Anda di halaman 1dari 7

ACARA III

TEKNIK ISOLASI DAN PERBANYAKAN JAMUR ENTOMOPATOGEN


DARI RIZOSFER DAN APLIKASINYA PADA SERANGGA HAMA

3.1. Dasar Teori


Pada beberapa permasalahan dalam sistem budidaya pertanian yaitu
banyaknya serangga hama yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Maka dari itu, salah satu alternatif dalam upaya mengurangi penggunaan
pestisida adalah pengendalian hayati. Pengendalian hayati tidak akan merusak
lingkungan dan tidak mematikan organisme non target. Pengendalian hayati
merupakan bagian dari pengendalian alami. Pengendalian hayati memanfaatkan
faktor pengendali yang sudah ada di alam yaitu musuh alami dari organisme yang
dikendalikan. Musuh alami tersebut mencakup parasitoid, predator dan patogen.
Salah satu agens hayati yang berpotensi dalam mengendalikan hama tanaman
adalah jamur entomopatogen. Jamur Entomopatogen sangat penting untuk
mengendalikan hama dan dapat mengurangi dampak negatif dari penggunaan
insektisida (Nunilahwati, 2012).
Jamur entomopatogen merupakan salah satu jamur yang bersifat heterotrof.
Karena sifat heterotrof jamur entomopatogen hidup sebagai parasit pada serangga.
Pemanfaatan jamur entomopatogen untuk mengendalikan serangga memiliki
kelebihan dalam kapasitas produksi yang tinggi, siklus dari jamur entomopatogen
relatif singkat dan mampu membentuk spora yang tahan terhadap kondisi
lingkungan yang buruk. Beberapa jamur yang sudah dilakukan penelitian yaitu
Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae yang efektif mengendalikan
serangga dari ordo Lepidoptera. Jamur entomopatogen yang digunakan sebagai
agens hayati untuk membunuh Lepidiota stigma ada tiga jamur yaitu, M.
anisopliae, B. bassiana dan Streptomyces sp. Jamur entomopatogen yang banyak
digunakan dalam pengendalian serangga hama di lapangan yaitu jamur
Metarhizium sp. Jamur ini dapat melakukan penetrasi ke dalam tubuh serangga
inang melalui 2 cara yaitu tekanan mekanik dan bantuan toksin yang di keluarkan
jamur entomopatogen tersebut. Menurut Septiana et al., (2019), melakukan
identifikasi terhadap jamur yang dapat dijadikan sebagai agens hayati yaitu
Aspergillus sp., Geotrichum sp. dan Penicillium sp. Jamur menyerang serangga
dicirikan dengan tubuh serangga menjadi kaku dan keras, membuat serangga
seperti mumi serta dari tubuh serangga tersebut akan keluar hifa yang tergantung
dari jamur tersebut yang menyerang serangga. Eksplorasi jamur entomopatogen
dapat dilakukan di rizofer tanaman sayuran dan diketahui ada tiga 3 genus jamur
yang dapat menghambat pertumbuhan serangga yaitu, Metarhizium, Beauveria
dan Aspergillus.
Eksplorasi bertujuan untuk menyeleksi jamur yang menyerang serangga
hama di lapangan dari berbagai wilayah memiliki tingkat entomopatogenik. Jamur
dan bakteri sangat baik dalam proses pengembangan formulasi menjadi produk
yang dapat dimanfaatkan dalam pengendalian hayati. Penerapan pengendalian
hayati dimasyarakat masih belum di terima oleh petani, hal ini disebabkan
masyarakat belum bisa mengaplikasikan pengendalian hayati di lapangan (Arsi,
2020).

3.2. Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum Teknologi Pengendalian Hayati dan Pengelolaan
Habitat dengan materi Teknik Isolasi dan Perbanyakan Jamur Entomopatogen dari
Rizosfer dan Aplikasinya pada Serangga Hama adalah untuk mengetahui
keberadaan jamur entomopatogen pada rizosfer tanaman sayuran dengan metode
perangkap serangga (insect baiting method).

3.3. Waktu dan Tempat


Praktikum Teknologi Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat dengan
materi Teknik Isolasi dan Perbanyakan Jamur Entomopatogen dari Rizosfer dan
Aplikasinya pada Serangga Hama dilaksanakan pada hari Selasa 07 November
2023 pukul 14.00-15.15 WIB bertempat di Jl. Aries VI no 50, Kota Palangka
Raya.
3.4. Bahan dan Alat
Praktikum Teknologi Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat dengan
materi Teknik Isolasi dan Perbanyakan Jamur Entomopatogen dari Rizosfer dan
Aplikasinya pada Serangga Hama bahan yang digunakan yaitu sampel tanah
rizosfer tanaman pisang, larva ulat hongkong instar 3 (Tenebrio molitor) dan air
bersih secukupnya. Sedangkan alat yang dipakai yaitu nampan/kotak plastic
sebanyak 2 buah, kantong plastik, kain berpori (kain kasa) warna hitam, sprayer
dan sekop/cetok.

3.5. Cara Kerja


Cara kerja praktikum Teknologi Pengendalian Hayati dan Pengelolaan
Habitat dengan materi Teknik Isolasi dan Perbanyakan Jamur Entomopatogen dari
Rizosfer dan Aplikasinya pada Serangga Hama yaitu:
1. Mengambil tanah pada sekitar rizosfer tanaman yang sudah ditentukan
dengan menggali pada kedalaman 15-20 cm menggunakan sekop kecil
masing masing sebanyak 500 gram.
2. Contoh tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label yang
berisi keterangan jenis komoditi dan tanggal pengambilan.
3. Menghaluskan sampel tanah dan masukkan ke dalam nampan (kotak plastik)
masing sebanyak 500 g dan diratakan. Isolasi jamur enomopatogen dari
tanah dilakukan dengan metode perangkap serangga (insect bait method)
menggunakan larva T. molitor (Coleoptera: Tenebrionidae).
4. Sampel tanah dilembabkan dengan air bersih menggunakan sprayer sampai
tanah kelihatan agak basah, kemudian dimasukkan 10 ekor larva T. molitor
instar 3 yang baru berganti kulit ke dalam kotak yang berisi sampel tanah
tersebut. Kemudian selimuti larva tersebut dengan selapis tanah yang ada di
dalam kotak.
5. Setelah itu kotak ditutup dengan kain kasa, simpan di tempat yang bersih.
6. Mengamati perkembangan larva T. molitor 3 hari setelah perlakuan dengan
menggunakan pinset, selanjutnya diamati setiap hari hingga seluruh larva
terinfeksi jamur entomopatogen.
3.6. Perbanyakan Jamur Entomopatogen
1. Mengukus beras selama 15-20 menit hingga menjadi 1/2 masak, angkat dan
tiriskan, kemudian dinginkan pada nampan yang telah disterilkan dengan
alkohol. 8. Masukan beras yang sudah benar-benar dingin sebanyak sepuluh
sendok makan ke dalam plastik bening.
2. Mengambil starter Metarhizium dan Beauveria sebanyak 1/3 sendok makan,
menggunakan sendok yang sudah disterilkan terlebih dahulu dengan
menggunakan alkohol dan dipanaskan di atas api lilin. Tangan dan meja
tempat bekerja juga disterilkan dengan menyemprotkan alkohol.
3. Kempeskan plastik dan tutup mulut plastik dengan cara melipat ke bagian
dalam, kemudian tutup ujung plastik dengan staples posisi vertikal terhadap
dasar kantong.
4. Mencampur secara merata dengan cara mengguncangkan kantong plastik
berisi media beras yang sudah ditambahkan biang Metarhizium dan
Beauveria, kemudian media disimpan ditempat yang bersih pada suhu ruang
dan tertutup. Setelah 2 hari lakukan pengadukan kembali tanpa membuka
plastik dan setelah kurang lebih 7-10 hari jamur entomopatogen siap untuk
digunakan dengan ciri apabila media beras berubah warna menjadi warna
hijau muda atau putih yang merata.

3.7. Aplikasi Jamur Entomopatogen Sebagai Bioinsektisida Pada Serangga


Hama
1. Menyiapkan serangga hama (ulat Plutella/Spodoptera/Aphis/walang
sangit/belalang, dll yang tersedia di lapangan) dari tanaman sayuran, jagung
dan tanaman lainnya. Masukkan 5 ekor hama ke dalam toples yang sudah
berisi pakannya (daun tanaman inangnya).
2. Melarutkan substrat padat yang sudah terkolonisasi Metarhizium dan
Beuaveria dalam air bersih, kemudian disaring.
3. Mengaplikasikan bioinsektisida pada serangga hama yang ada di dalam
toples dengan metode celup pakan atau menyemprotkan insektisida ke tubuh
hama.
4. Melakukan pengamatan setiap hari terhadap perilaku hama.
3.8. Hasil dan Pembahasan

Gambar 1. Larva 7 hari


setelah perlakuan Gambar 2. Larva 14 hari setelah perlakuan
(Sumber: Dok. Pribadi) (Sumber: Dok. Pribadi)

Pada praktikum ini menggunakan larva ulat hongkong instar 3 (Tenebrio


molitor) yang digunakan pada isolasi Jamur Entomopatogen menggunakan media
tanah dari perakaran tanaman pisang yang dilakukan pengamatan selama 14 hari.
Pada hasil pengamatan teknik isolasi dan perbanyakan jamur entomopatogen dari
rizosfer dan aplikasinya pada 7 hari perlakuan serangga hama ulat hongkong
belum menunjukkan perubahan atau tanda-tanda untuk pertumbuhan Jamur
Entomopatogen. Hal ini dapat dilihat bahwa ulat masih hidup dan belum ada yang
terinfeksi oleh Jamur Entomopatogen. Pada pengamatan hari ke-14 setelah
perlakuan semua ulat hongkong yang diaplikasikan sudah mati namun tidak
menunjukkan perubahan dengan adanya larva terinfeksi miselium jamur berwarna
juning kehijauan. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhi efektivitas Jamur Entomopatogen.
Faktor yang mempengaruhi keefektivan jamur entomopatogen adalah sebagai
berikut: a). Jenis hama sasaran. Melalui identifikasi akan diketahui jenis hama
sasaran, perilaku hama, tindakan pengendalian yang diperlukan, dan kapan
tindakan pengendalian perlu dilakukan. Dengan mengetahui hama yang
menyerang tanaman, secara tidak langsung dapat diketahui pula jenis jamur
entomopatogen yang sesuai untuk tindakan pengendalian, karena setiap jenis
jamur entomopatogen mempunyai inang yang spesifik; b). Waktu aplikasi:
Keefektivan jamur entomopatogen dipengaruhi oleh waktu aplikasi. Oleh karena
itu, bila jamur diaplikasikan pada musim kemarau perlu dihindarkan dari sinar
matahari langsung dan sebaiknya aplikasi dilakukan pada saat kelembapan udara
tinggi (sore hari); c). Konsentrasi aplikasi: Keberhasilan pengendalian hama
dengan jamur entomopatogen juga ditentukan oleh konsentrasi jamur yang
diaplikasikan, yaitu kerapatan konidia dalam setiap mililiter air; d). Frekuensi
aplikasi: Keefektivan cendawan entomopatogen dalam pengendalian hama juga
ditentukan oleh frekuensi aplikasi. Hal ini karena konidia yang diaplikasikan pada
tahap awal (yang belum mampu menginfeksi hama sasaran) perlu digantikan oleh
konidia yang diaplikasikan pada tahap selanjutnya. Frekuensi aplikasi dipengaruhi
oleh kondisi cuaca, seperti curah hujan, angin, dan sinar matahari. Aplikasi juga
perlu memperhatikan stadia serangga hama di lapangan yang saling tumpang
tindih (tidak seragam). Perubahan stadia instar (nimfa) akan mengakibatkan
perubahan perilaku serangga yang akhirnya berpengaruh pada frekuensi aplikasi;
e). Penambahan perekat: Keberhasilan konidia cendawan entomopatogen
menempel pada integumen serangga akan menentukan proses infeksi lebih lanjut
yaitu proliferasi dalam organ yang diakhiri dengan kematian serangga. Proses
infeksi dapat mengalami kegagalan baik karena faktor internal (viabilitas jamur
entomopatogen) maupun faktor eksternal seperti perubahan stadia instar (nimfa)
dan lingkungan (angin, sinar matahari, dan hujan).

3.9. Kesimpulan
Pengendalian hayati merupakan bagian dari pengendalian alami.
Pengendalian hayati memanfaatkan faktor pengendali yang sudah ada di alam
yaitu musuh alami dari organisme yang dikendalikan. Salah satu agens hayati
yang berpotensi dalam mengendalikan hama tanaman adalah jamur
entomopatogen.
Perlakuan Jamur Entomopatogen pada salah satu hama semua hongkong
yang diaplikasikan dapat dikatakan berhasil jika adanya perubahan larva terinfeksi
miselium jamur berwarna juning kehijauan, putih kekuningan, dan putih seperti
tepung. Namun perlakuan Jamur Entomopatogen juga dapat tidak berhasil. Hal ini
dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas
Jamur Entomopatogen antara lain: jenis hama sasaran, waktu aplikasi, konsentrasi
aplikasi, frekuensi aplikasi dan penambahan perekat.
DAFTAR PUSTAKA

Anggreani, Y. 2018. Uji Patogenisitas Jamur Entomopatogen Lecanicillium


Lecanii Dan Metarhizium Anisopliae Terhadap Hama Phyllotreta
Striolata F (Coleoptera: Chrysomelidae) (Doctoral dissertation,
Universitas Brawijaya).
Arsi, A., Pujiastuti, Y., Kusuma, S. S. H., & Gunawan, B. 2020. Eksplorasi,
isolasi dan identifikasi Jamur entomopatogen yang menginfeksi serangga
hama. Jurnal Proteksi Tanaman Tropis, 1(2), 70-76.
Nunilahwati, H., Herlinda, S., Irsan, C., & Pujiastuti, Y. 2012. Eksplorasi, isolasi
dan seleksi jamur entomopatogen Plutella xylostella (Lepidoptera:
Yponomeutidae) pada pertanaman caisin (Brassica chinensis) di Sumatera
Selatan. Jurnal Hama Dan Penyakit Tumbuhan Tropika, 12(1), 1-11.

Anda mungkin juga menyukai