Dalam adat Batak Toba pernikahan harus diresmikan secara adat berdasarkan adat
dalihan na tolu, yaitu somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru.
Pernikahan di masyarakat Batak Toba sangat kuat sehingga susah untuk bercerai
karena dalam pernikahan tersebut banyak orang yang bertanggung jawab dan
terlibat di dalamnya.
Lalu apa saja tata cara pernikahan adat Batak Toba (Adat Na Gok) ?
1. Patua Hata
3. Marhata Sinamot
5. Marsibuha-Buhai
7. Paulek Une
8. Maningkir Tangga
A.1. PATUA HATA
Pengertian:
Patua hata adalah suatu acara adat yang merupakan langkah awal paradaton yang
bertujuan meningkatkan hubungan muda-mudi menjadi hubungan resmi yang
diketahui dan disetujui oleh orang tua dan keluarga kedua belah pihak.
Sebelum acara patua hata, sudah ada pendekatan dari pihak paranak kepada pihak
parboru atau sebaliknya melalui domu-domu/unung yaitu orang-orang yang
dipercayai oleh masing-masing pihak paranak dan parboru untuk membicarakan
berbagai hal yang menyangkut hak dan kewajiban adat masing-masing antara lain
jumlah sinamot, jumlah ulos, parjuhut, waktu dan tempat, dll. Kegiatan ini disebut
juga MARHORI-HORI DINDING.
Untuk menghemat waktu, setelah selesai acara patua hata biasanya pihak paranak
meminta agar dilanjutkan dengan acara MANGARANGRANGI yakni mempersiapkan
segala sesutu yang akan dibicarakan dan diputuskan pada acara berikutnya yaitu
marhata sinamot.
KHUSUS DI JAKARTA, setelah acara patua hata, pada umumnya dilanjutkan dengan
acara marhusip. Pada kenyataaannya acara Marhusip telah mengambil alih seluruh
fungsi dan peranan acara marhata sinamot yaitu menentukan jumlah sinamot yang
harus diserahkan keluarga pengantin laki-laki kepada keluarga pengantin
perempuan, kepada keluarga pengantin laki-laki penentuan pelaksanaan unjuk
(taruhon jual atau alapon jual) dll yang menyangkut seluruh persiapan dan
pelaksanaan unjuk. Penyelenggaran acara marhata sinamot pada saat unjuk, praktis
hanya formalitas untuk mengukuhkan segala apa yang telah ditentukan/diputuskan
pada waktu marhusip.
Diakui oleh banyak orang bahwa acara marhusip bukan acara adat bahkan ada yang
mengatakan acara tersebut melanggar adat. Tetapi kenyataannya, acara tersebut
tetap dijalankan dengan alasan-alasan praktis, sederhana dan telah menjadi
kebiasaan di Jakarta.
Pesertanya hampir sama dengan peserta acara patua hata dimana hula-hula tidak
diundang, sedang pada acara marhata sinamot, Dalihan natolu (termasuk hula-hula)
kedua belah pihak menjadi peserta utama.
Peserta:
Pihak Paranak terdiri dari : Hasuhuton (adik atau anak suhut bolon), dongan
tubu, dan boru.
Pihak Parboru terdiri dari : Hasuhuton (adik atau anak suhut bolon), dongan
tubu, dan boru.
Perlengkapan:
Pihak paranak membawa : makanan kecil dan buah, dan pihak parboru
menyediakan: makanan ala kadarnya dan makanan kecil.
Tata Tertib:
Setelah rombongan paranak tiba di rumah parboru dengan membawa makanan kecil
(kue atau buah) dan menyerahkan kepada pihak parboru kemudian pihak paranak
memperkenalkan diri satu persatu dan pihak parboru pun memperkenalkan diri satu
persatu. Juru bicara parboru mempersiapkan pihak paranak duduk di tempat yang
telah disediakan, berhadapan dengan pihak parboru.
Juru bicara parboru mempersilahkan pihak paranak mencicipi snak terlebih dahulu.
Bila pihak parboru siap menjamu rombongan paranak untuk makan, selesai makan
baru pembicaraan dilanjutkan.
2. Juru bicara paranak memberitahukan bahwa kehadiran kami di rumah ini adalah
untuk meningkatkan pebicaraan muda-mudi menjadi pembicaraan orang tua
atau disebut patua hata, karena menurut penuturan putranya telah terjalin cinta
kasih dengan putri tuan rumah dan mereka telah sepakat untuk membentuk
rumah tangga (menikah)
3. Juru bicara parboru sebelum menjawab permintaan pihak paranak terlebih
dahulu menanyakan putrinya melalui boru, apakah benar putrinya tersebut
telah sepakat dengan putra paranak untuk menikah.
4. Apabila putrinya mengiyakan, bahwa benar mereka telah menjalin cinta kasih
dan sepakat untuk nikah, selanjutnya juru bicara parboru meminta pendapat
dari dongan tubu dan boru ni parboru. Sekiranya dongan tubu dan boru
mendukung keinginan muda-mudi tersebut barulah juru bicara parboru
menyatakan menerima permohonan pihak paranak yaitu patua hata
diterima/direstui.
5. Biasanya, bila permohonan patua hata diterima pihak parboru, pihak paranak
akan mengajukan permohonan tambahan yaitu agar dilanjutkan dengan
mangarangrangi yaitu membicarakan segala sesuatu yang menyangkut
persiapan pelaksanaan adat perkawinan antara lain bentuk pesta (dialap jual
atau taruhon jual), tempat pesta (gedong), jumlah sinamot (mas kawin), jumlah
ulos, waktu dan tempat marhata sinamot dll. Bilamana permintaan pihak
paranak disepakati pihak parboru, biasanya pihak paranak akan mengajukan
rencana yang menyangkut bentuk pesta (dialap jual atau taruhon jual), jumlah
sinamot, waktu dan tempat marhata sinamot, biasanya terjadi tawar menawar
kendatipun sebelumnya telah ada kesepakatan melalui domu-domu atau husip-
husip antara kedua bela pihak.
8. Sebelum acara ditutup dengan doa, boru yang ditugaskan mencatat kesimpulan
pembicaraan membacakan notulen dan hasil kesepakatan patua hata dan
mangarangrangi tersebut.
Pembahagian Jambar Juhut (tidak ada).
Pengertian:
Patio mata ni mual adalah suatu acara dari seseorang anak pertama laki-laki yang
bermaksud menikah dengan orang lain yang bukan putri dari tulangnya, didampingi
oleh orangtua dan kerabat terdekat membawa makan adat kepada paman (tulang)
untuk meminta izin dan doa restu.
Peserta: Anak itu sendiri, keluarga terdekat dan dongan sahuta pihak paman.
Perlengkapan:
Nasi secukupnya.
Ulos.
Tata Tertib:
3. Makan bersama.
Pengertian:
Marhata sinamot adalah salah satu dari rangkaian ulaon adat yang sangat penting
yang dihadiri unsur dalihan natolu (DNT) pihak parboru dan pihak paranak untuk
membicarakan mahar (sinamot/tuhor/boli) dari putri yang akan menikah, yang harus
di bayar pihak paranak kepada pihak parboru. Juga menentukan jumlah ulos,
parjuhut (hewan yang akan dipotong), waktu dan tempat serta banyaknya jumlah
undangan.
Marhata sinamot adalah merupakan lanjutan formal dari ulaon patua hata dan
mangarangrangi.
Peserta:
Suhut.
Dongan tubu.
Boru/bere.
Hula-hula.
a. Paranak membawa:
Pinggan panungkunan (piring yang berisi beras, daun sirih uang 4 (empat)
lembar atau sepotong daging).
Ingot-ingot.
b. Parboru menyediakan:
Tata Tertib:
Setelah disigati oleh boru ni parboru, baru disuruh mempersiapkan makan bersama
oleh boru ni paranak dengan acara sebagai berikut :
5. Juru bicara parboru menanyakan maksud dan tujuan kedatangan pihak paranak.
7. Juru bicara parboru mengucapkan terima kasih dan meminta agar sinamot dapat
diberikan dengan jumlah yang besar.
8. Juru bicara paranak memohon agar jumlah sinamot sudah termasuk emasnya,
peraknya, kerbaunya dan lain-lainnya dalam bentuk uang (ringgit sitio suara)
10. Juru bicara paranak juga meminta waktu untuk mendengarkan tanggapan dan
permohonan kepada pihak parboru mengenai sinamot kepada pihak parboru
mengenai sinmot yang akan disampaikan dari boru/bere, dongan sahuta.
Dongan tubu dan nasehat (paniroion) dari Hula-hula/ Setelah semua
menyampaikan tanggapan dan permohonannya. Maka disebutkanlah jumlah
sinamot yang bisa dibayar kepada parboru.
11. Juru bicara parboru setelah mendengarkan jumlah uang mahar yang akan
dibayarkan pihak paranak, diteruskan kepada suhut sihabolonan untuk
mendapat keputusan.
12. Pada umumnya suhut parboru mengiyakan apa yang telah disepakati bersama
mengenai jumlah mahar.
13. Juru bicara parboru meneruskan keputusan dari suhut parboru selanjutnya
mengatakan :” Barangkali ada yang akan diminta pihak paranak” supaya
seimbang penerimaan dan pemberian.
14. Juru bicara paranak mengajukan jumlah ulos herbang yang diinginkan dan ulos
tinonun sadari.
15. Setelah disepakati jumlah ulos herbang, maka ditentukan juga mengenai waktu
dan tempat pemberkatan dan unjuk, jumlah undangan dari Masing-masing pihak
termasuk parjuhutna.
16. Hata sigabe-gabe suhut parboru memberikan hata sigabe-gabe dan suhut
paranak mangampu (menyambut).
Dalam melaksanakan point 4 (empat) diatas pembagian jambar juhut adalah sebagai
berikut :
Soit kepada dongan tubu/sabutuha dan dongan sahuta kedua belah pihak.
Pengertian:
Martonggo raja dan atau marria raja merupakan acara mempersiapkan (paradeon)
pesta ujuk, antara lain: Menunjuk raja parhata, protocol. Penanggung jawab
makanan, penerima tamu dll termasuk pembagian undangan.
Martonggo raja diadakan dirumah suhut tempat pelaksanaan pesta (bolahan amak).
Misalnya kalau alap jual berarti diadakan di rumah suhut parboru, kalau taruhon jual
diadakan dirumah suhut paranak.
Marria raja diadakan di rumah suhut yang bukan bolahan amak. Misalnya kalau alap
jual diadakan rumah suhut paranak, kalau taruhon jual diadakan di rumah suhut
parboru.
Peserta:
Peserta martonggo raja dan atau marria raja pada dasarnya sama yaitu :
Suhut.
dongan tubu.
boru/bere.
dongan sahuta.
Perlengkapan:
A.5. MARSIBUHA-BUHAI
Pengertian:
Marsibuha-buhai adalah suatu acara makan bersama oleh suhut paranak dan suhut
parboru mengawali pesta unjuk dan sekaligun sebagai awal pertemuan resmi antara
suhut parboru dengan suhut paranak secara langsung dan pribadi.
Peserta:
Boru/bere.
Pendamping pengantin perempuan.
Boru/bere.
Perlengkapan:
a. Parboru menyediakan:
Makanan adat.
Piring oval berisi nasi di atasnya ikan mas sebagai restu kepada kedua
pengantin.
Pada saat makan bersama tersebut kedua belah pihak berdoa kiranya Tuhan
memberkati pernikahan kedua mempelai dan pesta unjuk berjalan dengan baik,
aman dan damai sejahtera (sohariboriboan)
b. Paranak membawa :
Nasi secukupnya.
Mobil pengantin.
Tertib acara:
1. Pada saat makan bersama bapak dan ibu pengantin perempuan memberikan
nasi dan dengke sitio-tio kepada kedua pengantin yang merupakan indahan
borhat2 menuju keluarga baru.
Pengertian:
Pelasksanaan pesta untuk dapat dilaksanakan dengan alap jual dan taruhon jual yang
di maksud dengan alap jual apabila penyelenggara pesta unjuk adalah parboru dan
taruhon jual apabila penyelenggara pesta unjuk adalah pihak paranak.
Peserta:
Terdiri dari :
Suhut
Dongan sahuta.
Dongan tubu.
Boru/bere.
Hula-hula, terdiri dari bona ni ari, bona tulang, tulang, tulang rorobot, Hula-hula
tangkas, Hula-hula ni na marhaha anggi, Hula-hula ni anak manjae.
Dongan sahuta.
Ale-ale.
Perlengkapan:
Tempat unjuk .
Ulos herbang.
Dongan tubu ni suhut parboru : Ulos, dengke siuk (ikan mas) boras pir.
Paranak menyediakan.
Suhut paranak:
Pinggan panungkunan.
Tintin marangkup.
Pinggan panganan.
Tuak tangkas.
Olop-olop.
Parboru menyediakan.
Ulos herbang.
olop-olop.
Tempat.
Pinggan panungkunan.
Olop-olop.
Tertib Acara:
10. Juru bicara parboru meminta waktu kepada pihak paranak, untuk meminta
pendapat dan persetujuan dari boru/bere, dongan sahuta, dongan tubu
terutama dari horong Hula-hula.
Setelah mendapat persetujuan dari semua pihak tadi, juru bicara parboru
meminta kepada pihak paranak agar menyerahkan panggohi ni sinamot
termasuk jambar kepada suhi ni ampang na opat dan upa parorot serta surung-
surung kepada Ompungnya dan terakhir pinggan panganan.
4. Juru bicara paranak meminta ulos herbang dan ulos tinonun sadari.
4. Pihak paranak menerima tumpak dari dongan tubu, boru, bere, ale-
ale/rekan sekerja dan Hula-hula juga dimungkinkan memberi sumbangan
kepada berenya.
10. Juru bicara parboru meminta waktu kepada pihak paranak, untuk meminta
pendapat dan persetujuan dari boru/bere, dongan sahuta, dongan tubu,
terutama dari horong ni Hula-hula
Setelah mendapat persetujuan dari semua pihak, juru bicara paranak agar
menyerahkan panggohi ni sinamot termasuk jambar kepada suhi ni ampang na
opat, upa parorot, todoan dan surung-surung kepada ompungnya dan terakhir
pinggan panganan.
3. Juru bicara paranak meminta ulos herbang dan ulos tinonun sadari.
Soit dibagi dua yang diperuntukkan untuk dongan tubu dan dongan sahuta
untuk kedua belah pihak.
Soit di bagi dua yang diperuntukkan bagi dongan tubu dan dongan sahuta
kedua belah pihak.
Pengertian:
Acara paulak une adalah suatu acara adat yang dilaksanakan setelah beberapa dari
pesta unjuk usai, di mana kedua mempelai didampingi orangtua pengantin laki-laki
bersama dongan tubu dan boru terdekat berkunjung ke rumah(kampong) orangtua
pengantin perempuan dengan membawa makanan adat. Sering juga paulak une ini
disebut mebat atau melepas rindu (marubat lungun).
Peserta:
Boru.
Suhut.
Boru.
Dongan sahuta.
Perlengkapan:
a. Paranak membawa:
Nasi secukupnya.
b. Parboru menyediakan :
Tertib Acara:
1. Juru bicara mengucapkan terima kasih dan selamat datang kepada rombongan
borunya, serta menanyakan apakah acara sudah bisa dimulai? Parhata ni
paranak menjawab “ya” sudah bisa dimulai.
2. Suhut paranak berserta kedua mempelai menyerahkan tudu-tudu ni sipanganon
kepada suhut parburu serta udurannya.
4. Juru bicara paranak menjawab, kedatangan mereka adalah paulak une dan
memberitahukan bahwa boru dan helanya sehat walafiat serta berbahagia. Kami
masih memohon doa restu dari Hula-hula. Kiranya kedua mempelai selalu
berbahagia dan segera dikaruniai anak laki-laki dan anak perempuan.
6. Sambutan dari paranak dimulai dari boru, dongan sabutuha, suhut dan kedua
mempelai, tetapi sebelum mangampu, terlebih dahulu menyampaikan pasituak
na tonggi kepada Hula-hula.
Dalam acara ini tidak ada pembagian jambar juhut, karena tudu-tudu ni sipanganon
adalah surung-surung. Tetapi boru ni parboru mengatur dan membungkus serta
memberikannya kepada yang patut menerimanya uduran parboru.
A.8. MANINGKIR TANGGA
Pengertian:
Maningkir tangga adalah suatu acara adat yang dilaksanakan beberapa waktu
setelah pesta unjuk, dimana orang tua pengantin perempuan didampingi oleh
dongan sabutuha dan borunya berkunjung ke rumah boru dan helanya membawa
makanan adat yakni dengke sitio2. Tujuannya adalah untuk menyaksikan sendiri
keadaan borunya, apakah boruna diterima dan diperlukan dengan baik oleh keluarga
laki-laki. Acara ini hanya dilaksanakan kalau pesta unjuk dialap jual.
Peserta:
Suhut.
Boru.
Suhut.
Boru/bere.
Dongan sahuta.
Perlengkapan:
a. Parboru menyediakan:
Nasi secukupnya.
b. Paranak menyediakan:
Tertib Acara:
Juru bicara paranak terlebih dahulu menanyakan, apakah acara sudah bisa dimulai,
juru bicara parboru menjawab “ya”, maka acara dimulai dengan urutannya sebagai
berikut:
1. Pihak parboru menyerahkan ikan mas kepada suhut paranak, boru dan helanya
didampingi dongan sabutuha.
7. Juru bicata paranak mengucapkan terima kasih dan memohon kepada Hula-hula
agar memberikan nasehat dan doa restu kepada boru dan helanya.
8. Kata nasihat dan doa restu dari parboru dimulai dari boru, dongan sabutuha dan
suhut parboru.
9. Sambutan dari pihak paranak dimulai dari boru/bere, dongan sahuta, dongan
sabutuha, suhut dan mempelai berdua, dilanjutkan dengan penyerahan uang
pasituak natonggi kepada Hula-hula
10. Doa penutup dari parboru.
Sipemuda yang membawa kawin lari sigadis disebut mangalua, sedangkan si gadis
yang dibawa kawin lari disebut mangaroba. Sebelum si gadis mangaroba ia
memberikan informasi kepada orangruanya dengan menaruh uang dan surat di
bawah tikar buru(rere) atau di tempat yang setiap pagi harus dibersihkan. Uang
tersebut disebut yang tading di rere.
Dengan petunjuk yang dan surat tadi maka orang tua si gadis menugaskan dia orang
boru/bere melacak yang sering disebut sipajal bongas atau pengihut-ihut.
Apabila sigadis meminta dan mendesak si pemuda, Karena kurangnya sinamot atau
karena sebab-sebab lain supaya kawin lari atau diantar oleh teman-temannya ke
rumah sipemuda karena sudah berbadan dua, maka disebut mahuampe.
Dewasa ini, ada yang disebut mangalua dengan atau sipemuda dan sigadis kawin lari
dengan sepengetahuan dan persetujuan kedua belah pihak orangtua. Hal ini terjadi
Karena sangat mendesak si pemuda/sigadis ditempatkan di kedutaan luar negeri,
dengan syarat harus berkeluarga. Ada pula karena hal-hal lain seperti karena tidak
sanggup mengadakan pesta untuk atau meninggal orang tua. Padahal sudah patua
hata dan sebab-sebab yang lain.
B.1. PARAJAHON
Pengertian:
Parjahon adalah salah satu kegiatan awal acara adat untuk mengesahkan seorang
gadis yang dibawa lari oleh seorang pemuda menjadi istrinya yang diselenggarakan
oleh pihak keluarga paranak yang dihadiri dongan tubu, dongan sahuta serta
borunya.
Peserta:
Suhut.
Boru/bere.
Perlengkapan:
Paranak menyediakan:
Makanan adat berupa lomok-lomok dimasak dengan na margoarna.
Tertib Acara:
Setelah si gadis diluahon oleh si laki-laki dari rumah orangtuanya dahulu, langsung
dibawa kerumah pemuka agama untuk mendapatkan pemberkatan nikah. Sekarang
harus melalui catatan sipil untuk memperoleh akta perkawinan.
1. Setelah kedua mempelai sampai di rumah orantuanya terlebih dahulu sang ibu
pengantin laki-laki menaburkan beras ke ubun-ubunnya sendiri dan kemudian
menaburkan ke ubun-ubun kedua mempelai, setelah itu ditaburkan keatas
sambil menyerukan : Horas! Horas! Horas!!! Setelah itu mereka ditempatkan di
tempat terhormat. Para kerabat mengambil tempat sesuai dengan kedudukan
Masing-masing.
2. Orangtua menyampaikan makanan adat berupa seekor ikan mas yang dimasak
arsik di atas nasi dalam piring sebagai Upa-upa (ucapan selamat) pengatin.
4. Seusai makan, diberikan nasehat dan petuah kepada kedua mempelai dimulai
dari boru/bere, dongan sahuta dan dongan sabutuha.
Tidak ada pembagian jambar juhut, hanya Ihur-ihur diantar oleh boru ke rumah
parboru sebagai pemberitahuan bahwa putrinya telah dibawa kawin lari dan sudah
diparaha secara adat batak dan agama.
B.2. MANURUK-NURUK.
Pengertian:
Setelah beberapa waktu berselang keluarga laki-laki yang baru kawin lari, bersama
beberapa keluarga pergi kerumah orang tua perempuan dengan membawa makanan
adat.
Pada kesempatan inilah pihak paranak memohon maaf kepada pihak parboru karena
kelancangan anaknya didorong cinta kasih membawa kawin lari anak perempuan
dari pihak parboru.
1. Hanya acara minta maaf (kedua mempelai belum bisa mengikuti adat)
2. Acara minta maaf dibarengi dengan membicarakan masalah mahar, tetapi yang
diserahkan pada waktu itu baru berupa panjar sedangkan waktu pesta
mangadati belum ditentukan.
Peserta:
Suhut
Dongan sabutuha.
Boru/bere.
Pihak parboru terdiri dari:
Suhut.
Dongan sabutuha.
Boru/bere.
Dongan sahuta.
Perlengkapan:
a. Paranak membawa:
Nasi secukupnya.
Uang untuk uangkap harbangan, sangke hujur dan pasituak natonggi batu ni
sulang. Sulang-sulang ni pahompu.
b. Parboru menyediakan:
Ikan mas.
Nasi secukupnya.
Lauk pauk .
Ulos.
Tertib Acara:
Tapi sekarang sudah berubah, pihak paranak sudah diterima dengan baik oleh pihak
parboru.
Tertib acaranya adalah sebagai berikut:
2. Juru bicara parboru menanyakan apa maksud dan tujuan kedatangan pihak
paranak. Dijawab juru bicara paranak memohon agar diawali lebih dahulu
makan bersama, baru menjawab pertanyaan juru bicara parboru.
3. Paranak beserta anak dan menantunya yang kawin lari menyerahkan tudu-tudu
ni sipanganon kepada pihak parboru.
4. Pihak parboru menyerakan ikan mas kepada pihak paranak. Dilanjutkan dengan
doa makan oleh pihak paranak.
7. Juru bicara paranak terlebih dahulu memohon maaf, atas tindakan dari anaknya
yang mendahulukan cinta kasih membawa kawin lari anak perempuan pihak
parboru. Selanjutnya diperintahkan agar anak berserta parumaernnya sujud
menyembah dan minta ampun serta mohon maaf kehadapan kedua orang tua
perempuan.
Parjambaran Juhut:
Pengertian:
Mangalap ari adalah suatu rangkaian acara adat yang dilakukan setelah acara
parajahon dan acara manuruk-nuruk, dimana pihak paranak dengan membawa
makanan adat, pergi ke huta parboru untuk memberitahukan niat dan rencananya
membayar adat, sekaligus membicarakan dan menyampaikan batu ni sulang kepada
keluarga perempuan dan merundingkan/menetapkan waktu pelaksanaan pesta adat.
Peserta:
suhut.
Dongan sabutuha.
Boru/bere.
Suhut .
Dongan sabutuha.
Boru/bere.
Dongan sahuta.
Perlengkapan:
a. Paranak membawa:
Nasi secukupnya.
b. Parboru menyediakan:
Ikan mas.
Nasi secukupnya.
Kopi/teh.
Tertib Acara:
3. Pihak parboru menyerahkan ikan mas kepada pihak paranak dilanjutkan dengan
doa makan oleh pihak paranak.
4. Sambil makan bersama, boruni parboru memotong aliang, ate-ate dan butuha
raja untuk dibagikan kepada parboru dan hadirin
5. Seusai makan pihak parboru menanyakan, tentang tudu-tudu ni sipanganon.
Dijawab juru bicara paranak, bahwa tudu-tuduni sipanganon adalah surung-
surung untuk Hula-hula. Karena surung-surung makan disimpan oleh boru ni
parboru.
6. Pihak parboru kembali menanyakan arti dan maksud serta tujuan makanan yang
diberikan oleh pihak paranak.
7. Pihak paranak menjawab bahwa arti dan maksud serta tujuan kedatangna
mereka adalah untuk memohon kesediaan parboru datang ke huta aparanak
akan menerima sulang-sulang ni pahompu dan manggarar somba ni uhum
somba ni adat pada hari yang akan kita sepakati nanti. Yang disebut “mangalap
ari”, sekaligus menyerahkan uang untuk membeli keperluan yang akan dibawa
parboru pada pesta tersebut yang disebut “pasahat situtungon”.
8. Juru bicara parboru terlebih dahulu meminta pendapat dari boru/bere, dongan
sahuta, dongan sabutuha dan dari suhut sihabolonon. Setelah mereka sepakat,
hasil kesepakatan ini diteruskan kepada pihak paranak.
10. Pihak parboru memberikan kata-kata nasehat dan doa restu kepada pihak
paranak diawali dari boru/bere, dongan sahuta, dongan sabutuha dan suhut.
11. Sambutan dari pihak paranak, diawali dari boru/bere, dongan sebutuha dan
suhut serta pengantin.
Karena namanya surung-surung maka pembagian jambar juhut untuk paranak tidak
ada.
Pengertian:
Tonggo raja adalah acara adat guna mempersiapkan pelaksanaan pesta perkawinan
adat nagok.
Pada pesta dialap jual, tonggo raja diselenggarakan oleh pihak parboru sementara
pihak paranak menyelengaraan ria raja dan sabaiknya.
Pengertian:
Peserta:
Perlengkapan:
Tertib Acara:
Sama dengan pembagian jambar juhut pada acara marunjuk taruhon jual.
Pamemehon parumaen dalam hal pengantin perempuan bukan suku batak terlebuh
dahulu ditentukan atau ditunjuk keluarga batak untuk menjadi orang tua angkatnya
(painundun), biasanya saudara laki-laki dari ibu pengantin laki-laki atas saudara laki-
laki neneknya atau keluarga lain yang bersedia menjadi orang tuanya dalam adat.
2. Setelah ada kesepakatan dari Hula-hula dapat menerima permohonan orang tua
perempuan kandung dan orang tua laki-laki, acara dilanjutkan pada kesempatan
lain sesuai proses anak mangoli/boru muli.
3. Orang tua pengantin laki-laki, dongan tubu, boru/bere dan dongan sahuta,
datang dengan membawa makanan adat ke rumah Hula-hula yang telah
“bersepakat” menjadi orang tua menantu perempuan untuk disahkan menjadi
anak angkat.
4. Hula-hula yang bersedia menjadi painudun tersebut melakukan ikrar
“marmeme” dihadapan hadirin dengan cara.
8. Beras ditaburkan diatas kepada. Setelah selesai acara terebut keluarga yang
marmeme telah sah menjadi paimundun, parboru.
10. Seterusnya pihak paranak membagikan pago2 kepada parboru, bahon2 kepada
tulang, pasituak na tonggi kepada Hula-hula rombongan parboru dan batu ni
sulang kepada painudun.
11. Penyampaian hata sigabe2 oleh parboru kepada paranak dan selanjutnya
diampu oleh pihak paranak.
Mangamai hela ni Hula-hula dalam hal pengantin lelaki yang bukan suku batak,
terlebih dahulu dicarikan orang tua angkatnya sebagai pangamai, biasanya yang
diminta adalah saudara perempuan dan bapak pengantin perempuan (amang
boruna).
Pihak-pihak yang berperan aktif dalam ulaon pamemehon dan atau mangamahon
hela, harus ada kesepakatan untuk memberi dan menerima, sehingga tercipta pilar-
pilar dalihan natolu yang diperlukan dalam pelaksanaan pesta perkawinan dengan
adat nagok. Dalam proses pamemehon parumaen, yang berperan aktif orang
pengantin laki-laki (dan dongan tubu boru/bere) dongan sahuta.
Dalam proses mangamahon hela, yang berperan aktif adalah orang tua pengantin
perempuan (dan dongan tubu, boru/bere) dongan sahuta.
Pada acara pamemehon parumaen atau magamahon hela, penyampaian makanan
adat (diginjang ni sipanganon), yaitu ada nasi, namarmiak-miak, tuak tangkasan,
paho-paho, bahon-bahon dan pasituak na tonggi (dari pihak yang memohon) disatu
sisi dan pada sisi lain dengke sitio-tio, parbue pir atau ulos holong (dari pihak yang
menyetujui) menjadi persyaratan yang harus dilaksanakan kedua belah pihak.
Proses seperti disinggung di atas, dapat dirinci menjadi suatu rangkaian kegiatan
sebagai berikut:
4. Anak dipangku.
c. Khusus tentang pembagian ulos herbang kepada suhi ni ampang naopat pada
acara perkawinan campuran ditentukan pada saat martonggo raja.
D. TENTANG MEMASUKI RUMAH (MAMASUKI JABU)
Memiliki rumah sendiri merupakan harapan dan upaya setiap orang. Terutama bagi
orang batak. Sekecil dan sesederhana apapun rumah itu tetapi menjadi dambannya.
Rasa gembira memiliki rumah diekspresikan dengan berbagi acara dengan atau tidak
melibatkan dalihan natlunya.
1. Manuruk jabu.
2. Memasuki jabu.
3. Mangompoi jabu.
4. Mangolophon jabu.
5. Partangiangan.
Pengertian:
Acara memasuki jabu (mamongoti jabu) adalah suatu acara adat guna minta doa
restu sekaligus pemberitahuan alamt resmi dari rumah baru kepada segenap
undangan yang berpedoma pada adat Dalihan Na Tolu.
Dongan tubu.
Dongan sashuta.
Boru/bere.
Hula-hula/tulang.
Pariban/ale-ale.
Tulang rorobot.
Lau-pauk tambahan.
Nasi secukupnya.
Hula-hula membawa.
Ulos.
Tata Tertib:
Pada pagi hari (diparnangkokni mata ni ari) acara memasuki jabu diawali dengan
upacara mangupa oleh hula-hula dengan memberikanmakan upa-upa (berupa ikan
mas yang dimasak arsik yang diletakkan diatas sepiring nasi) kepada hela/boru dan
cucunya (pemilik rumah baru).
Pada siang harinya baru diadakan pesta memasuki jabu dengan susunan acara
sebagai berikut:
4. Makan bersama
6. Sambutan dan doa restu (marhata sigabe-gabe) dengan urutan sebagai berikut:
c. Dongan sahuta.
D.2. MANGOMPOI
Pengertian:
Mangompoi adalah acara memasuki rumah yang tertinggi (ulaon na balga) atau
pesta raya (horja). Pesta dilaksanakan di halaman rumah dengan undangan yang
lebih luas dari undangan memasuki jabu.
Yaitu:
a. Bona ni ari
b. Bona hula
c. Bona tulang.
d. Tulang.
e. Tulang rorobot.
f. Hula-hula.
2. Dongan tubu.
3. Boru/bere.
4. Pariban
Menurut adat batak (yang sampai sekarang diyakini dan dilaksanakan di bona
pasogit) Rumah yang diompoi tidak boleh dijual dan sipemilik diharapkan meninggal
dan diberangkatkan kepemakaman dari rumah tersebut.
Setelah selesai makan, jambar nagok dari parjuhut disampaikan sebagai jambar
mangihut dengan urutan sebagai berikut:
3. Boru/bere : rungkung.
SUMBANGAN (TUMPAK)
3. Hula-hula lainnya.
D.3. MANGOLOPHON
Acara mangolophan jabu tidak dikenal di humbang tetapi terbatas di daerah toba.
Pada dasarnya acara ini sama dengan mangompoi, hanya pada acara mangolophon
jabu gondang sabangunan telah ditabuh dan hasuhuton menerima sumbangan.
Kata sambutan dan ucapan selamat disampaikan para undangan pada saat
mendapat kesempatan untuk menari (manortor) dengan urut-urutn sebagai berikut:
Pada kesempatan itu juga disampaikan ulos oleh hula-hulanya kepada yang
bersangkutan.
3. Tortor boru/bere.
a. Bona ni ari.
b. Bona ni tulang.
c. Tulang
d. Tulang rorobot.
Doa panutup yang dipimpin pemuka agama (bila ada) atau oleh hula-hula.
Rumah yang diompoi dan diolophon tidak bisa diperjual belikan, tapi menjadi
warisan turun temurun.
Parjambaran sian sigagat duhut, sama seperti mangompoi jabu, yaitu jambar
niadopan.
D.4. PARTANGIANGAN
Istilah atau kata partangianan dalam rangka memasuki rumah baru acap kali
dipergunakan dengan pengertian dan pelaksanaan yang beragam. Acara memasuki
rumah seperti yang dikemukakan terdahulu disebut juga partangianan atau kata
partangianan dipadu dengan kata memasuki jabu atau mangompoi jabu.
Partangianan yang dimaksud disini adalah murni kebaktian (gereja) atau syukuran
atau selamatan dan acara adat batak tidak dilibatian, kalaupun hula-hula, dongan
tubu serta borunya diundang, statusnya sama sebagai sesama undangan tidak ada
makanan adat, tidak ada pemberian ulos.
Yang berperan pada acara tersebut adalah pemuka gereja atau agama lainnya bagi
yang bukan Kristen.
Pengertian:
Sulang-sulang hapunjungan adalah suatu perjamuan yang dilakukan oleh anak2 dan
cucu2 kepada seorang orangtua/kakek-neneknya, tanpa melibatkan pihak Hula-hula
atau pihak tulang yang disulangi. Acara ini ditujuan tanda2 kurang sehat.
Peserta:
4. Segenap cucu.
Tertib Acara:
1. Setelah anak dan cucu beserta sanak saudara yang diundang kumpul, anak
tertua memberikan penjelasan perihal pelaksanaan acara tersebut.
2. Acara menyuapi dimulai dari keluarga anak tertua hingga paling bungsu, lalu
diikuti keluarga boru dan cucu2 yang diiringi dengan kata-kata pengharapan.
4. Makan bersama.
5. Pada waktu makan bersama, sang orangtua menyampaikan piring kepada sanak
saudanya dan ini tidak disebut jambar, sekalipun materi yang diberikan itu
sesuai dengan pembagian jambar.
Pengertian:
Perserta:
2. Segenap keturunannya.
5. Kelompok hula-hula.
a. Hula-hula.
b. Tulang.
c. Tulang rorobot.
f. Bona tulang.
g. Bona hula.
h. Bona ni ari.
Perlengkapan:
Daging dalam bentuk potongan (pohu) ulak ni tandak dan jambar torop.
2. Pihak hula-hula.
a. Hula-hula tulang:
b. Hula-hula lainnnya.
Ulos holong.
Tertib Acara:
Perihal acara sangat ditentukan oleh waktu yang tersedia. Oleh karena itu
pelaksanaan, acarapun dapat diefisienkan setelah semua pihak yang berkompeten
hadir, maka acarapun dimulai pada pagi hari.
a. Acara Khusus
b. Acara umum.
10. Bona tulang sekaligus memberikan bahon-bahon ulos serta jambar juhut.
12. Tulang rorobot sekaligus memberikan bahon-bahon ulos serta jambar juhut.
Ulaon Sadari
Jika ada kesempatan perihal ulaon sadari, di acara umum maka kesempatan itu
dilaksanakan sebagai berikut:
Mangampu:
2. Pihak hasuhuton.
Modus baru terutama di kota-kota besar, pesta ulang tahun orang tua djadikan
pengganti sulang-sulang hapunjungan atau sulang-sulang hariapan.
Salah satu alasan memilih hari ulang tahun karena acara ini lebih sederhana
persiapan dan pelaksananya. Terurama konsekwensi menerima ulos sampetua atau
ulos matua sebagaimana ditemui pada acara sulang-sulang hariapan, sama sekali
tidak ada lagi dalam acara ulang tahun. Kalaupun Hula-hula memberi ulos kepada
borunya yang berulang tahun itu, adalah mengurangi hak dan kewajibannya
menerima melaksanakan adat setelah dia meninggal. Ulos yang diberikan bukan olos
terakhir tetapi ulos holong.
Meninggal dunia adalah suatu kenyataan akhir hidup seseorang secara alamiah atau
oleh sebab-sebab lain seperti bunuh diri, dibunuh orang atau kecelakaan.
Masyarakat batak mengenal beberapa nama atau sebutan bagi orang yang
meninggal. Penyebutan atau nama itu ditentukan terutama oleh usia dan hagabeon.
Selain itu kedudukan sosial ekonomi. Seseorang sering dijadikan pertimbangan untuk
menentukan status kematiannya.
Umur atau usia adalah lamanya hidup, sedangkan hagabeon diukur dari jumlah
keturunannya atau anak laki-laki maupun dari anak perempuan hamoraon adalah
kekayaan materi yang dimiliki, sedangkan hasangapon dilihat dari kwantitas dan
kwalitas hubungan kerabat, serta interaksi kehidupan dalam masyarakat yang
sekaligus menempatkan yang bersangkutan pada suatu level/posisi terntentu.
Dengan ukuran dan takaran tersebut diatas, maka dikenal beberapa sebutan bagi
seseorang yang meninggal dunia sebagai berikut:
1. Mate Dibortian.
2. Mate Poso-Poso.
3. Mate Dakdanak.
4. Mate Bulung.
5. Bate Ponggol.
6. Mate Pupur/Diparlangalangan.
7. Mate Punu.
8. Mate Mangkar.
9. Mate Hatungganeon.
Pengertian:
Mate dibortian adalah mati dalam kandungan atau jambang bayi yang sudah
berbentuk manusia meninggal dalam kandungan sebelum dilahirkan.
Peserta:
Perlengkapan:
Tertib acara:
Mate poso-poso adalah bayi yang meninggal dalam waktu menyusui sampai umur
1.5 tahun.
Mate dakdanak adalah meninggal pada masa anak2 yang berusia dari 1.5 tahun
sampai menjelas remaja atau usia 12 tahun.
Mate bulung adalah meninggal pada usia masa remaja antara 12-17 tahunm belum
berkeluarga. Pada waktu ini telah ada acara adat sederhana.
Tertib acara:
Diawali dengan pasada tahi antara hasuhuton dongan tubu, boru/bere dan dongan
sahuta untuk membagi tugas, menentukan waktu, tempat pemkaman dan lain-lain.
Penataan jenazah: kedua belah pihak tangan dipertemukan dengan jari selang seling
di atas ulu hati, sedangkan acara lainnya sama dengn tertib acara waktu mate
dakdanak atau mate poso-poso.
Pengertian:
Mate ponggol adalah seorang yang meninggal pada usia dewasa di atas 17 tahun
tetapi belum menikah.
Tertib acara: (sama dengan cacara mate bulung, khusus tulang memberikan ulos
parsirangan sebagai ulos saput).
Pengertian:
Disebut mate pupur bila yang meninggal suami atau istri tetapi belum mempunyai
anak atau keturunan. Usia pernikahan mate pupur lebih lama dari pada yang mate
diparalang-alang.
1. Suhut.
2. Dongan sabutuha/tubu.
4. Boru/bere.
5. Dongan sahuta/ale-ale.
6. Pemerintah setempat.
Perlengkapan:
Peti mati.
Mobil ambulanze.
Tanah pemakaman.
Tertib acara:
a. Pasada tahi adalah musyawarah bona hasuhuton dongan tubu yang paham
tentang adat tu na monding, boru/bere, dongan sahuta untuk merencanakan
waktu dan tempat pemakaman, surat-surat yang diperlukan, peti mati, maupun
pemberitahuan kepada sanak keluarga terutama kepada Hula-hula dan tulang
termasuk usul status yang meninggal untuk dibawa dalam acara marrapot.
b. Marrapot
Terlebih dahulu suhut paidua, mengatur tempat duduk sesuai dengan
kedudukan masing-masing dalam dalihan natolu dan sihal-hal.
1. Pembukaan oleh suhut paidua dan meminta kepada haha anggi yang akan
menyampaikan semua rencana acara dan meminta nasehat dari Hula-hula
mengenai pemberangkatan almarhum ke tempat peristiraharan sementara
di dunia ini.
2. Sambutan dan haha doli dan anggi dulu sepakat menetapkan siapa juru
bicara atau parhata ni hasuhuton.
a. Boru/bere.
b. Dongan tubu.
c. Dongan sahuta.
6. Juru bicara merangkum pendapat dan sara dari boru/bere, dongan tubu dan
dongan sahuta serta meminta bimbingan dan nasehat dari Hula-hula dan
tulanga dengan permohonan agar :
a. Suami meninggal : ulos saput dari tulang pamupus. Ulos tujung na ina
na mabalu dari Hula-hula tangkas.
b. Istri meninggal : ulos saput dari Hula-hula tangkas, ulos tujung ni ama
namabalu dari tulang pamupus.
10. Juru bicara hasuhuton meminta kepada hadirin terutama kepada tulang
pamupus/Hula-hula tangkas agar masuk ke rumah untuk mengikuti acara
memasukkan jenazah almarhum ke peti mati.
11. Boru/bere dongan sabutuha yang masih muda memasukkan jenazah ke peti
mati.
12. Juru bicara hasuhuton meminta Hula-hula dan tulang terlebih dahulu
memeriksa letak jenazah apakah sudah baik.
15. Kalau suami yang meninggal, tulang pamupus yang memberikan olos saput.
Kalau istri yang meninggal Hula-hula yang memberikan ulos saput.
24. Penyampaian ulos tujung dilaksanakan setelah selesai pasahat ulos saput.
25. Kalau suami meninggal : Hula-hula tangkas yang memberikan ulos tujung
kepada isteri yang mabalu. Kalau Istri yang meninggal Tulang pamupus yang
memberikan ulos tujung kepada suami yang mabalu.
a. Boru/bere.
b. Dongan tubu.
c. Dongan sahuta.
d. Sahabat/teman sejawat.
e. Pemerintah setempat.
f. Bona Tulang.
g. Tulang rorobot.
h. Hula/tulang.
h. Acara dipemakaman.
Acara di pemakaman diatur dan dilaksanakan oleh pemuka agama. Setelah acara
agama dan penguburan selesai maka suhut paidua menyampaikan ucapan
terima kasih dan mengundang hadirin bersama-sama kerumah, terutama Hula-
hula dan tulang untuk melanjutkan acara buka tujung.
Pengertian:
Disebut mate pono bila suami atau istri yang meninggal hanya mempunyai anak
perempuan saja, tidak mempunyai anak laki-laki sebagai generasi penerus.
Walaupun anak perempuannya sudah kawin semua dan mempunyai cucu dari
putrinya itu, bahkan suda ada nono dari putrinya, tetap tidak dapat merubah
statusnya yaitu mate punu.
a. Hasuhuton.
b. Dongan tubu.
c. Boru/bere.
d. Dongan sahuta/ale-ale.
e. Pemerintah setempat.
f. Hula-hula dan tulang, tulang rorobot dan bona tulang, Hula-hula ni na marhaha
anggi.
Perlengkapan:
Peti mati.
Mobil ambulance.
Tanah pemakaman.
Tertib Acara:
a. Pasada tahi adalah musyawarah bona hasuhuton, dongan tubu yang paham adat
orang meninggal, boru/bere, dongan sahuta untuk merencakan waktu dan
tempat, pemakaman, surat2 yang diperlukan, peti mati, maupun pemberitahuan
kepada sanak keluarga terutama, Hula-hula dan tulang termasuk status yang
meninggal untuk dibawa dalam acara marrapot.
b. Marrapot
Terlebih dahulu suhut paidua mengatur tempat duduk sesuai dengan kedudukan
Masing-masing dalam dalihan natolu dan sihal-hal, sebagai berikut: Hasuhuton
duduk membelakangi rumah (mayat), berhadapan dengan raja tinonggo
(dongan tubu), Hula-hula duduk disebelah kanan hasuhutuon, boru/bere dan
dongan sahuta duduk di sebelah kiri hasuhuton.
1. Pembukaan oleh suhut paidua dan meminta kepada hah anggi siapa yang
akan menyampaikan semua rencana acara serta meminta arahan dari Hula-
hula mengenai pemberangkatan almarhum ketempat peristirahan
sementara di dunia ini.
2. Sambutan dari haha doli dan anggi doli menyepakati siapa juru bicara atau
perhata ni hasuhuton.
3. Juru bicara hasuhuton menerima kepercayaan itu dan sekaligus meminta
kepada hasuhuton membacakan riwayat hidup dan komsep hasil pasada
tahi dan rencana selanjutnya.
4. Suhut paidua membaca riwayat hidup singkat almarhum dan hasil pasada
tahi.
6. Juru bicara merangkum pendapat dan saran dari boru/bere, dongan tubu
dan dongan sahuta serta meminta bimbingan dan nasehat dari Hula-hula
dan tulang dengang permohonan agar :
a. Suami meninggal : Ulos saput dari tulang pamupus, ulos tujung kepada
istrinya (namabalu) dari Hula-hula tangkas.
b. Istri meninggal Ulos saput dari Hula-hula tangkas, ulos tujung kepada
suaminya dari tulang pamupus.
7. Sambutan, bimbingan dan arahan serta nasehat dari Hula-hula dan tulang.
9. Setelah selesai dibacakan oleh boru dan sudah disepakati bersama untuk
dilaksanakan, maka juru bicara hasuhuton mengajak hadirin terutama Hula-
hula dan tulang untuk makan bersama (mardaon pogu).
10. Juru bicara hasuhuton meminta kepada hadirin terutama kepada horong
Hula-hula agar masuk ke rumah untuk mengikuti acara memasukkan
jenazah alm ke peti mati.
12. Juru bicara hasuhuton meminta Hula-hula dan tulang terlebih dahulu
memeriksa letak kenhazah apakah sudah baik.
13. Tulang/Hula-hula menyarankan letak jenazah sudah baik.
14. Sebagai penutup acara memasukkan jenazah ke peti mati diadakan doa oleh
Hula-hula/tulang.
16. Kalau suami yang meninggal, tulang pamupus yang memberikan ulos saput,
kalau istri yang meninggal Hula-hula tangkas yang memberikan ulos saput.
25. Acara pasahat ulos tujung dialksanakan setelah selesai acara pasahat ulos
saput.
26. Kalau suami yang meninggal Hula-hula tangkas yang memberikan ulos
tujung kepada istri yang ditinggal mati, tetapi bila istri yang meninggal,
tulang pamupus yang memberikan ilos tujung kepada suami yang ditinggal
mati.
27. Rombongan Hula-hula/tulang sampai dihalaman rumah duka.
f. Pemberangkatan ke pemakaman.
a. Boru/bere.
b. Dongan tubu.
c. Dongan sahuta.
e. Pemerintah setempat.
b. Bona tulang.
c. Tulang rorobot.
d. Hula-hula/tulang.
e. Tulang/Hula-hula.
h. Acara di pemakaman.
Pengertian:
Disebut mate mangkar bila yang meninggal suami atau istri dengan meninggalkan
anak laki-laki dan anak perempuan yang masih kecil2 (sapsap mardum) dan belum
ada anaknya yang berkeluarga,
a. Suhut
b. Dongan tubu/sabutuha.
c. Boru/bere.
d. Dongan sahuta/ale-ale.
e. Pemerintah setempat.
Perlengkapan:
Peti mati.
Mobil ambulance.
Tanah pemakaman.
Pengertian:
Mate hatunggaeon adalah bila yang neninggal suami atau istri dengan meninggalkan
anak laki-laki dan perempuan serta sudah ada anak laki-laki yang berumah tangga,
tetapi belum ada cucu dari anaknya itu.
a. Suhut
b. Dongan tubu/sabutuha.
c. Boru/bere.
d. Dongan sahuta/ale-ale.
e. Pemerintah setempat.
Perlengkapan:
Peti mati.
Mobil ambulance.
Tanah pemakaman.
Tertib Acara:
Pengertian:
Disebut acara adat penuh bila seluruh perangkat dalihan natolu, berperan penuh dan
lengkap. Hula-hula yang turur serta terdiri dari bona ni ari, bona tulang, tulang
rorobot, Hula-hula na marhaha anggi dan Hula-hula anak manjae.
Demikian juga dongan tubu dan borunya yang meninggal, dongan sahuta berperan
penuh sesuai kedudukannya Masing-masing. Segala ketentuan dan syarat2 menurut
adat dilaksanakan sepenuhnya.
1. Mate sarimatua.
Mate sarimatu adalah bila suami atau istri meninggal dunia mempunyai anak
laki-laki dan anak perempuan dan sudah mempunyai cucu dari anak laki-laki,
maupun dari anak perempuan dan semua anaknya sudah kawin.
2. Mate Saurmatua
Mate saurmatua adalah bila suami atau istri meninggal dunia telah mempunyai
anak laki-laki dan anak perempuan dan sudah mempunyai cucu dari anak laki-
laki, maupun dari anak perempuan dan semua anaknya sudah kawin.
Mate saurmatua mauli bulung adalah suamiatau istri meninggal dunia telah
mempunyai anak laki-laki dan anak perempuan semuanya sudah kawin, telah
mempunyai cucu dari anak klaki-laki dan anak perempuan tersebut serta anak-
anaknya tersebut sudah ada yang bercucu dan tidak ada anaknya meninggal
mendahuluinya (tilaha magodang).
Peserta:
a. Suhut.
b. Doingan tubu/sabutuha.
c. Boru/bere.
d. Dongna sahuta/ale-ale.
e. Pemerintah setempat.
Perlengkapan:
Peti mati.
Mobil ambulance.
Tanah pemakaman.
Tertib Acara:
a. Pasada tahi
b. Martonggo raja
Terlebih dahulu suhut paidua mangatur tempat duduk sesuai dengan kedudukan
Masing-masing dalam dalihan natolu dan sihal-hal. Formasi tempat duduk
adalah sebagai berikut : Hasuhuton duduk membelakangi rumah duka,
berhadapan dengan raja tinonggo (dongan tubu), Hula-hula dudu di sebelah
kanan hasuhuton sedangkan boru/bere dan dongan sahuta duduk disebelah kiri
hasuhuton.
2. Sambutan dari haha doli dan anggi doli menyepakati siapa juru bicara atau
parhata ni hasuhuton .
4. Suhut pidua membacakan riwayat hidup singkat almarhum dan hasil pasada
tahi.
7. Sambutan dan bimbingan dari Hula-hula /tulang yang memberi ulos tujung
dan ulos holong.
10. Juru bicara hasuhuton meminta kepada boru yang menjadi notulis
membacakan rangkuman semua keputusan dan kesepakatan yang akan
dilaksanakan oleh semua pihak sebagai hasil dari martonggo raja.
11. Setelah selesai dibacakan oleh boru dan sudah disepakati bersama untuk
dilaksanakan, maka juru bicara hasuhuton mengajak hadirin hadirin
terutama huls2 dan tulang untuk makan bersama (mardaon pogu)
14. Juru bicara hasuhuton meminta kepada hadirin terutama kepada horong
Hula-hula agar masuk ke rumah untuk mengikuti acara memasukkan
jenazah alm ke peti mati.
16. Juru bicara hasuhuton meminta Hula-hula dan tulang terlebih dahulu
memeriksa letak jenazah apakah sudah baik.
20. Kalau suami yang meninggal, tulang pamupus yang memberikan ulos saput,
kalau istri yang meninggal Hula-hula tangkas yang memberikan ulos saput.
21. Rombongan Hula-hula /tulang tiba di halaman rumah duka sesuai kesepatan
waktu marrapot semalam.
22. Juru bicara hasuhuton menyambut dengan mengarakan kesediaan
hasuhuton menerima Hula-hula/tulang boru diminta untuk menerima boras
sipir ni tondi yang dibawa rombongan Hula-hula/tulang.
29. Acara pasahat ulos tujung dialaksanakan setelah selesai acara pasahat ulos
saput.
30. Kalau suami yang meninggal Hula-hula tangkas yang memberikan ulos
tujung kepada istri yang ditinggal mati, tetapi bila istri yang meninggal,
tulang pamupus yang memberikan ulos tujung kepada suami yang ditinggal
mati
Tertib Acara:
- bere
- Dongan tubu
- Dongan sahuta
- Pemerintah setempat.
- Bona ni ari
- Bona tulang
- Tulang rorobot
g. Acara Agama
h. Acara di pemakaman
Setelah pulang dari makam, makan sipitu dari dari kepala sapi atau kerbau uang
menjadi jambar suhut.
Udean mempuyai makna sebagai tepat peristirahatan bagi orang yang sudah mati,
tempat di mana yang bersangkutan dikuburkan. Sejumlah atau beberapa orang yang
mati dikuburkan dalam satu areal lokasi terntentu dan dipelihara dengan baik, dapat
juga disebut sebagai kuburan (parbandanan, udean).
Tiap desa mempunyai kuburan ganjang sendiri2 dengan bentuk (motif) yang
hampir sama kecuali berbeda karena factor keragaman. Ada perbandanan
Kristen/Islam, (Keagmaan) dan perbandangan sipelebegu (atheis) dengan
lanbang Masing-masing yang membedakannya.
b. Tambak
Atas izin atau persetujuan tersebut, keluarga yang akan membangun tambak
tersebut harus melaksanana adat tombuk tano atau ada mandege-degei.
Jadi tambak merupakan satu areal luas tertentu di mana ditemparkan beberapa
orang suami/istei (bersaudara, serurut/satu keturunan tingkat ama atau tingkar
ompu yang sudahh nagabe. Kuburan ini masih dalam tanah denga luas areal
terntentu)
c. Batu napir
Batu napir merupakan bangunan tempat khusus bagi mereka yang meninggal
lama yang suda mendapat izin adat, baik lokasi maupun calon2 penghuninya
sudah ditetapkan sebelumnya. Bentukanya bisa berbeda, tapi ada kesamaan
yaitu tempat bagi yang meninggal sudah lama (saring2 = tulang belulang) berupa
kotak2 dan tempat sementara pembusukan) sebelum tulang belulang bagi yang
meninggal kemudian disebut serapan (pembusukan) yang pada saatnya
dipindahkan kekotak2 seperti yang lainnya setelah 2-3 tahun kemudian. Kuburan
sudah berbentuk batu (simin) sesuai tingkatannya disusun ompu di bawah, di
atas anak/keturunannya dan seterusnya.
Batu napir dibangun dari batu na martindi2, pasir na marribu2 yang ditemparkan
di dolok natimbo (bangunan menjulang tinggi). Simbolik kegemagaan bagi
keturunnya).
d. Tugu
Tugu merupakah symbol persatuan dan kesatuan suatu marga atau satu
keluarga berdasarkan keturunan.
Tugu bagi masyarakat batak ialah tempat, pertanda bagi leluhur satu marga
dengan atau tanpa penguburan/tulang belulang, yang menjadi pertanda
sekaligus sebagai alat pemersatu bagi keturunannya. Proses peresmian (horja)
hampir sama dengan proses horja tambak atau batu napir. Baik tugu napir
maupun tambak, ditunjuk seseorang dari keluarga (intern) sebagai hasuhuton
(bolahan amak) untuk menggerakkan pelaksanaan horga tersebut.
A. Pasada Tahi
Kesatuan pendapat perlu untuk dibawakan ke tonggo raja sesuai status yang
bersangkuran/ Apakah yang meninggal itu dapat disebut nagabe atau tidak
nagabe, serta perlakuan adat yang sesuai pula untuk itu.
B. Tonggo raja. Tonggo Hula-hula
Horja (pesta) batu napi lebih lama 4 – 7 hari dan biasanya lebih meriah dari
pesta.
H. PROSESI MEMASUKI GEDUNG PADA ULAON UNJUK
Pengertian:
Pada sepuluh tahun terakhir ini, Pesta perkawinan di Jakarta praktis dilaksanakan di
gedung pertemuan atau di hotel. Alasan penggunaan gedung pertemuan antara lain
karena rumah tempat tinggal keluarga pengantin sudah tidak mamadai menampung
undangan yang cenderung semakin bertambah banyak, disampinf masalah
penyediaan makanan membutuhkan pengorganisasian dengan tenaga dan peralatan
yang memadai, masalah parkit kenderaan merupakan alas an lain untuk memilih
gedung2 pertemuan.
Alternatif Pertama :
Alternatif Kedua :
Alternatif Ketiga.
Dalam hal pelaksanaan perkawinan dengan “taruhon jual” pengantin laki-laki dan
keluarganya terlebih dahulu memasuki ruangan, kemudian disusul pengantin
perempuan dengan keluarganya memasuki ruangan. Didepan pelaminan kedua
mempelai dipertemukan dan sama-sama naik dan duduk dipelaminan diikuti oleh
kedua keluarga.
Mengingat masalah proses ini merupakan hal baru, yang timbul karena penggunaan
gedung pertemuan sebagai “alaman pesta”, alternative mana yang akan
dipergunakan hendaknya ditentukan oleh kedua keluarga pengantin pada waktu
marhata sinamot setidak-tidaknya oleh para raja parhata kedua belah pihak, satu
dan lain demi kelancaran pelaksanaan pesta.
I. PARJAMBARAN.
Pengertian:
Jambar adalah istilah yang sangat khas bagi orang Batak. Kata jambar menunjuk
kepada hak atau bagian yang ditentukan bagi seseorang (sekelompok orang). Kultur
Batak menyebutkan ada 3 (tiga) jenis jambar. Yaitu: hak untuk mendapat bagian atas
hewan sembelihan (jambar juhut), hak untuk berbicara (jambar hata) dan hak untuk
mendapat peran atau tugas dalam pekerjaan publik atau komunitas (jambar ulaon).
Tiap-tiap orang Batak atau kelompok dalam masyarakat Batak (hula-hula, dongan
sabutuha, boru, dongan sahuta dll) sangat menghayati dirinya sebagai parjambar.
Yaitu: orang yang memiliki sedikit-dikitnya 3 (tiga) hak: bicara, hak mendapat bagian
atas hewan yang disembelih dalam acara komunitas, dan hak berperan dalam
pekerjaan publik atau pesta komunitas. Begitu pentingnya penghayatan akan jambar
itu, sehingga bila ada orang Batak yang tidak mendapatkan atau merasa disepelekan
soal jambarnya maka dia bisa marah besar.
1. JAMBAR HATA
Namun pada hakikatnya jambar hata ini menunjuk kepada pengakuan bahwa
tiap-tiap orang memiliki hak untuk mengeluarkan pendapatnya (baca: hak untuk
didengarkan) di depan publik. Bukankah hal-hal ini sangat demokratis dan
moderen?
2. JAMBAR JUHUT
Selanjutnya jambar juhut menunjuk kepada pengakuan akan hak tiap-tiap orang
untuk mendapat bagian dari hewan sembelihan dalam pesta. Lebih jauh, jambar
juhut ini merupakan simbol bahwa tiap-tiap orang berhak mendapat bagian dari
sumber-sumber daya (resources) kehidupan atau berkat yang diberikan Tuhan.
Sebab itu bukan potongan daging (atau tulang) itu yang terpenting tetapi
pengakuan akan keberadaan dan hak tiap-tiap orang. Sebab itu kita lihat dalam
even pertemuan Batak bukan hanya hasil pembagian hewan itu yang penting
tetapi terutama proses membagi-baginya (acara mambagi jambar).
Sebab proses pembagian jambar itu pun harus dilakukan secara terbuka
(transparan) dan melalui perundingan dan kesepakatan dari semua pihak yang
hadir, dan tidak boleh langsung di-fait accompli oleh tuan rumah atau seseorang
tokoh. Jolo sineat hata asa sineat raut. Setiap kali potongan daging atau juhut
diserahkan kepada yang berhak maka protokol (parhata) harus
mempublikasikan (manggorahon) di depan publik.
Jambar juhut ini menunjuk kepada gaya hidup berbagi (sharing) yang sangat
relevan dengan kehidupan modernitas (demokrasi) dan kekristenan. Sumber
daya kehidupan atau berkat Tuhan tidak boleh dinikmati sendirian tetapi harus
dibagi-bagikan secara adil dalam suatu proses dialog yang sangat transparan.
Jambar ulaon menunjuk kepada pengakuan kultur Batak bahwa tiap-tiap orang
harus diikutsertakan dan dilibatkan dalam pekerjaan publik. Dalam even
pertemuan komunitas Batak tidak ada penonton pasif, sebab semua orang
adalah peserta aktif. Tiap-tiap orang adalah partisipan (parsidohot) dan pejabat
(partohonan). Dari kedalaman jiwanya orang Batak sangat rindu diikutsertakan
dan dilibatkan dalam pekerjaan publik atau komunitas.
Pada dasarnya orang Batak rindu memiliki peran dan kedudukan dalam
komunitas dan masyarakatnya (termasuk gerejanya). Jika ia tidak memiliki peran
dan kedudukan itu, maka kemungkinan yang terjadi cuma dua: si orang Batak ini
akan pergi menjauh atau “menimbulkan keonaran”. Sebaliknya jika dia
disertakan atau dilibatkan, sebagai parsidohot dan parjambar dan partohonan
maka dia akan berusaha memikul dan menanggung pekerjaan itu sebaik-baiknya
dan dengan sekuat tenaganya (termasuk berkorban materi). Mengapa laki-laki
Batak begitu rajin dan betah di pesta adat? Sebab di sana mereka memiliki peran
dan kedudukan!
Didok natua-tua, sai jolo dialap hata asa diseat raut, namar-lapatan do i asa jolo
dialap hata dos ni roha ma asa dibagi parjambaran juhut. Songon i muse nang di hata
ni natua-tua namandok: Asing dolok asing duhutna, asing huta (luat) asing do nang
ruhutna. Sudena i manghorhon tu nauli nadenggan do molo dapot dos ni roha sian
panghataion. Ai mansai arga situtu do hata, jala sasintongna ndang apala jambar
juhut i na gabe motivasi ni si jalo jambar, alai hata na masipaolo-oloan jala
masipasangapan.
Adong do sipata tabege di sada-sada ulaon las ni roha manang arsak ni roha, hurang
denggan ulaon ala ni pambagian jambar juhut.
Molo di hita na di tano parserahan on, khususna Jakarta sekitarna, ndang apala
tapersoalhon be jambar i asalma proses manang ruhut pambagianna suman tu ulaon
i. Gariada tahe adong do sijalo jambar pintor dilehon jambarna tu donganna, dohot
pertimbangan ala so boi be ibana mangallang jagal, manang mabiar basi manang
busuk jambar i ala leleng dope ibana mulak tu jabuna, dohot angka naasing.
Adong do pandohan na jot-jot tabege taringot di ruhut pambagian jambar juhut, ima
hata namandok: “Sidapot solup ma hami.” Sada pandohan na raja ma i tutu di halak
Batak, asalma laos raja sian mula ni panghataion jala hombar tu parhundulna.
Namarlapatan, molo sian horong ni suhut paranak do pintor mandok “si dapot solup
ma hamu” tu hula-hulana, so jolo dialap hata naelek, songon nahurang hormat jala
hurang raja do panghataion i. Alai, molo sian horong ni hula-hula do namandok
“sidapot solup ma hami” tu pamoruonna, mansai uli jala denggan ma begeon.
Ala ni i do sipata di ulaon las ni roha manang ulaon arsak ni roha (ulaon sari-matua
manang saur-matua) dipatupa ulaon martonggo raja. Alana, gabe adong do
panghataion sahat panjuhuti di ualoan las ni roha, ola manang boan ni namonding i
di ulaon Sari Matua suang songoni Saur Matua.
Molo taida di ulaon adat na masa di tano parserahan on, angka si jalo parbagian
jambar juhut di ulaon adat-paradaton i ma:
b. jambar ni boru/bere,
d. jambar ni pariban,
6. Ihur-ihur
4. Panamboli/ungkapan
7. Ihur-ihur
2. Di ulaon patua hata/marhusip, pasahat ulos mula gabe, paebathon anak buha
baju, ia parjambaron pada prinsipna hira-hira surung-surung ni hula-hula ma i.
Alai somalna, sian hula-hula denggan do marnida situasi. Molo tung pe didok
paranak (pamoruon nasida) jambar surung-surung, boi do i dialap hata muse.
Molo di tingki ulaon i adong angka dongan tubu ni pamoruonna i mandongani
nasida, ingkon adong ma nian tinggal sebagian jambar i sa adong lehononna tu
nasida.
1. Ihur-ihur Hasuhuton
6. Tungkung.tanggalan Boru/bere
7. Ungkapan Panamboli
Jika ulos dipakai laki-laki, maka bagian atas baju disebut hande-hande, bagian bawah
(dada, perut, pinggul dan paha) disebut singkot dan yang dipakai sebagai penutup
kepala disebut tali-tali, bulang atau detar.
Bila ulos dipakai perempuan, maka yang dipakai dari bagian bawah sampai sebatas
dada disebut haen, untuk penutup punggung disebut hoba-hoba dan dipakai sebagai
selendang disebut sampe-sampe (sabe-sabe) serta yang dipakai sebagai penutup
kepala disebut saong-saong.
Seiring dengan perkembangan tehnologi dengan kemajuan zaman, ulos yang ditenun
sendiri tidak lagi digunakan sebagai pakaian sehari2 karena sudah diganti dengan
memakai tekstil hasil tenuan mesin.
Pada daerah-daerah pedalaman terpencil, memang masih ada orang batak yang
memakainya, namun sudah sangat jarang terlihat. Sejak zaman dahulu hingga
sekarang, pemakaian ulos sebagai pakaian, mematuhi aturan-aturan tertentu yang
sudah baku, sehingga tidak semua jenis ulos yang dapat digunakan sebagai pakaian
sehari-hari, dan beberapa diantaranya hanya dapat dipakai pada waktu-waktu
tertentu saja.
1. Ulos jufia atau pinunsaan atau disebut juga ulos nasora pipot/buruk.
5. Ulos runjat.
6. Ulos sibolang.
8. Ulos mengiring.
Ulos ragi hatirongga, ulos ragi peni, ulos ragi lantar, ulos ragi sapot, ulos ragi siiput
nihirik, ulos bolean, ulos padang rusa, ulos simata, ulos hampu (happu), ulos tungku
(tukku), ulos lobu-lobu dll.
Tata cara pemberian ulos pada seseorang hatus sesuai dengan aturan yang sudah
baku yaitu sesuai dengan kedudukan dan tingkatan pemberi dan penerima ulos
menurut dalihan natolu. Demikian juga pemakaian ulos harus menurut syarat-syarat
tertentu misalnya.
Pemakaian juga misalnya hanya boleh digunakan dan dipakai oleh mereka yang
disebut “na gabe”, yakni mereka yang secara sempurna saurmatua atau mereka
yang seluruh pitra dan putrinya telah gabe (sudah cucu dari semua putra
putrinya) atau mereka yang dituakan dan dihormati oleh satu marga atau ompu.
Ulos ini bisanya disimpan sebagai pusaka atau “homitan”
Penggunaan dan pemakaian ulos ragi idup dapat digunakan untuk acara suka cita
dan dapat juga digunakan pada acara duka cita. Pada acara suka cita sering
digunakan sebagai ulos pansamot/ulos pargongon dan dipakai juga oleh orang
yang telah saur matua, sedang pada acara duka cita dipakai sebagai ulos
panggabei atau ulos sampe tua /ulos saurmatua.
Ulos mangiring meimilki ragi yang saling iring iringan, melambangkan kesuburan
dan persatuan yang teguh, deberikan oleh orang tua kepada cucunya sebagai
ulos parompa. Ulos ini sering juga dipakai para pria sebagai tali-tali atau deta.
Dan juga sering perempuan memakainya sebagai saong-saong atau tudung.
Ulos itoluntuho biasanya hanya dipakai oleh pria sebagai ikat kepala dan oleh
perempuan dipakai sebagai selendang. Ulos ini dapat juga diberikan dan
digunakan sebagai parompa jika ada bayi yang baru lahir.
Ulos ragi hotang diberikan dan dignakan sebagai ulos hela dengan harapan agar
suami dan istri terikat dengnaerat dan tefuh dalam ruah tangga, kuat/teguh
seperti hotang.
Ulos sedum penuh dengan warna warni dan ceria, hingga sangat cocok dipakai
pada saat suka cita dan belakangan ini digunakan juga sebagai ulos substitusi
ragi hotang.
Ulos runjat biasanya dipakai oleh orang terpandang sebagai ulos ending-endang,
dan dapat juga diberikan kepada pengantin oleh keluarga dekat dari hasuhuton
misalnya tulang, pamarai, simandohon dan pariban serta dapat juga diberikan
pada saat acara suka cita mengUpa-upa.
Sebagai hande-hande pada acara mardongang, ulos ini disebut ulos suri-suri ganjang
karena raginya (motifnya) berbentuk sisir yang memanjang dan disebut juda sebagai
ilos sabe-sabe dan ukurannya melebihi ukuran panjang semua ulos batak.
Ulosjungkit yang disebut juga ulos na nidongdang atau ulos purada atau
permata karena berhiaskan purada atau permata. Ulos ini dahulu hanya dipakai
anak gadis dari para ningrat atau keturunan raja-raja sebagai hoba-hoba atau
kain yang dipakai dari batas kaki sampai batas dada sebagai lanbang status
pemakainya.
Ulos lain-lainnya masih ada beberapa jenis lagim akan tetapi seudah jarang
terlihat atau langka, sudah sangat jarang dipakai orang dalam acara-acara adat,
sehingga banyak orang tidak mengenalnya lagi. Penggunaan ulos lobu-lobu
misalnya digunakan dan diberikan untuk keperluan khusus bagi orang yang
seting dirundung kemalangna karena kematian anak (tilahaon).
1. Bagi mereka yang dituakan misalnya Ketua marga, Ketua persahutaonn Natutua
na gabe, ulos yang dipakai sebainya :
a. Suami :
b. Isteri :
2. Bagi mereka yang diakui sebagai “Orang tua atau yang dituakan dalam
lingkungan “, sebaiknya menggunakan ulos sebagai berikut :
a. Suami :
b. Isri :
a. Suami :
b. Isri :
Mangupa adalah suatu adat yang dilaksanakan dengan latar belakang yang beraneka
ragam, misalnya lepas dari marabayam sembuh dari penyakit, kenaikan pangkat,
tamat dari pendidikan. Pelaksanaannya oleh orang yang berstatus lebih tinggi
terhadap orang yang diupa, misalnya Hula-hula mangupa borunya, orang tua
mangupa anaknya, abang mangupa adiknya.
Peserta:
Peserta pada kegiatan mengupa tergantung kepada latar belakang pangupaon itu
sendiri. Secara umum kegiatan ini melibatkan:
2. Dongan tubu.
Perelengkapan:
Pada dasarnya yang menyediakan materi pangupaon adalah orang yang hendak
mangupa yaitu:
Sepiring nasi.
Ulos panghopi.
Tertib Acara:
Setelah orang yang mangupa dan yang diupa siap di tempat demikian juga sarana
pangupaon sudah tersedia, maka kegiatan pangupaon segera dilaksanakan dengan
urutan sebagai berikut:
1. Pihak yang mengupa menyuapkan nasi sekaligus dengan ikannya sebanyak 3
suap berturut-turut yang diiringi dengan pepatah petitih yang terkandung pada
hata sidohonon
4. Menaburkan beras (parbue pir) diatas kepala orang yang diupa setelah
sebelumnya menaburkan sendiri diatas kepalanya diiringi dengan kata-kata
pengharapan.
5. Makan bersama.
1. GONDANG.
a. Ogung oloan.
b. Ogung ihuta/panglusi.
c. Ogung pandoali.
d. Ogung panggora.
e. Tataganing (5 buah).
f. Odap (2 buah).
g. Gordang.
b. Acara perkawinan.
2. MUSIK
Pada tahun-tahun terakhir ini, terutama di Jakarta dan kota-kota besat lainnya
diindonesia, music sudah banyak dipergunakan oleh masyarakat batak pada saat
melaksanakan hajatan sebagai pengganti gondang, baik pada pesta perkawinan
maupun pada acara meninggal orang tua dan acara adat lainnya. Alasannya
gondang sudah semakin sulit dicari sementara music disamping biayanya lebih
murah juga lebih mudah dicari. Selain itu, musik lebih lengkap karena dapat
mengikuti irama gondang, lagu-lagu gereja dan lagu-lagu hiburan.
2. Amanguda :
3. Amang tua.
Abang bapak.
4. Anggi.
Anggi : adik.
5. Angkang.
6. Bere :
8. Boru :
9. Inang :
10. Haha :
Haha : Abang.
11. Ompung :
12. Tulang :
Tulang : kakak/adik dari ibu.
14. Ampara :
15. Ale-ale :
Kawan akrab.
16. Ahu :
Saya.
21. Eda :
22. Hulahula :
Keluarga abang adik dari istri
23. Ito/iboto :
24. Lae :
25. Maen :
27. Nasida :
Mereka.
29. Nini :
30. Nono :
31. Namboru :
32. Parumaen :
Menantu perempuan, istrik anak.
orang kedua.
34. Pahompu :
35. Pamarai :
36. Parboruon :
37. Parrajaon :
38. Pariban :
40. Simolhon/simandokhon :
41. Tunggane :
1. Hula-Hula adalah Saudara laki laki dari istri kita (keluarga dari istri).
2. Tulang adalah Saudara laki laki dari ibu kita (keluarga dari ibu).
3. Bona Tulang adalah Tulangnya bapak kita (keluarga dari opung boru).
4. Tulang robobot adalah Tulangnya istri kita (keluarga ibu dari istri kita).
5. Bona niari adalah Hula hulanya kakeknya kakek (keluarga tulangnya kakek).
6. Hula hula namar haha maranggi adalah Saudara laki laki dari istrinya abang /adik
kita.
7. Hula hula anak manjae adalah Saudara laki laki dari istrinya anak kita.
8. Hula hula pahompu adalah Saudara laki laki dari istriya cucu kita/anak dari anak
kita.
Catatan :
1. Hula hula namar haha maranggi kita undang, harus abang adik se ibu se bapak,
anaknya bapak tua/uda tidak.
2. Hula hula anak manjae kita undang, harus anak kita kandung yang sudah
menikah. Anak abang dan adik bukan anak manjae bagi kita.