Anda di halaman 1dari 8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna)


Hama ulat api merupakan salah satu hama penting di Indonesia yang dapat
merusak tanaman kelapa sawit. Spesies ulat api yang sering dijumpai pada
berbagai daerah di Indonesia antara lain adalah Setothosea asigna, setora
nitens, setothosea bisura, Setothose asigma, Darna dicuta, dan Darna trima,
jenis yang jarang ditemukan adalah Thosea veatusa, Susica palida, dan
Birthamula chara.

Klasifikasi ulat api Setothosea asigna

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Family : Limacodidae
Genus : Setothosea
Species : Setothosea asigna van Eecke

Ulat ini disebut ulat apikarena jika bulunya mengenai kulit akan
menyebabkan rasa panas yang luar biasa. Ulat ini termasuk kedalam ulat yang
rakus,karena memakan semua jenis tanaman seperti kelapa sawit, kelapa,
jeruk, teh, kopi, dan tanaman lainnya. Di areal budidaya ulat ini ditemukan
dengan berbagai macam warna antara lain hijau kekuningan, kuning orange,
atau merah orange. Pada tubuhnya sering terdapat bercak-bercak warna
seperti hitam, kuning, dan merah. Dengan warna yang sedemikian ulat ini
terlihat cantik walaupun sebenarnya sedikit berbahaya (Sastrosayono, 2003).

Ulat yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis daging daun dari
permukaan bawah dan meninggalkaan epidermis bagian atas permukaan

4
daun. Pada instar 2-3 ulat memakan daun mulai dari ujung kearah bagian
pangkal daun. Untuk Setothosea asigna, selama perkembangannya ulat
berganti kulit 7-8 kali dan mampu menghasilkan helai daun seluas 400 cm
(Latif, 2006).

2.2. Siklus Hidup Hama Ulat Api (Setothosea asigna)


Serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-masing lebar rentangan
sayapnya 41mm dan 51mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis
transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat
muda, telur berwarna kehijuaan, berbentuk oval, sangat tipis dan
transparan(Prawirosukarto, 2002).

Gambar 2.1. Siklus Hama Ulat Api S. asigna

Telur berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah,
biasanya pada pelepah daun ke 6-17. Satu kelompok telur berisi sekitar 44
butir, dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur 300-400 butir.
Telur menetas 4-8 hari setelah diletakkan.

5
Gambar 2.2. Telur S. asigna

Ciri khas ulat Setothosea asigna berwarna hijaun kekuningan dengan bercak-
bercak yang khas dibagian punggungnya. Selain itu dibagian punggungnya
juga dijumpai duri-duri yang kokoh. Ulat instar terakhir (ke 9) berukuran
panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. Stadia ulat ini berlangsung selama 49-
50.3 hari. Ulat berkepompong pada permukaan tanah yang relatif gembur
disekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Kepompong diselubungi
oleh kokon yang yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan
berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina masing-masing berukuran 16
x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia kepompong berlangsungselama 39,7 hari
(Susanto 2010).

Gambar 2.3. Ulat Api S. Asigna Gambar 2.4. Kepompong S. asigna

6
2.3. Gejala Serangan Ulat Api
Ulat yang baru menetas (instar 1) biasanya bergerombol disekitar tempat
peletakan telur dan mengikis (memakan) daging daun, yaitu permukaan
bawah daun kelapa sawit serta meninggalkan epidermis daun bagian atas.
Bekas serangan terlihat jelas seperti jendela-jendela memanjang pada helaian
daun, daun yang terserang berat akan kering dan mati seperti bekas terbakar.
Ulat instar ke 3 biasanya ulat memakan semua helaian daun dan
meninggalkan lidinya saja dan sering disebut gejala melidi.

Ambang ekonomi dari hama ulat api Setothosea asigna pada tanaman kelapa
sawit rata-rata 5-10 ekor pelepah untuk tanaman yang berumur 7 tahun
keatas, dan lima ekor larva untuk tanaman yang lebih muda.

Gambar 2.5. Gejala Serangan Ulat Api

2.4. Metode Pengendalian Hama Ulat Api (Setothosea asigna)


2.4.1. Pengendalian Secara Biologi
Adapun cara pengendalian hama ulat api secara biologi diantaranya yaitu
menggunakan Parasitoid dan Predator

a. Parasitoid
Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya memparastit pada atau
ada di dalam tubuh serangga lain, sedangkan imago hidup bebas menjadikan

7
nektar dan madu sebagai makanannya. Jenis parasitoid utama ulat api fornicia
celonica.

b. Predator
Predator adalah binatang yang memakan binatang lain (mangsa) yang lebih
kecil atau lemah. Sycanus dichotomus merupakan predator yang umum
ditemukan diperkebunan kelapa sawit.

2.4.2. Pengendalian Secara Kimiawi


Pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit dengan menggunakan
insektisida kimia merupakan cara yang umum dilakukan di perkebunan
kelapa sawit untuk mengatasi ledakan populasi ulat. Ulat kantong maupun
ulat api dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang
menggunakan insektisida. Untuk tanaman yang lebih muda ( < umur 2 tahun),
knapsack sprayer dapat digunakan untuk penyemprotan. Untuk tanaman lebih
dari 3 tahun, aplikasi insektisida dapat menggunakan fogging atau injeksi
batang. Karena bahan bakunya adalah bahan kimia yang sangat berbahaya,
ijin harus diperlukan dari Komisi Pestisida untuk tujuan dan cara aplikasi dan
saat ini sudah tidak dikeluarkan lagi (Latif, 2006).

2.4.3. Penerapan Sistem Pengendalian Hama Terpadu


Dalam sistem ini, pengenalan terhadap biologi hama sasaran diperlukan
sebagai penyusunan taktik pengendalian. Tindakan pengendalian hama
dilaksanakan sesuai dengan hasil monitoring populasi, dan hanya dilakukan
apabila populasi kritis yang ditentukan serta mengutamakan pelestarian dan
pemanfaatan musuh alami yang ada dalam ekosistem di perkebunan kelapa
sawit (Prawirosukorto, 2002).

Monitoring populasi ulat dapat dilakukan dalam jangka waktu satu bulan
sekali, namun apabila dilakukan pengendalian maka monitoring populasi
dilakukan sebelum dan seminggu setelah pengendalian (Prawirosukorto,
2002).

8
Pengendalian hama terpadu (PHT) yang apabila penggunaan pestisida
disarankan seminimal mungkin dan menjadi pilhan terakhir. Meskipun
demikian sampai saat ini dalam prakteknya penggunaan pestisida sangat
dominan. Oleh sebab itu pengetahuan mengenai pestisida sangat penting bagi
perkebunan kelapa sawit di Indonesia untuk menjaga kelestarian
agroekosistem.pada perkebunan kelapa sawit (Susanto, 2008).

Gambar 2.6. Mekanisme Pengendalian HamaTerpadu

Pengendalian hama tanaman pada hakikatnya merupakan upaya untuk


mengendalikan suatu kehidupan. Oleh karena itu, konsep pengendaliannya
dimulai dari pengenalan dan pemahaman terhadap siklus hidup hama itu
sendiri. Pengetahuan terhadap bagian paling lemah dari seluruh siklus hama
sangat penting supaya pengendalian yang dilakukan dapat lebih efektif.
Bagian yang dinilai paling lemah dari siklus hidup hama merupakan titik
kritis karena akan menjadi dasar acuan untuk pengambilan keputusan
pengendaliannya.

9
2.5. Alat Pengendalian Hama Ulat Api
Aplikasi fooging merupakan salah satu pengendalian hama ulat api dan ulat
bulu secara kimiawi dengan menggunakan alat pembuat asap. Fooging
merupakan sistem pengendalian dengan cara pengkabutan dengan racun
kimia dan solar sebagai pelarutnya. Pada alat pengkabutan tekanan/aliran
udara selain berfungsi sebagai pengangkut butir-butir racun (insektisida)
melalui nozzle, sehingga menghasilkan butiran-butiran yang lebih halus
(Wawan, 2011).

Gambar 2.7. Fogging

Keuntungan dan Kekurangan Penggunaan Alat Fogging

Keuntungan :
1. Cakupan luas dapat mencapai 10-15 ha
2. Sangat efektif untuk insektisida kontak

Kekurangan :
1. Hanya dapat diaplikasikan pada malam hari/dini hari
2. Diperlukan tenaga kerja yang terlatih
3. Tidak sesuai untuk areal yang bergelombang
4. Tidak sesuai untuk tanaman dibawah 7 tahun

10
Tabel 2.1. Bahan dan Spesifikasi Alat Semprot Fogging
Uraian Bahan Uraian Fulsfog
Insektisida Decis 2,5 EC Kapasitas 5 liter
Dosis 1 ltr/2ha Jangkauan 10-15 m
Konsentrasi 500 ml/ltr solar Berat 10 kg
Droplet Butiran halus

Cara kerja fogging


1. Solar dicampur dengan insektisida dan imugator dalam wadah tong atau
drigen kemudian diaduk.
2. Kemudiaan masukkan 5 liter larutan dalam tangki yang telah dicampur.
3. Aplikasikan pada areal yang telah ditentukan.

11

Anda mungkin juga menyukai