Sesuai dengan penjabara subetnis batak diatas, bukan berarti dalam daerahnya bukan
hanya subetnis tertentu saja. Dewasa ini sudah ada pembauran dimasing-masing batak.
Misalnya : di kabupaten simalungun yang terdapat di pematangsiantar, penduduknya
bukan hanya Batak Simalungun saja, tetapi Batak Toba juga sangat banyak mendiami
daerah tersebut.
Masing-masing sub etnis batak tersebut memiliki bahasa nya masing-masing. Jadi orang
batak toba belum tentu bisa memahami bahasa batak karo, begitu juga sebaliknya.
Latar belakang
Rumusan masalah
Dari latarbelakang tersebut, maka rumusan masalah yang dapat disajikan ialah
sebagai berikut
a. Apakah Etika Batak Toba pada umumnya ?
b. Apakah Nilai yang terkandung dalam Etika Batak Toba tersebut?
Sistem kekerabatan ( Partuturan)
System kekerabatan dalam masyarakat Batak Toba, termasuk hal yang sangat penting dan
berperan banyak dalam menuntun perilaku hidupnya sehari-hari. Dengan ikatan aturan
system kekerabatan itu masyarakat batak dapat hidup dalam bimbingan sopan santun,
berdedikasi, bertanggungjawab. Dengan tutur sapa kekerabatan, masyarakat batak bisa
berbicara lebih sopan, lebih beradab dan berbudaya. Oleh karena itu, dalam masyarakat
batak toba, dalam bertutur kata dan memanggil sapaan seseorang tidaklah sembarangan.
Karena sudah ada sapaan panggilan terhadap orang lain maupun kerabat keluarga,
diantaranya
A. Tutur-Sapa Awal
Saat kita bertemu dengan seseorang yang belum kita kenal dengan baikl, maka unutk
berkomunikasi dengan beliau, hendaklah digunakan Tutur sapa awal sebagai berikut ;
1. Ompung, bagi seseorang Orangtua yang memang sudah tua; orangtua dari
orangtua kita. Dalam artinya bahasa Indonesia ialah Kakek atau Nenek.
2. Amang, bagi seorang bapak ( Ayah )
3. Inang, bagi seorang Ibu
4. Tulang, kepada Orangtua yang satu marga dengan Ibu kita
5. Bapa Uda, kepada orangtua yang satu marga dengan Ayah kita
6. lae, bagi sesame laki-laki yang sebaya kita (khusus buat laki-laki)
7. Ito, seseorang perempuan yang sebaya dengan kita
8. Ampara, bagi sesama laki-laki yang satu marga dengan kita
9. Eda, bagi sesama wanita yang umurnya sebaya
Aturan kekerabatan diatas mungkin terasa amat ganjil bagi etnis lain, namun bagi
masyarkat Batak Toba, system itu telah mampu membombing dan menuntun hidupnya
untuk berperilaku sopan dengan etika kekeluargaan yang disegani dan dihormati.
Ucok Simatupang dengan Butet Pardede Tigor Saragi dengan Uli Sitorus
Jadi dalam adat batak Toba, ada 3 unsur yang sangat penting dalam berperilaku di
kehidupan sehari-hari, yaitu
a. Boru (pihak yang menerima Istri)…………I
b. Hula-hula ( pihak yang memberi istri)…….II
c. Dongan tubu ( pihak semarga)
Dalihan Na Tolu (tungku yang tiga) dalam idealismenya ketiga unsur ini adalah
sederajat, sama seperti tungku (dalihan) yang dipakai untuk memasak tersebut, terlihat
ketiga batu tungku itu sama tingginya, agar alat masak yang dipakai stabil, tidak miring
atau juga tidak jatuh. Meskipun secara ideal semua unsur tampaknya memliki derajat
sam, namun dalam konsepsi operasionalnya berbeda. Hulahula lebih tinggi dari Boru
dalam hubungan sosial adat, sedangkan yang sederajat adalah sesama Hulahula, sesama
Dongan tubu,dan sesama boru.
Pernyataan untuk memberitahukan tinggi rendahnya tingkatan ketiga unsur tersebutialah
melalui pertukaran pemberian pada saat upacara adapt. Kelompok hulahula akan tetap
memberi Ulos kepada boru.
Kebudayaan batak Dalihan Na Tolu adalah sebagai suatu sistem berperilaku dalam
kehidupan masyarakat batak. Maka di dalam dirinya ada persyaratan fungsional yang
harus dipenuhi sebagai suatu sistem, melakukan adaptasi, mencapai tujuan, memelihara
pola dan mempertahankan kesatuannya. Kesemua prasyarat fungsional sedemikian ini
demi tercapainya suatu keseimbangan. Gagasan atau keseimbangan sedemikian itu
terwujud didalam umpama
Somba marhula-hula (hormat pada hula-hula)
Manat mardongan sabutuha (berlaku hati-hati pada saudara semarga)
Elek marboru (berlaku sayang pada boru)
Makna perumpamaan diatas ialah kita harus patuh, hormat dengan tulus dengan
hubungan kelas yang lebih tinggi. Sementara itu sikap kepada orang yang setingkat dan
sejajar kelasnya ialah hati-hati, waspada, saling menjaga agar tidak terjadi pertikaian.
Sikap kesetaraan dikembangkan pada kelompok saudara semarga (dongan tubu).
Kemudian pada golongan yang berada dibawah kelas yakni Boru, harus bersikap
mengayomi dengan cara membujuk, memberi hati, menjaga ketenangan dan menjauhkan
keresahan. Sistem hubungan sosial ketiga unsur tersebut dijadikan dasar Etika Falsafah
Hidup masyarakat batak toba.. karena ketiganya mengandung sifat Tritunggal
(Simanjuntak, 1973), saling berhubungan dan menentukan satu sama lain.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Etika Falsafah hidup masyarakat batak toba tersebut
ialah
A. Nilai Demokrasi.
Karena kelahiran sistem hubungan tersebut tumbuh dari kesadaran masyarakat itu
sendiri tanpa rekayasa para pemimpin marga ataupun suku.
B. Nilai keagamaan
Dimana setiap aplikasi unsur hubungan, dipercaya akan memberi rezeki yang
bertambah, kesehatan, kehormatan, kesentosaan, keselamatan jasmani dan Rohani
dari Tuhan.
C. Nilai Sosial
Yaitu dimana kita akan saling menghormati, menjaga dan mengayomi. Dengan
mengaplikasikannya secara jujur dan Tulus, maka kestabilan sosial akan terpelihara.
Etika sangat erat berhubungan dengan nilai. Jadi terdapat 3 nilai utama dalam masyarakat
batak ialah
a. Hamoraon (kekayaan)
Salah satu nilai budaya batak yang mendasari dan mendorong orang batak toba, untuk
mencari harta benda yang banyak. Perilaku ekonominya telah menjadi perhatian ahli-
ahli antroplogi dan sosiologi. Tetapi diatas kekayaan material yang dimiliki
masyarakat batak, ada sebuah prinsip yang dipegang teguh oleh mereka, yaitu
“anakonki do hamoraon di au”. Yang artinya anakku itulah yang menjadi kekayaan
ku. Maknanya ialah, bahwa anak merekalah yang paling berharga di hadapan mereka,
apapun yang mereka hasilkan, yang mereka dapatkan itu semua hanya untuk sekolah
dan keberhasilan anaknya. Semua kekayaannya akan terasa sia-sia jika anaknya tidak
sukses.
b. Hagabeon (banyak keturunan dan panjang umur)
Nilai budaya hagabeon bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu yang
banyak, dan baik-baik. Dengan lanjut usia diharapkan ia dapat mengawinkan anak-
anaknya serta memeperoleh cucu. Kebahagiaan bagi orang Batak belum lengkap, jika
belum mempunyai anak. Terlebih lebih anak laki-laki yang berfungsi untuk
melanjutkan cita-cita orang tua dan marganya. Hagabeon bagi orang Batak Islam
termasuk keinginannya untuk dapat menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah.
Namun mengenai jumlah anak yang banyak (secara adat diharapkan memiliki 17 laki-
laki dan 16 perempuan = 33 anak) yang telah berakar lama, telah mengalami
pergeseran dari bersifat kuantitas pada anak yang berkualitas, mempunyai ilmu dan
keterampilan hidup sekalipun jumlahnya tidak banyak. Peranan program KB
(Keluarga Berencana) yang dilancarkan pemerintah cukup dominan dalam merubah
pandangan tersebut.
Seseorang makin bertambah kebahagiaannya bila ia mampu menempatkan diri pada
posisi adat di dalam kehidupan sehari-hari. Jelasnya perjuangan yang berdiri sendiri
tetapi ditopang oleh keteladanan dan pandangan yang maju.
c. Hasangapon (kehormatan)
Suatu nilai budaya yang memberi dorongan kuat untuk meraih kejayaan. Nilai
hasangapon bermakna martabat. Apabila sesorang sudah mantap dengan
kekerabatannya, mendapatkan Hamoraon, dan Hagabeon, maka hasangapon adalah
puncaknya, tetapi tidak datang dengan sendirinya tetapi kita harus memperjuangkan
sendiri. Kita harus arif, bijaksana, dan menjaga kepercayaan oranglain.
Oleh karena ketiga unsur nilai diatas maka sangat banyak orang batak meninggalkan
kampung halaman (bona pasogit) dengan upaya mewujudkan upaya mencari kekayaan
(hamoraon) dan kehormatan (hasangapon). Dan oleh karena itu juga dahulu, banyak
sekali keluarga yang sampai memiliki anak diatas 10. karena mereka berpikir ‘banyak
anak-banyak rezeki, disamping itu juga harus ada yang meneruskan dari Marga sang
bapak. Jadi umumnya masyarakat batak toba, apabila dalam keluarga tersebut tidak ada
anak laki-laki, belum lengkap rasanya, khususnya sang bapak pasti sangat merasa ‘berat’
karena kelak tidak ada yang nantinya akan meneruskan marganya. Mengingat system
“patriarki” yang terdapat dalam masyarakat batak toba.
Saran
Masih amat perlu dipertahankan, melestarikan budaya bangsa yang memang
sesungguhnya tidak harus selalu dikorbankan sebagai hal yang menghambat kemajuan
modernisasi. Marilah yang baiknya kita ambil, yang buruknya kita perbaiki
Daftar Pustaka