A. DI LUTI ON PLATE Proses isolasi bakteri bertujuan untuk mendapatkan kultur murni, yaitu kultur yang hanya terdiri dari satu jenis bakteri maupun jamur. Dari tahap isolasi ini diharapkan akan didapatkan satu strain patogen serangga. Proses isolasi bakteri patogen serangga menggunakan mekanisme Dilution Plate, diadopsi dari teknik isolasi yang dilakukan oleh Djauhari dan Sastrahidayat (2007). Secara sederhana proses ini dilakukan dengan memasukkan tanah dan diencerkan pada aquades tertentu hingga pengenceran yang diinginkan. Suspensi hasil pengenceran kemuadian ditanam pada media pertumbuha utuk bakteri dan jamur. Proses pegenceran ini juga dapat dilakukan pada tanah gambut. Beberapa jamur yang didapatkan dari proses pengenceran ialah Aspergillus sp., Fusarium sp., Penicilium chysogenum, dan Mucor sp (Saragih, 2008). Penanaman suspensi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu pour plate dan spread plate. Metode Cawan Gores Kuadran (Strike Plate) a. L-Glass Strike b. Ose-wire Strike c. Kultur Cair (Anonymous a, 2012) Metode Cawan Tuang (Pour Plate) (Anonymous a, 2012) B. METODE UMPAN SERANGGA (I nsect Bait Method) Jamur entomopatogen dapat diperoleh dari dalam tanah menggunakan metode umpan serangga. Umumnya serangga yang digunakan sebagai umpan adalah ulat hongkong (Tenebrio molitor). Infeksi jamur entomopatogen terjadi akibat adanya kontak konidia melalui sistem pernafasan serangga dan celah di antara segmen tubuh serta bagia ekor serangga. Konidia memenetrasi kutikula serangga dengan bantuan enzim pengurai, antara lain kitinase, lipase, amylase, fosfatase, esterase, dan protease serta racun dari golongan destruksin, beauverisin, dan mikotoksin yang menghambat produksi energi dan protein. Akibat gangguan dari toksin tersebut, gerakan serangga menjadi lambat, perilaku tidak tenang, kejang-kejang, dan akhirnya mati. Setelah serangga mati jamur membentuk klamidiospor di dalam tubuh serangga, selanjutnya tubuh serangga akan ditumbuhi oleh konidia jamur (Anonymous b, 2014).
2.2 Jamur dan Bakteri Entomopatogen A. Jamur Jamur entomopatogen merupakan salah satu agen hayati yang potensial untuk mengendalikan berbagai jenis hama antara lain hama kedelai (Prayogo et al. 2005) Penggunaan jamur entomopatogen ini merupakan suatu proses pemanfatan baik yang sudah ada di ekosistem setempat maupun dengan introduksi dari luar melalui teknik inokulasi dan inundasi (Steinhaus, 1963; Lacey, 1997). Agens hayati yang berpotensi dalam mengendalikan hama tanaman adalah jamur entomopatogen; Beauveria bassiana (Deciyanto & Indrayani, 2008; Herlinda, 2010) dan Metarhizium anisopliae (Ghanbary et al., 2009). Konidia B. bassiana dapat menyebabkan mortalitas tungau mencapai 80-100% (Deciyanto & Indrayani, 2008) dan mortalitas Nezara viridula mencapai 70-76% (Indriyati, 2009). Biopestisida M. anisopliae dapat mematikan Locusta mencapai 70%- 90% dalam waktu 14-20 hari (Lomer et al., 2001).
B. Bakteri Dalam program PHT, agensia pengendalian hayati, seperti Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana,dan Bacillus thuringiensismenjadi komponen utama pengendalian (Iman & Priyatno 2001). Pemanfaatan agensia hayati mempunyai beberapa kelebihan terutama selektivitasnya, meski harus diakui tidak seefektif insektisida berbahan aktif kimia. Agensia hayati yang sudah sangat umum digunakan untuk pengendalian hama serangga salah satunya adalah B. thuringiensis(Bt). Bakteri ini menghasilkan protein insektisidal deltaendotoksin yang sudah dikembangkan menjadi insektisida dan gen penyandi protein insektisidalnya dimanfaatkan dalam pengembangan tanaman transgenik (Iman & Priyatno 2001). Bakteri lain yang menghasilkan protein insektisidal di antaranya adalah Photorhabdus luminescens, Xenorhabdus nematophilus, Serratia entomophila and Serratia proteamaculans (Binglin et al2006).
2.3 Teknik Perbanyakan Jamur dan Bakteri Jamur Panaskan air sampai mendidih, masukkan beras/jagung sampai terendam air ( 1 buku jaritangan), setelah berlendir diangkat dan tiriskan sampai kering (kering angin). Masukkan dalam kantong plastik (ukuran 0,5 kg) sebanyak 100 g. Sterilkan dengan cara dikukus menggunakan dandang selama 2 x 90 menit. Media yang sudah steril tersebut didinginkan dengan mengeluarkannya dari dandang. Setelah dingin inokulasikan inokulum (starter) Beauveria bassiana/Metarrhizium/Verticillium dengan menggunakan jarum ose atau sendok teh kecil steril yang dilakukandalam lemari isolasi ("Incase"). Inkubasikan dalam ruangan bersih dengan suhu antara 25-27C. Media padat yang ditutupi miselia berwarna putih/hijau/coklat tergantung cendawan yangdiinokulasikan yang berumur 14 -21 hari dapat digunakan untuk aplikasi. Media padat yang belum digunakan langsung dapat disimpan dalam lemari pendingin.
Cara Aplikasi Dan Evaluasi Siapkan larutan semprot dengan cara mencuci hasil biakan cendawan Beauveria bassianaatau Metharrizium sp atau VerticiHium dalam media padat sebanyak 1 bungkus (100 gram)dalam 1 liter air. Saring dengan kain dan masukkan larutan yang didapat ke dalam tangki semprot, kemudian tambahkan 9 liter air bersih. Tambahkan gula 1 sendok makan dan 1 sendok teh detergen. Waktu aplikasi dilaksanakan pada sore hari (+ pukul 16.00). Diulang dengan interval 1minggu sampai menjelang panen. Aplikasi pada pertanaman Hortikulturai dilakukan pada saat populasi hama sasaran masihrendah (disesuaikan dengan rekomendasi dan kondisi setempat). Amati perkembangan populasi hama sasaran dan musuh alaminya (Predator) di daerah yangdiaplikasi dengan intervall (satu) minggu sekali. Apabila masih terjadi peningkatan populasi hama sasaran, maka lakukan aplikasi yang kedua dengan dosis yang sama dengan sebelumnya. (Dajaya, 2012)
Bakteri Perbanyakan Corynebacterium Pada Media Cair (Ekstrak Kentang Gula = Ekg) Bahan : Isolat corynebacterium, Media EKG (= 300 gr kentang + 15 gr gula pasir + 1lt air) , minyak sayur 1 ml, larutan kaliumpermangat (KMnO4) dan air destilasi. Alat : Airator, kapas filter, selang, botol dan jerigen. Masukan KMnO4, kapas filter, dan air destilasi masing-masing ke dalam botol. Masukan Media EKG ke dalam fermentor (jerigen) dan inokulasikan Isolat corynebacterium, tetesi dengan minyak sayur, kemudian tutup rapat. Hubungkan airator, botol KMnO4, botol Filter, Fermentor (jerigen Media EKG), botol air destilasi dengan selang plastik seperti pada gambar, kemudian hubungkan kabel dengan sumber listrik. Inkubasikan bakteri dalam fermentor selama 14 hari. Dan siap untuk digunakan di pertanaman padi.
Waktu Dan Cara Penggunaan Perendaman benih. Buat larutan corynebacterium 5 ml/lt air, rendam benih selama 15 menit sebelum sebar. Siapkan sprayer yang bersih bebas dari sisa pestisida atau desinfektan yang dapat mematikan agen hayati Corynebacterium. Buat larutan corynebacterium 5 ml/lt, tambahkan gula 2 gr/lt dan perekat 1 ml/lt 3. Penyemprotan pada pesemaian , pertanaman umur 14, 28, 42 dan 56 HST pada waktu sore hari. (Anonymous b, 2007)
2.4 Cara Menghitung Kerapatan Konidia Alat hitung spora yang digunakan ialah haemocytometer pembagian Neubauer yaitu kotak yang tengan dibagi menjadi 25 kotak besar. Setiap kotak besar dibagi lagi menjadi 16 kotak kecil sehingga didapat seluruhnya 400 kotak kecil (25 x 16). Untuk kerapatan spora yang baik untuk Trichoderma/Gliocladium (siap aplikasi tabur) 1 x 10 6 spora/g dan untuk Beauveria/Metarhizium brontispa (disemprotkan) adalah 1 x 10 8 spora/g. Sebelum haemocytometer digunakan, terlebih dahulu permukaan hitung haemocytometer dibersihkan, kemudian urutan kegiatan yang dilakukan adalah : a. Penyiapan suspensi b. Cara menghitung spora yang terkandung pada suatu APH adalah sebagai berikut: Siapkan haemocytometer tipe neubauer improve, letakkan pada meja benda mirkoskop. Tutup dengan gelas penutup. Amati dengan perbesaran 100x, untuk mendapatkan bidang hitung pada haemocytometer. Teteskan suspensi spora secara perlahan pada bidang hitung dengan mikropipet hingga memenuhi kanal. Diamkan satu menit agar posisi stabil Ulangi pengamatan untuk memperoleh fokus pada spora dan bidang hitung Hitung jumlah spora yang terdapat pada kotak hitung pada 5 bidang pandang dengan perbesaran 400x menggunakan handcounter. Lakukan 2 kali penghitungan untuk tiap bidang hitung. (Syahnen dkk, 2014)
Rumus perhitungan kerapatan spora Konsentrasi spora dihitung dengan menggunakan rumus Sudibyo (1994):
dimana K = konsentrasi spora t = jumlah spora yang diamati N = jumlah kotak yang diamati Adapun penghitungan spora sebagai berikut : Rata-rata jumlah spora x d x 106 Jumlah spora = ------------------------------------------ 80 x 0,25
Keterangan : D = tingkat pengenceran 106 = konstanta 0,25 = konstanta 80 = jumlah kotak kecil/kotak yang diamati (BPTP Jawa Timur dalam Tarman. 2006) BAB III METODE 3.1 Alat dan Bahan (beserta fungsinya) DILUTION PLATE Alat Mikrotube 1,5 ml : Untuk tempat mencampurkan aquadesh dan tanah sampel Mikropipet : Untuk mengambil larutan tanah + aquadesh Timbangan analitik : Untuk menimbang berat tanah sampel Alkohol 70% : Untuk mensterilkan bahan dan tangan saat melakukan inokulasi ke media PDA
Bahan Sampel tanah : Bahan yang diduga terdapat jamur/bakteri entomopatogen Aquades steril : Pencampur tanah sampel Nutrient agar (NA) : Media penumbuhan bakteri Potato dextrose agar (PDA) : Media penumbuh jamur
METODE UMPAN SERANGGA (I nsect Bait Method) Alat: Wadah/toples : Tempat meletakkan ulat hongkong dan tanah sampel Cawan petri : Tempat meletakkan ulat hongkong yang telah mati Pinset : Untuk mengambil ulat hongkong yang mati dari tanah sampel Kain kasa : Untuk menutup toples plastik Timbangan : Untuk menimbang tanah sampel Ayakan 600 mesh : Untuk mengayak tanah sampel Bunsen : Untuk mensterilkan alat saat penanaman ulat di media objek glass : Untuk meletakkan jamur yang akan diamati cover glass : Untuk menutup objek glass kamera : Untuk mendokumentasikan kegiatan paktikum alat tulis. : Untuk menuliskan data praktikum Bahan: Sampel tanah : Bahan yang diduga terdapat jamur/bakteri entomopatogen Ulat hongkong instar 3 : Umpan jamur dan bakteri entomopatogen Air : Melembapkan tanah sampel Aquadesh : membilas ulat dari NaOCl 1% Alkohol 70% : Untuk mensterilkan bahan dan tangan saat melakukan inokulasi ke media PDA NaOCl 1% : Mensterilisasi larva yang telah terinfeksi jamur Media PDA : Tempat menumbuhkan jamur entomopatogen
3.2 Cara Kerja DILUTION PLATE
Identifikasi patogen serangga sesuai karakteristik Setelah koloni-koloni petogen serangga tumbuh tumbuh, maka dilakukan purifikasi Lakukan penanaman bakteri dalam media NA dan PDA Hasil larutan ambil dengan mikropipet sebanyak 0,1 ml ke dalam tabung reaksi yang berisi aquades steril sebanyak 9 ml dan seterusnya Gunakan metode dilution plate 10 -7 dengan menggunakan mikrotube untuk mendapatkan bakteri patogen serangga dan 10 -3 untuk mendapatkan jamur patogen serangga. Timbang tanah 1 gram, masukkan dalam mikrotube yang berisi aquades steril sebanyak 1000 l dan dihomogenkan. METODE UMPAN SERANGGA (Insect Bait Method)
3.3 Analisis Perlakuan DILUTION PLATE Pertama-tama setelah semua alat dan bahan disiapkan, semprot alat dan lingkungan agar steril dari kontaminan. Untuk membuat isolat jamur, ambil tanah sampel yang diduga mengandung jamur entomopatogen ditimbang dengan timbangan analitik sebanyak 1 gram, lalu masukkan ke dalam mikrotube yang telah diisi aquades steril sebanyak 1000 l dan dihomogenkan. Setelah itu, digunakan metode dilution plate 10 -7 dengan menggunakan mikrotube untuk mendapatkan bakteri patogen Menutup dengan cover glass, masukkan dalam cawan petri yang berisi tissue yang sudah dilembabkan. Inkubasi selama 3 hari, setelah itu amati dengan menggunakan mikroskop identifikasi entomopatogen dengan cara mengambil sedikit media + jamur dan diletakkan diatas objek glass Larva diisolasi pada media PDA, diinkubasi selama 3 hari kemudian di purifikasi Larva disterilisasi menggunakan NaOCl 1% selama 3 menit, Dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali, lalu dikeringkan diatas tissue steril Isolasi jamur dari ulat hongkong, ambil larva yang terinfeksi oleh jamur entomopatogen Sebanyak 10 ekor ulat hongkong instar 3 dimasukkan ke dalam wadah yang berisi tanah. Wadah ditutup dengan kain kasa dan disimpan ditempat gelap. amati hingga 7 hari Menimbang sampel tanah sebanyak 300 g lalu masukkan dalam toples plastik. Tanah dilembabkan dengan aquades steril Sampel tanah dibersihkan dari perakaran tanaman dan diayak dengan ayakan 600 mesh serangga dan 10 -3 untuk mendapatkan jamur patogen serangga. Kemudian hasil larutan yang telah homogen diambil dengan menggunakan mikropipet sebanyak 0,1 ml ke dalam tabung reaksi yang berisi aquades steril sebanyak 9 ml dan seterusnya hingga pada tabung reaksi yang ketujuh untuk bakteri dan ketiga untuk jamur. Dari larutan pengenceran yang ketujuh, dilakukan penanaman bakteri dengan memasukkan larutan tersebut sebanyak 1 ml ke dalam media NA (Natrium Agar) dan pada tabung ketiga diambil 1 ml dan ditanam pada media PDA (Potato Dextrose Agar). Penanaman suspensi dilakukan dengan dua teknik yaitu pour plate dan spread plate. Untuk teknik pour plate (Metode tuang) media yang digunakan media cair dengan cara memasukkan suspensi pengenceran sebanyak 0,1 ml terlebih dahulu ke dalam cawan petri dan ditambahkan media cair. Cawan petri kemudian digoyang membentuk angka delapan. Sedangkan untuk teknik spread plate (metode sebar) dilakukan ketika media yang digunakan ialah media yang telah ditung dalam cawan petri dan mengeras. Suspensi pengenceran sebanyak 0,1 ml dimasukkan ke dalam cawan petri dan diratakan dengan menggunakan stick L. Setelah koloni-koloni petogen serangga tumbuh tumbuh, maka dilakukan purifikasi menggunakan jarum ose untuk mendapatkan satu spesies patogen serangga. Pada tahap terakhir dilakukan identifikasi patogen serangga sesuai karakteristik.
METODE UMPAN SERANGGA (Insect Bait Method)
Pada metode ini yang pertama harus kita lakukan adalah memancing (menangkap/trappng) jamur entomopatogen dengan ulat hongkong. Ambil tanah yang diduga mengandung jamur entomopatogen lalu bersihkan dari kotoran-kotoran seperti akar dll kemudian ayak dengan ayakan 600 mesh hingga mencapai 300 g. Setelah itu masukkan tanah kedalam toples plastik kemudian beri air agar lembap, ambil 10-20 ekor ulat hongkong instar 2-3 masukkan. Tutup toples dengan kain kasa, dan amati selama satu minggu. Setelah satu minggu, lihat ulat hongkong yang diadikan umpan, bila ada ulat yang terinfeksi jamur segera ambil dan sterilkan dengan NaOCl 1% selama 3 menit. Bilas dengan aquadesh steril sebanyak 3 kali lalu keringkan dengan tissue. Isolasi larva tersebut pada media PDA untuk memperbanyak jamur entomopatogennya. Inkubasi selama 3 hari, lalu lakukan purifikasi. Setelah dipurifikasi, ambil biakan jamur sedikit beserta medianya juga letakkan di objek glass dengan menggunakan jarum ose.tutup dengan cover glass dan masukkan ke dalam petri yang telah dilembabkan dengan air dan inkubasi selama 3 hari, baru setelah itu diidentifikasi dengan mikroskop. DAFTAR PUSTAKA
Anonymous a, 2012. Teknik isolasi bakteri. http://marinemicrobiologyfpikunpad. files.wordpress.com/2012/04/3_mikrolaut_modul_3_ta2012.pdf Anonymous b, 2007. Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBOPT), Jatisari Karawang Jawa Barat; Teknologi Diseminasi P3OPT dan Pemberdayaan Petani; Perbanyakan Agen Hayati Corynebacterium. Tahun 2007. Bagusditeratripratama. 2008. Keefektifan Metarhizium Anisopliae dan Benih Neem untuk mengendalikan Otiorhynchus sulcatus di tempat pembibitan. http://bagusditeratripratama.blogspot.com/2008/12/keefektifan-metarhizium-anisopliae- dan_28.html diakeses 18 mei 2014 Binglin T, Trevor AJ, dan Mark RHH. 2006. Virulence of Serratia strains against Costelytra zealandica. Applied and Environmental Microbiology 72: 6417-6418. Deciyanto S & Indrayani IGAA. 2008. Jamur entomopatogen Beauveria bassiana: potensi dan prospeknya dalam pengendalian hama tungau. Perspektif 8(2): 65-73. Diunduh 14 mei 2014 Djauhari, S. dan I. R. Sastrahidayat. 2007. Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat. Malang : Lembaga Penerbitan Fakultas Pertanian Unibraw. ISBN 9795085662. Djaya, Ernawhaty renhaex. 2012. Perbanyakan Dan Aplikasi Cendawan Entomopatogen. http://www.scribd.com/doc/89000666/Perbanyakan-Dan-Aplikasi-Cendawan- Entomopatogen Ghanbary MAT, Asgharzadeh A, Hadizadeh AR & Sharif MM. 2009. A quick method for metarhizium anisopliae isolation from cultural soils. Am. J. Agri. & Biol. Sci. 4(2):152- 155. Iman M dan Priyatno TP. 2001. Paradigma Baru Pengendalian Wereng Batang Coklat. Buletin AgroBio 4:50-55. Korlina, E. 2011. Pengembangan Dan Pemanfaatan Agens Pengendali Hayati (Aph) Terhadap Hama Dan Penyakit Tanaman. Superman : Suara PerlindunganTanaman, Vol.1.,No.2.,2011 Lacey, L.A. 1997. Initial Handling and Diagnosis of Diseases Insect. In Lacey, L.A. (Ed.) Insect Pathology an Advanced Teatise. Academic Press. New York. 233 271. Lomer CJ, Bateman RP, Johnson DL, Langewald J & Thomas M. 2001. Biological control of locusts and grasshoppers. Annu. Rev. Entomol. 46: 667- 702. Prayogo, Y., Tengkano, W., dan Marwoto. 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen Metarhizium anisopliae Untuk Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura Pada Kedelai. Jurnal Litbang Pertanian. 24 (1) : 19 26. Saragih, S., D. 2008. Jenis-jenis Fungsi pada Beberapa Tingkat Kematangan Gambut. Skripsi Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Soetopo, deciyanto dan Igaa indriyani. 2007. Status Teknologi dan Prospek Beauveria bassiana Untuk Pengendalian Serangga Hama Tanaman Perkebunan yang Ramah Lingkungan. Jurnal perspektif, Volume 6 Nomor 1, Juni 2007 : 29 46. Soewarno et al. 2014. Jamur yang Berasosiasi Dengan Plutella Xylostella L. Pada Sentra Tanaman Kubis Di Kota Tomohon Dan Kecamatan Modoinding. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/cocos/article/viewFile/3002/2546 Di unduh 18 mei 2014 Sudibyo, D. 1994. Petunjuk Praktis Cara Menghitung Jumlah, Kerapatan, Dan Viabilitas Spora Jamur. Laboratorium Utama Pengendalian Hayati Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur. Steinhaus, F.A. 1963. Insect Pathology an Advanced Theatise. Academic Press. New York. 689 hal. Syahnen dkk. Teknik Uji Mutu Agens Ppengendali Hayati (APH) di Laboratorium. Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan Dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP): Medan Tarman, Pasetriyani Eddy. 2006. Pengaruh Lama Masa Inkubasi Jamur Antagonis Trichoderma Harzanium Terhadap Daya Hambat Perkembangan Jamur Patogen Fusarium Oxyporum Penyebab Layu Tanaman Tomat Secara In Vitro. Wiryadiputra, S. 1994. Prospek dan kendala pengembangan jamur entomopatonegik, B. bassiana untuk pengendalian hayati hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei). Jornal Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol. 10 No. 3: 92-99