Disusun Oleh :
Diannisa’ Hanifah Az-Zahra
19025010046
Golongan B1
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar praktikan mampu mengetahui proses propagasi
in vitro menggunakan umbi bawang putih secara aseptik dan membuat tanaman
mini in vitro unik yang memiliki daya jual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 5.1
Hasil Propagasi Umbi Bawang
Putih
4.2 Pembahasan
Propagasi secara in vitro atau kultur jaringan merupakan teknik dalam
menumbuhkan dan memperbanyak sel, jaringan dan organ pada media
pertumbuhan secara aseptik dalam lingkungan yang terkontrol. Menurut Anitasari
dkk. (2018) prinsip utama dari kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman
dengan memakai bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan. Berbeda
dari teknik perbanyakan secara konvensional, teknik kultur jaringan merupakan
teknik yang dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam sebuah boltor kultur dengan
medium serta kondisi tertentu. Dilakukan dengan steril bertujuan agar sel dan
bagian-bagian lain yang hendak ditumbuhkan akan mudah dalam beregenerasi
menjadi tanaman utuh kembali.
Praktikum propagasi tanaman secara in vitro dilaksanakan menggunakan
umbi bawang putih yang akan diambil eksplannya dan sudah direndam dalam
larutan fungisida dan bakterisida selama 24 jam. Lalu membilas umbi bawang
putih agar bersih dari sisa fungisida dan bakterisida menggunakan aquades pada
laminar air flow sebanyak tiga kali bilas. Umbi bawang putih selanjutnya
direndam dalam lautan klorox 5% selama 10 menit dan lautan klorox 10% selama
5 menit lalu dibilas sebanyak 3 kali. Selain direndam larutan klorox dengan
konsentrasi berbeda, umbi juga direndam alkohol 70% selama 3 menit lalu dibilas
sebanyak sekali. Proses pembilasan dilakukan menggunakan aquades steril. Umbi
dipotong-potong dan diambil pada bagian tengahnya untuk dijadikan eksplan dan
direndam pada betadine yang diencerkan dalam cawan petri. Eksplan lalu ditanam
pada media MS dengan jarak penanaman antar eksplan tidak terlalu berdekatan
kemudian ditutup menggunakan plastik dan karet. Kultur yang telah siap
diletakkan pada rak kultur dalam ruang inkubasi.
Hasil pengamatan propagasi tanaman secara in vitro menunjukkan setelah 3
minggu penanaman eksplan bawang putih dengan kultur jaringan yang telah
diinkubasi terdapat tunas yang tumbuh. Pertumbuhan tersebut dapat disebabkan
oleh adanya hormon yang terkandung dalam media tersebut. Kemunculan tunas
menandakan bahwa eksplan berhasil ditumbuhkan. Pangestika dkk. (2015)
berpendapat bahwa kemunculan tunas menunjukkan keberhasilan regenerasi
eksplan yang diinokulasi melalui kultur jaringan. Pertumbuhan eksplan yang
diamati secara visual terlihat berupa pemanjangan dan pembesaran jaringan.
Keberhasilan kultur jaringan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya sterilisasi, pemilihan bahan eksplan, media penanaman eksplan, faktor
lingkungan seperti pH, cahaya dan temperatur, serta kandungan ZPT (Zat
Pengatur Tumbuh) dalam medium kultur. Menurut Putri dkk. (2017) lingkungan
tidak menguntungkan adalah akibat proses-proses sterilisasi senyawa-senyawa
kimia sterilan. Media dasar yang digunakan dalam kultur jaringan adalah
Murashige and Skoog (media MS). Karjadi dan Buchori (2017) mengungkapkan
bahwa keunggulan media MS terdapat pada kandungan konsentrasi nutrisinya
yang lebih tinggi dibandingkan dengan media dasar lainnya diantaranya adalah
Media MS mengandung 1120,52 mg L-1 nitrogen dalam bentuk NO3- dan 812,37
mg L-1 nitrogen dalam bentuk NH4+.
Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan merupakan peluang besar
untuk mengatasi kebutuhan bibit dalam jumlah besar, serentak, dan bebas
penyakit sehingga bibit yang dihasilkan lebih sehat serta seragam dalam waktu
relative singkat sehingga lebih ekonomis dan teknik perbanyakan tanaman ini
dapat dilakukan sepanjang waktu tanpa tergantung musim. Selain itu itu kultur
jaringan juga dapat digunakan dalam pelestarian plasma nutfah yang hampir
punah, percepatan pemulian tanaman. Menurut Zulkarnain (2011) manfaat lain
dari kultur jaringan yaitu keseragaman genetik dan memperbanyak tanaman yang
sulit secara vegetatif. Sedangkan kelemahan propagasi tanaman secara in vitro
menurut Sandra (2018) antara lain dibutuhkannya biaya investasi awal yang relatif
lebih besar untuk pengadaan laboratorium, dibutuhkan keahlian khusus untuk
mengerjakannya, tanaman yang dihasilkan berukuran kecil dengan kondisi
aseptik, relatif memerlukan perlakuan khusus setelah aklimitisasi, serta perlu
penyesuaian kembali ke lingkungan luar.
Teknik propagasi tanaman dengan cara in vitro telah memacu
perkembangan ilmu tanaman dengan pesat. Propagasi tanaman in vitro kini bukan
hanya sekedar bertujuan untuk perbanyakan tanaman pangan saja, namun telah
meluas kepada berbagai komoditi tanaman. Basri (2016) mengungkapkan bahwa
aplikasi teknik kultur jaringan bertujuan untuk eliminasi suatu penyakit atau
produksi bibit bebas penyakit, kelestarian plasma nutfah, memperoleh varietas
unggul dan produksi senyawa metabolit sekunder. Oleh karena itu, teknik kultur
jaringan sangat penting diterapkan dalam perbanyakan tanaman baik untuk
tanaman pertanian maupun tanaman perkebunan.
BAB V
KESIMPULAN