Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR KESEHATAN

MASYARAKAT
KEGIATAN KE 5
MIKROBIOLOGI

NAMA : ANDIKA SHALMAN


NIM : 1911016054
FAKULTAS : KESEHATAN MASYARAKAT
KELOMPOK : II (DUA)

LABORATORIUM PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
1

Kegiatan ke 5
Mikrobiologi

A. TUJUAN KEGIATAN

1. Mahasiswa dapat mengetahui alat dan bahan beserta penggunaanya untuk


kepetingan diagnostik dalam bidang mikrobiologi.
2. Mahasiswa dapat mengetahui proses sterilisasi alat dan bahan untuk
kepetingan diagnostik dalam bidang mikrobiologi.
3. Mahasiswa dapat mengetahui pembuatan media agar dalam bidang
mikrobiologi.
4. Mahasiswa dapat mengetahui langkah–langkah isolasi spora cendawan di
udara.
5. Mahasiswa dapat mengisolasi mikroorganisme dari bahan pemeriksaan.
6. Mahasiswa dapat membuat kultur mikroorganisme.
7. Mahasiswa dapat menyimpan stok bakteri.
8. Mahasiswa dapat mengetahui langkah–langkah pewarnaan cendawan.
9. Mahasiswa dapat mengidentifikasi morfologi hifa cendawan.
10. Mahasiswa dapat menghitung koloni bakteri.
11. Mahasiswa dapat memahami cara pewarnaan gram pada bakteri.
12. Mahasiswa dapat mengidentifikasi bakteri berdasarkan morfologi

B. KAJIAN PUSTAKA

1. Pengenalan Alat
Cabang ilmu yang membawa manusia untuk berusaha menambah dan
meluaskan pengetahuannya dibidang makhluk hidup dikenal dengan istilah
Mikrobiologi. Berkat penemuan Anthonyvan Leeuwenhoek, pada tahun 1673,
dengan bantuan mikroskop sederhananya, ia memperkenalkan kepada manusia
adanya bentuk kehidupan yang sangat kecil. Sejak mikroskop sederhana
Leeuwenhoek yang hanya mampu membesarkan objek sebesar 300 kali,
mikroskop telah mengalami evolusi, mulai ditemukannya mikroskop cahaya
sampai mikroskop elektron. Sekarang, mikroskop elektron mampu
membesarkan objek sebesar 250.000 kali (Subandi, 2007: 23-25).
Untuk kepentingan diagnostik di bidang Mikrobiologi, diperlukan
peralatan. Peralatan ini ada yang sudah pernah dikenal tetapi tidak sedikit
yang masih perlu dikenal lebih lanjut. Namun, mahasiswa harus mengetahui
dan mengenal cara penggunaan alat-alat tersebut dibawah ini:
a. Mikroskop
2

Mikroskop yang digunakan dalam praktikum Mikrobiologi dan


Parasitologi adalah:
1) Mikroskop Cahaya
Dibidang Mikrobiologi, mikroskop cahaya pada umumnya
digunakan untuk pemeriksaan sediaan yang diwarnai. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan adalah:
 Sediaan tidak boleh terlalu tebal atau terlalu tipis, maka perlu
dibuat suspensi dengan air suling (aquadest) steril.
 Pembuatan sediaan ada 2 macam: Biakan yang berasal dari
perbenihan padat dan Biakan kuman yang berasal dari perbenihan
cair
b. Autoclave
Alat ini digunakan untuk mensterilkan bahan/alat/media dengan cara
pemanasan basah (moist heat). Lama sterilisasi adalah 15 menit pada suhu
121°C dan tekanan atmosfer 15 lb/inc².
c. Alat Penghitung Koloni (quebec colony counter)
Alat ini digunakan untuk menghitung banyaknya koloni kuman yang
tumbuh pada medium lempeng Agar, apabila kuman tersebut ditanam
dengan metode tuang (pour plate method).
d. Inkubator (Almari Pengeram)
Alat ini digunakan untuk mengeramkan media yang telah ditanami
dengan jasad renik (mikroorganisme) dan untuk menyimpan bahan
pemeriksaan dimana kuman terkandung akan mati bila disimpan dalam
almari es, misalnya cairan cerebrospinal. Suhu pada alat ini dapat diatur
sesuai dengan suhu pertumbuhan optimal masing-masing kuman. Karena
kuman patogen untuk manusia termasuk golongan mesofilik, maka
pengeramannya dilakukan pada suhu 37°C. Alat ini juga digunakan untuk
uji sterilisasi yaitu digunakan untuk menguji apakah sterilisasi sudah baik
atau tidak.

2. Sterilisasi
Menurut Hafsan (2015: 16–17), sterilisasi dengan cara pemanasan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah:
a. Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara
langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dan lain
sebagainya
b. Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800 oC. Sterilisasi
panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya
erlenmeyer, tabung reaksi, dan lain sebagainya
3

c. Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang
mengandung air lebih tepat menggunakan metode ini supaya tidak terjadi
dehidrasi
d. Uap air panas bertekanan : menggunakan autoklaf
e. Penyinaran dengan sinar UV (Ultra Violet) juga dapat digunakan untuk
proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel
pada permukaan interior Safety Cabinet dengan disinari lampu UV.

3. Pembuatan Media
Sabouraud Dextrose Agar digunakan untuk budidaya ragi, jamur dan
bakteri aciduric. Komposisi dari SDA ini adalah dextrose, mikologi, pepton,
agar, dan disterilisasikan pada suhu 25oC. Sabouraud Dextrose Agar adalah
modifikasi Carliers dari formulasi yang dijelaskan oleh Sabouraud untuk
budidaya jamur (ragi, jamur), sangat berguna untuk jamur yang terkait dengan
infeksi kulit. media ini juga digunakan untuk menentukan kontaminasi
mikroba dalam makanan, kosmetik, dan spesimen klinis pepton mikologi
memberikan senyawa nitrogen. Dextrose memberikan sumber energi.
dekstrosa konsentrasi tinggi dan pH rendah nikmat pertumbuhan jamur dan
menghambat mencemari bakteri dari sampel uji. (Tim Himedia, 2011: 1).
Media Nutrient Agar (NA) sering digunakan untuk media biakan bakteri
dilaboratorium. Media NA dibuat dari 3 g ekstrak daging, 5 g pepton, 1000 ml
air dan 15 g agar-agar. Ekstrak daging dapat digantikan dengan air kaldu yang
dibuat dari 1 kg daging segar bebas lemak yang direbus dengan air sampai
diperoleh air kaldu 2000 ml, kemudian ditambah 0,5% natrium klorida.
membutuhkan sumber – sumber makanan yang mengandung C,H, O dan N
yang berguna untuk menyusun protoplasma (Ariyanti, 2016 : 2).

4. Isolasi spora cendawan di udara


Media pertumbuhan mikroba adalah suatu bahan yang terdiri dari
campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroba untuk
pertumbuhannya. Mikroba memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-
molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media
pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroba menjadi kultur murni dan juga
memanipulasi komposisi media pertumbuhannya. Pada lingkungan alami
mikroba tidak hidup sendiri melainkan bersama-sama baik itu dari spesies
yang berbeda maupun dari jenis makhluk hidup yang bukan kelompok
mikroba. Jenis mikroba tersebut dapat diketahui, dengan melakukan
pemisahan dari makhluk hidup lainnya, yang dikenal dengan istilah isolasi.
Mikroba dapat diisolasi dari berbagai sumber, seperti tanah, air, makanan,
minuman atau sumber lain (misalnya sumber air panas atau bahkan air
4

bersuhu dingin). Adapun cara yang umum digunakan untuk isolasi adalah cara
suspensi. Cara suspensi maksudnya adalah sampel mikroba yang telah
diambil, dibuat suspensi baru kemudian suspensi itu ditumbuhkan pada media
agar tertentu. Cara ini bertujuan agar pertumbuhan mikroba dari sampel pada
saat ditumbuhkan pada media agar, tidak terlalu menumpuk (crowded). Isolat
murni dapat diperoleh, bila dilakukan isolasi secara bertahap menggunakan
media yang tepat, misalnya Nutrient Agar untuk bakteri dan Potato Dextrose
Agar untuk mengisolasi khamir dan kapang.
Menurut Waluyo (2007 : 61 – 62), beberapa langkah pada pekerjaan
inokulasi dan isolasi mikroba adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan ruangan
Ruang tempat inokulasi harus bersih, dan bebas angin. Dinding ruang
yang basah menyebabkan butir-butir debu menempel. Pada waktu
mengadakan inokulasi, baik sekali bila meja tempat inokulasi didasari
dengan kain basah. Pekerjaan inokulasi dapat dilakukan di dalam suatu
kotak berkaca (ent-kas)
b. Pemindahan dengan kawat inokulasi
Ujung kawat inokulasi sebaiknya dari platina atau dari nikrom, ujung
kawat boleh lurus, boleh juga berupa kolongan yang berdiameter 1-3 mm.
Lebih dahulu ujung kawat ini dipijarkan sedang sisanya sampai tangkai
cukup dilewatkan nyala api saja. Setelah dingin kembali, ujung kawat itu
disentuhkan suatu koloni
c. Pemindahan dengan pipet
Cara ini dilakukan misalnya pada penyelidikan air murni atau
penyelidikan susu.
d. Teknik biakan murni (Cara menyendirikan piaraan murni)
Dialam bebas tidak ada mikroba yang hidup tersendiri terlepas dari
spesies lain. Seringkali mikroba patogen kedapatan secara bersama-sama
dengan mikroba saproba (saprobakteri). Dalam tekni biakan murni tidak
saja diperlukan bagaimana memperoleh suatu biakan murni, tetapi juga
bagaimana memelihara serta mencegah pencemaran dari luar. Medium
untuk membiakkan mikroba haruslah steril sebelum digunakan.
Pencemaran (kontaminasi) dari luar terutama berasal dari udara yang
mengandung banyak mikroorganisme. Teknik biakan murni untuk spesies
dikenal dengan beberapa cara.

5. Identifikasi spora cendawan di udara


Fungi atau cendawan adalah organisme heterotrofik (memerlukan
senyawa organik untuk nutrisinya). Bila mereka hidup dari benda organik mati
yang terlarut, mereka disebut saprofit. Saprofit menghancurkan sisa–sisa
5

tumbuhan dan hewan yang kompleks, menguraikannya menjadi zat–zat kimia


yang lebih sederhana, yang kemudian dikembalikan ke dalam tanah dan
selanjutnya kesuburannya. Jadi mereka dapat sangat menguntungkan bagi
manusia. Sebaliknya, juga dapat merugikan kita bilamana mereka
membusukkan diri di kayu, tekstil, makanan dan bahan–bahan lain (Pelczar,
2008: 189–190).

Gambar 1. Macam–macam jenis fungi


Sumber: (Ismet, 2016: 1)

Menurut Pelczar (2008: 191), disepanjang setiap hifa terdapat sitoplasma


bersama. Ada tiga macam morfologi hifa, yaitu:
a. Aseptat atau soenositik. Hifa seperti ini tidak mempunyai dinding sekat
atau septum.
b. Septat dengan sel-sel uninukleat. Sekat membagi hifa menjadi ruang-
ruang atau sel-sel berisi nukleus tunggal. Pada setiap septum terdapat pori
ditengah-tengah yang memungkinkan perpindahan nukleus dan
sitoplasma dari satu ruang ke ruang yang lain. Sungguhpun setiap ruang
suatu hifa yang bersekat tidak terbatasi oleh suatu membran sebagaimana
halnya pada sel yang khas, setiap ruang itu biasanya dimakan sel.
c. Sel dengan sel-sel multinukleat. Septum membagi hifa menjadi sel-sel
dengan lebih dari satu nukleus dalam setiap ruang.
6

Gambar 2. Macam–macam hifa pada fungi


Sumber: (Ismet, 2016: 1)

Berdasarkan pada cara dan ciri reproduksinya terdapat empat kelas cendawan
sejati atau berfilamen ke dalam dunia:
 Kelas Phycomycetes
Anggota kelas ini seringkali disebut sebagai cendawan tingkat
rendah karena pada umumnya dianggap “primitif” dalam skala evolusi.
Kelas mikroorganisme ini demikian besar lagi heterogen sehingga
beberapa ahli taksonomi membagi kelas Phycomycetes menjadi enam
kelas terpisah. Ciri yang dipunyai bersama diantara mereka ialah tidak
adanya septum di dalam hifa; ciri ini membedakannya dari anggota-
anggota ketiga kelas yang lainnya, yaitu Ascomycetes, Basidiomycetes,
dan Deuteromycetes (Pelczar, dkk, 2008: 200).
 Kelas Ascomycetes
Banyak khamir tergolong kelas Ascomycetes karena membentuk
askospora. Pola sederhana pembentuk askospora. Pola sederhana
pembentukan askospora tampak pada daur hidup khamir yang umum,
yaitu Schizosaccharomyces. Secara aseksual, genus khamir ini
memperbanyak diri melalui pembelahan biner melintang. Khamir ini
dalam kelas ini, seperti khamir dari Saccharomyces cerevisiae (digunakan
untuk membuat roti, anggur, dan bir), memperbanyak diri secara aseksual
dengan bertunas. Ascomycetes berfilamen adalah dengan pembentukan
konidia dalam jumlah besar (Pelczar, dkk, 2008: 202).
 Basidiomycetes
Basidiomycetes dicirikan oleh adanya basidiospora yang terbentuk
di luar pada ujung atau sisi basidium. Basidiomycetes yang banyak dikenal
meliputi jamur, cendawan papan pada pepohonan, dan cendawan karat
serta cendawan gosong yang menghancurkan serealia. Jamur adalah tubuh
7

buah yang mengandung basidiokarp, yang mengandung basidia beserta


basidiosporanya. Banyak jamur bersifat sangat beracun; mitoksin yang
dihasilkannya atau racun cendawan, dapat menyebabkan kematian jika
termakan (Pelczar, 2008: 205–206).
 Deuteromycetes
Kelas ini meliputi cendawan yang tingkat reproduksi seksualnya
belum ditemukan. Namun demikian, untuk memudahkan dan karena
tingkat konidiumnya begitu jelas dan tidak asing lagi, banyak spesies
masih dianggap tergolong dalam kelas ini meskipun tingkat seksualnya
telah diketahui dengan baik. Kapang yang tergolong genus Penicillium dan
Aspergillus diklasifikasikan sebagai Deuteromycetes meskipun tingkat
pembentukan askosporanya telah ditemukan pada beberapa spesies
(Pelczar, 2008: 207).

6. Identifikasi Bakteri
Pada umumnya bakteri bersifat tembus cahaya, ini akan mempersulit
untuk dilihat atau diteliti sekalipun dibawah mikroskop. Hal tersebut
disebabkan karena banyak mikroba yang tidak mempunyai zat warna, seperti
umumnya yang didapatkan pada bakteri. Berbeda dengan mikroalga yang jelas
mempunyai butir-butir atau serat warna dalam selnya. Bakteri yang masih
hidup tidak nampak jelas bentuk maupun sifat-sifat morfologi lainnya. Bakteri
tunggal, yaitu yang berupa satu sel saja hanya kelihatan bening saja, walaupun
bakteri itu diambilkan dari suatu koloni tertentu. Oleh karena itu, untuk
memperlihatkan bagian-bagian sel diperlukan pewarnaan. Untuk
memperlihatkan inti atau bahan inti ada pewarnaan sendiri, untuk melihat
flagel ada cara lain lagi, demikian pula untuk melihat spora ada cara yang
khusus untuk itu saja. Misalnya, pewarnaan inti disebut juga pewarnaan secara
Feulgen. Pewarnaan yang lain adalah cara Giemsa, pewarnaan secara Gram,
secara Neisser, dan masih banyak lagi (Waluyo, 2007 : 55-56).
Menurut Irianto (2006 : 59) pengecatan bakteri sudah dilakukan sejak
permulaan berkembangnya mikrobiologi dipertengahan abad ke-19 oleh Louis
Pasteur dan Robert Koch. Pada umumnya, ada dua macam zat warna (bahan
cat) yang sering dipakai, yaitu sebagai berikut:
a. Zat warna yang bersifat asam: komponen warnanya adalah anion,
biasanya dalam bentuk garam natrium
b. Zat warna yang bersifat alkalis, dengan komponen warna kation,
biasanya dalam bentuk klorida.
Menurut Subandi (2012: 186-189), dalam pewarnaan gram digunakan 4
zat kimia yang berbeda, bahan-bahan kimia tersebut adalah:
8

a. Zat warna primer, yaitu kristal violet berfungsi sebagai zat warna
primer dan memberikan warna pada seluruh bagian sel berwarna biru
ungu.
b. Mordan yaitu Iodin gram. Zat ini berperan sebagai mordan, yaitu zat
kimia yang membentuk komplek yang tidak larut dengan mengikat zat
warna primer. Hasilnya adalah komplek kristal violet-iodin (CV-I)
yang berfungsi mengintesifkan warna zat warna primer sehingga
seluruh sel akan tampak ungu-gelap. Pada sel bakteri gram-positif,
komplek CV-I akan terikat pada asam ribonukleat-magnesium yang
merupakan komponen dinding sel dan membentuk kompleks asam
ribonukleat-magnesium-kristal violet-iodin (Mg-RNA-CV-I) yang
sifatnya sangat sulit dipisahkan/dihilangkan warnanya.
c. Zat Decolourizing, yaitu etil alkohol dengan konsentrasi 95% . Zat itu
berperan ganda sebagai pelarut lipida dan sebagai zat dehidrasi protein
Efektif-perannya bergantung pada konsentrasi lipida dari dinding sel
mikroorganisme.
d. Lawan-warna (Counterstain), yaitu safranin. Zat ini merupakan zat
kimia terakhir yang digunakan untuk mewarnai sel yang telah
kehilangna warnanya oleh alkohol. Karena hanya pada sel gram-
negatif yang mengalami kelenturan warnanya, maka gram-negatif itu
yang akan menerima zat warna safranin, sedangkan sel bakteri gram-
positif akan tetap bewarna seperti zat warna primer.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Alat eletronik
1) Colony Counter 1 unit
2) Hot plate 2 unit
3) Mikroskop 6 unit
4) Ozone Sterilizer 1 unit
5) Autoklaf 1 unit
6) Neraca digital 1 unit
7) Inkubator 1 unit
8) Kamera (Hp) 1 unit

b. Alat Kaca
1. Bunsen 6 buah
2. Pipet Tetes 6 buah
3. Gelas Kimia 4 buah
9

4. Kaca Preparat 24 buah


5. Cover glass 18 buah
6. Pipet tetes 6 buah
7. Gelas ukur 6 buah
8. Batang Pengaduk 6 buah
9. Cawan Petri 27 buah
10. Pipet Ukur 6 buah
11. Corong kaca 2 buah
12. Tabung reaksi 12 buah
13. Staning Jar 4 buah
14. Labu Erlemenyer 6 buah

c. Alat Stainless
1) Spatula 3 buah
2) Jarum Ose 6 buah

d. Alat kayu
 Rak tabung reaksi 1 buah

2. Bahan
a. Aluminium Foil 2 roll
b. Aquades 5 liter
c. Label 1 pcs
d. Nutrient Agar (NA) 20 gram
e. Sabouraud Dextrose Agar (SDA) 65 gram
f. Spiritus 2 liter
g. Tisu secukupnya
h. Alkohol 95% 1 liter
i. Alkohol 75% 54 ml
j. Safranin 36 ml
k. Kristal Violet 36 ml
l. Lugol 36 ml
m. Lactophenol Blue Solution (LBS) 7 ml
n. Air kolam 600 ml
o. Susu pasteurisasi 1 liter
10

D. CARA KERJA
1. Pengenalan alat-alat dan penggunaan
a. Semua alat yang akan diamati dan diletakkan diatas meja
b. Setiap alat diberi label yang akan diamati
c. setiap alat yang diamati diamati dan diambil gambar

2. Sterilisasi dengan Ozone sterillizer


a. Alat yang akan di sterilisasi diambil, kemudian dicuci dengan
menggunakan air bersih
b. Alat yang sudah dicuci dikeringkan menggunakan tisu hingga benar-benar
kering
c. Permukaan alat-alat atau bahan yang akan disterilisasi dibungkus
menggunakan alumunium foil dan HVS untuk meminimalisir adanya spora
bakteri kontaminan
d. Setelah itu, alat yang sudah dibungkus disterilisasi menggunakan alat ozon
sterilizer
11

e. Alat dan atau bahan yang tidak tahan panas (<180◦C) ditempatkan pada
rak pintu atas dan yang tahan panas (<250◦C) pada rak pintu bawah
f. Pintu sterilizer dalam keadaan tertutup sebelum dihubungkan ke stop
kontak
g. Ozone sterilizer dihubungkan dengan stop kontak pada sumber arus 220V
h. Alat Ozon sterilizer dihidupkan dengan cara menekan tombol “POWER”
i. Proses sterilisasi dapat dimulai dengan menkan tombol “DESINFECT”
(kiri power) hinggalampu indicator menyala merah
j. Untuk mengaktifkan sterilisasi teknologi ozone pada rak pintu atas, dengan
menekan tombol O3 (kiri disinfect) hingga lampu indicator menyala
kuning
k. Proses sterilisasi berjalan selama ± 10 menit setelah lampu indicator mati
(dilarang membuka pintu Ozon sterilizer) otomatis
l. Lampu indikator power ditunggu hingga menyala, lalu matikan dengan
menekan tombol power
m. Sebelum membuka pintu Ozone sterilizer disarankan untuk menunggu ±20
menit, terhitung waktu setelah proses sterilisasi berakhir.

3. Penggunaan Autoklaf
a. Air dimasukkan hingga menyentuh besi penyangga agar pemanasan lebih
maksimal
b. Dasar panci autoklaf dibungkus dengan alumunium foil secara merata
c. Alat–alat yang telah dibungkus alumunium foil dimasukkan ke dalam
autoklaf
d. Autoklaf ditutup, kemudian selang di dalam autoklaf dimasukkan ke
dalam lubang yang berada di dalamnya. Lalu klep autoklaf dirapatkan,
setelah itu autoklaf dihubungkan ke sumber listrik
e. Katup autoklaf dibuka (ditandai dengan arah katup
f. Tombol on ditekan pada bagian bawah autoklaf
g. Air yang ada di dalam autoklaf ditunggu hingga mendidih
h. Kemudian katup autoklaf ditutup dan ditunggu hingga suhu di dalam
autoklaf mencapai 121oC atau 200oF dalam waktu 15 menit. Perhitungan
waktu 15 menit dimulai ketika suhu tepat mencapai 121oC atau 200oF, dan
selama waktu tersebut, suhu harus selalu dijaga
i. Jika sudah 15 menit, katup autoklaf dibuka secara perlahan hingga suhu di
dalam autoklaf sama dengan suhu di lingkungan (jarum pada preisure
gauge menunjuk angka nol). Kemudian klep–klep pengaman dibuka dan
dikeluarkan alat–alat yang telah disterilisasi dari dalam autoklaf dengan
hati–hati
12

j. Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka ditunggu tekanan dalam


kompartemen turun hingga sama dengan tekanan udara dilingkungan
(jarum pada preisure gauge menunjuk angka nol). Kemudian klep–klep
pengaman dibuka dan dikeluarkan isi autoklaf dengan hati–hati.

4. Pembuatan Nutrient Agar


a. Timbangan digital yang akan digunakan disiapkan, kemudian hidupkan dan
dikalibrasi.
b. Kertas HVS diletakkan di atas timbangan sebagai alas untuk menimbang
Nutrient Agar, kemudian dikalibrasi kembali.
c. Nutrient Agar diambil nmenggunakan spatula dan letakkan di atas
timbangan digital sebanyak 5 gr. (Sesuaikan dengan jumlah aquades
dipakai)
d. Nutrient Agar yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer.
e. Aquades sebanyak 250 ml dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang
berisi Nutrient Agar tadi.
f. Nutrient Agar dengan air dihomogenkan .
g. Setelah homogen, bagian atasnya ditutup dengan menggunakan alumunium
foil.
h. Lalu dimasukkan ke dalam Ozone sterilizer dan tungggu hingga proses
sterilisasi selesai.

5. Pembuatan Sabouraud Dextrose Agar (SDA)


a. Alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum disiapkan
b. Kertas HVS diletakkan diatas timbangan analitik sebagai alas untuk
menimbang Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dan dihitung berat kertas
HVS tersebut
c. Berat kertas HVS ditambah dengan berat Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
yang akan digunakan, sehingga diperoleh berat total
d. Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dituangkan di atas kertas HVS hingga
angka pada timbangan analitik mencapai berat total
e. Sabouraud Dextrose Agar (SDA) yang telah ditimbang dimasukkan ke
dalam labu Erlenmeyer
f. Aquades 250 ml disiapkan (disesuaikan pada saat praktikum)
g. Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dicampur dengan setengah air aquades
dari 250 ml, lalu diaduk dengan batang pengaduk sambil dihomogenkan
dengan hati-hati. Kemudian ditambah lagi dengan sisa air aquades dan
diaduk hingga homogeny
h. Media SDA dipanaskan menggunakan hot plate, sambil diaduk
menggunakan batang pengaduk hingga sedikit mendidih
13

i. Media SDA yang telah dipanaskan kemudian dimasukkan ke dalam


baskom yang telah berisi air hingga hangat–hangat kuku
j. Labu Erlenmeyer yang berisi SDA ditutup menggunakan alumunium foil
dan diikat menggunakan karet gelang, lalu media SDA dimasukkan ke
dalam autoklaf untuk disterilisasikan.

6. Penanaman Bakteri dengan metode tuang


a. Aquades dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer sebanyak 250 ml.
b. Susu pasteurisasi dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer sebanyak 100 ml.
c. 6 tabung reaksi yang sudah disterilisasi disiapkan dan letakkan pada rak
tabung reaksi .
d. Air kolam dimasukkan ke dalam tabung reaksi I, sebanyak 1 ml
menggunakan pipet ukur dengan bantuan bola hisap.
e. Aquades ditambahkan sebanyak 9 ml menggunakan pipet ukur dengan
bantuan bola hisap.
f. Larutan yang berada pada tabung reaksi I diambil untuk dimasukkan ke
dalam tabung reaksi II sebanyak 1 ml menggunakan pipet ukur dengan
bantuan bola hisap .
g. Aquades sebanyak 9 ml ditambahkan, menggunakan pipet ukur dengan
bantuan bola hisap.
h. Larutan yang berada pada tabung reaksi II diambil, untuk dimasukkan ke
dalam tabung reaksi III sebanyak 1 ml menggunakan pipet ukur dengan
bantuan bola hisap.
i. Aquades sebanyak 9 ml ditambahkan, menggunakan pipet ukur dengan
bantuan bola hisap.
j. Langkah d-i diulangi dengan menggunakan tabung reaksi yang berbeda.
k. Tabung reaksi bagian atas ditutup menggunakan Alumunium foil dan diberi
label (10-1, 10-2 dan 10-3).
l. Rak tabung reaksi diletakkan dekat dengan bunsen, setelah proses
pengenceran selesai dilanjutkan pembuatan media tanam dengan metode
tuang.
m. Larutan Nutrient Agar yang sudah disterilisasi dipanaskan menggunakan
Hot plate sambil diaduk menggunakan batang pengaduk.
n. 3 cawan petri disiapkan dan diletakkan didekat bunsen.
o. Larutan Nutrient Agar yang sudah dihomogenkan dimasukkan ke dalam
cawan petri dengan hati-hati kemudian cawan petri ditutup dengan kaca
penutupnya.
p. Larutan susu pasteurisasi ditambahkan pada tabung reaksi III yang
merupakan hasil pengenceran sebelumnya, sebanyak 1 m.
14

q. Cawan petri yang berisi larutan Nutrient Agar dan susu (hasil pengenceran)
divorteks agar homogen.
r. Cawan petri kedua ditambahkan dengan larutan susu pada tabung reaksi II
hasil pengenceran sebelumnya sebanyak 1 ml (sebagai perbandingan),
kemudian dihomogenkan hingga memadat.
s. Cawan petri yang telah memadat masing-masing dimasukkan ke dalam
inkubator selama 48 jam dengan suhu 37◦C dengan posisi terbalik.

7. Penanaman bakteri dengan metode gores


a. Nutrient Agar yang sudah disterilisasi dipanaskan menggunakan Hot plate
sambil diaduk menggunakan batang pengaduk.
b. Larutan Nutrient Agar yang sudah disterilisasi dari hot plate didinginkan
beberapa saat.
c. 2 cawan petri yang sudah disterilisasi disiapkan dan diletakkan di dekat
bunsen
d. Nutrient Agar yang sudah panas dimasukkan ke dalam cawan petri dengan
hati-hati hingga terisi setengah dari cawan petri.
e. Nutrien Agar didiamkan ± 30 menit hingga memadat.
f. Nutrien Agar padat, cawan petri dibalik kemudian buat garis yang membagi
cawan petri menjadi 4 bagian (kuadran) (I,II,III,IV) yang sama besar.
g. Jarum Ose dipanaskan menggunakan bunsen, lalu celupkan ke dalam air
susu pasteurisasi dan digoreskan ke kuadran I secara perlahan dengan arah
zig zag yang rapat.
h. Jarum ose dipanaskan kembali dengan menggunakan Bunsen dan
digoreskan ke kuadran II dengan arah zig zag yang lebih renggang dari
kuadran I.
i. Jarum ose dipanaskan kembali dengan menggunakan Bunsen dan
digoreskan ke kuadran III dengan arah zig zag yang lebih renggang dari
kuadran II.
j. Jarum ose dipanaskan kembali dengan menggunakan Bunsen dan
digoreskan ke kuadran IV dengan arah zig zag yang lebih renggang dari
kuadran III
k. Cawan Petri diberi label bagian atas dan bawah
l. Setelah itu, dimasukkan ke dalam inkubator dengan bagian bawah
menghadap keatas selama 48 jam dengan suhu 37◦C.

8. Isolasi spora cendawan di udara


a. Alat dan bahan yang telah disterilisasi diambil dari dalam autoklaf
15

b. Labu Erlenmeyer yang berisi larutan Sabouraud Dextrose Agar (SDA)


diletakkan ke dalam baskom berisi air suhu ruang sambil terus diaduk
hingga suhu hangat–hangat kuku.
c. Larutan Sabouraud Dextrose Agar (SDA) yang sudah hangat kuku
dituangkan ke dalam cawan petri sebanyak tiga per empat volume total
cawan petri, lalu ditunggu hingga memadat,
d. Spora cendawan di udara dicari, baik di dalam laboratorium maupun di
luar laboratorium selama 10 menit
e. Masing–masing tutup cawan petri diberi label
f. Media yang berisi spora cendawan yang telah diisolasi ditutup dan
diletakkan dalam posisi terbalik, sehingga bagian penutup berada dibagian
bawahMedia tersebut dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37 0C
selama 2x24 jam
6. Pewarnaan dan identifikasi Inokulasi cendawan
a. Kaca objek dibersihkan dengan air lalu dikeringkan dengan tisu
b. Kaca objek diberi lingkaran menggunakan spidol pada bagian bawah
kaca objek sebagai pembeda spesies cendawan
c. Masing–masing lingkaran pada kaca objek ditetesi dengan larutan
Lactophenol Blue Solution dengan menggunakan pipet tetes
d. Hifa cendawan diambil dari cawan petri yang berisi media SDA
dengan menggunakan jarum pentul, lalu diletakkan pada kaca objek,
masing– masing lingkaran diletakkan spesies cendawan yang
berbeda
e. Hifa cendawan disebar secara merata dengan menggunakan jarum
pentul
f. Kaca objek ditutup dengan kaca penutup objek dengan
kemiringan 450
g. Hifa cendawan diamati dengan mikroskop menggunakan
perbesaran lemah dahulu (40 kali) hingga perbesaran kuat (100
kali dan 400 kali)
h. Bagian–bagian cendawan yang terlihat di mikroskop diamati,
diidentifikasi, dan diberi keterangan.

9. Perhitungan Koloni Bakteri


a. Media yang sudah di inkubasi selama 48 jam dikeluarkan dari incubator
b. Colony Counter disiapkan diatas meja, kemudian dinyalakan lalu
dikalibrasi
c. Media biakkan bakteri diletakkan diatas coloni counter, lalu dikalibrasi
kembali
16

d. Kemudian, biakkan bakteri yang menggunakan metode tuang diamati


diatas coloni counter dan dihitung koloni yang terlihat menggunakan
spidol
e. Untuk yang menggunakan metode gores cukup difoto lalu diberi tanda
koloni yang terlihat
f. Dihitung koloni yang terlihat menggunakan rumus :

jumlah koloni 1
∑ sel= cawan petri
×
Fp

10. Pewarnaan gram dan Identifikasi Bakteri


a. Kaca preparat dibersihkan menggunakan tisu
b. Biakkan Bakteri diambil dari medium biakkan yang menggunakan metode
gores menggunakan jarum ose
c. Biakkan Bakteri yang sudah diambil diletakkan di atas kaca preparat dan
ratakan, kemudian tambahkan 1 tetes aquades menggunakan pipet tetes
d. Biakkan Bakteri kemudian difiksasi di atas bunsen sampai mengering
e. Biakkan Bakteri kemudian ditetesi dengan Kristal violet hingga biakkan
bakteri tetutup seluruhnya, diamkan selama 1 menit
f. Lalu biakkan bakteri dialiri dengan aquades hingga pewarna Kristal violet
yang tidak menempel pada biakkan bakteri hilang
g. Kemudian biakkan bakteri ditetesi dengan pewarna yodium hingga
biakkan bakteri tertutup seluruhnya, diamkan selama 1 menit
h. Lalu biakkan bakteri dialiri dengan alkohol 95% hingga pewarna yodium
yang tidak menempel pada biakkan bakteri hilang
i. Kemudian biakkan bakteri dialiri dengan aquades
j. Biakkan bakteri ditetesi safranin hingga biakkan bakteri tertutup
seluruhnya, diamkan selama 1 menit
k. Kemudian biakkan bakteri dialiri dengan aquades hingga pewarna safranin
yang tidak menempel pada biakkan bakteri hilang
l. Setelah itu biakkan bakteri difiksasi di atas bunsen hingga kering
m. Biakkan bakteri diamati di bawah mikroskop
n. Lalu lakukan hal yang sama pada biakkan bakteri pada medium yang
menggunakan metode tuang.
17

E. HASIL
18
19

F. PEMBAHASAN
20
21

KESIMPULAN
22

LEMBAR PENGESAHAN

Samarinda, 16 Oktober 2020


Mengetahui,
Asisten Praktikum, Praktikan,

HOSNIYAH ANDIKA SHALMAN


NIM: 1605015029 NIM : 1911016054
23

DAFTAR RUJUKAN

Andriani, Ririn. 2016. Pengenalan Alat-Alat Laboratorium Mikrobiologi Untuk


Keselamatan Kerja dan Kebrhasilan Praktikum. Jurnal Mikrobiologi,
Vol. 1, No. https://www.scribd.com. Diakses pada 3 Oktober 2020.

Juariah S, dan Sari W. P. 2018. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu Sebagai
Media Alternatif Pertumbuhan Bacillus sp. Jurnal Analisis Kesehatan
Klinikal Sains, Vol.6 No. 1. http://jurnal.univrab.ac.id. Diakses pada 3
Oktober 2020

Putri M.H dkk, 2017. Mikrobiologi. Jakarta : Pusat Pendidikan Sumber Daya
Manusia.

Fitri, L., & Yasmin, Y. (2011). Isolasi dan pengamatan morfologi koloni bakteri
kitinolitik. Jurnal Biologi Edukasi, 3(2), 20-25.
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JBE/article/view/465. Diakses pada 3
Oktober 2020

Holderman, M. V., de Queljoe, E., & Rondonuwu, S. B. (2017). Identifikasi


bakteri pada pegangan eskalator di salah satu pusat perbelanjaan di
kota Manado. Jurnal Ilmiah Sains, 17(1), 13-18.
https://ejournal.unsrat.ac.id/. Diakses pada 3 Oktober 2020

Fifendy, Mades. 2017. Mikrobiologi. Depok : Kencana.

Sukmawaty E., dkk. 2016. Identifikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Dari


Perakaran Tanaman Pertanian, Jurnal Ilmiah Biologi. Vol. 4, No. 1.
http://journal.uin-alauddin.ac.id. Diakses pada 3 Oktober 2020
24

LAMPIRAN
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Anda mungkin juga menyukai