Anda di halaman 1dari 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknik Isolasi Jamur dan Bakteri


A. DI LUTI ON PLATE
Proses isolasi bakteri bertujuan untuk mendapatkan kultur murni, yaitu kultur
yang hanya terdiri dari satu jenis bakteri maupun jamur. Dari tahap isolasi ini
diharapkan akan didapatkan satu strain patogen serangga. Proses isolasi bakteri
patogen serangga menggunakan mekanisme Dilution Plate, diadopsi dari teknik
isolasi yang dilakukan oleh Djauhari dan Sastrahidayat (2007).
Secara sederhana proses ini dilakukan dengan memasukkan tanah dan
diencerkan pada aquades tertentu hingga pengenceran yang diinginkan. Suspensi hasil
pengenceran kemuadian ditanam pada media pertumbuha utuk bakteri dan jamur.
Proses pegenceran ini juga dapat dilakukan pada tanah gambut. Beberapa jamur yang
didapatkan dari proses pengenceran ialah Aspergillus sp., Fusarium sp., Penicilium
chysogenum, dan Mucor sp (Saragih, 2008). Penanaman suspensi dapat dilakukan
dengan dua teknik yaitu pour plate dan spread plate.
Metode Cawan Gores Kuadran (Strike Plate)
a. L-Glass Strike
b. Ose-wire Strike
c. Kultur Cair (Anonymous a, 2012)
Metode Cawan Tuang (Pour Plate) (Anonymous a, 2012)
B. METODE UMPAN SERANGGA (I nsect Bait Method)
Jamur entomopatogen dapat diperoleh dari dalam tanah menggunakan metode
umpan serangga. Umumnya serangga yang digunakan sebagai umpan adalah ulat
hongkong (Tenebrio molitor). Infeksi jamur entomopatogen terjadi akibat adanya
kontak konidia melalui sistem pernafasan serangga dan celah di antara segmen
tubuh serta bagia ekor serangga.
Konidia memenetrasi kutikula serangga dengan bantuan enzim pengurai,
antara lain kitinase, lipase, amylase, fosfatase, esterase, dan protease serta racun
dari golongan destruksin, beauverisin, dan mikotoksin yang menghambat produksi
energi dan protein. Akibat gangguan dari toksin tersebut, gerakan serangga
menjadi lambat, perilaku tidak tenang, kejang-kejang, dan akhirnya mati. Setelah
serangga mati jamur membentuk klamidiospor di dalam tubuh serangga,
selanjutnya tubuh serangga akan ditumbuhi oleh konidia jamur (Anonymous b,
2014).

2.2 Jamur dan Bakteri Entomopatogen
A. Jamur
Jamur entomopatogen merupakan salah satu agen hayati yang potensial untuk
mengendalikan berbagai jenis hama antara lain hama kedelai (Prayogo et al. 2005)
Penggunaan jamur entomopatogen ini merupakan suatu proses pemanfatan baik yang
sudah ada di ekosistem setempat maupun dengan introduksi dari luar melalui teknik
inokulasi dan inundasi (Steinhaus, 1963; Lacey, 1997).
Agens hayati yang berpotensi dalam mengendalikan hama tanaman adalah
jamur entomopatogen; Beauveria bassiana (Deciyanto & Indrayani, 2008; Herlinda,
2010) dan Metarhizium anisopliae (Ghanbary et al., 2009). Konidia B. bassiana dapat
menyebabkan mortalitas tungau mencapai 80-100% (Deciyanto & Indrayani, 2008)
dan mortalitas Nezara viridula mencapai 70-76% (Indriyati, 2009). Biopestisida M.
anisopliae dapat mematikan Locusta mencapai 70%- 90% dalam waktu 14-20 hari
(Lomer et al., 2001).

B. Bakteri
Dalam program PHT, agensia pengendalian hayati, seperti Metarhizium
anisopliae, Beauveria bassiana,dan Bacillus thuringiensismenjadi komponen utama
pengendalian (Iman & Priyatno 2001). Pemanfaatan agensia hayati mempunyai
beberapa kelebihan terutama selektivitasnya, meski harus diakui tidak seefektif
insektisida berbahan aktif kimia.
Agensia hayati yang sudah sangat umum digunakan untuk pengendalian hama
serangga salah satunya adalah B. thuringiensis(Bt). Bakteri ini menghasilkan protein
insektisidal deltaendotoksin yang sudah dikembangkan menjadi insektisida dan gen
penyandi protein insektisidalnya dimanfaatkan dalam pengembangan tanaman
transgenik (Iman & Priyatno 2001). Bakteri lain yang menghasilkan protein
insektisidal di antaranya adalah Photorhabdus luminescens, Xenorhabdus
nematophilus, Serratia entomophila and Serratia proteamaculans (Binglin et al2006).

2.3 Teknik Perbanyakan Jamur dan Bakteri
Jamur
Panaskan air sampai mendidih, masukkan beras/jagung sampai terendam
air ( 1 buku jaritangan), setelah berlendir diangkat dan tiriskan sampai kering
(kering angin). Masukkan dalam kantong plastik (ukuran 0,5 kg) sebanyak 100 g.
Sterilkan dengan cara dikukus menggunakan dandang selama 2 x 90 menit. Media
yang sudah steril tersebut didinginkan dengan mengeluarkannya dari dandang.
Setelah dingin inokulasikan inokulum (starter) Beauveria
bassiana/Metarrhizium/Verticillium dengan menggunakan jarum ose atau sendok teh
kecil steril yang dilakukandalam lemari isolasi ("Incase"). Inkubasikan dalam
ruangan bersih dengan suhu antara 25-27C. Media padat yang ditutupi miselia
berwarna putih/hijau/coklat tergantung cendawan yangdiinokulasikan yang berumur
14 -21 hari dapat digunakan untuk aplikasi. Media padat yang belum digunakan
langsung dapat disimpan dalam lemari pendingin.

Cara Aplikasi Dan Evaluasi
Siapkan larutan semprot dengan cara mencuci hasil biakan cendawan
Beauveria bassianaatau Metharrizium sp atau VerticiHium dalam media padat
sebanyak 1 bungkus (100 gram)dalam 1 liter air. Saring dengan kain dan masukkan
larutan yang didapat ke dalam tangki semprot, kemudian tambahkan 9 liter air
bersih. Tambahkan gula 1 sendok makan dan 1 sendok teh detergen. Waktu aplikasi
dilaksanakan pada sore hari (+ pukul 16.00). Diulang dengan interval 1minggu
sampai menjelang panen. Aplikasi pada pertanaman Hortikulturai dilakukan pada
saat populasi hama sasaran masihrendah (disesuaikan dengan rekomendasi dan
kondisi setempat). Amati perkembangan populasi hama sasaran dan musuh
alaminya (Predator) di daerah yangdiaplikasi dengan intervall (satu) minggu sekali.
Apabila masih terjadi peningkatan populasi hama sasaran, maka lakukan aplikasi
yang kedua dengan dosis yang sama dengan sebelumnya. (Dajaya, 2012)

Bakteri
Perbanyakan Corynebacterium Pada Media Cair (Ekstrak Kentang Gula = Ekg)
Bahan : Isolat corynebacterium, Media EKG (= 300 gr kentang + 15 gr gula pasir +
1lt air) , minyak sayur 1 ml, larutan kaliumpermangat (KMnO4) dan air destilasi.
Alat : Airator, kapas filter, selang, botol dan jerigen.
Masukan KMnO4, kapas filter, dan air destilasi masing-masing ke dalam
botol. Masukan Media EKG ke dalam fermentor (jerigen) dan inokulasikan Isolat
corynebacterium, tetesi dengan minyak sayur, kemudian tutup rapat. Hubungkan
airator, botol KMnO4, botol Filter, Fermentor (jerigen Media EKG), botol air
destilasi dengan selang plastik seperti pada gambar, kemudian hubungkan kabel
dengan sumber listrik. Inkubasikan bakteri dalam fermentor selama 14 hari. Dan
siap untuk digunakan di pertanaman padi.

Waktu Dan Cara Penggunaan
Perendaman benih. Buat larutan corynebacterium 5 ml/lt air, rendam benih
selama 15 menit sebelum sebar. Siapkan sprayer yang bersih bebas dari sisa
pestisida atau desinfektan yang dapat mematikan agen hayati Corynebacterium.
Buat larutan corynebacterium 5 ml/lt, tambahkan gula 2 gr/lt dan perekat 1 ml/lt
3. Penyemprotan pada pesemaian , pertanaman umur 14, 28, 42 dan 56 HST pada
waktu sore hari. (Anonymous b, 2007)

2.4 Cara Menghitung Kerapatan Konidia
Alat hitung spora yang digunakan ialah haemocytometer pembagian
Neubauer yaitu kotak yang tengan dibagi menjadi 25 kotak besar. Setiap kotak
besar dibagi lagi menjadi 16 kotak kecil sehingga didapat seluruhnya 400 kotak
kecil (25 x 16).
Untuk kerapatan spora yang baik untuk Trichoderma/Gliocladium (siap
aplikasi tabur) 1 x 10
6
spora/g dan untuk Beauveria/Metarhizium brontispa
(disemprotkan) adalah 1 x 10
8
spora/g. Sebelum haemocytometer digunakan,
terlebih dahulu permukaan hitung haemocytometer dibersihkan, kemudian
urutan kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Penyiapan suspensi
b. Cara menghitung spora yang terkandung pada suatu APH adalah sebagai
berikut:
Siapkan haemocytometer tipe neubauer improve, letakkan pada meja benda
mirkoskop. Tutup dengan gelas penutup. Amati dengan perbesaran 100x,
untuk mendapatkan bidang hitung pada haemocytometer.
Teteskan suspensi spora secara perlahan pada bidang hitung dengan
mikropipet hingga memenuhi kanal. Diamkan satu menit agar posisi stabil
Ulangi pengamatan untuk memperoleh fokus pada spora dan bidang
hitung
Hitung jumlah spora yang terdapat pada kotak hitung pada 5 bidang
pandang dengan perbesaran 400x menggunakan handcounter. Lakukan 2 kali
penghitungan untuk tiap bidang hitung. (Syahnen dkk, 2014)

Rumus perhitungan kerapatan spora
Konsentrasi spora dihitung dengan menggunakan rumus Sudibyo (1994):



dimana K = konsentrasi spora
t = jumlah spora yang diamati
N = jumlah kotak yang diamati
Adapun penghitungan spora sebagai berikut :
Rata-rata jumlah spora x d x 106
Jumlah spora = ------------------------------------------
80 x 0,25

Keterangan : D = tingkat pengenceran
106 = konstanta
0,25 = konstanta
80 = jumlah kotak kecil/kotak yang diamati (BPTP Jawa Timur
dalam Tarman. 2006)
BAB III METODE
3.1 Alat dan Bahan (beserta fungsinya)
DILUTION PLATE
Alat
Mikrotube 1,5 ml : Untuk tempat mencampurkan aquadesh dan tanah
sampel
Mikropipet : Untuk mengambil larutan tanah + aquadesh
Timbangan analitik : Untuk menimbang berat tanah sampel
Alkohol 70% : Untuk mensterilkan bahan dan tangan saat melakukan
inokulasi ke media PDA

Bahan
Sampel tanah : Bahan yang diduga terdapat jamur/bakteri
entomopatogen
Aquades steril : Pencampur tanah sampel
Nutrient agar (NA) : Media penumbuhan bakteri
Potato dextrose agar (PDA) : Media penumbuh jamur

METODE UMPAN SERANGGA (I nsect Bait Method)
Alat:
Wadah/toples : Tempat meletakkan ulat hongkong dan tanah sampel
Cawan petri : Tempat meletakkan ulat hongkong yang telah mati
Pinset : Untuk mengambil ulat hongkong yang mati dari tanah sampel
Kain kasa : Untuk menutup toples plastik
Timbangan : Untuk menimbang tanah sampel
Ayakan 600 mesh : Untuk mengayak tanah sampel
Bunsen : Untuk mensterilkan alat saat penanaman ulat di media
objek glass : Untuk meletakkan jamur yang akan diamati
cover glass : Untuk menutup objek glass
kamera : Untuk mendokumentasikan kegiatan paktikum
alat tulis. : Untuk menuliskan data praktikum
Bahan:
Sampel tanah : Bahan yang diduga terdapat jamur/bakteri
entomopatogen
Ulat hongkong instar 3 : Umpan jamur dan bakteri entomopatogen
Air : Melembapkan tanah sampel
Aquadesh : membilas ulat dari NaOCl 1%
Alkohol 70% : Untuk mensterilkan bahan dan tangan saat melakukan
inokulasi ke media PDA
NaOCl 1% : Mensterilisasi larva yang telah terinfeksi jamur
Media PDA : Tempat menumbuhkan jamur entomopatogen

3.2 Cara Kerja
DILUTION PLATE

Identifikasi patogen serangga sesuai karakteristik
Setelah koloni-koloni petogen serangga tumbuh tumbuh, maka dilakukan purifikasi
Lakukan penanaman bakteri dalam media NA dan PDA
Hasil larutan ambil dengan mikropipet sebanyak 0,1 ml ke dalam tabung reaksi yang
berisi aquades steril sebanyak 9 ml dan seterusnya
Gunakan metode dilution plate 10
-7
dengan menggunakan mikrotube untuk
mendapatkan bakteri patogen serangga dan 10
-3
untuk mendapatkan jamur patogen
serangga.
Timbang tanah 1 gram, masukkan dalam mikrotube yang berisi aquades steril
sebanyak 1000 l dan dihomogenkan.
METODE UMPAN SERANGGA (Insect Bait Method)


3.3 Analisis Perlakuan
DILUTION PLATE
Pertama-tama setelah semua alat dan bahan disiapkan, semprot alat dan
lingkungan agar steril dari kontaminan. Untuk membuat isolat jamur, ambil tanah
sampel yang diduga mengandung jamur entomopatogen ditimbang dengan timbangan
analitik sebanyak 1 gram, lalu masukkan ke dalam mikrotube yang telah diisi aquades
steril sebanyak 1000 l dan dihomogenkan. Setelah itu, digunakan metode dilution
plate 10
-7
dengan menggunakan mikrotube untuk mendapatkan bakteri patogen
Menutup dengan cover glass, masukkan dalam cawan petri yang berisi tissue yang sudah
dilembabkan. Inkubasi selama 3 hari, setelah itu amati dengan menggunakan mikroskop
identifikasi entomopatogen dengan cara mengambil sedikit media + jamur dan diletakkan
diatas objek glass
Larva diisolasi pada media PDA, diinkubasi selama 3 hari kemudian di purifikasi
Larva disterilisasi menggunakan NaOCl 1% selama 3 menit, Dibilas dengan aquades steril
sebanyak 3 kali, lalu dikeringkan diatas tissue steril
Isolasi jamur dari ulat hongkong, ambil larva yang terinfeksi oleh jamur entomopatogen
Sebanyak 10 ekor ulat hongkong instar 3 dimasukkan ke dalam wadah yang berisi tanah.
Wadah ditutup dengan kain kasa dan disimpan ditempat gelap. amati hingga 7 hari
Menimbang sampel tanah sebanyak 300 g lalu masukkan dalam toples plastik. Tanah
dilembabkan dengan aquades steril
Sampel tanah dibersihkan dari perakaran tanaman dan diayak dengan ayakan 600 mesh
serangga dan 10
-3
untuk mendapatkan jamur patogen serangga. Kemudian hasil
larutan yang telah homogen diambil dengan menggunakan mikropipet sebanyak 0,1
ml ke dalam tabung reaksi yang berisi aquades steril sebanyak 9 ml dan seterusnya
hingga pada tabung reaksi yang ketujuh untuk bakteri dan ketiga untuk jamur. Dari
larutan pengenceran yang ketujuh, dilakukan penanaman bakteri dengan
memasukkan larutan tersebut sebanyak 1 ml ke dalam media NA (Natrium Agar) dan
pada tabung ketiga diambil 1 ml dan ditanam pada media PDA (Potato Dextrose
Agar).
Penanaman suspensi dilakukan dengan dua teknik yaitu pour plate dan spread
plate. Untuk teknik pour plate (Metode tuang) media yang digunakan media cair
dengan cara memasukkan suspensi pengenceran sebanyak 0,1 ml terlebih dahulu ke
dalam cawan petri dan ditambahkan media cair. Cawan petri kemudian digoyang
membentuk angka delapan.
Sedangkan untuk teknik spread plate (metode sebar) dilakukan ketika media
yang digunakan ialah media yang telah ditung dalam cawan petri dan mengeras.
Suspensi pengenceran sebanyak 0,1 ml dimasukkan ke dalam cawan petri dan
diratakan dengan menggunakan stick L.
Setelah koloni-koloni petogen serangga tumbuh tumbuh, maka dilakukan
purifikasi menggunakan jarum ose untuk mendapatkan satu spesies patogen serangga.
Pada tahap terakhir dilakukan identifikasi patogen serangga sesuai karakteristik.

METODE UMPAN SERANGGA (Insect Bait Method)

Pada metode ini yang pertama harus kita lakukan adalah memancing
(menangkap/trappng) jamur entomopatogen dengan ulat hongkong. Ambil tanah
yang diduga mengandung jamur entomopatogen lalu bersihkan dari kotoran-kotoran
seperti akar dll kemudian ayak dengan ayakan 600 mesh hingga mencapai 300 g.
Setelah itu masukkan tanah kedalam toples plastik kemudian beri air agar lembap,
ambil 10-20 ekor ulat hongkong instar 2-3 masukkan. Tutup toples dengan kain kasa,
dan amati selama satu minggu.
Setelah satu minggu, lihat ulat hongkong yang diadikan umpan, bila ada ulat
yang terinfeksi jamur segera ambil dan sterilkan dengan NaOCl 1% selama 3 menit.
Bilas dengan aquadesh steril sebanyak 3 kali lalu keringkan dengan tissue. Isolasi
larva tersebut pada media PDA untuk memperbanyak jamur entomopatogennya.
Inkubasi selama 3 hari, lalu lakukan purifikasi.
Setelah dipurifikasi, ambil biakan jamur sedikit beserta medianya juga letakkan di objek glass
dengan menggunakan jarum ose.tutup dengan cover glass dan masukkan ke dalam petri yang
telah dilembabkan dengan air dan inkubasi selama 3 hari, baru setelah itu diidentifikasi
dengan mikroskop.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous a, 2012. Teknik isolasi bakteri. http://marinemicrobiologyfpikunpad.
files.wordpress.com/2012/04/3_mikrolaut_modul_3_ta2012.pdf
Anonymous b, 2007. Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan
(BBOPT), Jatisari Karawang Jawa Barat; Teknologi Diseminasi P3OPT dan
Pemberdayaan Petani; Perbanyakan Agen Hayati Corynebacterium. Tahun 2007.
Bagusditeratripratama. 2008. Keefektifan Metarhizium Anisopliae dan Benih Neem untuk
mengendalikan Otiorhynchus sulcatus di tempat pembibitan.
http://bagusditeratripratama.blogspot.com/2008/12/keefektifan-metarhizium-anisopliae-
dan_28.html diakeses 18 mei 2014
Binglin T, Trevor AJ, dan Mark RHH. 2006. Virulence of Serratia strains against Costelytra
zealandica. Applied and Environmental Microbiology 72: 6417-6418.
Deciyanto S & Indrayani IGAA. 2008. Jamur entomopatogen Beauveria bassiana: potensi
dan prospeknya dalam pengendalian hama tungau. Perspektif 8(2): 65-73.
Diunduh 14 mei 2014
Djauhari, S. dan I. R. Sastrahidayat. 2007. Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat.
Malang : Lembaga Penerbitan Fakultas Pertanian Unibraw. ISBN 9795085662.
Djaya, Ernawhaty renhaex. 2012. Perbanyakan Dan Aplikasi Cendawan Entomopatogen.
http://www.scribd.com/doc/89000666/Perbanyakan-Dan-Aplikasi-Cendawan-
Entomopatogen
Ghanbary MAT, Asgharzadeh A, Hadizadeh AR & Sharif MM. 2009. A quick method for
metarhizium anisopliae isolation from cultural soils. Am. J. Agri. & Biol. Sci. 4(2):152-
155.
Iman M dan Priyatno TP. 2001. Paradigma Baru Pengendalian Wereng Batang Coklat.
Buletin AgroBio 4:50-55.
Korlina, E. 2011. Pengembangan Dan Pemanfaatan Agens Pengendali Hayati (Aph)
Terhadap Hama Dan Penyakit Tanaman. Superman : Suara PerlindunganTanaman,
Vol.1.,No.2.,2011
Lacey, L.A. 1997. Initial Handling and Diagnosis of Diseases Insect. In Lacey, L.A. (Ed.)
Insect Pathology an Advanced Teatise. Academic Press. New York. 233 271.
Lomer CJ, Bateman RP, Johnson DL, Langewald J & Thomas M. 2001. Biological control of
locusts and grasshoppers. Annu. Rev. Entomol. 46: 667- 702.
Prayogo, Y., Tengkano, W., dan Marwoto. 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen
Metarhizium anisopliae Untuk Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura Pada
Kedelai. Jurnal Litbang Pertanian. 24 (1) : 19 26.
Saragih, S., D. 2008. Jenis-jenis Fungsi pada Beberapa Tingkat Kematangan Gambut. Skripsi
Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Soetopo, deciyanto dan Igaa indriyani. 2007. Status Teknologi dan Prospek Beauveria
bassiana Untuk Pengendalian Serangga Hama Tanaman Perkebunan yang Ramah
Lingkungan. Jurnal perspektif, Volume 6 Nomor 1, Juni 2007 : 29 46.
Soewarno et al. 2014. Jamur yang Berasosiasi Dengan Plutella Xylostella L. Pada Sentra
Tanaman Kubis Di Kota Tomohon Dan Kecamatan Modoinding.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/cocos/article/viewFile/3002/2546
Di unduh 18 mei 2014
Sudibyo, D. 1994. Petunjuk Praktis Cara Menghitung Jumlah, Kerapatan, Dan Viabilitas
Spora Jamur. Laboratorium Utama Pengendalian Hayati Dinas Perkebunan Propinsi
Jawa Timur.
Steinhaus, F.A. 1963. Insect Pathology an Advanced Theatise. Academic Press. New York.
689 hal.
Syahnen dkk. Teknik Uji Mutu Agens Ppengendali Hayati (APH) di Laboratorium.
Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan Dan Proteksi Tanaman Perkebunan
(BBPPTP): Medan
Tarman, Pasetriyani Eddy. 2006. Pengaruh Lama Masa Inkubasi Jamur Antagonis
Trichoderma Harzanium Terhadap Daya Hambat Perkembangan Jamur Patogen
Fusarium Oxyporum Penyebab Layu Tanaman Tomat Secara In Vitro.
Wiryadiputra, S. 1994. Prospek dan kendala pengembangan jamur entomopatonegik, B.
bassiana untuk pengendalian hayati hama penggerek buah kopi (Hypothenemus
hampei). Jornal Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol. 10 No. 3: 92-99

Anda mungkin juga menyukai