk menginokulasikan isolat


cendawan yang telah diremajakan tersebut kedalam media guna untuk
diperbanyak.Serta media yang digunakan untuk perbanyakan ini
membutuhkan dua media yang berbeda pertama ialah menggunakan media
cair PDA sebagai media tumbuh cendawan, selanjutnya diinokulasikan lagi ke
media padat untuk diperbanyak.
Untuk pembuatan media cair ialah digunakan media larutan PDA,
yaitu dengan cara merebus kentang dan diambil kaldunya, kemudian
dicampurkan dengan dextrose dan agar kemudian tuangkan kedalam labu
erlenmeyer 100 ml kemdian disterilisasi kedalam autoclave.

6
Sementara untuk pembuatan media padat, bahan yang biasa digunakan
ialah menggunakan beras jagung, beras menir, dan dedak. Karena bahan-
bahan tersebut mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh cendawan untuk
berkembang biak. Pembuatan media padat ini langkah pertama yang dilakukan
ialah membersihkan terlebih dahulu bahan-bahan tersebut dengan air
mengalir. Lalu rendam bahan-bahan tersebut didalam air, yang mana
perendaman beras menir dilakukan selama 2 jam, dan perendaman beras
jagung selama 3 jam, sementara untuk media dedak tidak dilakukan
perendaman hanya dilakukan proses pencucian saja. Lalu saat dilakukan
perendaman tersebut tambahkan minyak sebanyak 10 ml kesetiap kg media
yang dipakai.
Tahap selanjutnya ialah bahan yang sudah direndam dan diberi
minyak tersebut, masukkan kedalam plastik yang tahan panas dan masing-
masing plastik berisi media sebanyak 100 gr serta untuk media kombinasi
dengan perbandingan 50:50 dalam satu kantung plastik. Proses akhir dari
pembuatan media ini ialah sterilisasi dengan autoclave pada suhu 121 derajat
celcius dengan tekanan 2 atm selama 30 menit. Selanjutnya lakukan
pendinginan sebelum proses inokulasi.

3. Tahap inokulasi cendawan entomopatogen pada media

Tahap pertama yang dilakukan ialah menginokulasikan isolat


cendawan dari media miring tadi, kedalam larutan PDA yang berada di dalam
labu erlenmeyer yang berukur 100 ml tadi dengan memasukkan suspensi
cendawan sebanyak 3 ml pada masing-masing larutan PDA, selanjutnya
shaker menggunakan rotary shaker dengan putaran 200 rpm selama 7 hari.
Tahap kedua ialah menginokulasikan suspensi cendawan dari larutan
PDA yang telah dishaker tersebut, kedalam media padat yang berada didalam
plastik yang telah dibuat sebelumnya, yaitu dengan cara media padat yang
telah disterilisasi dengan autoclave tadi, masukkan kedalam Laminar Air
Flow, buka kantung plastik yang berisi media padat tersebut, lalu tuangkan
suspensi cendawan dari labu Erlenmeyer tersebut sebanyak 3 cc kedalam
media padat tersebut. Lalu lipat plastik dan simpan dalam rak dengan suhu
kamar selama 2 minggu.

7
Setelah media padat yang telah terdapat isolat cendawan
entomopatogen tersebut mengering, masukkan kedalam kertas sampul tebal
dan disimpan kembali kedalam rak yang nantinya akan dilihat perkembangan
cendawan entomopatogen tersebut.

2.2 Metode Eksplorasi, Isolasi, dan Identifikasi Bakteri Entomopatogen

Sama halnya seperti cendawan, bakteri entomopatogen ini cukup banyak


jenis spesiesnya yang sudah diketahui, dan berbagai metode eksplorasi juga telah
dilakukan untuk mendapatkan isolat murni dari bakteri entomopatogen ini.Serta
kali ini saya juga hanya menjelaskan metode eksplorasi, isolasi, dan identifikasi
yang umum digunakan untuk mendapatkan isolat bakteri entomopatogen, yang
mana metode ini diharapkan dapat mewakili beberapa metode lain yang
digunakan untuk mendapatkan isolat bakteri entomopatogen yang lain.

A. Metode Eksplorasi Bakteri Entomopatogen

Metode eksplorasi yang digunakan untuk mendapatkan isolat dari bakteri


entomopatogen ini dilakukan dengan cara pengambilan sampel tanah yang
diambil dari lokasi tanaman yang jarang diaplikasikan pestisida, tanah hutan,
kebun, rawa, sawah, tempat-tempat tertentu yang dicurigai mengandung
endospora bakteri (bentuk dormansi pada bakteri). Permukaan tanah
dibersihkandari rerumputan, serasah, atautanamanlainnya dan diukur jarak
beberapa cm dari batang tanaman (sesuai dengan jenis tanaman) dengan
kedalaman beberapa cm dan diambil sampel tanah. Sampel tanah tersebut
dimasukkan ke dalam plastik beberapa kg, dikompositkan, lalu diikat. Kemudian
sampel tanah tersebut di bawa ke laboratorium dan disimpan di dalam kulkas
untuk dilakukan isolasi.

B. Metode Isolasi Bakteri Entomopatogen

Metode isolasi yang digunakan untuk pemurnian isolat bakteri


entomopatogen ini, ialah dengan menggunakan metode Ohba and Aizawa (1978)
dengan cara sebagai berikut : diambil 1 gram contoh tanah, dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan ringer steril. Suspensi dikocok hingga
homogen kemudian dipanasi dalam waterbath pada suhu 80 C selama 10 menit.

8
Suspensi dibuat seri pengenceran dari 10-2 - 10-4, dari pengenceran 10-3 - 10-4
diambil masing-masing 0,1 ml diratakan di atas media NA, lalu petridish
dibungkus dengan kertas sapul steril dan diletakkan dengan posisi terbalik.
Inkubasi selama 48 jam dengan suhu kamar (28-30 C). Untuk seleksi awal,
dari banyak koloni yang tumbuh dipilih karakteristik koloni dengan ciri-ciri
morfologi : sel berbentuk batang, motil, gram positif, kolon circuler, warna koloni
putih dan putih kekuningan (itu semua merupakan ciri umum sebagian besar dari
morfologi bakteri entomopatogen). Dari koloni ini dibuat sediaan preparat untuk
diamati dengan mikroskop fase kontras pada pembesaran 1000 kali. Koloni
bakteri yang menunjukkan ciri-ciri positif sebagai bakteri entomopatogen, dibuat
kultur murni untuk kemudian di masukkan ke dalam tabung berisi cairan yang
mengandung 15% gliserol dan disimpan pada lemari pendingin.

C. Metode Identifikasi Bakteri Entomopatogen

Identifikasi bakteri entomopatogen ini dilakukan setelah kegiatan isolasi


selesai dikerjakan.Identifikasi ini dilakukan dengan berbagai pengujian dan
pengamatan morfologi dimikroskop untuk mendapatkan hasil identifikasi yang
tepat. Langkah-langkahnya tersebut ialah sebagai berikut:

I. Uji Gram

Uji gram adalah pengujian ini dilakukan dengan cara mengambil dan
meletakkan 1 ujung jarum ose dibiakan bakteri entomopatogen pada kaca
preparat, yang sebelumnya telah ditetesi dengan larutan KOH 3%, jika bakteri
tidak berlendir maka bakteri tersebut merupakan bakteri bergram positif,
sedangkan bakteri yang menghasilkan lendir merupakan bakteri bergram negatif.

II. Uji Katalase

Larutan yang digunakan untuk menguji katalase, yaitu larutan hidrogen


peroksida (H2O2).Diteteskan pada kaca preparat, selanjutnya bakteri digoreskan
menggunakan jarum ose dan diletakkan pada kaca preparat.Kemudian diaduk
sampai menghasilkan gelembung, pada bakteri gram positif tidak akan
menghasilkan gelembung sedangkan pada bakteri gram negatif menghasilkan
gelembung.

9
III. Reaksi Oksidasi

Pengujian ini untuk melihat perubahan warna yang terjadi pada kertas
oxidase strip. Kertas oxidase strip merupakan kertas yang digunakan untuk
menentukan bakteri bergram positif atau negatif. Kertas oxidase strip ditempelkan
pada media kemudian diamati perubahannya setelah 10 detik.

IV. Uji Skrining Toksisitas.

Uji ini dilakukan setelah pengamatan mikrokopis berdasarkan dari hasil


yang didapat meliputi bentuk spora, jumlah spora dan pewarnaan kristal.
Parameter pengamatan yaitu morfologi bakteri dan koloni bakteri, berdasarkan
buku panduan tertentu.

D. Pembiakkan Massal Bakteri Entomopatogen

Untuk pembiakkan massal bakteri entomopatogen ini, saya tidak dapat


menjelaskannya karena saya tidak berhasil menemukan literatur yang menjelaskan
tahapan atau metode dalam pembiakkan massal bakteri entomopatogen ini.
Namun menurut saya pembiakkan massal bakteri entomopatogen ini, dapat
dilakukan seperti pembiakkan massal pada cendawan entomopatogen yang telah
dijelaskan sebelumnya, namun mungkin media nya yang berbeda serta cara
perlakuan atau tahapan inokulasinya. Karena siklus bioekologi cendawan
entomopatogen hampir mirip dengan bakteri entomopatogen, namun sekali lagi
ini hanya berupa spekulasi dari saya, karena saya belum bisa membuktikannya
berdasarkan literatur maupun penelitian yang telah dilakukan.

2.3Metode Eksplorasi, Isolasi, dan Identifikasi Nematoda Entomopatogen

Nematoda entomopatogen (NEP) adalah salah satu agens hayati yang


berperan dalam mengendalikan hama tanaman. Terdapat dua genus NEP yang
berperan sebagai agens pengendali hayati yaitu genus Steinernema dan
Heterorhabditis.NEP menginfeksi inangnya dengan bersimbiosis dengan bakteri
yang ada pada saluran pencernaannya.Nematoda famili Steinernematidae
bersimbiosis dengan bakteri genus Xenorabdus dan nematoda famili
Heterorhabditidae bersimbiosis dengan bakteri genus Photorabdus (Smart, 1995).

10
NEP dapat diisolasi dari berbagai tempat di seluruh belahan dunia,
khususnya dari famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae (Smart, 1995).
Anggota kedua famili ini digunakan untuk mengendalikan hama-hama dari ordo
Lepidoptera, yaitu: pyralid Galleria mellonella Linnaeus, noctuid Spodoptera
exigua Hubner dan Agrotis ipsilon Hufn yang virulensinya mencapai 100%
(Nugrohorini, 2010).
Beberapa spesies NEP mempunyai penyebaran yang luas.Steinernema
carpocapsae dan S. feltiae Filipjev tersebar di daerah beriklim sedang,
Heterorhabditis bacteriophora Poinar di daerah dengan iklim kontinental dan
mediteran, dan H. indica Poinar ditemukan di wilayah tropis dan subtropis.
Spesies yang lain seperti S. rarum Doucet, S. kushidai Mamiya, S. ritteri Doucet,
dan H. argentinensis Stock, daerah sebarannya terbatas (Hazir, Kaya, Stock dan
Keskin, 2003). Untuk mendapatkan NEP isolat lokal diperlukan kegiatan
eksplorasi yang dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi. Oleh karena itu
berikut akan saya jelaskan tentang metode dari eksplorasi, isolasi, dan identifikasi
nematoda entomopatogen.

A. Metode Eksplorasi Nematoda Entomopatogen

Metode eksplorasi nematoda entomopatogen dilakukan dengan cara


mengambil sampel tanah secara komposit. Tanah diambil dari sekitar perakaran
tanaman yaitu bagian rhizosfer, serta tempat pengambilan sampel tanah
ditentukan secara purposive pada lahan yang dianggap tanahnya mengandung
nematoda entomopatogen.Setiap lahan pertanaman ditetapkan 3 plot, kemudian
menarik garis secara diagonal pada petakan areal pertanaman.Setiap plot
ditentukan 5 titik sampel, dan pada tiap titik sampel diambil tanah pada
kedalaman 0-20 cm sebanyak 400 g dengan menggunakan sekop kecil, kemudian
digabungkan sehingga jumlah sampel tanah sebanyak 2 kg untuk setiap
plot.Tanah kemudian dibungkus dengan kain tipis berwarna hitam, selanjutnya
disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu 10°C.

B. Metode Isolasi Nematoda Entomopatogen

Umumnya dalam melakukan isolasi nematoda entomopatogen, selalu


digunakan serangga umpan pada stadia larva, dan larva yang digunakanpun

11
biasanya ialah larva Tenebrio molitoratau dikenal sebagai ulat hongkong karena
menurut salah satu jurnal, larva tersebut mudah ditemukan dan cocok dijadikan
sebagai inang bagi nematoda. Metode isolasi dari NEP ini dilakukan dengan
menggunakan teknik pengumpanan (soil baiting technique) (Bedding dan
Akhurts, 1975 dalam Chaerani dan Suryadi, 1999).Sampel tanah sebanyak
beberapa gram dimasukkan ke dalam stoples.Tanah disemprot dengan aquades
steril sebanyak beberapa ml agar tanah menjadi lembab dan pergerakan
nematodapun ikut terbantu, selanjutnya diletakkan 10 ekor larva T. molitor
sebagai umpan dan disimpan pada ruangan gelap selama 5-7 hari.Penyemprotan
tanah dengan aquades dilakukan setiap hari agar kelembaban dapat dipertahankan.
Setelah 5-7 hari, larva T. molitor akan mati akibat terinfeksi NEP. Larva T.
molitor yang mati akibat terinfeksi NEP tubuhnya dicirikan dengan warna coklat
(infeksi Steinernematidae) atau merah (infeksi Heterohabditidae), namun tidak
berbau busuk (Smart, 1995).Setelah 7 hari, larva yang mati kemudian dikeluarkan
dan dibilas dengan aquades.
Selanjutnya dilakukan pemerangkapan NEP yang dilanjutkan dengan
menggunakan metode ekstraksi White trap yaitu dengan cara, larva yang mati
diletakkan di cawan petri kecil yang telah dilapisi kertas saring lembab. Kemudian
cawan petri kecil diletakkan ke dalam cawan petri besar.Kemudian dituangi
aquades ke dalam cawan petri besar hingga setengah dari cawan petri
kecil.Kemudian cawan petri besar ditutup dengan penutup cawan
petri.Diharapkan setelah 1-2 minggu nematoda bermigrasi ke dalam aquades. NEP
yang keluar dari tubuh larva T. molitor dikumpulkan dan dihitung dibawah
mikroskop, setelah itu nematoda dimasukkan dalam botol yang telah diberi spons
berukuran panjang 2 cm, lebar 2 cm dan ketebalan 2 cm lalu diletakkan di ruang
gelap, setelah itu dilakukan identifikasi pada NEP.

C. Metode Identifikasi Nematoda Entomopatogen

Nematoda yang telah selesai dihitung kemudian diidentifikasi.Sebelum


diidentifikasi dilakukan pembuatan preparat. Pembuatan preparat dilakukan
dengan cara nematoda yang telah mati, diambil dengan cara dipancing
menggunakan jarum pancing atau tusuk gigi yang telah diruncingkan ujungnya.
Kemudian nematoda diatur letak posisinya di atas gelas objek yang telah ditetesi

12
sedikit gliserol dan dicampur dengan metilen blue kemudian diaduk merata
menggunakan alat pancing tersebut.Kemudian dengan cepat ditutup dengan gelas
penutup dan di sekeliling ujungnya diolesi dengan cat kuku agar udara tidak dapat
masuk, dengan demikian preparat nematoda dapat bertahan dalam jangka waktu
yang cukup lama (Nadiah, 2008).
Identifikasi nematoda dilakukan dengan mengamati gejala pada larva T.
molitor yang terserang nematoda dan pengamatan morfologi
nematoda.Pengamatan gejala pada larva yaitu dengan mengamati perubahan
warna kutikula larva.Sedangkan pengamatan morfologi nematoda dilakukan
dengan menggunakan mikroskop Olympus BX41 untuk diidentifikasi sampai
tingkat genus.Hasil identifikasi disesuaikan berdasarkan deskripsi nematoda
entomopatogen famili steinernematidae menurut Tanada dan Kaya (1993) dan
Gaugler (2001).
Nematoda entomopatogen memiliki ciri morfologi yang umum dan
khas.Kepalanya halus dan tidak berkait ekor pendek runcing, memiliki vulva yang
menonjol keluar dan terletak di tengah-tengah, cincin syaraf terletak dibagian
anterior.Ciri khas lainnya yaitu tidak memiliki bursa kopulatrik pada bagian ekor
NEP (Gaugler, 2001).

D. Pembiakkan Massal Nematoda Entomopatogen

Metode pembiakkan massal dari nematoda entomopatogen ini ialah


prinsipnya hampir sama dengan pembiakkan massal cendawan entomopatogen,
yaitu media yang digunakan untuk perkembangan nematoda, harus tersedia nutrisi
yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan nematoda entomopatogen
tersebut, agar dia dapat bertahan hidup dalam media buatan serta berkembang
biak tanpa mengurangi tingkat virulensi atau patogenesitasnya terhadap serangga
hama yang menjadi inangnya, sehingga nematode entomopatogen yang telah
diperbanyak dapat diterapkan ke lapangan untuk pengendalian hama secara luas
dengan menggunakan agensia hayati.
Salah satu teknik pembiakkan massal dari nematode entomopatogen ini
ialah dengan cara teknik Bedding (Bedding, 1981). Teknik ini memanfaatkan
ginjal, usus, dan lemak babi sebagai komponennya. Adapun tahapannya ialah
sebagai berikut :

13
1. Tahap pertama ialah, komponen media berupa ginjal, usus, dan lemak
babi tersebut dicampurkan secara homogen lalu tambahkan air, kemudian
campurkan pula potongan-potongan spons kedalam media tersebut secara
homogen, kemudian sterilisasi.
2. Tahap kedua ialah, melakukan inokulasi bakteri yang berasosiasi dengan
nematode kedalam media yang telah disterilkan, kemudian inkubasi
selama 48 jam, dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pada
bakteri untuk berkembang, adapun tujuan dari penginokulasian bakteri
asosiatik nematode ini ialah untuk memberikan persediaan makanan bagi
nematode, sewaktu nematode diinokulasikan kedalam media, sehingga
dengan tersedianya makanan berupa bakteri dan sisa-sisa metabolism
bakteri, juvenile nematode entomopatogen cepat memasuki fase parasit
dan fase dewasa untuk kemudian berkembang biak.
3. Tahap ketiga ialah, nematoda hasil dari isolasi yang telah dilakukan
sebelumnya, diinokulasikan kedalam media yang telah tersedia bakteri
asosiatiknya serta menginkubasikan pada suhu dan kelembaban yang
sesuai bagi nematode entomopatogen. Inkubasi dilakukan dengan tujuan
supaya nematoda dapat berkembang biak dan menghasilkan generasi
selanjutnya. Inkubasi ini dilakukan sampai kandungan nutrisi dari media
ini habis dan nematode mencapai fase infektif juvenil dalam jumlah yang
cukup banyak.
4. Tahap keempat ialah, pemanenan. Nematoda yang telah berproduksi
dan mencapai fase infektif juvenil tersebut, dipanen dengan cara media
yang telah habis kandungan nutrisinya tersebut, diletakkan ditempat
berkelembapan tinggi, yang mana proses pemanenan ini digunakan
jebakan air dengan asumsi bahwa nematode akan bermigrasi dari media
yang telah habis kandungan nutrisinya, dan menuju ke air yang telah
disiapkan didekat nematode tersebut dibiakkan, dan air tersebut akan
terdapat sedimen endapan nematode entomopatogen.

14
2.4Metode Eksplorasi, Isolasi, dan Identifikasi Virus Entomopatogen

Virus entomopatogen merupakan salah satu jenis agensia hayati yang


bersifat patogen pada serangga hama. Virus ini tersusun dari protein, yang mana
mekanisme serangannya ialah virus yang tertelan oleh serangga, akan larut pada
saluran pencernaan serangga bagian tengah (midgut) yang bersifat basa (pH 9.5-
11) (Flipsen, 1995). Setelah polihedra larut, virion akan lepas dan menembus
membran peritrofik dari saluran pencernaan serangga. Selanjutnya, virion akan
terus masuk ke dalam sel-sel saluran pencernaan serangga, bereplikasi dan
menghasilkan budded virus yang akan menyebar untuk menginfeksi sel-sel lain
dalam tubuh serangga (Hawtin, et al., 1992 ; Volkman, 1997).
Serangga khususnya pada stadia larva yang terinfeksi virus entomopatogen
umumnya mengalami perubahan warna menjadi lebih gelap, bergerak lebih
lambat dan akan bergerak menuju arah sinar matahari. Pada tahap akhir infeksi
virus, hasil replikasi dari virus akan membentuk polihedra dan menyebabkan sel-
sel tubuh larva menjadi lisis. Larva terinfeksi akan mati dalam keadaan tergantung
pada kaki belakang yang menempel pada ranting tanaman membentuk huruf V
terbalik. Saat integumen larva robek, maka cairan hemolimfa yang banyak
mengandung polihedra akan tersebar di alam (Kirkpatrick, et al., 1994 ; Ncipm
Organization, 2006).
Berdasarkan contoh kasus tersebut maka penggunaan agensia hayati
dengan virus entomopatogen ini cukup efektif, karena memiliki spesifik inang
artinya dia hanya menyerang serangga hama saja tidak berpengaruh ke tanaman,
serta memiliki tingkat efikasi yang cukup tinggi, oleh karena itu untuk
menerapkan pengendalian hama dengan virus entomopatogen ini kita harus
mengetahui bagaimana metode eksplorasi, isolasi, dan identifikasi yangtepat dari
virus entomopatogen ini agar mendapatkan isolat yang baik untuk diterapkan di
lapangan.

A. Metode Eksplorasi Virus Entomopatogen

Untuk metode eksplorasi virus entomopatogen ini, saya belum


mendapatkan literatur yang menjelaskan tentang tahapan metode eksplorasi dari
virus entomopatogen ini secara rinci, namun dari beberapa sumber yang saya

15
dapat bahwa virus entomopatogen ini ekologinya hampir sama seperti ekologi
cendawan, dan nematoda yaitu terdapat di tanah, air, dan menyebar melalui udara.
Berdasarkan hal tersebut menurut saya metode eksplorasi yang digunakanpun
cukup mirip dengan eksplorasi isolat entomopatogen lainnya, yaitu melakukan
eksplorasi dengan menggunakan tanah.Berikut metode yang biasa digunakan dari
eksplorasi tersebut.
Pertama kita melakukan survey kelapangan dan melihat serangga hama
yang diduga terinfeksi oleh virus entomopatogen ini, yang mana umumnya virus
ini banyak menyerang pada stadia larva dengan ciri-ciri yaitu larva yang terinfeksi
akan mati dalam keadaan tergantung pada kaki belakang yang menempel pada
ranting tanaman membentuk huruf V terbalik. Saat integumen larva robek, maka
cairan hemolimfa yang banyak mengandung polihedra akan tersebar di alam
(Kirkpatrick, et al., 1994 ; Ncipm Organization, 2006).
Jika menemukan serangga dengan ciri tersebut kita ambil dan
dikumpulkan, serta kemungkinan besar tanah didaerah tersebut mengandung virus
entomopatogen, yang mana kita bisa melakukan eksplorasi dengan menggunakan
umpan serangga (insect bait method) seperti dilakukan Hasyim & Azwana (2003).
Serangga umpan yang biasa digunakan ialah larva Helicoverpa
armigerakarena umumnya virus entomopatogen lebih sering menyerang spesies
larva tersebut.Tanah yang digunakan untuk mendapatkan isolat virus
entomopatogen diambil secara purposive sampling, yang mana tanah tersebut
diambil dari lahan yang terdapat jasad serangga hama yang terserang virus
entomopatogen. Tanah tersebut digali sedalam beberapa cm kemudian diambil
sebanyak beberapa gram, lalu dimasukan kedalam kantung plastik kemudian
kompositkan. Tanah kemudian diayak dengan ayakan dan dimasukan kedalam
nampan plastik dengan ukuran tertentu dan dengan ketebalan tanah beberapa cm,
setelah itu beberapa ekor larva H. armigera yang akan dijadikan umpanmasing-
masing dimasukan kedalam nampan. Lalu nampan ditutupi dengan kain puring
hitam yang telah dilembabkan.Beberapa hari kemudian larva diperiksa dan yang
terinfeksi virus dengan menunujukkan gejala yang sesuai, dilakukan isolasi.

16
B. Metode Isolasi Virus Entomopatogen

Metode isolasi virus entomopatogen ini dilakukan dengan mengumpulkan


kadaver (jasad yang diawetkan) larva H. armigera, yang telah terinfeksi virus
entomopatogen tersebut, selanjutnya isolasi dilakukan dengan menggunakan
metode Indrayani, et al., 1993, yang mana metodenya ialah sebagai berikut :
beberapa kadaver larva yang berhasil dikumpulkan, digerus hingga halus lalu
ditambahkan dengan 10 ml larutan triss buffer dengan pH 7,6 dengan konsentrasi
1 mM dan 10 ml larutan Sodium Dodecyl Sulphat (SDS) 0.1 %. Suspensi tersebut
disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4oC selama 24 jam. Selanjutnya,
suspensi tersebut disaring dengan dua lapis kain katun, kemudian suspensi hasil
penyaringan tersebut ditambah dengan 10 ml larutan triss buffer dengan pH 7,6
dengan konsentrasi 1 mM dan 10 ml larutan SDS 0.1 %, dan disentrifugasi
dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Supernatan yang dihasilkan
dibuang, sedangkan endapan ditambah lagi dengan larutan triss buffer pH 7,6
dengan konsentrasi 1 mM dan 10 ml larutan SDS 0.1 %, selanjutnya suspensi
tersebut disentrifugasi kembali dengan kecepatan 3500 rpm.
Proses pencucian endapan virus entomopatogen ini dilakukan sebanyak
tiga kali. Suspensi virus yang telah dicuci, dihitung konsentrasi polihedra yang
terdapat dengan menggunakan haemositometer, di bawah mikroskop cahaya
dengan perbesaran 400X.

C. Metode Identifikasi Virus Entomopatogen

Untuk metode identifikasi pada virus entomopatogen ini, saya tidak


menemukan literatur yang menjelaskan tentang tahapan metode dari identifikasi
virus entomopatogen ini, namun saya mendapatkan literatur yang berisi tentang
deteksi virus tanaman dengan metode DAS-ELISA yang mana menurut saya ini
cocok digunakan untuk identifikasi virus, karena jika ingin melihat morfologi
virus secara langsung melalui mikroskop cahaya untuk diidentifikasi merupakan
hal yang mustahil, maka dari itu identifikasi dengan teknik serologi ini menurut
saya cukup akurat dalam mengidentifikasi virus entomopatogen.
Berikut ialah metode dari DAS-ELISA yaitu dengan cara suspensi virus
yang telah dicuci sebelumnya, dianalisis secara kuantitatif menggunakan

17
spektrofotometer dengan mengukur nilai absorban pada panjang gelombang 405
nm. Sampel yang diuji dinyatakan positif terinfeksi virus jika memiliki nilai
absorban dua kali nilai absorban kontrol negatif.
Namun sebenarnya untuk mengidentifikasi virus entomopatogen ini,
metode yang paling tepat digunakan ialah menggunakan metode PCR
(Polymerase Chain Reaction), karena dengan menggunakan metode PCR ini kita
bisa mengidentifikasi virus sampai dengan tingkat DNA/RNA virus tersebut,
karena hasil dari deteksi PCR ini menggunakan elektroforesis yang
divisualisasikan dengan transluminator ultraviolet, sehingga pita DNA yang
terbentuk pada hasil elektroforesis tersebut dapat dilihat,dan hasil identifikasi
yang digunakanpun akurat untuk mengidentifikasi virus apakah yang menginfeksi
serangga hama tersebut.Namun literatur yang menjelaskan tahapan tentang
mengindentifikasi virus entomopatogen dengan metode PCR tidaklah saya temui,
karena metode PCR ini cukup rumit untuk dilakukan, sehingga saya tidak bisa
menjelaskan secara rinci tahapan yang dilakukan untuk mengidentifikasi virus
entomopatogen dengan metode PCR tersebut.

D. Pembiakkan Massal Virus Entomopatogen

Teknik pembiakkan massal dari virus entomopatogen ini mungkin sedikit


berbeda dari teknik pembiakkan massal dari entomopatogen lain, karena
pembiakkan massal virus entomopatogen ini umumnya dilakukan metode
perbanyakan secara in vivo, yaitu menggunakan serangga hama yang menjadi
inang bagi virus entomopatogen tersebut, sebagai media perbanyakan virus, yang
mana tahapannya ialah sebagai berikut.

1. Perbanyakan serangga inang

Umumnya serangga inang yang sering digunakan dalam perbanyakan


virus entomopatogen ini ialah menggunakan serangga Helicoverpa armigera
pada stadia larva. Karena perbanyakan massal virus entomopatogen ini
memerlukan inang yang banyak, maka larva H. armigeraharus dilakukan
rearing dengan cara mengumpulkan induk dari larva ini sebanyak-banyaknya
dari lapangan melalui kegiatan survey, kemudian larva induk dipelihara
sampai menjadi imago kemudian dikawinkan. Telur-telur yang dihasilkan

18
imago dikumpulkan kemudian disterilkan dalam larutan sodium hipokhlorit
konsentrasi 0,2% selama 5 menit, untuk menghilangkan kontaminan dari
patogen pada telur.
Selanjutnya setelah telur menetas dan menjadi larva instar I dan instar
II dapat diberikan pakan alami berupa daun kapas muda sebagai pakan awal,
setelah larva mencapai instar 3 barulah larva dipindahkan secara individu
untuk menghindari sifat kanibalisme sesama spesies, dan larva tetap diberikan
pakan yang cukup.
Setelah larva memasuki instar IV barulah larva digunakan untuk
perbanyakan virus entomopatogen yaitu virus NPV(Nuclear Polyhedrosis
Virus), karena pada larva instar IV ini ialah larva dengan instar yang paling
ideal untuk diinokulasikan virus karena lama waktu yang dibutuhkan larva
untuk menjadi instar VI sesuai dengan masa inkubasi NPV didalam tubuhnya,
sehingga kematian larva tepat dengan ukuran tubuhnya maksimal dipenuhi
oleh produktivitas NPV tertinggi (Indrayani et al., 1998)

2. Metode Inokulasi dan Pemurnian NPV

Dosis inokulasi virus diekspresikan dalam unit Polyhedral Inclusion


Bodies (PIB) per ml. Teknik inokulasi NPV kedalam tubuh larva H. armigera
ini dilakukan dengan cara larva instar IV yang akan digunakan untuk
perbanyakan, dipindahkan ke vial baru yang sudah berisi pakan segar yang
sebelumnya sudah ditetesi isolat NPV sebanyak 2 tetes dengan konsentrasi 104
– 107 PIB/ml, yang mana isolat NPV ini dihasilkan dari kegiatan isolasi
sebelumnya, dan dilakukan pengenceran sampai tingkatan yang ditentukan.
Larva kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 10 hari, dan setelah larva
mati, larva tersebut langsung dikumpulkan kedalam wadah, kemudian
dihancurkan dengan cara menggerusnya atau jika larvanya banyak dapat
diblender, selanjutnya dilakukan penyaringan ekstrak dari larva yang telah
hancur tersebut sebanyak 4 kali penyaringan dengan menggunakan kain kasa,
yang mana ekstrak yang diperoleh di sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm
selama 30 menit untuk mendapatkan isolat murninya. Sehingga yang suspensi
yang terkandung hanyalah isolat NPV dalam jumlah yang banyak.

19
3. Teknik Formulasi

Teknik formulasi ini dilakukan untuk memudahkan pengaplikasian di


lapangan, yang mana NPV ini diformulasi dalam bentuk bubuk kering untuk
memudahkan penyimpanan.Cara yang dilakukan dalam tahapan formulasi ini
ialah, suspensi NPV yang telah dimurnikan tadi ditambahkan talk sedikit demi
sedikit sehingga suspensi berbentuk seperti pasta. Talk ini ialah sebagai bahan
pembawa yang biasa digunakan dalam pembuatan fomulasi virus yang
memiliki daya lekat yang tinggi sehingga mampu mempertahankan persistensi
virus dilapangan. Selanjutnya suspensi yang telah berbentuk seperti pasta tadi,
dikeringkan dengan menggunakan nampan, namun selama pengeringan pasta
tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung karena dapat merusak
polyhedra dan menurunkan efikasi virus dilapangan.Pengeringan ini sebaiknya
dilakukan dalam ruangan dengan kelembaban rendah.Setelah kering
lempengan-lempengan virus digerus sampai halus dan kering seperti tepung
kemudian masukkan kedalam kantung kering dan disimpan.
Biasanya pembiakkan massal dari entomopatogen ini baik itu
cendawan, bakteri, nematoda, bahkan virus hasil pembiakkan massal ini
dibuat dalam bentuk formulasi instan, agar mudah digunakan atau diterapkan
dilapangan sehingga tingkat efikasinya cukup tinggi saat diterapkan pada
serangga hama.

20
21

Anda mungkin juga menyukai