PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) hingga saat ini masih
merupakan masalah utama yang membatasi produksi terutama untuk daerah-
daerah yang mempunyai iklim tropis. Sementara, penggunaan pestisida sintetik
dalam mengendalikan OPT mempunyai resiko yang besar karena dapat
menyebabkan resistensi, resurgensi, pencemaran lingkungan, musnahnya musuh
alami, timbulnya residu pestisida dalam tanaman dan sebagainya. Pengendalian
hayati diharapkan dapat mengurangi efek samping dari penggunaan pestisida
dalam mengendalikan serangan OPT (Ismail dan Tenrirawe, 2010).
Pengendalian hayati menggunakan agen antagonis dengan satu kali
pemakaian dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan patogen untuk jangka
waktu yang relatif panjang tanpa menimbulkan pencemaran lingkungan (Achmad
et al. 2009). Di Indonesia sendiri, hingga saat ini telah banyak ditemukan
mikroorganisme antagonis di berbagai wilayah namun belum banyak diketahui
potensinya. Berdasarkan penelitian tentang antagonis, maka pada akhir tahun
1990, baru 5antagonis yang dianggap sebagai agen pengendali hayati yang
terdaftar pada EPA (Environmental Production Agency) di Amerika Serikat yaitu
Trichoderma spp., Agrobacterium radiobacter, Pseudomonas fluorescens,
Gliocladium virens, dan Bacillus subtilis.
Introduksi antagonis untuk pengendalian hayati, suatu patogen tanaman
dari daerah atau Negara lain harus dipastikan bahwa antagonis yang diintroduksi
mempunyai kemampuan beradaptasi dan berkembang dengan baik. Sebagai
langkah awal, maka dilakukan dalam skala laboratorium dengan uji in vitro. Hal
ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan antagonis dalam ruang lingkup
yang lebih sempit serta keadaan lingkungan yang terkendali (Alfizaret et al.,
2013).
Salah satu tempat memperoleh agens hayati yaitu pada tanah, terutama
pada rhizosfer tanaman, yakni lapisan tanah yang menyelimuti permukaan akar
tanaman yang masih dipengaruhi oleh aktivitas akar. Sudah banyak diketahui
1
bahwa sejumlah besar bakteri dan spesies jamur memiliki hubungan fungsional
dengan tanaman yang mampu memberi efek menguntungkan pada pertumbuhan
tanaman.
Rhizosfer tanaman telah diketahui di dalamnya terdapat mikroorganisme
yang bersimbiosis dengan akar. Adanya mikroorganisme tersebut dapat memberi-
kan efek positif maupun negatif bagi perakaran tanaman. Berbagai jenis
mikroorganisme seperti bakteri dan cendawan telah diketahui dapat dimanfaatkan
sebagai agens hayati untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.
Pada rizosfer tanaman leguminosae memiliki keanekaragaman
mikroorganisme lebih tinggi dibandingkan rhizosfer jenis tanaman lainnya. Hal
ini dikarenakan tanaman leguminosae memiliki efek positif terhadap
mikroorganisme dalam tanah dengan adanya eksudat akar yang kaya nitrogen.
Berdasarkan hal di atas, kami melakukan praktikum tentang eksplorasi
mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai agen hayati terhadap beberapa
cendawan penyebab penyakit.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk eksplorasi bakteri rhizosfer
yang bersifat antagonis terhadap cendawan pathogen Sclerotium rolfsii
menggunakan metode Uji in vitro.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
Cendawan Antagonis
2011),Diplodia sp. (Sundari et al., 2014), dan beberapa jamur patogen lainnya.
Jamur Trichoderma spp. selain dari hasil eksplorasi di daerah setempat, APH
Introduksi antagonis untuk pengendalian hayati, dari luar daerah atau luar
patogen dan antagonis pada medium PDA dandiinkubasi pada suhu 25 o-27oC
metode biakan ganda (dual culture) dengan caramemotong biakan murni jamur
3
yang telahdipersiapkan dengan bor gabus steril dan diletakkanpada permukaan
2013):
Rhhizosfer
Rizosfer merupakan bagian tanah yang berada di sekitar perakaran tanaman
dan berperan sebagai pertahanan luar bagi tanaman terhadap serangan patogen
4
akar. Rizosfer merupakan daerah yang ideal bagi tumbuhan dan berkembangnya
mikroba tanah, termasuk di dalamnya agensia hayati.
Populasi mikroorganisme di rizosfer biasanya lebih banyak dan beragam
dibandingkan pada tanah bukan rizosfer (Lynch 1990 dalam Simatupang, 2008).
Mikroorganisme rizosfer berperan penting dalam siklus hara dan proses
pembentukan tanah, pertumbuhan tanaman, mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme serta sebagai pengendali hayati terhadap patogen akar. Menurut
Jeger (2001 dalam Simatupang, 2008), kehadiran sejumlah populasi organisme
baik yang bersifat antagonis, patogen, maupun saprofit dapat menambah
keragaman spesies di dalam komunitas alami tanaman (Simatupang, 2008).
Berdasarkan bibliografinya, rizosfer dicirikan dengan aktivitas biologinya
yang paling tinggi pada tanah (Patkowska 2002 dalam Simatupang, 2008).
Lingkungan rizosfer total ditentukan oleh interaksi dari tanah, tanaman, dan
organisme yang berasosiasi dengan akar (Lynch 1990 dalam Simatupang, 2008).
Hubungan antara organisme dan akar dapat menguntungkan, merusak, atau netral
tetapi seiring pengaruhya tergantung pada kondisi tanah.
Tanaman putri malu tumbuh liar di pinggir jalan, lapangan terlantar, dan
tempat - tempat terbuka yang terkena sinar matahari. Tumbuhan asli Amerika
tropis dapat di temukan pada ketinggian 1-1200 m, cepat berkembangbiak,
tumbuh memanjat atau berbaring, tinggi 0,3 - 1,5 m. (Dalimartha. S, 2003).
5
Mimosa pudica termasuk dalam famili leguminosa. Pada akar-akarnya
terdapat bintil yang berkembang sebagai akibat penetrasi bakteri pengikat nitrogen
(spesiesRhizobium) ke dalam rambut akar. Bakteri tersebut memasuki akar
terutama melalui rambut akar. Sambil memperbanyak diri, bakteri tersebut
membentuk benang infeksi dengan terkurungnya dalam selubung dari bahan
seperti gum (Fahn, 1991).
6
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan mulai awal bulan Februari sampai awal
Februari sampai akhir April 2018. Di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas
Pertanian Universitas Jambi.
7
Langkah pertama kupas kentang dan cuci bersih, potong kentang berukuran
dadu kemudian rebus kentang hingga lembut lalu pisahkan air rebusan kentang
selanjutnya tambahkan agar-agar dan juga gula aduk hingga rata dan tambahkan
aquadest hingga voume 1000 ml. Masak hingga mendidih dan tuang kedalam
botol media yang telah di sterilkan tutup dengan kapas dan juga alumunium ikat
dengan benang kemudian masukkan kedalam autoklav selama 2 jam lakukan hal
yang sama dengan pembuatan media TSA.
8
C. Pengenceran
Sampel tanah yang telah disiapkan sebelumnya ditimbang sebanyak 10 gr,
lalu dimasukkan ke dalam erlemeyer, ditambahkan akuades sebanyak 90 ml dan
ditutup dengan Alumunium foil. Lalu, erlemeyer yang telah berisi akuades dan
tanah digoncang menggunakan shaker selama 30 menit dengan 120 RPM. Setelah
itu, menyiapkan tabung reaksi sebanyak 9 buah dan masing-masing diisi akuades
sebanyak 9 ml. Kemudian larutan sampel tanah diambil sebanyak 1 ml
menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi pertama (10 -1)
selanjutnya di porteks hingga tercampur sempurna. Lalu, diambil pula 1 ml dari
tabung reaksi pertama dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kedua (10 -2)
selanjutnya di porteks.
Setelah bagian tanah dibuat pengenceran untuk media MA Ulangan 1 dari
10-8-10-9 sedangakan untuk NA Ulangan 2 dari 10-8-10-9. Setiap hasil pengenceran
kemudian diplating ke media agar yang telah disediakan sesuai konsentrasi
pengenceran masing-masing.
9
D. Isolasi Mikroorganisme Dari Suspensi
Isolasi dilakukan dengan cara mengambil suspensi tanah sebanyak 0.1 ml
atau beberapa tetes mikro pipet dan dituang ke dalam media PDA dan TSA yang
telah disiapkan didalam cawan petri dan selanjutnya di inkubasi hingga 3 hari.
Bakteri yang tumbuh diamati morfologinya dan selanjutnya dilakukan pemurnian.
E. Pemurnian Bakteri
Bakteri dengan ciri-ciri koloni yang sama diduga berasal dari jenis bakteri
yang sama oleh sebab itu hanya dilakukan pemurnian salah satunya saja jika
koloni sama. Satu cawan petri berisi empat jenis koloni bakteri. Pemurnian bakteri
dilakukan dengan metode gores. Metode ini dilakukan dengan cara mengambil
koloni bakteri dengan menggunakan jarus ose steril pada biakan bakteri kemudian
jarum ose tersebut digoreskan pada media yang baru yang berada dicawan petri
dengan arah zig-zag. Selanjutnya di inkubasi selama tiga hari untuk mendapatkan
koloni bakteri yang telah murni.
F. Pembiakan Cendawan Uji Sclerotium rolfsii
Perbanyakan cendawan Sclerotium rolfsii dilakukan dengan mengambil
bagian hifa yang tumbuh yang kemudian dibiakkan kembali di dalam cawan petri
yang telah berisi media PDA. Cendawan yang digunakan tersebut merupakan
koleksi yang terdapat di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian
Universitas Jambi.
G. Uji in vitro bakteri antagonis dengan Sclerotium rolfsii
Seluruh isolat yang telah murni diuji secara in vitro dengan patogen
S.rolfsii dengan menempatkan patogen di permukaan bagian tengah dan
menggoreskan isolat bakteri di pinggir pemukaan media PDA dan TSA di dalam
cawan petri.
H. Pengamatan Daya Hambat
Pengamatan daya hambat dari setiap isolat dilakukan setiap hari. Isolat
yang terlihat menghambat kemudian diuji kembali dengan uji dual kultur dalam
media yang baru untuk memastikan kembali daya hambat yang terjadi.
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1. Hasil Isolasi Bakteri Rhizosfer dari Tanaman Putri Malu
No Gambar Isolat Bakteri Rhizosfer Ciri-ciri Isolat
Isolat 1 :
- Permukaan isolat rata
- Isolat bagian tengah warna
kuning karat
- Warna pinggir isolat putih agak
kekuningan
1. - Bagian Pinggiran isolat tidak rata
- Isolat tampak berlendir
Isolat 2 :
- Permukaan isolat datar
- Warna isolat putih kusam
- Isolat tampak berlendir
Isolat 3 :
- Permukaan isolat tidak beraturan
- Bagian tengah dan tepi isolat
2.
tidak beraturan
- Warna isolat putih agak sedikit
kekuningan
11
Isolat 4 :
- Warna tepi isolat putih kusam
- Warna tengah isolat putih susu
- Bagian tengah isolat sedikit
berlendir
- Tepi isolat bergerigi
Isolat 5 :
- Permukaan tidak rata
- Warna putih kusam
- Tepian tidak beraturan
3
Isolat 6:
- Warna isolat putih bening
- Tepi isolat bergelombang
- Isolat berlendir
- Isolat Nampak tipis
Isolat 7:
- Warna isolat putih bening
- Tepi isolat bergelombang
- Isolat berlendir
- Isolat Nampak tipis
Isolat 8:
4.
- Permukaan tidak rata
- Warna bagian tengah putih
kusam berlendir
- Warna bagian tepi putih susu
menebal
- Bagian tepi tidak beraturan
12
Pemurnian Isolat Bakteri (Ulangan 1 = 10-8, 10-9 ) & (Ulangan 2 = 10-8, 10-9)
4.1.3 Hasil Uji Antagonis (Uji Daya Hambat) Bakteri Rhizosfer terhadap
Cendawan Patogen
No Gambar Uji Antagonis Keterangan gambar
13
Uji bakteri rhizosfer isolat 9, 10, 11,
dan 12 dengan cendawan
3
Sclerotium rolfsii.
yang menghambat isolate 12 = ±1,04
4.2 Pembahasan
14
Kelemahan dari uji in vitro yaitu hanya dapat mendeteksi antagonisme yang
berdasarkan mekanisme antibiosis. Selain itu metode ini tidak berlaku bagi
sistem patogen antagonis yang bersifat parasit obligat (Djatmiko et al., 2016).
Uji antagonis secara in vitro sangat bermanfaat di bidang pertanian terutama
untuk menyeleksi mikroba antagonis yang mempunyai potensi terbaik sebagai
agensia pengendali hayati. Pengujian secara in vitro mudah dilakukan dan murah,
selain itu dapat pula diperoleh hasil yang tepat. Presentase kegagalan saat aplikasi
di lapangan dapat ditekan karena sudah dilakukan uji pendahuluan untuk
menyeleksi mikroba antagonis pada tahap awal (Soesanto, 2008).
Mekanisme pengendalian dengan agen hayati terhadap cendawan patogen
tumbuhan secara umum dibagi menjadi tiga macam,yaitu kompetisi terhadap
tempat tumbuh dannutrisi, antibiosis, dan parasitisme (Baker dan Cook, 1982
dalam Berlian et al., 2013). Trichoderma spp. merupakan salah satu agen
pengendali hayati yang paling potensial untukdikembangkan sebagai pengendali
hayati jamur patogen tular tanah. Penelitian yang dilakukanoleh Widyastuti dan
Hariani (2006) mengindikasikan bahwa Trichoderma efektif untuk menghambat
patogen tular tanah seperti Sclerotium rolfsii, Fusarium sp., Rhizoctonia solani
dan F. oxysporum dengan berbagai mekanisme yaitukompetisi, antibiosis dan
mikoparasit.
Uji antagonis rizobakteri yang telah dilakukan taMpak pada tabel gambar hasil
pengamatan diatas. Pengujian dilakukan dengan cara Cendawan patogen
diinokulasikan pada media PDA di tengah-tengah cawan petri, kemudian isolat
bakteri diinokulasikan pada posisi mengapit cendawan patogen yang berjarak 2
cm dari tepi cawan petri. Pengujian daya hambat rizobakteri terhadap Sclerotium
rolfsii dilakukan secara in vitro.
Uji bakteri rhizosfer ke-3 Isolate bahwa dengan cendawan didapatkan hasil
bahwa isolate 3 mampu menghambat hifa cendawan Sclerotium rolfsii, namun
pengamatan tersebut tidak terlalu jelas disebakan terjadinya kontaminasi pada
cendawan Sclerotium rolfsii, tetapi dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan
bahwa ke-3 isolate tersebut mampu menghambat pertumbuhan Sclerotium rolfsii.
15
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Adapun Kesimpulan dari praktikum kali ini ialah Dari eksplorasi bakteri
rhizosfer asal Putri malu (Mimosa pudica) ditemukan totalnya ada 14 isolat.
Namun dari 14 isolat tersebut setelah dilakukan pengujian secara in vitro hanya
ditemukan 3 isolat yang mampu menghambat cendawan patogen yaitu isolate 4
Isolate 6 dan isolate 12. Dan setelah di amati lagi apabila ciri-ciri dari bakteri
rhizosfer ke-3 isolate tesebut mempunyai ciri-ciri nya sama. Dan dinyatakan
bahwa ke-3 isolate tersebut mampu menghambat pertumbuhan Sclerotium rolfsi.
16
DAFTAR PUSTAKA
Alfizar, Marlina, dan Fitri Susanti. 2013.Kemampuan antagonis Trichoderma sp.
terhadap beberapa jamur patogen in vitro. J. Floratek 8: 45 -51.
Berlian, I., Budi Setyawan, dan Hananto Hadi. 2013. Mekanisme Antagonisme
Trichoderma spp.Terhadap Beberapa Patogen Tular Tanah. Warta
Perkaretan. 32(2): 74 – 82.
17
Herliyana, Elis N., R. Jamilah, D. Taniwiryonodan M. Alam Firmansyah. 2013.
Uji In-vitro Pengendalian Hayati oleh Trichodermaspp. Terhadap
Ganoderma yang Menyerang Sengon. Jurnal Silvikultur Tropika. Vol. 4
(3): 190 – 195.
Ismai N dan Tenrirawe A. 2010. Potensi agens hayati Trichoderma spp. sebagai
agens pengendali hayati. Di dalam: Seminar Regional Inovasi Teknologi
Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi
Utara. Prosiding Seminar Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Sulawesi Utara; Sulawesi Utara. Sulawesi (ID). hlm 1.
Mahartha, K.A., Khalimi, K. & Wirya, G.N.A.S.2013. Uji Efektivitas
Rhizobakteri sebagaiAgen Antagonis terhadap Fusarium oxysporumf.sp.
capsici Penyebab Penyakit Layu Fusariumpada Tanaman Cabai Rawit
(Capsicum frutescens L.). E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika. 2 (3): 145-
154.
Soesanto, L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. PT Raja
GrafindoPersada. Jakarta.
Sutariati G A K, Andi K dan Cynthia A. 2007. Isolasi bakteri rizosfer lokal dan
karakterisasi kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan koloni
cendawan patogen pada tomat. Jurnal Agriplus. Vol.17 No. 3
Purnomo, H. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Penerbit Andi. Yogyakarta.
18
LAMPIRAN
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Pengendalian
Hayati mulai dari Pengambilang sampel sampai tahap uji In vitro.
19
20