Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI AGENS HAYATI


EKSPLORASI MIKROORGANISME SEBAGAI AGENS
HAYATI (JAMUR ENTOMOPATOGEN)

Nama : Pandu Muttaqin Tiyasamukti

NIM : 145040101111196

Kelompok : K.3

Asisten : Anita Qurania

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini tuntutan masyarakat akan produk tanaman yang
berkualitas, ekonomis, serta aman dikonsumsi semakin tinggi. Sehingga
penggunaan pestisida sintetik mulai ditinggalkan dikarenakan berisiko
besar dalam menyebabkan resistensi, resurgensi, pencemaran
lingkungan, musnahnya musuh alami, timbulnya residu pestisida dalam
tanaman dan sebagainya. Oleh karena itu, pengendalian hayati diharapkan
dapat mengurangi efek samping dari penggunaan pestisida dalam
mengendalikan serangan OPT serta dapat memperoleh produk tanaman
yang sehat.
Pengendalian hayati dan pengelolaan habitat adalah suatu upaya
menjaga pertumbuhan tanaman dan menjaga lingkungan agar sesuai
untuk tanaman dan agen hayati serta tidak sesuai untuk perkembangan
patogen. Melalui praktikum ini, mahasiswa dikenalkan suatu cara dalam
melakukan pengendalian hayati terhadap penyakit tanaman khususnya
yang disajikan melalui beberapa praktikum yang ada dalam uraian
selanjutnya. Musuh alami hama dapat berupa parasitoid maupun
mikroorganisme lainnya. Penggunaan musuh alami memang tidak seefektif
apabila menggunakan pestisida kimia, tetapi kelebihan dari menggunakan
musuh alami adalah lebih ramah lingkungan dan lebih ekonomis. Karena
dapat mengurangi biaya produksi pertanian, yaitu dari biaya pengendalian
hama.
Jamur entomopatogen adalah jamur yang berperan sebagai musuh
alami dan dapat mengendalikan jumlah hama. Karena sebagian jamur
memiliki kemampuan untuk mengganggu fungsi fisiologis serangga.
Bahkan dapat bersifat mematikan bagi serangga hama. Jamur
entomopatogen menyerang serangga yang masih hidup, kemudian ia akan
mengganggu fungsi fisiologis serangga. Setelah jamur membuat serangga
mati, jamur masih dapat hidup bahkan setelah serangga berubah menjadi
bangkai.
Dalam praktikum kali ini akan dilakukan perbanyakan dari jamur
entomopatogen. Jenis jamur yang akan dibahas adalah Aspergillus sp.
Perbanyakan dari jamur entomopatogen Aspergillus sp. dilakukan secara
aseptis, agar tidak terkontaminasi dengan mikroorganisme lain.
Perbanyakan Aspergillus sp. diharapkan mampu menjadi solusi ekonomis
dalam pengendalian hayati hama di lahan budidaya.

1.2 Tujuan
a. Mengetahui teknik isolasi agens hayati (insect bait method)
b. Mengetahui karakteristik fisiologis jamur Aspergillus sp.
c. Mengetahui identifikasi jamur entomopatogen
d. Mengetahui pengamatan dan perbanyakan Aspergillus sp.
1.3 Manfaat
a. Dapat mengaplikasikan teknik isolasi agens hayati (insect bait method)
b. Dapat mempelajari karakteristik fisiologis jamur aspergillus sp.
c. Dapat membedakan entomopatogen dengan parasite
d. Dapat melakukan pengamatan dan perbanyakan Aspergillus sp.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teknik Isolasi Agens Hayati (Insect Bait Method)
Pengendalian hayati pada dasarnya yaitu pemanfaatan dan
penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama dan
penyakit tanaman yang merugikan. Pengendalian hayati sangat dilatar
belakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi terutama teori tentang
pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem.
Isolasi mikroba adalah memisahkan mikroba dengan substratnya.
Mengisolasi mikroba dengan cara menumbuhkan (menanam) dalam
medium padat. Hal ini karena dalam medium padat, sel-sel mikroba akan
membentuk koloni yang tepat pada tempatnya. Sel mikroba akan
tertangkap pada medium padat pada beberapa tempat yang terpisah, maka
sel atau kumpulan sel mikroba yang hidup akan berkembang menjadi suatu
koloni yang terpisah (Untung, 2001).
Secara alami, mikroorganisme di alam ditemukan dalam populasi
campuran. Hanya dalam keadaan tertentu saja populasi ini ditemukan
dalam keadaan murni. Untuk mempelajari sifat biakan, dan morfologinya,
maka mikroorganisme yang akan diteliti harus dapat dipisahkan. Hal ini
berarti bahwa harus diperoleh biakan murni. Untuk memperoleh biakan
murni dapat dilakukan pengenceran dengan menggunakan bahan cair atau
bahan padat. Pada mulanya digunakan gelatin sebagai bahan pemadat.
Gelatin terdiri dari protein sehingga dapat dicerna atau di cairkan oleh
mikroorganisme. Bahan pemadat yang kemudian ditemukan adalah agar
yang merupakam polisakarida dari rumput laut. Agar dapat mencair pada
suhu 1000C, sedangkan pada suhu 440C masih dalam bentuk cair. Suhu
ini masih memungkinkan mikroorganisme dapat tumbuh, sehingga media
dengan suhu 440C dapat menumbuhkan bakteri dan jamur. Pada
umumnya mikroorganisme tidak dapat mencerna atau mencairkan agar
(Waluyo, 2008).
2.2 Contoh Entomopatogen dan Patogen Antagonis
Aspergilus sp adalah salah satu jenis mikroorganisme yang termasuk
jamur, dan termasuk dalam mikroorganisme eukariotik. Aspergilus sp
secara mikroskopis dicirikan sebagai hifa bersepta dan bercabang,
konidiofora muncul dari foot cell (miselium yang bengkak dan berdinding
tebal) membawa stigmata dan akan tumbuh konidia yang membentuk rantai
berwarna hijau, coklat atau hitam (Anindyawati, 2003).
Aspergilus sp secara makroskopis mempunyai hifa fertil yang
muncul dipermukaan dan hifa vegetatif terdapat dibawah permukaan.
Jamur tumbuh membentuk koloni mold berserabut, smoth, cembung serta
koloni yang kompak berwarna hijau kelabu, hijau coklat, hitam,
putih.warna koloni dipengaruhi oleh warna spora misalnya spora berwarna
hijau, maka koloni hijau. Yang semula berwarna putih tidak tampak lagi.
Aspergillus fumigatus adalah jamur yang termasuk dalam kelas Ascomycetes
yang mudah diisolasi dari lingkungan udara. Jamur ini dapat ditemukan di
mana-mana pada tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk. Aspergillus
fumigatus memiliki tangkai-tangkai panjang (konidiofor), konidiofora berseptat
atau nonseptat yang muncul dari sel kaki, pada ujung konidiofor muncul
sebuah gelembung, keluar dari gelembung ini muncul sterigma, pada sterigma
muncul konidium–konidium yang tersusun berurutan mirip bentuk untaian
mutiara yang mendukung kepalanya yang besar. Di kepala ini terdapat spora
yang membangkitkan sel hasil dari rantai panjang spora. Aspergillus
fumigatus ini mampu tumbuh pada suhu 37°C. (Anindyawati, 2003).
Aspergillus fumigatus bereproduksi dengan pembentukan konidiospora
yang dilepaskan ke dalam lingkungan. Aspergillus fumigatus ini mampu
tumbuh pada suhu 37° C. Spesies Aspergillus secara alamiah ada dimana–
mana, terutama pada makanan, sayuran basi, pada sampah daun atau
tumpukan kompos. Konidia biasanya terdapat di udara baik di dalam maupun
di luar ruangan dan sepanjang tahun. Penyebarannya melalui inhalasi konidia
yang ada di udara (Marvell, 2008).
BAB III METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Pembuatan Media
Alat :
- Pisau : untuk memotong kentang menjadi bentuk kotak
kecil 2x2.
- Erlemeyerr : digunakan untuk mengukur dan mencampur
bahan yang akan dianalisa.
- Saringan : untuk melakukan penyaringan pada rebusan
kentang yang telah direbus.
- Panci : digunakan sebagai tempat merebus kentang
- Kompor : digunakan sebagai alat masak atau proses
pemanasan pada perebusan kentang.
- Spatula : digunakan untuk mengaduk media yang dibuat
agar homogen.
Bahan :
- Kentang 200gr :sebagai sumber karbon (karbohidrat), vitamin
dan energi
- Dextrose 20gr :sebagai sumber gula dan energy
- Agar 20gr :untuk memadatkan medium PDA
- Aquades 1000ml : untuk melarutkan agar,dextrose dan kentang
- Anti bakteri :untuk menjaga media agar tidak terkontaminasi

3.1.2 Eksplorasi dengan metode insect bait


Alat :
- Ayakan : untuk mendapatkan sampel tanah yang bersih
perakaran atau benda lainnya.
- Timbangan : untuk menimbang sampel tanah
- Wadah /toples : untuk media sampel tanah dan media biakan
ulat hongkong
- Kain Kasa : digunakan sebagai penutup wadah atau toples.
- Kamera : untuk mendokumentasi pengamatan
- Alat Tulis : untuk mencatat hasil pengamatan
Bahan :
- Ulat Hongkong : untuk obyek pengamatan
- Aquades steril : untuk melembabkan tanah
- Sampel Tanah : untuk media hidup perkembangan ulat
hongkong

3.1.3 Isolasi dan Purifikasi


Alat Isolasi:
- Cawan Petri : untuk media inkubasi
- Pinset Bundar : untuk memindahkan larva yang terinfeksi oleh
jamur entomopatogen
Alat purifikasi:
- Jarum Ose : untuk memindahkan biakan untuk
ditanam atau ditumbuhkan ke media baru
- Alkohol 70% : untuk mengsterilisasikan peralatan
- Laminar Air Flow Cabinet : untuk alat bekerja secara aseptis
karena BSC mempunyai pola pengaturan dan penyaring aliran
udara sehingga menjadi steril dan aplikasisinar UV beberapa jam
sebelum digunakan.
- Bunsen : untuk menciptakan kondisi yang
steril.
Bahan isolasi:
- NaOCl 1 % : untuk mengsterilisasikan larva
- Aquades Steril : untuk membilas larva yang sudah
disterilkan
- Tissue : untuk mengeringkan larva
- Potato Dextrose Agar (PDA) : untuk media baru larva
- Larva : untuk objek pengamatan
Bahan purifikasi:
- Media Pertumbuhan PDA : untuk media baru larva
- Hasil Isolasi : untuk objek pengamatan purifikasi

3.1.4 Identifikasi
Alat :
- Jarum Ose : untuk mengambil koidia jamur entomopatogen
untuk ditanam atau ditumbuhkan pada media PDA
- Media PDA : untuk membiakkan jamur entomopatogen
- Bunsen : untuk menciptakan kondisi yang steril pada saat
pembiakkan jamur
- Cover Glass : untuk menjaga media yang dibiakkan agar tidak
terkontaminasi dengan lingkungan luar
- Obyek Glass : untuk meletakkan konodia jamur entomopatogen
- Wadah : untuk media inkubasi
- Mikroskop : untuk mengamati hifa dan alat perkembangbiakan

Bahan :
- Jamur Aspergillus sp : digunakan untuk obyek pengamatan
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Pembuatan Media

Kupas kentang dan Cuci hingga bersih.

Potong menjadi kotak kecil dengan ukuran 2x2.

Rebus potongan kentang kedalam 500ml aquades selama 1,5 -2 jam.

Saring campuran dengan kain tipis berlapis kapas.

Tambahkan dextrose 20gr dan agar 20gr, aduk dan panaskan hingga homogen
atau tercampur rata.

Tambahkan aquades hinnga diperoleh volume akhir 100 ml dan


atur PH medium menjadi 6-7.

Sterilisasi medium pada suhu 1210C, 1 atm, selama 30 menit.


3.2.2 Eksplorasi dengan Metode Insect Bait

Menyiapkan alat dan bahan.

Sampel tanah dibersihkan dari perakaran tanaman dan diayak dengan


ayakan 600 mesh.

Menimbang sampel tanah sebanyak 300gr.

Sampel tanah dimasukkan kedalam wadah.

Tenebrio molitor diamsukkan dalam wadah sebanyak 20 ekor


per wadah

Tanah dilembabkan dengan aquades steril.

Tutup wadah dengan kain kasa dan beri label.

Inkubasi pada suhu ruang kurang lebih selama 7 hari


3.2.3 Isolasi dan Purifikasi
(Isolasi):

Mengambil larva yang terinfeksi oleh jamur


entomopatog

Mengsterilasasi larva menggunakan NaOCl 1 % selama 3 menit

Dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali, lalu dikeringkan


diatas tissue steril

Mengisolasi larva pada media PDA

Diinkubasi selama 3 hari

Purifikasi untuk memperoleh biakan murni

(Purifikasi):

Mengsterilasasi alat dan tempat

Mengambil sejumlah kecil koloni menggunakan jarum ose


(dekatkan dengan bunsen menyala)

Tanam pada media baru

Wrapping

Amati dan dokumentasi


3.2.4 Identifikasi

Menyiapkan biakan jamur entomopatogen (Aspergillus sp).

Mengambil sedikit media dan diletakkan diatas objek glass.

Mengambil konidia jamur entomopatogen dan diletakkan diatas media pada


objek glass dengan jarum ose.

Menutup dengan cover glass.

Masukkan dalam cawan petri yang berisi tissue yang sudah


dilembabkan.

Inkubasi selama 3 hari.

Amati dengan menggunakan mikroskop.

3.3 Analisis Perlakuan


3.3.1 Pembuatan Media
Pada proses perlakuan pembuatan media ini hal yang pertama
dilakukan yaitu mengupas kentang 200gr dengan menggunakan pisau,
mencucinya dengan bersih, potong-potong menjadi berbentuk kotak
kecil dengan ukuran 2x2 cm, rebus potongan kentang dengan
menggunakan panci dengan tambahan aquades 500ml untuk
melarutkan kentang selama 1,5-2 jam dengan nyala api kompor yang
standar, menyaring campuran dengan saringan kain tipis yang
berlapiskan kapas, menambahkan dextrose 20gr sebagai sumber gula
dan energi serta agar 20gr untuk memadatkan medium PDA, aduk
menggunakan spatula dan panaskan hingga homogen atau tercampur
rata, tambahkan aquades untuk melarutkan agar dan dextrose tadi
hingga diperoleh volume akhir 100 ml dan atur pH medium menjadi 6-7,
dan terakhir mengstrerilisasi medium pada suhu 121°C, 1 atam selama
30 menit.

3.3.2 Ekslorasi dengan Metode Insect Bait


Pada proses perlakuan ekslorasi dengan metode insect bait ini
yang pertama dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan terlebih dahulu,
membersihkan sampel tanah untuk media hidup perkembangan ulat
hongkong dari perakaran tanaman dan diayak dengan menggunakan
ayakan 600 mesh, menimbang sampel tanah sebanyaka 300gr dengan
menggunakan timbangan, memasukkan sampel tanah kedalam wadah
atau toples untuk media biakan ulat hongkong, tenebrio molitor
dimasukkan kedalam wadah atau toples sebanyak 20 ekor per toplesnya,
tanah dilembabkan dengan menggunakan aquades steril, menutup
wadah dengan kain kasa dan diberi label, dn yang terakhir yaitu
menginkubasi pada suhu ruang kurang lebih selama 7 hari dan
mendokumentasi setiap harinya.

3.3.3 Isolasi dan Purifikasi

Pada proses perlakuan isolasi iniyang pertama dilakukan yaitu


mengambil larva yang terinfeksi oleh jamur dengan menggunakan pinset
bundar, mengsterilisasi larva mengguanakan NaoCl 1% selama 3 menit,
dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali lalu dikeringkan diatas
tissue yang steril, mengisolasi larva pada media PDA untuk media baru
larva, menginkubasi selama 3 hari dengan cawan petri, dan yang terakhir
dilakukan yaitu mempurifikasi untuk memperoleh biakan murni.
Pada proses perlakuan purifikasi ini yang pertama dilakukan yaitu
mengsterilisasi alat dan tempat, mengambil sejumlah kecil koloni dengan
menggunakan jarum oseyang didekatkan dengan bunsen yang menyala
untuk menciptakan kondisi yang steril, tanam pada media baru, wrapping
, dan yang terakhir dilakukan yaitu mengamati dan mendokumentasi.
3.3.4 Identifikasi

Pada proses perlakuan identifikasi ini yang pertama dilakukan yaitu


menyiapkan biakan jamur entomopatogen (Aspergillus sp), mengambil
sedikit media PDA untuk membiakkan jamur entomopatogen dan
diletakkan diatas objek glass, mengambil konodia jamur entomopatogen
dan diletakkan diatas media pada objek glass dengn jarum ose , menutup
dengan cover glass untuk menjaga media yang dibiakkan agar tidak
terkontaminasi dengan lingkungan luar, memasukkan dalam cawan petri
yang telah berisi tissue yang sudah dilembabkan , menginkubasi selama
3 hari, dan yang terakhir dilakukan yaitu mengamati dengan
menggunakan mikroskop.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Jamur Enthomopathogen yang didapatkan
Jamur yang memiliki kemampuan untuk menginfeksi dan
menyebabkan penyakit pada serangga hama dikenal sebagai jamur
entomopatogen (Soeriaatmadja, H. 1991). Jamur ini merupakan salah
satu agen pengendali biologis yang cukup potensial. Menurut
Soeriaatmadja, H. (1991), bila dibandingkan dengan insektisida sintetik,
jamur entomopatogen memberikan keuntungan keuntungan sebagai
berikut:
1. Dapat menyerang berbagai stadia tahap perkembangan serangga
(telur, larva, dan dewasa) pada kondisi yang sesuai
2. Tidak bersifat toksik atau mempengaruhi serangga-serangga lain yang
bermanfaat (spesifik),
3. Kemungkinan menimbulkan resistensi sangat kecil,
4. Relatif mudah dan murah untuk diproduksi,
5. Penggunaan jamur entomopatogen cenderung bervariasi,
6. Relatif aman terhadap manusia dan lingkungan,
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan pengamatan makroskopis
yang dilakukan dengan rentang 7 (tujuh) hari, maka didapatkan
perkembangan jamur dalam media dalam cawan petri yang sangat
signifikan. Untuk menunjukkan rentang pertumbuhan dan perkembangan
secara makroskopis maka pada tabel dibawah hanya disajikan
dokumentasi pada awal pengamatan dan hari akhir pengamatan.
Sedangkan untuk pengamatan mikroskopis dengan bantuan mikroskop
dilakukan pada hari akhir pengamatan.
No Dokumentasi Keterangan
(Makroskopis dan mikroskopis hasil Identifikasi jamur yang (Ciri-ciri Makroskopis dan mikroskopis hasil Identifikasi)
sudah dipurifikasi)

1. Makroskopis Makroskopis
a. Pengamatan awal (10/11/2016) a. Pengamatan awal (10/11/2016)
Warna bagian atas : Hijau tertutup putih
Warna bagian bawah : Putih
Tekstur : Halus
Diameter : 2 cm (Koloni 1), 3 cm (Koloni 2)
b. Pengamatan akhir (16/11/2016)
Warna bagian atas : Dominan hijau, sedikit putih
Warna bagian bawah : Putih pucat
Tekstur : Halus seperti lumut
Diameter : 7,9 cm
b. Pengamatan hari akhir (16/11/2016)
Mikroskopis
Mikroskopis
a. Pengamatan pada tanggal 16/11/2016
a. Pengamatan pada tanggal 16/11/2016
Hifa : Tidak bersekat
Alat perkembangbiakkan : Aseksual ; Konidium
4.2 Identifikasi Jamur Endomopatogen
Berdasarkan hasil identifikasi secara makroskopis dan mikroskopis
sehingga dapat disimpulkan bahwa memiliki genus Aspergillus.
Berdasarkan pengamatan sampel jamur tersebut yang memiliki genus
Aspergillus termasuk dalam filum Deuteromycotina. Deuteromycotina
merupakan salah satu filum jamur yang memiliki ciri ciri seperti hifanya
tidak ebrsekat dan dinding selnya dari zat kitin, jarang membentuk tubuh
buah dan berukuran mikroskopis, selain itu juga hidup sebagai saprofit
atau parasit (Kusumawati dan Windarsih, 2010). Ciri – ciri tersebut sama
dengan hasil penelitian bahwa ditemukan hifa yang tidak bersekat pada
hasil pengamatan mikroskopis di mikroskop.
Selain itu pada hasil pengamatan mikroskopis ditemukan juga spora
aseksual berupa konidium. Hal ini serupa oleh pada literatur bahwa
reproduksi jamur ini dengan cara menghasilkan konidia, blastophora
(membentuk tunas), dan arthrospora ( membentuk spora). Jamur pada
filum Deuteromycota merupakan dapat dikatakan jamur yang tidak
sempurna/imperfecti, dimana tidak sempurna dimaksudkan bahwa cara
reproduksinya seksualnya yang belum diketahui. Apabila telah ditemukan
cara reproduksi seksualnya, jamur tersebut dapat digolongkan dalam
divisi yang lain sesuai dengan reproduksi seksualnya. (Kusumawati dan
Windarsih, 2010).
Fungi dengan genus Aspergillus dapat berperan sebagai agens
pengendalian hayati. Agens hayati merupakan organisme – organisme
baik dari spesies, sub spesies, atau varietas dari semua jenis serangga,
nematode, protozoa, cendawan, bakteri, virus, mikoplasma, serta
organisme lain yang digunakan untuk mengendalikan OPT yang
mengganggu dalam kegiatan budidaya pertanian yang ada (Permentan
no. 411 1995). Aspergillus dinilai memiliki peranan yang cukup untuk
melawan patogen sebagai agens hayati. Jamur Aspergillus sp. yang
selama ini diasumsikan termasuk golongan patogen ternyata terdapat
beberapa spesiesnya termasuk jenis jamur antagonis. Jamur Aspergillus
sp. merupakan salah satu jamur yang sangat mudah dijumpai di alam
pada berbagai medium seperti daerah rizosfer, filosfer tanaman,
makanan, tumbuhan, dan minuman. Jamur endofit dari genus Aspergillus
sp. dapat menghasilkan senyawa antibiotik sehingga termasuk dalam
salah satu jenis jamur pengendali hayati (Maria et al dalam yulianto, 2014)
Octriana (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Aspergilus
sp. tumbuh cepat berkompetisi dalam memperebutkan ruang dan
makanan dengan Phytium sp. dan bersifat antibiosis membentuk zona
bening antara Aspergilus sp. dan Phytium sp. sehingga menghambat
pertumbuhan cendawan patogen Phytium sp.Kemampuan berkompetisi
ini juga merupakan faktor pentingdalam menentukan aktivitas cendawan
antagonis. Kompetisi antara agen hayati dengan patogen menyebabkan
patogen tidak punya ruang untuk tempat hidupnya, sehingga
pertumbuhannya terhambat.
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari praktikum perbanyakan jamur bahwa
karakteristik Jamur Enthomopathogen memiliki kemampuan untuk menginfeksi
dan menyebabkan penyakit pada serangga hama, setelah dilakukan pengamatan
makroskopis yang dilakukan dengan rentang 7 (tujuh) hari, maka didapatkan
perkembangan jamur dalam media PDA yang sangat signifikan. Berdasarkan hasil
identifikasi secara makroskopis dan mikroskopis sehingga dapat disimpulkan
bahwa jamur Enthomopathogen memiliki genus Aspergillus, selain itu pada hasil
pengamatan mikroskopis ditemukan juga spora aseksual berupa konidium.
5.2 Saran
Dalam kegiatan praktikum ini harus dilakukan dengan benar – benar hati –
hati, teliti dan benar - benar steril sehingga hasil yang akan didapatkan sesuai apa
yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Anindyawati, T. 2003. Mikrobia endofit: Manfaat dan cara mengisolasinya. Alam


Kita. 12 (1):11-14.
Kusumawati, rohana dan Windarsih Gut. 2010. Buku Panduan Pendidik Biologi
untuk SMA/MA Kelas X. Intan Pariwara : Klaten.
Octriana, liza. 2011. Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan
Phytium sp. secara In Vitro. Buletin Plasma Nutfah Vol.17 No.2. Balai
Penelitian Buah Tropika : Solok.
Soeriaatmadja, H. (1991). Entomopatogen sebagai Insektisida dalam
Pengendalian Hama Tanaman. Jatinangor : Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran
Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 411/Kpts/Tp.120/6/1995. Pemasukan Agens
Hayati ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.
Untung B, 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadja Mada University
Press, Yogyakatra.
Waluyo L, 2008. Tehnik Metode Dan Dasar Dalam Mikro Biologi. UMM Press.
Malang.
Yulianto, eko. 2014. Evaluasi Potensi Beberapa Jamur Agen Antagonis Dalam
Menghambat Patogen Fusarium Sp. Pada Tanaman Jagung (Zea Mays L.).
Universitas Bengkulu : Bengkulu.
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai