Anda di halaman 1dari 4

Mangain/Mamampe Marga bukan jual beli Marga Batak

12 Sep 2014 - 19:55 WIB


Batak / danijuntak 0 Comments

Mangain Marga, mungkin adat ini lebih sering dilakukan di jaman modern ini dimana banyak
orang Batak yang menikah dengan pasangan beda suku,walau sebenarnya adat ini sudah ada
lama di budaya Batak dan bukan sekedar untuk memberi embel-embel marga dibelakang
nama seseorang. Jika sesama orang Batak bertemu dengan orang Batak lainnya ungkapan
“jolo sinungkun marga asa binoto partuturan”, yang maksudnya adalah tanya dulu marga
supaya paham bersilsilah(keluarga).

6388537fbe9426894eb38a1678738fa2_mangain1

Salah satu umpama Batak menyebutkan “Asa dos nangkokna dos nang tuatna. Molo hita
manjalo adat, laos hita do manggarar adat i. Hot pe jabu i, ala hot margulang-gulang,
Manang sian dia pe bere i mangalap boru, Sai hot do i boru ni Tulang, Sinuan bulu sibahen
na las, Sinuan partuturan sibahen na gabe jala horas.” yang kurang lebih artinya jika kita
menerima adat kita harus membayar adat tesebut, dan darimana pun bere mendapat boru
(pasangannya), boru itu tetap borunya Tulang. Dan disitulah pentingnya memberi marga
kepada siapapun yang akan menerima adat Batak.

Adat Batak adalah adat yang sopan dan cukup kompleks serta tidak asal-asalan sehingga
orang Batak tidak asal-asalan dalam memberian marganya kepada orang lain. Sehingga
penulis sendiri juga tidak terima jika adat ini disebut orang dengan adat membeli marga.

Mangain atau mangampu (mengangkat) seseorang menjadi anak/boru nya atau memberi
marga/borukepada seseorang yang berasal dari suku lain, entah Jawa, Sunda, Ambon bahkan
orang asing.
535db0f3d0c949ac1a4b35ec6892ac12_mangain2

Ini sangat penting dan bukan sekedar formalitas agar seorang dapat menikah dengan orang
Batak, melainkan pentingnya melestarikan adat Batak bahwa hanya orang Batak yang dapat
menjalankan adat Batak.

Adat Mangain marga dapat dilakukan terhadap laki-laki (Mangain anak) maupun terhadap
perempuan (Mangain boru). Untuk mangain anak marga yang diambil adalah marga
amangboru dari perempuan yang akan dinikahinya. Sedangkan untuk mangain boru, marga
yang akan diberikan kepada perempuan adalah marga Tulang(saudara laki-laki ibu) dari si
laki-laki.

Adat Mangain merupakan dengan prosesi dimana sekeluarga mendatangi hula-hula,


membawa makanan khas Pinahan Lobu (daging babi), kemudian meminta agar parumaen
yang sudah bersama anak laki2nya diampu oleh Hula-hula. Sedikit uang atau piso-piso atau
pasituak natonggi dibagikan kepada pihak hula-hula. Beres sudah Parumaen Boru Jawa itu
sudah dianggap syah menjadi boru dari keluarga yang mangampu.

Tapi apakah adat mangain hanya sesimpel itu?

Sebelumnya kita harus tahu kalau setiap adat batak harus dihadiri oleh unsur Dalihan natolu
yaitu Dongan tubu, Boru, Hulahula ditambah satu lagi yaitu dongan sahuta (orang
sekampung) dan harus melalui pembicaraan serta kesepakatan oleh kedua belah pihak.
Umpama yang sering diucapkan seperti:

Bonang sada hulhulan

Hori sada simbolan

Tangkas masisungkunan

Unang adong masisolsolan


Yang kurang lebih artinya agar jelas dalam bertanya atau bermufakat agar tidak ada
penyesalan.

Berikut secara ringkas saya tuliskan urutan acara dalam adat Mangain:

1. Natorasna (Orangtua):

a. Marmeme anak baoa/anak boru disulanghon tolu hali (menyuapkan makanan sebanyak 3
kali)

Indahan (nasi)

Dengke (ikan: biasanya ikan mas)

Mual sitiotio (air: sitiotio/air jernih dari mata air)

b. Pasahat Ulos (menyampaikan ulos)

c Pasahat parbue gabe

2. Hulahula (pihak tulang/ ito/saudara laki-laki mama)

a. Pasahat dengke (menyampaikan/memberikan ikan)

b. Pasahat ulos (menyampaian ulos)

c. Pasahat parbue gabe

3. Marsipanganon (makan bersama)

4. Pasahat upa panggabei (hepeng/uang)

a. Dongan tubu

b. Boru, bere

c. Dongan sahuta, aleale (teman sekampung)

5. Pasahat pisopiso (hepeng) tu hulahula dohot uduranna (memberikan uang kepada pihak
Tulang)

6. Marhata gabe horas, manggabei ma angka raja

7. Mangampu hasuhuton

8. Dipasahat ma tu hulahula asa diujungi dohot ende/tangiang


321baab19124ed69c0ce34fb95c41018_mangain3

Berikut adalah sejarah beberapa orang/tokoh yang telah menerima adat Mangain:

Edward M Bruner, seorang peneliti antropologi dari Amerika Serikat. Saat melakukan
penelitian di Desa Meat, Balige, Kabupaten Toba-Samosir (1957-1958) bersama istrinya,
menunggangi mamampehon marga, agar dia diterima masyarakat dan penelitiannya berhasil.
Mantan bupati Tapanuli Utara SM Simandjuntak yang memberikan marga Simanjuntak pada
istri Bruner, yang bernama Elaine C. Bruner. Karena pemberian marga itu, maka Bruner
berhak tinggal di kampung Simanjuntak. Proses ini disebut sebagai sonduk hela.

Demikian pula pemberian marga pada Prof Dr Susan Rodgers, mahaguru sosiologi dan
antropologi dari Amerika Serikat. Pemberian marga Siregar di daerah Sipirok pada tahun
tujuh puluhan itu tenyata sangat mengesankan bagi dia, terbukti dengan pencantuman marga
Siregar dalam tulisan-tulisan ilmiahnya.

Tahun 1981, di Desa Tanobato, Mandailing, Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, juga diberi marga Nasution dan gelar Sutan Iskandar Muda oleh masyarakat
Mandailing. Pemberian marga tersebut terkait perannya memajukan pendidikan di
Mandailing, dengan membangun SMA Negeri Tanobato di bekas Kweek school voor
Inlandsche Onderwijzers, yang didirikan Willem Iskander pada tahun 1862.

-dikutip dari berbagai sumber dan opini penulis.

Anda mungkin juga menyukai