Anda di halaman 1dari 8

WARISAN BUDAYA di “KOTA MINYAK” CEPU

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Warisan Budaya


Dra. Siti Maziyah, M.Hum

Nama : Daivangga Maheswari


Nim : 13030118140076
Kelas : “ C “

DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
BAB I

A. Latar Belakang
Kebudayaan atau budaya berasal dari Bahasa Sanskerta yaitu “buddhayah”,
merupakan wujud jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal yang
memiliki kaitan dengan budi, serta akal manusia.Budaya merupakan cara hidup
yang berkembang, serta dimiliki bersama oleh kelompok orang, serta diwariskan
dari generasi ke  generasi. Budaya ini terbentuk dari berbagai unsur yang rumit,
termasuk sitem agama dan politik, adat istiadat, perkakas, bahasa, bangunan,
pakaian, serta karya seni.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah


sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dalam hal ini dapat diketaui
bahwa budaya merupakan suatu hal yang fundamental atau hal yang mendasar
pada suatu daerah ataupun suatu negara. Setiap hal yang dilakukan oleh
manusia, dapat dikatakan juga sebagai sbuah budaya. Budaya merupakan hasil
dari pemikiran, gagasan, yang kemudian menjadi sebuah tindakan, lalu dapat
menghasilkan sebuah kebudayaan baru.

Seperti halnya pada Kota Cepu, sebuah Kecamatan yang berada diujung
Pulau Jawa Tengah. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan daerah Jawa
Timur, batas kedua daerah ini adalah sebuah sungai yang bernama Sungai
Bengawan Solo. Sungai ini menjadi satu-satunya pembatas bagi kedua daerah
tersebut. Banyak orang yang mengenal Kecamatan Cepu ini sebagai Kota
Minyak. Hingga banyak orang dari luar Pulau Jawa yang datang untuk
mengeksplorasi minyak bumi di kota ini.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kota Cepu


Kota Cepu merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Blora,
Jawa Tengah. Kota ini menjadi pembatas diantara Jawa Tengah dengan Jawa
Timur. Kecamatan ini memiliki jarak terjauh dari Kabupaten Blora ke timur
lebih kurang 38 KM, dengan ketinggian 28 M dari dataran laut dan suhu
maksimum 40°C, serta minimum 22°C. Kecamatan Cepu dikelilingi oleh
beberapa kecamatan lain yang merupakan batas wilayah, yaitu :
 Sebelah barat keterbatasan dengan kecamatan Kedung Tuban Kabupaten
Blora.
 Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Padangan Kabupaten
Bojonegoro.
 Sebelah utara berbatasan kecamatan Sambong Kabupaten Blora.
 Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Padangan dan kecamatan
Kedung Tuban.

Walaupun hanya sebuah kota kecil dan merupakan daerah perbatasan,


akan tetapi kehidupan antara Kabupaten Blora dengan Kota Cepu cukup
berbeda. Hal tersebut dapat dilihat bahwa di Kota Cepu masyarakatnya lebih
banyak melakukan aktivitas perdagangan dan bekerja secara swasta, serta di
Kota Cepu terdapat Perhutani. Perhutani merupakan salah satu perusahaan
milik negara yang melakukan perencanaan, perawatan dan lain sebagainya
terhadap hutan di wilayah kerjanya. Sedangkan di Kabupaten Blora sendiri,
masyarakat disana lebih banyak bermata pencaharian sebagai petani,
pedagang, dan bekerja secara serabutan.

Kota Cepu memang dikenal sebagai Kota Minyak, hal ini dikarenakan
banyak terdapat sumber minyak bumi, gas bumi yang terdapat di Kota Cepu.
Sumber-sumber minyak bumi, gas alam dan lain sebagainya ini di kuasaia
oleh Pertamina, Migas, dan Exxon.Meskipun dapat dikatakan sebagai kota
Minyak , namun masyarakat di daerah Cepu hanya sekitar 30 persen saja
yang bekerja di bidang perminyakan. Baik sebagai tenaga ahli, tenaga
pengajar, dan lain sebagainya. Selain dikenal dengan pengahasil minyak
bumi, Kota Cepu juga dikenal dengan kayu Jati gelondong nya. Hal itu pula
yang menyebabkan Kota Cepu dapat dikatakan lebih dikenal oleh
masyarakat luas dibandingkan dengan kabupaten nya.

Selain itu Kota Cepu yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Blora
terdapat salah satu suku yang sangat terkenal, yaitu Suku Samin. Suku samin
ini merupakan sebuah pergerakan atau suatu ajaran yang dahulu perbah
diajarkan oleh seorang pemuda berasal dari daerah Randublatung yang
bernama Samin Surosentiko. Ia merupakan seorang pemuda yang dahulu
pada masa penjajahan Belanda, menolak seluruh peraturan yang dibuat oleh
pemerintah Belanda. Salah satu peraturan yang ditolak oleh Samin
surosentiko adalah penarikan atau pembayaran upeti atau pajak kepada
pemerintah Belanda.

Akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh samin Surosentiko yang juga
diikuti oleh masyarakat disekitarnya, membuat Samin Surosentiko harus
mengalami pengasingan diluar daerah Blora. Sehingga pada akhirnya ajaran
samin, masih berkembang sampai saat ini. Masyarakat samin berbicara
menggunakan Bahasa Kawi. Mereka tinggal di dalam hutan, hal ini
dikarenakan mereka sengaja menjauhkan diri dari kehidupan keramaian
untuk menjalankan tradisi hidup mereka yang berbeda dengan masyarakat
kebanyakan. Mereka memperlakukan alam dengan baik, mengambil kayu
bakar hanya seperlunya dan tidak mengeksploitasi secara berlebihan, mereka
lebih suka berjalan kaki, sejauh apapun yang mereka tempuh, mereka juga
tidak dapat berbahasa Indonesia.

Para penganut ajaran samin mengatasnamakan diri mereka sebagai


“Sedulur Sikep”. Penganut ajaran samin ini dikenal karena mereka
menentang semua tata peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah setempat,
dan menjalankan tata peraturan dan tata kepercayaan mereka yang telah dari
dulu mereka ikuti. Ajaran samin ini bukan hanya berada di daerah Blora saja,
akan tetapi juga di daerah Tuban, Pati, Brebes.

Terdapat pecahan suku Samin yang disebut Samin Jaba dan Samin
Anyar, yang telah meninggalkan tatacara hidup suku Samin dahulu. Selain
itu, di Klapa Duwur (Blora) Purwosari (Cepu), dan Mentora (Tuban) dikenal
Wong Sikep, mereka ini dulunya fanatik, tapi kini meninggalkan tata cara
hidup dan keyakinan suku Samin yang dahulu, dan memilih agama resmi,
yakni agama Budha-Dharma.

Terdapat lima aturan dalam ajaran Samin, yaitu :

 Tidak bersekolah
 Tidak memakai peci, tapi memakai "iket", yaitu semacam kain
yang diikat di kepala
 Tidak berpoligami
 Tidak memakai celana panjang, dan hanya pakai celana selutut
 Tidak berdagang

Pokok-pokok ajaran Samin, yaitu :


 Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak
membeda-bedakan agama, oleh karena itu orang Samin tidak pernah
mengingkari atau membenci agama. Yang penting adalah tabiat
dalam hidupnya.
 Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka irihati
dan jangan suka mengambil milik orang lain.
 Bersikap sabar dan jangan sombong.
 Manusia hidup harus memahami kehidupannya sebab hidup adalah
sama denganroh dan hanya satu dibawa abadi selamanya.Menurut
orang Samin, roh orang yang meninggal tidaklah meninggal, namun
hanya menanggalkan pakaiannya.
 Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur dan saling
menghormati. Berdagang bagi orang Samin dilarang karena tertulis
dalam Kitab Suci Orang Samin.

Gerakan Samin atau Sedulur Sikep merupakan tradisi Abangan di Jawa,


orang Samin mengaku menganut agama Adam. Tentang agama yang
dianutnya ini mereka menegaskan bahwa: "Agama niku gaman, Adam
pengucape, man gaman lanang", tetapi orang Samin tidak membedakan
agama yang ada, mereka menganggap semua agama itu baik dan mereka
merasa memilikinya. Kebatinan Samin atau ajaran Samin disebut agama
Adam yang intinya tentang: manunggaling kawula Gusti atau sangkan
paraning dumadi.

Dalam ajaran Samin ini yang dianggap Tuhannya adalah mak-yung


(ayah - ibu) dan dirinya sendiri (manunggaling kawula Gusti). Namun hal
ini bukan berarti orang Samin tidak percaya kepada Tuhan, mereka percaya
kepada "Yang Maha Kuasa" hanya namanya Hyang Bethara atau Gusti.
Sikap kepercayaan ini terucap dalam doa sembahyang yang mereka lakukan
pada setiap pagi dan menjelang senja.

Samin sebagai keyakinan hidup, prinsip dasar ajaran (perintah), dan


prinsip dasar pantangan (larangan) bagi pemeluknya, mempunyai enam
prinsip dasar dalam beretika berupa pantangan untuk tidak: Drengki;
membuat fitnah, Srei; serakah, Panasten;mudah tersinggung atau membenci
sesama, Dawen; mendakwa tanpa bukti, Kemeren; iri hati/syirik, keinginan
untuk keinginan untuk memiliki barang yang dimiliki orang lain, Nyiyo
Marang Sepodo;berbuat nista terhadap sesama penghuni alam, dan Bejok
reyot iku dulure, waton menungso tur gelem di ndaku sedulur (menyia-
nyiakan orang lain tidak boleh, cacat seperti apapun, asal manusia adalah
saudara jika mau dijadikan saudara).

Sedangkan lima pantangan dasar dalam berinteraksi meliputi: Bedok;


menuduh, Colong; mencuri, Pethil; mengambil barang (barang yang masih
menyatu dengan alam atau masih melekat dengan sumber kehidupannya)
misalnya: sayur-mayur ketika masih di ladang, Jumput; mengambil barang
(barang yang telah menjadi komoditas di pasar) misalnya: beras, hewan
piaraan, dan kebutuhan hidup lainnya, dan Nemu Wae Ora Keno;
menemukan menjadi pantangan.

Upacara-upacara tradisi yang ada pada masyarakat Samin antara lain


nyadran (bersih desa) sekaligus menguras sumber air pada sebuah sumur tua
yang banyak memberi manfaat pada masyarakat. Tradisi selamatan yang
berkaitan dengan daur hidup yaitu kehamilan, kelahiran, khitanan,
perkawinan, dan kematian. Mereka melakukan tradisi tersebut secara
sederhana.

Gambar 1.1 Samin Surosentiko

Gambar 1.2 Suku Samin


Selain dikenal dengan kota Minyak, kecamatan Cepu juga dikenal
dengan makanan khasnya yang mempunyai cita rasa perpaduan antara Jawa
Timur dengan Jawa Tengah. Salah satunya adalah Lontong Tahu atau
Sambel tahu. Makanan ini berbahan dasar dari Tahu dan sambal kacang.
Makanan ini hampir sama seperti Tahu Thek, akan tetapi tidak memakai
petis dan mentimun. Selain lontong tahu, juga terdapat Surabi bakar, utri
manis, pecel kangkong, dan lain sebagainya.

Beberapa makanan ini memang asli berasal dari daerah Cepu dan ada
juga yang perpaduan dari berbagai daerah, ataupun merupakan sebuah
adaptasi dari suatu makanan di salah satu daerah. Namu terdapat salah satu
makanan yang memang asli dari daerah Cepu yaitu “enthung”. Enthung
merupakan kepompong ulat jati yang masih muda

Anda mungkin juga menyukai