Anda di halaman 1dari 110

ADAT DAN BUDAYA BATAK TOBA

A. TATA CARA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBA (ADAT


NA GOK)
Pada suku Batak Toba, pernikahan adalah suatu peristiwa yang besar, mengundang
hulahula, boru, dongan tubu serta dongan sahuta (teman sekampung) sebagai saksi
pelaksanan adat yang berlaku.

Dalam adat Batak Toba pernikahan harus diresmikan secara adat berdasarkan adat
dalihan na tolu, yaitu somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru.

Pernikahan di masyarakat Batak Toba sangat kuat sehingga susah untuk bercerai
karena dalam pernikahan tersebut banyak orang yang bertanggung jawab dan
terlibat di dalamnya.

Lalu apa saja tata cara pernikahan adat Batak Toba (Adat Na Gok) ?

1. Patua Hata

2. Patio Mata Ni Mual

3. Marhata Sinamot

4. Martongggo Raja / Ria Raja

5. Marsibuha-Buhai

6. Marunjuk (Pesta Unjuk)

7. Paulek Une

8. Maningkir Tangga
A.1. PATUA HATA

Pengertian:

Patua hata adalah suatu acara adat yang merupakan langkah awal paradaton yang
bertujuan meningkatkan hubungan muda-mudi menjadi hubungan resmi yang
diketahui dan disetujui oleh orang tua dan keluarga kedua belah pihak.

Sebelum acara patua hata, sudah ada pendekatan dari pihak paranak kepada pihak
parboru atau sebaliknya melalui domu-domu/unung yaitu orang-orang yang
dipercayai oleh masing-masing pihak paranak dan parboru untuk membicarakan
berbagai hal yang menyangkut hak dan kewajiban adat masing-masing antara lain
jumlah sinamot, jumlah ulos, parjuhut, waktu dan tempat, dll. Kegiatan ini disebut
juga MARHORI-HORI DINDING.

Untuk menghemat waktu, setelah selesai acara patua hata biasanya pihak paranak
meminta agar dilanjutkan dengan acara MANGARANGRANGI yakni mempersiapkan
segala sesutu yang akan dibicarakan dan diputuskan pada acara berikutnya yaitu
marhata sinamot.

KHUSUS DI JAKARTA, setelah acara patua hata, pada umumnya dilanjutkan dengan
acara marhusip. Pada kenyataaannya acara Marhusip telah mengambil alih seluruh
fungsi dan peranan acara marhata sinamot yaitu menentukan jumlah sinamot yang
harus diserahkan keluarga pengantin laki-laki kepada keluarga pengantin
perempuan, kepada keluarga pengantin laki-laki penentuan pelaksanaan unjuk
(taruhon jual atau alapon jual) dll yang menyangkut seluruh persiapan dan
pelaksanaan unjuk. Penyelenggaran acara marhata sinamot pada saat unjuk, praktis
hanya formalitas untuk mengukuhkan segala apa yang telah ditentukan/diputuskan
pada waktu marhusip.

Diakui oleh banyak orang bahwa acara marhusip bukan acara adat bahkan ada yang
mengatakan acara tersebut melanggar adat. Tetapi kenyataannya, acara tersebut
tetap dijalankan dengan alasan-alasan praktis, sederhana dan telah menjadi
kebiasaan di Jakarta.
Pesertanya hampir sama dengan peserta acara patua hata dimana hula-hula tidak
diundang, sedang pada acara marhata sinamot, Dalihan natolu (termasuk hula-hula)
kedua belah pihak menjadi peserta utama.

Peserta:

 Pihak Paranak terdiri dari : Hasuhuton (adik atau anak suhut bolon), dongan
tubu, dan boru.

 Pihak Parboru terdiri dari : Hasuhuton (adik atau anak suhut bolon), dongan
tubu, dan boru.

Perlengkapan:

Pihak paranak membawa : makanan kecil dan buah, dan pihak parboru
menyediakan: makanan ala kadarnya dan makanan kecil.

Tata Tertib:

Setelah rombongan paranak tiba di rumah parboru dengan membawa makanan kecil
(kue atau buah) dan menyerahkan kepada pihak parboru kemudian pihak paranak
memperkenalkan diri satu persatu dan pihak parboru pun memperkenalkan diri satu
persatu. Juru bicara parboru mempersiapkan pihak paranak duduk di tempat yang
telah disediakan, berhadapan dengan pihak parboru.

Juru bicara parboru mempersilahkan pihak paranak mencicipi snak terlebih dahulu.
Bila pihak parboru siap menjamu rombongan paranak untuk makan, selesai makan
baru pembicaraan dilanjutkan.

Adapun Tertib Acaranya sebagai berikut:

1. Juru bicara parboru menanyakan maksud dan tujuan kedatangan rombongan


paranak.

2. Juru bicara paranak memberitahukan bahwa kehadiran kami di rumah ini adalah
untuk meningkatkan pebicaraan muda-mudi menjadi pembicaraan orang tua
atau disebut patua hata, karena menurut penuturan putranya telah terjalin cinta
kasih dengan putri tuan rumah dan mereka telah sepakat untuk membentuk
rumah tangga (menikah)
3. Juru bicara parboru sebelum menjawab permintaan pihak paranak terlebih
dahulu menanyakan putrinya melalui boru, apakah benar putrinya tersebut
telah sepakat dengan putra paranak untuk menikah.

4. Apabila putrinya mengiyakan, bahwa benar mereka telah menjalin cinta kasih
dan sepakat untuk nikah, selanjutnya juru bicara parboru meminta pendapat
dari dongan tubu dan boru ni parboru. Sekiranya dongan tubu dan boru
mendukung keinginan muda-mudi tersebut barulah juru bicara parboru
menyatakan menerima permohonan pihak paranak yaitu patua hata
diterima/direstui.

5. Biasanya, bila permohonan patua hata diterima pihak parboru, pihak paranak
akan mengajukan permohonan tambahan yaitu agar dilanjutkan dengan
mangarangrangi yaitu membicarakan segala sesuatu yang menyangkut
persiapan pelaksanaan adat perkawinan antara lain bentuk pesta (dialap jual
atau taruhon jual), tempat pesta (gedong), jumlah sinamot (mas kawin), jumlah
ulos, waktu dan tempat marhata sinamot dll. Bilamana permintaan pihak
paranak disepakati pihak parboru, biasanya pihak paranak akan mengajukan
rencana yang menyangkut bentuk pesta (dialap jual atau taruhon jual), jumlah
sinamot, waktu dan tempat marhata sinamot, biasanya terjadi tawar menawar
kendatipun sebelumnya telah ada kesepakatan melalui domu-domu atau husip-
husip antara kedua bela pihak.

6. Sebelum juru bicara parboru menerima (mangolophon) permintaan pihak


paranak, juru bicara parboru wajib meminta pendapat atau saran dari dongan
tubu dan borunya yang hadir.

7. Sebagai imbalan sinamot yang dibayar pihak paranak, pihak parburu


menyampaikan sejumlah ulos herbang yang akan diberikan kepada pihak
paranak.

8. Sebelum acara ditutup dengan doa, boru yang ditugaskan mencatat kesimpulan
pembicaraan membacakan notulen dan hasil kesepakatan patua hata dan
mangarangrangi tersebut.
Pembahagian Jambar Juhut (tidak ada).

A.2. PATIO MATA NI MUAL

Pengertian:

Patio mata ni mual adalah suatu acara dari seseorang anak pertama laki-laki yang
bermaksud menikah dengan orang lain yang bukan putri dari tulangnya, didampingi
oleh orangtua dan kerabat terdekat membawa makan adat kepada paman (tulang)
untuk meminta izin dan doa restu.

Peserta: Anak itu sendiri, keluarga terdekat dan dongan sahuta pihak paman.

Perlengkapan:

a. Pihak keluarga anak :

 Lomok-lomok lengkap dengan namargoar.

 Lak pauk tambahan.

 Nasi secukupnya.

 Uang pasituak na tonggi.

b. Pihak keluarga paman :

 Ikan mas arsik.

 Ulos.

 Perangkat upa-upa seperti segelas air minum sejemput beras.

Tata Tertib:

1. Sianak didampingi orangtua menyuguhkan makanan adat (tudu-tudu ni


sipanganon) kepada pamannya.

2. Tulang menyuguhkan makanan adat (ikan mas arsik) kepada berenya.

3. Makan bersama.

4. Seusai dengan makan pihak Tulang menanyakan tudu-tudu ni sipanganon.


Pihak Tulang menanyakan maksud kedatangan rombongan berenya.
5. Tulang dan nantulang menyampaikan ulos sebagai tanda keikhlasan
terhadap rencana berenya sekaligus mengupa.

6. Kata-kata doa restu dari pihak Tulang.

7. Peyampaian uang pasituak na tonggi oleh bere kepada Tulang dan


jajarannya.

8. Penutup dengan doa dari Tulang.

Pembahagian Jambar Juhut (tidak ada)

A.3. MARHATA SINAMOT

Pengertian:

Marhata sinamot adalah salah satu dari rangkaian ulaon adat yang sangat penting
yang dihadiri unsur dalihan natolu (DNT) pihak parboru dan pihak paranak untuk
membicarakan mahar (sinamot/tuhor/boli) dari putri yang akan menikah, yang harus
di bayar pihak paranak kepada pihak parboru. Juga menentukan jumlah ulos,
parjuhut (hewan yang akan dipotong), waktu dan tempat serta banyaknya jumlah
undangan.

Marhata sinamot adalah merupakan lanjutan formal dari ulaon patua hata dan
mangarangrangi.

Peserta:

a. Pihak paranak terdiri dari :

 Suhut.

 Dongan tubu.

 Boru/bere.

 Dongan sahuta, pariban.

 Hula-hula.

b. Pihak parboru, sama dengan unsur paranak seperti diatas.


Perlengkapan:

a. Paranak membawa:

 Makanan adat lengkap dengan tudu-tudu ni sipanganon.

 Pinggan panungkunan (piring yang berisi beras, daun sirih uang 4 (empat)
lembar atau sepotong daging).

 Sinamot (mahar), sinamot na gok dan sinamot untuk suhi ni ampang na


opat.

 Ingot-ingot.

b. Parboru menyediakan:

 Makanan adat, ikan mas masak arsik (dengke sitio-tio).

 Makanan tambahan (sayur, ayam, nasi dll).

 Makanan kecil, kopi, teh.

 Uang panggabe / panauri.

Tata Tertib:

Rombongan paranak dengan membawa makanan adat berangkat ke rumah parboru.


Sesampai di tempat mereka di terima pihak parboru dengan mempersilahkan masuk
ke rumah dan mengambil tempat duduk sesuai dengan kedudukan Masing-masing.
Makanan adat ditempatkan di atas meja, kemudian juru bicara paranak
mempersilahkan parboru untuk membuka (manigati) makanan adat yang dibawa.

Setelah disigati oleh boru ni parboru, baru disuruh mempersiapkan makan bersama
oleh boru ni paranak dengan acara sebagai berikut :

1. Pihak paranak menyerahkan makanan adat kepada parboru.

2. Pihak parboru menyampaikan ikan mas kepada pihak paranak.

3. Makan bersama dengan doa dari pihak paranak.


4. Seusai makan, juru bicara parboru menanyakan status tudu-tudu ni sipanganon.
Setelah di sepakati pembagian jambar juhut dilaksanakan sebelum atau sesudah
marhata sinamot.

5. Juru bicara parboru menanyakan maksud dan tujuan kedatangan pihak paranak.

6. Juru bicara paranak menyampaikan pinggan panungkunan dan memberitahukan


tujuan kedatangan mereka untuk marhata sinamot.

7. Juru bicara parboru mengucapkan terima kasih dan meminta agar sinamot dapat
diberikan dengan jumlah yang besar.

8. Juru bicara paranak memohon agar jumlah sinamot sudah termasuk emasnya,
peraknya, kerbaunya dan lain-lainnya dalam bentuk uang (ringgit sitio suara)

9. Juru bicara parboru, memohon waktu untuk mendengat ranggapan dan


pendapat boru/bere, dongan sahuta. Dongon tubu.. terutama dari Hula-hula
mengeai permohonan pihak paranak. Setelah semua mereka menyampaikan
tanggapan dan pendapatnya. Maka juru bicara parboru menyimpulkan dan
meneruskan kepada pihak paranak.

10. Juru bicara paranak juga meminta waktu untuk mendengarkan tanggapan dan
permohonan kepada pihak parboru mengenai sinamot kepada pihak parboru
mengenai sinmot yang akan disampaikan dari boru/bere, dongan sahuta.
Dongan tubu dan nasehat (paniroion) dari Hula-hula/ Setelah semua
menyampaikan tanggapan dan permohonannya. Maka disebutkanlah jumlah
sinamot yang bisa dibayar kepada parboru.

11. Juru bicara parboru setelah mendengarkan jumlah uang mahar yang akan
dibayarkan pihak paranak, diteruskan kepada suhut sihabolonan untuk
mendapat keputusan.

12. Pada umumnya suhut parboru mengiyakan apa yang telah disepakati bersama
mengenai jumlah mahar.

13. Juru bicara parboru meneruskan keputusan dari suhut parboru selanjutnya
mengatakan :” Barangkali ada yang akan diminta pihak paranak” supaya
seimbang penerimaan dan pemberian.
14. Juru bicara paranak mengajukan jumlah ulos herbang yang diinginkan dan ulos
tinonun sadari.

15. Setelah disepakati jumlah ulos herbang, maka ditentukan juga mengenai waktu
dan tempat pemberkatan dan unjuk, jumlah undangan dari Masing-masing pihak
termasuk parjuhutna.

16. Hata sigabe-gabe suhut parboru memberikan hata sigabe-gabe dan suhut
paranak mangampu (menyambut).

17. Sesuai hata sigabe-gabe, dibagikan ingot-ingot/uang panauri/panggabei.

18. Doa penutup oleh Hula-hula.

Pembagian Jambar Juhut:

Dalam melaksanakan point 4 (empat) diatas pembagian jambar juhut adalah sebagai
berikut :

 Ihur-ihur kepada suhut parboru.

 Osang kepada Hula-hula ni parboru.

 Somba-somba kepada Hula-hula ni paranak.

 Parsanggulan sebelah kanan kepada boru ni parboru.

 Parsanggulan sebelah kiri kepada boru ni paranak.

 Soit kepada dongan tubu/sabutuha dan dongan sahuta kedua belah pihak.

A.4. MARTONGGGO RAJA / RIA RAJA

Pengertian:

Martonggo raja dan atau marria raja merupakan acara mempersiapkan (paradeon)
pesta ujuk, antara lain: Menunjuk raja parhata, protocol. Penanggung jawab
makanan, penerima tamu dll termasuk pembagian undangan.
Martonggo raja diadakan dirumah suhut tempat pelaksanaan pesta (bolahan amak).
Misalnya kalau alap jual berarti diadakan di rumah suhut parboru, kalau taruhon jual
diadakan dirumah suhut paranak.

Marria raja diadakan di rumah suhut yang bukan bolahan amak. Misalnya kalau alap
jual diadakan rumah suhut paranak, kalau taruhon jual diadakan di rumah suhut
parboru.

Peserta:

Peserta martonggo raja dan atau marria raja pada dasarnya sama yaitu :

 Suhut.

 dongan tubu.

 boru/bere.

 dongan sahuta.

Perlengkapan:

Suhut menghidangkan makanan adat yaitu lomok-lomok (martudu-tudu).

A.5. MARSIBUHA-BUHAI

Pengertian:

Marsibuha-buhai adalah suatu acara makan bersama oleh suhut paranak dan suhut
parboru mengawali pesta unjuk dan sekaligun sebagai awal pertemuan resmi antara
suhut parboru dengan suhut paranak secara langsung dan pribadi.

Peserta:

a. Pihak parboru terdiri dari:

 Suhut dan calon pengantin.

 Dongan tubu (juru bicara) dan dongan sebutuha.

 Boru/bere.
 Pendamping pengantin perempuan.

b. Pihak paranak terdiri dari:

 Suhut dan calon pengantin.

 Dongan tubu (juru bicara) dan dongan sebutuha.

 Boru/bere.

 Pendamping pengantin laki-laki.

Perlengkapan:

a. Parboru menyediakan:

 Makanan adat.

 Nasi, sayur, ayan dll secukupnya.

 Piring oval berisi nasi di atasnya ikan mas sebagai restu kepada kedua
pengantin.

Pada saat makan bersama tersebut kedua belah pihak berdoa kiranya Tuhan
memberkati pernikahan kedua mempelai dan pesta unjuk berjalan dengan baik,
aman dan damai sejahtera (sohariboriboan)

b. Paranak membawa :

 Makanan adat berupa lomok-lomok lengkap dengan namargoarnya.

 Nasi secukupnya.

 Mobil pengantin.

 Bunga tangan dan corsase.

Tertib acara:

1. Rombongan paranak disambut suhut parboru pengantin perempuan beserta


kerabatnya di pintu rumah dan mempersilahkannya masuk ke rumah.
2. Rombongan paranak masuk ke rumah dengan posisi pembawa makanan adat
(boru ) berjalan didepan menyusul pengantin laki-laki dan pendamping diiringi
kedua orangtua dan sanak keluarga kedua mempelai saling bertukar bunga.

3. Makanan adat diterima oleh borunya suhut parboru. Sedangkan pengantin


perempuan menyambut pengantin laki-laki. Kemudian pengantin laki-laki
memberikan bunga tangan ke pengantin perempuan dan pengantin perempuan
menyematkan corsase ke kantong atas jas pengantin laki-laki. Kedua pengantin
di bawa ke kamar yang telah dipersiapkan.

4. Suhut paranak menyerahkan tudu-tudu ni sipanganon kepada suhut parboru


kemudian suhut parboru menyerahkan ikan mas kepada suhut paranak
dilanjutkan dengan makan bersama

Doa makan dari pihak paranak

1. Pada saat makan bersama bapak dan ibu pengantin perempuan memberikan
nasi dan dengke sitio-tio kepada kedua pengantin yang merupakan indahan
borhat2 menuju keluarga baru.

2. Seusai makan pihak parboru menanyakan kedudukan tudu-tudu sipanganon


kepada pihak paranak.

3. Pihak paranak menyatakan surung-surung pihak parboru.

4. Maka pihak parboru meminta borunya menyimpan tudu-tudu sipanganon


tersebut ke dapur.

5. Acara di tutup dengan doa oleh pihak parboru.

6. Rombongan kedua belah pihak mengiringi kedua pengantin menuju kegereja.

Pembagian Jambar Juhut

Tudu-tudu ni sipanganon adalah surung-surung oleh karenanya tidak ada pembagian


jambar juhut.
A.6. MARUNJUK (PESTA UNJUK)

Pengertian:

Marunjuk adalah pesta pernikahan pengesahan satu keluarga (suami-istri) menurut


adat batak yang melibatkan unsur dalihan natolu dari kedua belah pihak ditambah
dongan sahuta dan ale-ale serta ditandai juga dengan penyelesaian hak dan
kewajiban pihak paranak kepada pihak parboru dan sebaliknya.

Pelasksanaan pesta untuk dapat dilaksanakan dengan alap jual dan taruhon jual yang
di maksud dengan alap jual apabila penyelenggara pesta unjuk adalah parboru dan
taruhon jual apabila penyelenggara pesta unjuk adalah pihak paranak.

Peserta:

Terdiri dari :

 Suhut

 Dongan sahuta.

 Dongan tubu.

 Boru/bere.

 Hula-hula, terdiri dari bona ni ari, bona tulang, tulang, tulang rorobot, Hula-hula
tangkas, Hula-hula ni na marhaha anggi, Hula-hula ni anak manjae.

 Dongan sahuta.

 Ale-ale.

 Masing-masing pihak paranak dan pihak parboru.

Perlengkapan:

(a). Ulaon Dialap Jual

Parboru menyediakan (suhut sihabolonan).

 Tempat unjuk .

 Makan adat yang lengkap dengan na margoar.


 Ikan mas.

 Nasi, daging ayam, dengke, sayur dll.

 Lampet, kopi, teh.

 Ulos herbang.

 Ulos tinonun sadari.

Dongan tubu ni suhut parboru : Ulos, dengke siuk (ikan mas) boras pir.

Boru/bere/dongan sahuta : Ulos, kado.

Hula-hula : Ulos, boras pir, dengke siuk.

Paranak menyediakan.

Suhut paranak:

 Pinggan panungkunan.

 Panggohi ni sinamot (kalau masih belum lunas).

 Tintin marangkup.

 Patu todoan dan surung-surung.

 Pinggan panganan.

 Tuak tangkas.

 Olop-olop.

Dongan tubu/boru/bere, ale-ale dan dongan sahuta memberikan tumpak


berupa uang.

Hula-hula : Ulos, dengke siuk dan boras pir.

Tulang : Ulos dengke siuk, boras pir dan tumpak.

(b). Ulaon Taruhon Jual

Parboru menyediakan.

 Ampang berisi nasi dan ikan mas.


 5 -7 tandok berisi beras, satu diantaranya tandok besar (15 ltr).

 Ulos herbang.

 Ulos tinonun sadari.

 Uang (Pinggan panganan dan bahon2) kepada horong Hula-hula.

 Uang untuk tintin marangkup.

 olop-olop.

Dongan tubu ni suhut parboru : Ulos, ikan mas, dan boras.

Boru/bere/dongan sahuta/ale-ale : Ulos, tapi ada juga memberikan uang.

Paranak menyediakan (suhut sihabolonan).

 Tempat.

 Makanan adat lengkap dengan na margoar.

 Nasi, daging ayam, sayur, ikan mas dll.

 Lampet, kopi, teh dan gula.

 Pinggan panungkunan.

 Uang untuk tintin marangkup.

 Pinggan panganan dan bahon2 kepada horong Hula-hula.

 Upa todoan dan surung-surung.

 Olop-olop.

Dongan tubu, boru/bere. Dongan sahuta.

Ale-ale : Tumpak berupa uang.

Hula-hula : ulos, ikan mas dan boras pir.

Tulang : Ulos, ikan mas. Boras pir dan tumpak.

Tertib Acara:

(a). Ulaon Dialap Jual.


Selesai memberikan nikah di gereja, rombongan suhut parboru dan paranak
menuju tempat (gedung) yang disediakan suhut parboru. Sesampai di gedung
diadakan prosesi masuk pengantin diiringi oleh kedua hasuhuton dengan
kerabat terdekat.

Setelah itu kedua hasuhuton mengundang masuk horong (kelompok) Hula-hula


Masing-masing di mana pertama masuk adalah Hula-hula suhut parboru,
dilanjutkan dengan rombongan Hula-hula suhut paranak setelah masuk semua
undangan, maka dimulailah acara dengan urutan sebagai berikut:

1. Pihak paranak menyampaikan tudu-tudu ni sipanganon na margoar kepada


pihak parboru kemudian pihak parboru menyerahkan ikan mas kepada
pihak paranak setelah selesai mereka saling bersalaman. Doa makan oleh
pihak paranak.

2. Sewaktu makan bersama kedua hasuhuton keliling ruangan menyampaikan


ucapan terima kasih sekaligus memberikan penghormatan kepada para
undangan.

3. Seusai makan diadakan pembagian perjambaran juhut setelah ada


kesepakatan kedua belah pihak (sidapot solup do na ro).

4. Pihak paranak mengumpulkan tumpak (sumbangan berupa uang) dari para


undangannya.

5. Setelah selesai membagi jambar juhut dan mengumpulkan tumpak, acara


percakapan adat dimulai

6. Pihak parboru dan paranak bermusyawarah untuk menunjuk juru bicara,


setelah menyapa pihak Hula-hulanya serta memohon agar berkenan
memberikan nasehat bila diperlukan.

7. Atas permintaan juru bicara parboru. Juru bicara paranak menyerahkan


pinggak panggabei, bukan pinggan panungkunan karena telah diserahkan
pada waktu marhata sinamot.

8. Juru bicara parboru menanyakan pihak paranak mengenai arti hidangan


yang disampaikan
9. Juru bicara paranak menjawab dan menjelaskan maksud dan tujuan
kedatangan mereka yaitu untuk membayar utang adat perkawinan
(manggohi sinamot) dari anak dan parumaen kami, sesuai dengan
keputusan waktu marhata sinamot, serta menerima petuah2 dan doa restu
dari Hula-hula.

10. Juru bicara parboru meminta waktu kepada pihak paranak, untuk meminta
pendapat dan persetujuan dari boru/bere, dongan sahuta, dongan tubu
terutama dari horong Hula-hula.

Setelah mendapat persetujuan dari semua pihak tadi, juru bicara parboru
meminta kepada pihak paranak agar menyerahkan panggohi ni sinamot
termasuk jambar kepada suhi ni ampang na opat dan upa parorot serta surung-
surung kepada Ompungnya dan terakhir pinggan panganan.

1. Juru bicara paranak memohon kepada raja parhata ni parboru, sebelum


menyerahkan panggohi ni sinamot, agar diberikan waktu dahulu meminta
pendapat dari boru/bere, dongan sahuta. Dongan tubu terutama dari unsur
Hula-hula. Setelah mendapat tanggapan dari semua pihak tadi, kemudian
juru bicara paranak mempersilahkan suhut paranak menyerahkan panggohi
ni sinamot dan jambar-jambar lain, upa todoan dan surung-surung.

2. Seusai peyampaian panggohi ni sinamot, juru bicara parboru juga meminta


kepada pihak paranak agar bersama-sama menghadap kepada tulang ni
hela (sijalo tintin marangkup). Selanjutnya suhut parboru dan paranak
bersama-sama menyampaikan jambar tintin marangkup kepada tulang ni
hela

3. Juru bicara parboru menanyakan pihak paranak, supaya seimbang naik


turunnya, maka apakah pihak paranak meminta sesuatu.

4. Juru bicara paranak meminta ulos herbang dan ulos tinonun sadari.

5. Menyampaikan ulos kepada pihak paranak- ulos na marhadohonon


dilanjutkan oleh Hula-hula.
6. Penyampaikan kata-kata doa restu oleh pihak parboru, biasanya langsung
oleh suhut sihabolonan.

7. Sambutan/mangampu oleh pihak paranak, untuk mempersingkat waktu


boleh langsung oleh suhut paranak.

8. Ditutup dengan doa oleh pihak parboru.

(b). Ulaon Taruhon Jual

Setelah pemberkatan nikah di gereja, rombongan suhut paranak dan parboru


menuju tempat yang disediakan paranak. Sesampai di tempat, diadakan prosesi
masuk pengatin diiringi oleh hasuhuton paranak dengan kerabat terdekatnya
dan didampingi suhut bolon parboru. Setelah pengantin duduk di pelaminan,
maka suhut bolon parboru kembali bergabung dengan rombongan parboru.

Protokol paranak menugundang masuk rombongan suhut parboru. Kemudian


Masing-masing mengundang rombongan Hula-hulanya dimana pertama masuk
adalah Hula-hula suhut paranak setelah masuk semua undangan, maka
dimulaikan acara dengan urutan sebagai berikut:

1. Pihak paranak menyampaikan tudu-tudu sipanganon namargoar kepada


pihak parboru menyerahkan ikan mas kepada pihak paranak setelah selesai,
mereka saling bersalaman. Doa makan oleh pihak paranak.

2. Sewaktu makan bersama kedua hasuhuton mengelilingi ruangan


menyampaikan ucapan terima kasih sekaligus memberikan penghormatan
kepada para undangan.

3. Seusai makan diadakan pembagian parjambaron juhut sesuai kesepakatan


kedua belah pihak.

4. Pihak paranak menerima tumpak dari dongan tubu, boru, bere, ale-
ale/rekan sekerja dan Hula-hula juga dimungkinkan memberi sumbangan
kepada berenya.

5. Setelah selesai membagi jambar juhut dan menerima tumpak, acara


percakapan adat dimulai.
6. Masing-masing pihak parboru dan paranak bermusyawarah guna menunjuk
juru bicata, sekaligus memohon bimbingan dan restu pihak Hula-hula
Masing-masing.

7. Atas permintaan juru bicara parboru, juru bicara paranak menyerahkan


pinggan panungkunan.

8. Juru bicara parboru menanyakan pihak paranak maksud dan tujuan


menyuguhkan hidangan.

9. Juru bicara paranak menjawab dan menjelaskan maksud dan tujuan


diadakannya kenduri (haron marharoanan) yaitu untuk mengadakan pesta
unjuk perkawinan anak dan perumaen, sesuai dengan keputusan waktu
marhata sianamot.

10. Juru bicara parboru meminta waktu kepada pihak paranak, untuk meminta
pendapat dan persetujuan dari boru/bere, dongan sahuta, dongan tubu,
terutama dari horong ni Hula-hula

Selanjutnya diberikan kesempatan kepada boru/bere, dongan sahuta, dongan


tubu dan horong ni Hula-hula ni parboru menyampaikan pendapatnya.

Setelah mendapat persetujuan dari semua pihak, juru bicara paranak agar
menyerahkan panggohi ni sinamot termasuk jambar kepada suhi ni ampang na
opat, upa parorot, todoan dan surung-surung kepada ompungnya dan terakhir
pinggan panganan.

1. Juru bicara paranak memohon kepada juru bicara parboru, sebelum


menyerahkan panggohin ni sinamot dllnya, agar diberikan waktu dahulu
meminta pendapat dari boru/bere, dongan sahuta, dongan tubu terutama
dari unsur Hula-hula. Selanjutnya diminta pendapat dari kelompok-
kelompok tersebut di atas.
Setelah mendapat tanggapan dari semua pihak kemudian juru bicara paranak
mempersilahkan suhut paranak menyerahkan panggohi ni sinamot dan jambar-
jambar atau upa dan surung-surung.

1. Setelah diserahkan panggohi ni sinamot, juru bicara parboru juga meminta


kepada pijak paranak agar bersama-sama dengan suhut parboru
menghadap paman guna menyampaikan tintin marangkup.

2. Juru bicara parboru menanyakan pihak paranak, apakah pihak paranak


meminta sesuatu.

3. Juru bicara paranak meminta ulos herbang dan ulos tinonun sadari.

4. Pihak parboru menyampaikan ulos kepada pihak paranak.

5. Penyampaikan kata-kata doa restu, oleh pihak parboru, biasanya langsung


oleh suhut sihabolonan.

6. Sambutan oleh pihak paranak, untuk mempersingkat waktu boleh langsung


oleh suhut paranak

7. Diakhiri dengan pembagian olop-olop.

8. Ditutup dengan doa oleh pihak parboru.

Pembagian Jambar Juhut:

(a). Ulaon Dialap Jual.

 Ihur kepada suhut parboru.

 Osang kepada Hula-hulani parboru.

 Somba-somba dibagi dua yang diperuntukan kepada horong Hula-hula


kedua belah pihak.

 Parsanggulan sebelah kanan pada boru ni parboru.

 Soit dibagi dua yang diperuntukkan untuk dongan tubu dan dongan sahuta
untuk kedua belah pihak.

 Ronsangan/tuktuk/daging untuk raja parhata kedua belah pihak.


 Daging untuk perkumpulan marga.

 Daging untuk pengulani huria setempat

(b). Ulaon taruhon jual.

 Osang kepada Hula-hula tangkas ni paranak.

 Ihur-ihur ni randok kepada suhut parboru.

 Somba-somba dibagi dua yang diperuntukkan bagi horong Hula-hula kedua


belah pihak.

 Parsanggulan sebelah kiri untuk boru/bere ni paranak, sedangkan yang


sebelah kanan untuk boru/bere ni parboru.

 Soit di bagi dua yang diperuntukkan bagi dongan tubu dan dongan sahuta
kedua belah pihak.

 Ronsangan/tuktuk/daging untuk raja parhata.

 Daging untuk perkumpulan marga.

 Dagung untuk penatua gereja.

A.7. PAULEK UNE

Pengertian:

Acara paulak une adalah suatu acara adat yang dilaksanakan setelah beberapa dari
pesta unjuk usai, di mana kedua mempelai didampingi orangtua pengantin laki-laki
bersama dongan tubu dan boru terdekat berkunjung ke rumah(kampong) orangtua
pengantin perempuan dengan membawa makanan adat. Sering juga paulak une ini
disebut mebat atau melepas rindu (marubat lungun).

Tujuannya disamping melepas rindu kepada orangtuanya juga sekaligus


mengabarkan bahwa mereka baik2 dan berbahagia di rumah mertuanya.

Peserta:

a. Pihak paranak terdiri dari:


 Suhut.

 Dongan sabutuha sebagai parhata.

 Boru.

b. Pihak parboru terdiri dari:

 Suhut.

 Dongan sabutuha sebagai parhata.

 Boru.

 Dongan sahuta.

Perlengkapan:

a. Paranak membawa:

 Makanan adat berupa lomok-lomok dimasak lengkap dengan na margoar.

 Nasi secukupnya.

b. Parboru menyediakan :

 Makanan adat berupa ikan mas yang diarsik.

 Nasi dan lauk lain secukupnya.

 Sayur dan buah.

Tertib Acara:

Setelah rombongan paranak sampai dirumah parboru, mereka dipersilahkan masuk


ke rumah dengan mengambil tempat duduk sesuai dengan struktur dalihan natolu.

Hasuhuton paranak dan parboru duduk berhadap-hadapan.

Adapun acaranya adalah sebagai berikut:

1. Juru bicara mengucapkan terima kasih dan selamat datang kepada rombongan
borunya, serta menanyakan apakah acara sudah bisa dimulai? Parhata ni
paranak menjawab “ya” sudah bisa dimulai.
2. Suhut paranak berserta kedua mempelai menyerahkan tudu-tudu ni sipanganon
kepada suhut parburu serta udurannya.

3. Suhut parboru didampingi dongan sabutuha menyerahkan ikan mas kepada


suhut paranak dan kedua mempelai.

Doa makan dilakukan oleh paranak.

1. Seusai makan juru bicara parboru menanyakan kedudukan tudu-tudu ni


sipanganon. Dijawab parhata ni paranak bahwa itu adalah makanan surung-
surung.

2. Suhut paidua ni parboru menyerahkan pembicaraan kepada dongan tubu.

3. Juru bicara parboru menanyakan maksud dan tujuan kedatangan rombongan


paranak.

4. Juru bicara paranak menjawab, kedatangan mereka adalah paulak une dan
memberitahukan bahwa boru dan helanya sehat walafiat serta berbahagia. Kami
masih memohon doa restu dari Hula-hula. Kiranya kedua mempelai selalu
berbahagia dan segera dikaruniai anak laki-laki dan anak perempuan.

5. Parboru menyampaikan kata-kata doa restu dimulai dari boru/bere. Dongan


sahuta sabutuha dan suhut parboru.

6. Sambutan dari paranak dimulai dari boru, dongan sabutuha, suhut dan kedua
mempelai, tetapi sebelum mangampu, terlebih dahulu menyampaikan pasituak
na tonggi kepada Hula-hula.

7. Doa penutup oleh parboru.

Pembagian Jambar Juhut:

Dalam acara ini tidak ada pembagian jambar juhut, karena tudu-tudu ni sipanganon
adalah surung-surung. Tetapi boru ni parboru mengatur dan membungkus serta
memberikannya kepada yang patut menerimanya uduran parboru.
A.8. MANINGKIR TANGGA

Pengertian:

Maningkir tangga adalah suatu acara adat yang dilaksanakan beberapa waktu
setelah pesta unjuk, dimana orang tua pengantin perempuan didampingi oleh
dongan sabutuha dan borunya berkunjung ke rumah boru dan helanya membawa
makanan adat yakni dengke sitio2. Tujuannya adalah untuk menyaksikan sendiri
keadaan borunya, apakah boruna diterima dan diperlukan dengan baik oleh keluarga
laki-laki. Acara ini hanya dilaksanakan kalau pesta unjuk dialap jual.

Peserta:

a. Pihak parboru terdiri dari:

 Suhut.

 Dongan sabutuha sebagai parhata.

 Boru.

b. Pihak paranak terdiri dari:

 Suhut.

 Dongan sabutuhan sebagai parhata.

 Boru/bere.

 Dongan sahuta.

Perlengkapan:

a. Parboru menyediakan:

 Makanan adat berupa ikan mas dimasak arsik.

 Nasi secukupnya.

b. Paranak menyediakan:

 Makanan adat berupa lomok-lomok lengkap dengan namargoar.

 Ayam, sayur, nasi secukupnya, buah.


 Uang untuk pasituak natonggi..

Tertib Acara:

Pihak Hula-hula diberikan tempat terhormat dan rombongan lainnya menempati


tempat duduk sesuai dengan kedudukannya dalam struktur dalihan natolu.

Juru bicara paranak terlebih dahulu menanyakan, apakah acara sudah bisa dimulai,
juru bicara parboru menjawab “ya”, maka acara dimulai dengan urutannya sebagai
berikut:

1. Pihak parboru menyerahkan ikan mas kepada suhut paranak, boru dan helanya
didampingi dongan sabutuha.

2. Suhut paranak bersama anak dan perumaennya menyerahkan makanan adat


kepada suhut parbiru dan rombongannya. Dilanjutan dengan doa makan dari
paranak..

3. Setelah selesai makan, maka parboru menanayakan perihal tudu-tudu ni


sipanganon.

4. Tudu-tudu sipanganon tersebut merupakan surung-surung, tetapi karena ada


disini dongan tubu, boru dan dongan sahuta, maka atas kesepakatan dari pihak
Hula-hula dan paranak, dibagi boru ni parboru.

5. Juru bicara paranak menanyakan maksud dan tujuan kedatangna Hula-hula.

6. Juru bicara parboru memberitahukan bahwa kedatangan mereka adalah untuk


menyaksikan keberadaan boronya dan helanya atau meningkir tangga.

7. Juru bicata paranak mengucapkan terima kasih dan memohon kepada Hula-hula
agar memberikan nasehat dan doa restu kepada boru dan helanya.

8. Kata nasihat dan doa restu dari parboru dimulai dari boru, dongan sabutuha dan
suhut parboru.

9. Sambutan dari pihak paranak dimulai dari boru/bere, dongan sahuta, dongan
sabutuha, suhut dan mempelai berdua, dilanjutkan dengan penyerahan uang
pasituak natonggi kepada Hula-hula
10. Doa penutup dari parboru.

Pembagian Jambar Juhut:

Parjambaron pada waktu maningkir tangga sebagai berikut :

 Ihur-ihur untuk suhut parboru.

 Osang untuk hahadoli ni parboru.

 Parsanggulan siamun untuk boru ni parboru.

 Parsanggulan siambirang untuk boru ni paranak.

 Soit untuk dongan tubu, dongan sahuta ni paranak.


B. MANGALUA DAN TATA CARA PELAKSANAAN
Mangalua atau kawin lari adalah perkawinan yang dilakukan seorang pemuda dan
seorang perempuan yang menyimpang dari aturan atau proses adat yang ditentukan
oleh hukun adat perkawinan. Perkawinan semacam ini dilukiskan dengan kalimat
“mendahulukan kekuatan dengan membelakangkan hukum adat” (Pajolo Gogo
Papudi Uhum).

Sipemuda yang membawa kawin lari sigadis disebut mangalua, sedangkan si gadis
yang dibawa kawin lari disebut mangaroba. Sebelum si gadis mangaroba ia
memberikan informasi kepada orangruanya dengan menaruh uang dan surat di
bawah tikar buru(rere) atau di tempat yang setiap pagi harus dibersihkan. Uang
tersebut disebut yang tading di rere.

Dengan petunjuk yang dan surat tadi maka orang tua si gadis menugaskan dia orang
boru/bere melacak yang sering disebut sipajal bongas atau pengihut-ihut.

Apabila sigadis meminta dan mendesak si pemuda, Karena kurangnya sinamot atau
karena sebab-sebab lain supaya kawin lari atau diantar oleh teman-temannya ke
rumah sipemuda karena sudah berbadan dua, maka disebut mahuampe.

Dewasa ini, ada yang disebut mangalua dengan atau sipemuda dan sigadis kawin lari
dengan sepengetahuan dan persetujuan kedua belah pihak orangtua. Hal ini terjadi
Karena sangat mendesak si pemuda/sigadis ditempatkan di kedutaan luar negeri,
dengan syarat harus berkeluarga. Ada pula karena hal-hal lain seperti karena tidak
sanggup mengadakan pesta untuk atau meninggal orang tua. Padahal sudah patua
hata dan sebab-sebab yang lain.

Ada pula si pemuda dan si gadis bersama-sama “pulang” ke kampong halamannya


dengan rencana akan kawin nanti di sana. Dengan segala cara permudahan serta
dengan kesepakatan kedua belah pihak, maka dapat diadakan pesta perkawinan
dengan adat nagok. Tetapi bila kesepakatan tidak ada, maka perkawina mereka
menjadi status kawin lari.
Untuk memulihkan perkawinan lari menjadi perkawinan menurut hukum adat,
kedua mempelai bersama keluarganya wajib melaksanakan rangkaian acara adat
sebagai berikut.

B.1. PARAJAHON

Pengertian:

Parjahon adalah salah satu kegiatan awal acara adat untuk mengesahkan seorang
gadis yang dibawa lari oleh seorang pemuda menjadi istrinya yang diselenggarakan
oleh pihak keluarga paranak yang dihadiri dongan tubu, dongan sahuta serta
borunya.

Setelah pemuda membawa lari kekasihnya biasanya dibawa dahulu ke rumah


pemuka agama untuk diberkati, setelah itu bari dibawa kerumah orangtua sang
pemuda dan disana diadakan suatu upacara penyambutan untuk parajahon
(mensyahkan secara adat) sang gadis jadi parumaen.

Sesuai pertangianan suhut paranak menugaskan boru mengantarkan Ihur-


ihur(manaruhon bilu somba) kepada keluarga parboru sebagai pemberitahuan
bahwa anak gadisnya telah dibawa lari dan diterima sebagai anggota keluarga
dengan status parumaen oleh keluarga laki-laki. Biasanya yang menerima Ihur-ihur
adalah suhut paduahon dari pihak perempuan.

Peserta:

Pihak parboru : tidak ada.

Pihak paranak terdiri dari:

 Suhut.

 Dongan sabutuha/dongan sahuta.

 Boru/bere.

Perlengkapan:

Paranak menyediakan:
 Makanan adat berupa lomok-lomok dimasak dengan na margoarna.

 Upa-upa dari ikan mas dimasa arsik.

 Nasi secukupnya, ayam, sayur, buah

Tertib Acara:

Setelah si gadis diluahon oleh si laki-laki dari rumah orangtuanya dahulu, langsung
dibawa kerumah pemuka agama untuk mendapatkan pemberkatan nikah. Sekarang
harus melalui catatan sipil untuk memperoleh akta perkawinan.

Setelah mendapatkan akta perkawinan penganten dibawa kerumah orangtua si laki-


laki di mana sang pengantin disambut dengan melaksanakan selamatan. Namun ada
juga yang membuat acara selamatan itu pada hari pertama dibawa lari sigadis
sebelum memperoleh akta perkawinan.

Adapun urutan acara adalah sebagai berikut:

1. Setelah kedua mempelai sampai di rumah orantuanya terlebih dahulu sang ibu
pengantin laki-laki menaburkan beras ke ubun-ubunnya sendiri dan kemudian
menaburkan ke ubun-ubun kedua mempelai, setelah itu ditaburkan keatas
sambil menyerukan : Horas! Horas! Horas!!! Setelah itu mereka ditempatkan di
tempat terhormat. Para kerabat mengambil tempat sesuai dengan kedudukan
Masing-masing.

2. Orangtua menyampaikan makanan adat berupa seekor ikan mas yang dimasak
arsik di atas nasi dalam piring sebagai Upa-upa (ucapan selamat) pengatin.

3. Suhut paidua menyampaikan makanan adat sebagai niadopan untuk semua


hadirin. Doa makan oleh salah seorang kerabat atau sintua..

4. Seusai makan, diberikan nasehat dan petuah kepada kedua mempelai dimulai
dari boru/bere, dongan sahuta dan dongan sabutuha.

5. Suhut paidua menugaskan boru dan dongan sabutuha mengantarkan Ihur-ihur


kepada pihak parboru sebagai sambutan oleh suhut dan kedua mempelai.

6. Acara ditutup dengan doa oleh sintua.


Pembagian Jambar Juhut:

Tidak ada pembagian jambar juhut, hanya Ihur-ihur diantar oleh boru ke rumah
parboru sebagai pemberitahuan bahwa putrinya telah dibawa kawin lari dan sudah
diparaha secara adat batak dan agama.

B.2. MANURUK-NURUK.

Pengertian:

Setelah beberapa waktu berselang keluarga laki-laki yang baru kawin lari, bersama
beberapa keluarga pergi kerumah orang tua perempuan dengan membawa makanan
adat.

Pada kesempatan inilah pihak paranak memohon maaf kepada pihak parboru karena
kelancangan anaknya didorong cinta kasih membawa kawin lari anak perempuan
dari pihak parboru.

Ada tiga variasi manuruk-nuruk yaitu:

1. Hanya acara minta maaf (kedua mempelai belum bisa mengikuti adat)

2. Acara minta maaf dibarengi dengan membicarakan masalah mahar, tetapi yang
diserahkan pada waktu itu baru berupa panjar sedangkan waktu pesta
mangadati belum ditentukan.

3. Alternatif (no.2) diatas dilanjutkan dengan penentuan waktu pesta mangadati


menyampaikan somba ni uhum dan somba ni adat atau sulang-sulang ni
pahompu.

Peserta:

Pihak paranak dterdiri dari:

 Suhut

 Dongan sabutuha.

 Boru/bere.
Pihak parboru terdiri dari:

 Suhut.

 Dongan sabutuha.

 Boru/bere.

 Dongan sahuta.

Perlengkapan:

a. Paranak membawa:

 Makanan adat berupa lomok-lomok dengan na margoar.

 Nasi secukupnya.

 Uang untuk uangkap harbangan, sangke hujur dan pasituak natonggi batu ni
sulang. Sulang-sulang ni pahompu.

b. Parboru menyediakan:

 Ikan mas.

 Nasi secukupnya.

 Lauk pauk .

 Ulos.

Tertib Acara:

Dahulu dikampung halaman, rombongan paranak yang mau manuruk-nuruk,


dihadang dulu oleh penduduk kampung di pintu gerbang dan mereka minta upah
untuk membuka gerbang yang disebut ungkap harbangan. Setelah lewat dari
gerbang pihak boru menghadang lagi di pintu rumah dan minta upah sebelum masuk
kerumah karena mereka sudah mempersiapkan tombak tadinya untuk mencari
paribannya yang dibawa kawin lari, jadi untuk mengembalikan hujur ini ketempatnya
maka dimintailah upahnya yang disebut upa sangke hujur.

Tapi sekarang sudah berubah, pihak paranak sudah diterima dengan baik oleh pihak
parboru.
Tertib acaranya adalah sebagai berikut:

1. Rombongan pihak paranak beserta pengantin yang mangalua memasuki rumah


parboru dengan sedikit wajah ketakutan karena mencuri anak perempuan
parboru.

2. Juru bicara parboru menanyakan apa maksud dan tujuan kedatangan pihak
paranak. Dijawab juru bicara paranak memohon agar diawali lebih dahulu
makan bersama, baru menjawab pertanyaan juru bicara parboru.

3. Paranak beserta anak dan menantunya yang kawin lari menyerahkan tudu-tudu
ni sipanganon kepada pihak parboru.

4. Pihak parboru menyerakan ikan mas kepada pihak paranak. Dilanjutkan dengan
doa makan oleh pihak paranak.

5. Seusai makan pihak parboru menanyakan tentang tudu-tudu ni sipanganon,


yang dijawab pihak paranak bahwa tudu-tudu ni sipanganon adalah merupakan
surung-surung parboru. Karena surung-surung maka pihak parboru menyuruh
borunya mangatur ke dapur.

6. Juru bicara parboru kembali menanyakan maksud dan tujuan kedatangan


rombongan paranak yang lengkap membawa makanan adat.

7. Juru bicara paranak terlebih dahulu memohon maaf, atas tindakan dari anaknya
yang mendahulukan cinta kasih membawa kawin lari anak perempuan pihak
parboru. Selanjutnya diperintahkan agar anak berserta parumaernnya sujud
menyembah dan minta ampun serta mohon maaf kehadapan kedua orang tua
perempuan.

8. Setelah permohonan maaf diterima, pihak parboru menayakan “kapan waktu


melaksanakan upacara adat” (manggarar adat).

9. Setelah ada kesepakatan dilanjutkan dengan memberikan nasehat dan petuah


kepada pengantin baru oleh pihak parboru serta diiringi dengan doa restu
dilanjutkan dengan memberikan ulos holong kepada pengantin baru.
10. Sambutan dengan terlebih dahulu menyampaikan pasituak natonggi, atau
menyampaikan yang muka , mneyerahkan batu ni sulang dan pasituak natonggi.
Kalau sudah ditetapkan waktu manggarar adat.

11. Doa penutup oleh pihak parboru.

Parjambaran Juhut:

Karena surung-surung maka tidak ditentukan parjambaran juhut.

1. Ihur-ihur untuk suhut paroru.

2. Osang untuk haha doli ni parboru.

3. Somba-somba untuk anggi doli ni parboru.

4. Parsanggulan untuk boru dan bere.

5. Soit untuk dongan sahuta dan lain-lain undangan.

B.3. MANGALAP ARI / PATARU SITUTUNGON

Pengertian:

Mangalap ari adalah suatu rangkaian acara adat yang dilakukan setelah acara
parajahon dan acara manuruk-nuruk, dimana pihak paranak dengan membawa
makanan adat, pergi ke huta parboru untuk memberitahukan niat dan rencananya
membayar adat, sekaligus membicarakan dan menyampaikan batu ni sulang kepada
keluarga perempuan dan merundingkan/menetapkan waktu pelaksanaan pesta adat.

Peserta:

a. Pihak paranak terdiri dari :

 suhut.

 Dongan sabutuha.

 Boru/bere.

b. Pihak parboru terdiri dari:

 Suhut .
 Dongan sabutuha.

 Boru/bere.

 Dongan sahuta.

Perlengkapan:

a. Paranak membawa:

 Lomok-lomok lengkap dengan na margoar.

 Nasi secukupnya.

 Uang untuk batu ni sulang nag ok dan pasituak na tonggi.

b. Parboru menyediakan:

 Ikan mas.

 Nasi secukupnya.

 Lau pauk/sayur secukupnya.

 Kopi/teh.

Tertib Acara:

Setelah rombongan paranak sampai ke rumah parboru, mereka dipersilhakan duduk


di tempat yang telah disediakan pihak parboru setelah para undangan parboru
lengkap. Acara dimulai sebagai berikut.

1. Juru bicara parboru menanyakan maksud dan tujuan kedatangan rombongan


paranak. Juru bicara paranak menjawab “Bila diperkenankan maksud dan tujuan
kedatangan akan disampaikan segera setelah makan bersama”

2. Pihak paranak menyampaikan tudu-tudu ni sipanganon kepada pihak parboru.

3. Pihak parboru menyerahkan ikan mas kepada pihak paranak dilanjutkan dengan
doa makan oleh pihak paranak.

4. Sambil makan bersama, boruni parboru memotong aliang, ate-ate dan butuha
raja untuk dibagikan kepada parboru dan hadirin
5. Seusai makan pihak parboru menanyakan, tentang tudu-tudu ni sipanganon.
Dijawab juru bicara paranak, bahwa tudu-tuduni sipanganon adalah surung-
surung untuk Hula-hula. Karena surung-surung makan disimpan oleh boru ni
parboru.

6. Pihak parboru kembali menanyakan arti dan maksud serta tujuan makanan yang
diberikan oleh pihak paranak.

7. Pihak paranak menjawab bahwa arti dan maksud serta tujuan kedatangna
mereka adalah untuk memohon kesediaan parboru datang ke huta aparanak
akan menerima sulang-sulang ni pahompu dan manggarar somba ni uhum
somba ni adat pada hari yang akan kita sepakati nanti. Yang disebut “mangalap
ari”, sekaligus menyerahkan uang untuk membeli keperluan yang akan dibawa
parboru pada pesta tersebut yang disebut “pasahat situtungon”.

8. Juru bicara parboru terlebih dahulu meminta pendapat dari boru/bere, dongan
sahuta, dongan sabutuha dan dari suhut sihabolonon. Setelah mereka sepakat,
hasil kesepakatan ini diteruskan kepada pihak paranak.

9. Juru bicara paranak mengucapkan terima kasih atas diterimanya permohonan


penetapan waktu pesta mengadati dan selanjutnya meminta agar suhut paranak
menyerahkan situtungon kepada suhut parboru. Selanjutnya diserahkan juga
batu ni sulang serta pasituak na tonggi kepada semua rombongan parboru.

10. Pihak parboru memberikan kata-kata nasehat dan doa restu kepada pihak
paranak diawali dari boru/bere, dongan sahuta, dongan sabutuha dan suhut.

11. Sambutan dari pihak paranak, diawali dari boru/bere, dongan sebutuha dan
suhut serta pengantin.

12. Doa penutup oleh pihak Hula-hula.

Pembagian Jambar Juhut:

Karena namanya surung-surung maka pembagian jambar juhut untuk paranak tidak
ada.

 Ihur-ihur : hasuhuton ni parboru.


 Osang : haha doli parboru.

 Somba-somba : untuk haha anggi doli parboru.

 Parsanggulan : untuk boru dan bere.

 Soit : untuk dongan sahuta dan pariban.

B.4. MARTONGGO RAJA / RIA RAJA

Pengertian:

Tonggo raja adalah acara adat guna mempersiapkan pelaksanaan pesta perkawinan
adat nagok.

Pada pesta dialap jual, tonggo raja diselenggarakan oleh pihak parboru sementara
pihak paranak menyelengaraan ria raja dan sabaiknya.

B.5. MENGADATI / PASAHAT SULANG-SULANG NI PAHOMPU

Pengertian:

Mangadati pasahaton sulang-sulang pahompu adalah acara pesta perkawinan untuk


membayar adat kepada Hula-hula setelah beberapa waktu berselang terlaksananya
kawin lari. Pelaksanaan pesta ini merupakan lanjutan dari urutan acara parajahon,
menuruk-nuruk dan mangalap ari (pataru situtungon). Pesta mangadati dilaksanakan
di halaman paranak, jambar uang disebut batu ni sulang. Sering juga disebut
pasahaton sulang ni pahoppu, apabila yang diadati itu sudah mempunyai anak.

Peserta:

Sama dengan acara marunjuk taruhon jual.

Perlengkapan:

Sama dengan perlengkapan acara marunjuk taruhon jual.

Tertib Acara:

Sama dengan perlengkapan acara marunjuk taruhon jual.


Pembagian jambar juhut:

Sama dengan pembagian jambar juhut pada acara marunjuk taruhon jual.

C. PERKAWINAN CAMPURAN DAN RANGKAIAN KEGIATAN


Pengertian:

Perkawinan campuran adalah seuatu perkawinan di mansa salah seorang pengantin.


Baik laki-laki maupun wanita bukan berasal dari suku batak.

Agar perkawinan mereka dapat dialaksanakan sesuai dengan berdasarkan adat


batak, maka diperlukan serangkaian acara sebagai berikut:

C.1. PAMEMEHON PARUMAEN

Pamemehon parumaen dalam hal pengantin perempuan bukan suku batak terlebuh
dahulu ditentukan atau ditunjuk keluarga batak untuk menjadi orang tua angkatnya
(painundun), biasanya saudara laki-laki dari ibu pengantin laki-laki atas saudara laki-
laki neneknya atau keluarga lain yang bersedia menjadi orang tuanya dalam adat.

POKOK-POKOK KEGIATAN PAMEMEHON PARUMAEN

1. Kesepakatan di anatara mereka dan saudara2nya (haha-anggi) memohon


kepada Hula-hulanya yang akan menjadi orangtuanya calon parumaen, yaitu
salah dari marga istri atau marga ibu yang melahirkannya, atau Hula-hula
bapaknya, ompung di luar tulang rorobot.

2. Setelah ada kesepakatan dari Hula-hula dapat menerima permohonan orang tua
perempuan kandung dan orang tua laki-laki, acara dilanjutkan pada kesempatan
lain sesuai proses anak mangoli/boru muli.

3. Orang tua pengantin laki-laki, dongan tubu, boru/bere dan dongan sahuta,
datang dengan membawa makanan adat ke rumah Hula-hula yang telah
“bersepakat” menjadi orang tua menantu perempuan untuk disahkan menjadi
anak angkat.
4. Hula-hula yang bersedia menjadi painudun tersebut melakukan ikrar
“marmeme” dihadapan hadirin dengan cara.

5. Calon pengantin wanita disuapi nasi dengan posisi duduk disamping.

6. Minum air putih sebagai ganti asi.

7. Diulosi (ganti menggendong).

8. Beras ditaburkan diatas kepada. Setelah selesai acara terebut keluarga yang
marmeme telah sah menjadi paimundun, parboru.

9. Tulang memberi ulos parompa (bagaikan saat lahir diberi parompa).

10. Seterusnya pihak paranak membagikan pago2 kepada parboru, bahon2 kepada
tulang, pasituak na tonggi kepada Hula-hula rombongan parboru dan batu ni
sulang kepada painudun.

11. Penyampaian hata sigabe2 oleh parboru kepada paranak dan selanjutnya
diampu oleh pihak paranak.

C.2. MANGAMAI HELA NI HULA-HULA

Mangamai hela ni Hula-hula dalam hal pengantin lelaki yang bukan suku batak,
terlebih dahulu dicarikan orang tua angkatnya sebagai pangamai, biasanya yang
diminta adalah saudara perempuan dan bapak pengantin perempuan (amang
boruna).

Pihak-pihak yang berperan aktif dalam ulaon pamemehon dan atau mangamahon
hela, harus ada kesepakatan untuk memberi dan menerima, sehingga tercipta pilar-
pilar dalihan natolu yang diperlukan dalam pelaksanaan pesta perkawinan dengan
adat nagok. Dalam proses pamemehon parumaen, yang berperan aktif orang
pengantin laki-laki (dan dongan tubu boru/bere) dongan sahuta.

Dalam proses mangamahon hela, yang berperan aktif adalah orang tua pengantin
perempuan (dan dongan tubu, boru/bere) dongan sahuta.
Pada acara pamemehon parumaen atau magamahon hela, penyampaian makanan
adat (diginjang ni sipanganon), yaitu ada nasi, namarmiak-miak, tuak tangkasan,
paho-paho, bahon-bahon dan pasituak na tonggi (dari pihak yang memohon) disatu
sisi dan pada sisi lain dengke sitio-tio, parbue pir atau ulos holong (dari pihak yang
menyetujui) menjadi persyaratan yang harus dilaksanakan kedua belah pihak.

Makanan adat yang disampaikan pada awal pembukaan pertemuan merupakan


persembahan (surung-surung) dipihak yang menerima atau yang memberi
persetujuan.

Proses seperti disinggung di atas, dapat dirinci menjadi suatu rangkaian kegiatan
sebagai berikut:

POKOK-POKOK KEGIATAN MENGAMAI HELA NI HULA-HULA

1. Kesepakatan diantara mereka. Pengantin perempuan dan haha anggi meminta


parboruonnya yang akan menjadi orang tua ni hela, yaitu salah satu diantara
parboruon marga ni lae silansaponi suami ibotoniba, marga dari
amangboru/suami amborunya, atau marga ni parboruon yang lain dari yang
mardongan sabutuha.

2. Setelah ada kesepakatan parboruon menerima permohonan orang tua


perempuan maka acara dilanjutkan pada kesepatanlain sesuai proses anak
mangoli/boru muli.

3. Parboruon yang menerima penyerahan tersebut akan mengikrarkan dengan


menyatakan dihadapan hadirin sebagai pangamai.

4. Anak dipangku.

5. Pihak paranak memberikan pasituak na tonggi sebagai kesaksian kepada na


mardongan tubu, boru/bere, dongan sahuta dan tulang.

Catatan Pamemehon Parumaen / Mengamai Hela Ni Hula-Hula :

a. Makanan adat merupakan niadopan semua undangan terutama untuk dongan


tubu.
b. Sambutan dari dongan tubu, boru/bere dan dongan sahuta kepada orang tua
mangamai dan kemudian diampu. Apa yang telah dibicarakan dalam dua
peristiwa di atas merupakan suatu proses untuk terciptanya struktur dalihan
natolu (DNT) demi terselenggaranya pangadation bagi mereka yang kawin
campur.

c. Khusus tentang pembagian ulos herbang kepada suhi ni ampang naopat pada
acara perkawinan campuran ditentukan pada saat martonggo raja.
D. TENTANG MEMASUKI RUMAH (MAMASUKI JABU)
Memiliki rumah sendiri merupakan harapan dan upaya setiap orang. Terutama bagi
orang batak. Sekecil dan sesederhana apapun rumah itu tetapi menjadi dambannya.

Rasa gembira memiliki rumah diekspresikan dengan berbagi acara dengan atau tidak
melibatkan dalihan natlunya.

Jenis acara memasuki rumah:

1. Manuruk jabu.

2. Memasuki jabu.

3. Mangompoi jabu.

4. Mangolophon jabu.

5. Partangiangan.

Bahwa dengan alasan persiapan/pelaksanaan lebih sederhana dan undangan lebih


terbuka, keluarga batak di Jakarta cenderung menggunakan acara partangiangan
baik murni (acara kebaktian saja) atau dikombinasikan dengan acara adat memasuki
jabu yang ditandai dengan penyampaian makanan adat dan pemberian ulos holong.

D.1. MEMASUKI JABU

Pengertian:

Acara memasuki jabu (mamongoti jabu) adalah suatu acara adat guna minta doa
restu sekaligus pemberitahuan alamt resmi dari rumah baru kepada segenap
undangan yang berpedoma pada adat Dalihan Na Tolu.

 Dongan tubu.

 Dongan sashuta.

 Boru/bere.

 Hula-hula/tulang.
 Pariban/ale-ale.

 Tulang rorobot.

 Lomok-lomok lengkap namargoar.

 Lau-pauk tambahan.

 Nasi secukupnya.

 Kopi, teh dan makanan kecil.

 Uang untuk pasituak natonggi.

Hula-hula membawa.

 Ikan mas arsik (upa-upa) tulang.

 Ulos.

 Beras (Parbue pir).

 Segelas air putih (aek sitio-tio).

Tata Tertib:

Pada pagi hari (diparnangkokni mata ni ari) acara memasuki jabu diawali dengan
upacara mangupa oleh hula-hula dengan memberikanmakan upa-upa (berupa ikan
mas yang dimasak arsik yang diletakkan diatas sepiring nasi) kepada hela/boru dan
cucunya (pemilik rumah baru).

Pada siang harinya baru diadakan pesta memasuki jabu dengan susunan acara
sebagai berikut:

1. Kelompok hula-hula (mertua dan rombongannya serta tulang dengan


rombongannya) memasuki rumah, dengan menyerahkan bawannya berupa
beras dalam karung (tandok).

2. Pihak hasuhuton (pemilik rumah baru mempersembahkan makanan (berupa


tudu-tudu ni sipanganon namarniadopan) kepada dongan tubu dan para
undangan (raja tinonggo/hadirin) yang kemudian diputar oleh dongan tubu
sebagai lambang telah sama-sama menerimnya.
3. Memberikan kesempatan pada hula-hula (tulang dan tulang rorobot) untuk
menyerahkan makanan adat (dengke dan ulos holong) kepada berenya.

4. Makan bersama

5. Pembagian jambar juhut

6. Sambutan dan doa restu (marhata sigabe-gabe) dengan urutan sebagai berikut:

a. Tulang dan boru/berenya.

b. Hula-hula dan boru/berenya.

c. Dongan sahuta.

d. Dongan tubu dan boru/berenya.

7. Pemilik rumah baru (pihak hasuhuton) menyerahkan sejumlah uang kepada


hula-hula dan rombongannya (pasituak natonggi).

8. Pemilik rumah menyambut (mangampu).

9. Doa penutup dari hula-hula dan bersalaman.

Pembagian jambar juhut:

Pembagian Jambar Juhut (sama dengan ulaon tardidi).

D.2. MANGOMPOI

Pengertian:

Mangompoi adalah acara memasuki rumah yang tertinggi (ulaon na balga) atau
pesta raya (horja). Pesta dilaksanakan di halaman rumah dengan undangan yang
lebih luas dari undangan memasuki jabu.

Yaitu:

1. Pihak hula-hula terdiri dari

a. Bona ni ari

b. Bona hula
c. Bona tulang.

d. Tulang.

e. Tulang rorobot.

f. Hula-hula.

g. Hula-hula namarhaha anggi.

h. Hula-hula aak manjae (kalau sudaj ada).

2. Dongan tubu.

3. Boru/bere.

4. Pariban

5. Dongan sahuta dan ale-ale.

Menurut adat batak (yang sampai sekarang diyakini dan dilaksanakan di bona
pasogit) Rumah yang diompoi tidak boleh dijual dan sipemilik diharapkan meninggal
dan diberangkatkan kepemakaman dari rumah tersebut.

Acara Pagi Hari

Acara mangompoi didahului acara selamatan (mangupa) yang dilaksanakan oleh


hula-hula/ tulang berupa pemberian makanan adat (berupa seekor ikan mas yang
dimasak arsik diletakkan diatas seporong nasi) kepada menantu (hela/borunya) pada
pagi hari (parnangkok ni mataniari).

Pembagian jambar juhut:

Setelah selesai makan, jambar nagok dari parjuhut disampaikan sebagai jambar
mangihut dengan urutan sebagai berikut:

1. Pangalap/panamboli: roran / ungkapan.

2. Dongan tubu: gonting/ tanduk (ulu-ulu).

3. Boru/bere : rungkung.

4. Dongan sahuta : soit.

5. Horong ni hula-hula: tulang bona, tulang tombuk, somba-somba.


Pada kesempatan penyampaian jambar para undangan (raja tinonggo) secara
bergiliran menyampaikan ucapan selamat kepada tuan rumah (bona hasuhuton),
mangampu hasuhuton.

SUMBANGAN (TUMPAK)

Setelah selesai pembagian jambar dilanjut acara menerima sumbangan yang


dilaksanakan di depan rumah yang dipestakan (diompoi).

Sambutan-sambutan dan doa restu (marhata sigabe-gabe), ucapan selamat yang


merupakan pernyataan gembira disertai harapan-harapan agar kiranya rumah (jabu
sibaganding tua) diberkati Tuhan dan semoga penghuni rumah mendapat Rahmat
dan perlindungan Tuhan serta harapan dan kesuksesan lainnya dimasa depan.

Sambutan-sambutan dilaksanakan biasanya berdasarkan urutan sebagai berikut:

1. Tulang dan borunya.

2. Hula-hula dan borunya.

3. Hula-hula lainnya.

Ucapan terima kasih (mangappu) dimulai boru/bere, dongan sahuta, dongan


sabutuha dan pemilik rumah.

D.3. MANGOLOPHON

Acara mangolophan jabu tidak dikenal di humbang tetapi terbatas di daerah toba.
Pada dasarnya acara ini sama dengan mangompoi, hanya pada acara mangolophon
jabu gondang sabangunan telah ditabuh dan hasuhuton menerima sumbangan.

Rumah yang akan mangolophon terdiri dari:

1. Rumah untuk tempat tinggal.

2. Rumah pusaka keluarga (parsaktian).

Mereka yang diundang adalah:

a. Kelompok hula-hula sampai kelompok bona ni ari.


b. Kelompok boru sampai kelompok boru natua-tua.

c. Yang lannya seperti mangompoi jabu diatas.

Kata sambutan dan ucapan selamat disampaikan para undangan pada saat
mendapat kesempatan untuk menari (manortor) dengan urut-urutn sebagai berikut:

Pada kesempatan itu juga disampaikan ulos oleh hula-hulanya kepada yang
bersangkutan.

1. Keluarga yang mangolophon jabu, membuka tortor untuk mengambil berkah


tortor (mambuat tua ni gondang).

2. Tortornya dongan tubu (pangalapa dana atau panamboli).

3. Tortor boru/bere.

4. Tortor kelompok hula-hula (horong ni hula-hula).

a. Bona ni ari.

b. Bona ni tulang.

c. Tulang

d. Tulang rorobot.

e. Hula-hulani na marhaha anggi.

f. Hula-hula ni anak manjae.

g. Hula-hula suhut (tangkas).

Setelah selesai rombongan hula-hula menyampaikan sambutan (pasahat pasu-pasu


dan hata hagabeon) dilanjutkan sambutan dari dongan sabutuha atau raja tinonggo.
Kepada mereka pun diberikan juga uang (upa manggabe).

Doa panutup yang dipimpin pemuka agama (bila ada) atau oleh hula-hula.

Rumah yang diompoi dan diolophon tidak bisa diperjual belikan, tapi menjadi
warisan turun temurun.

Parjambaran sian sigagat duhut, sama seperti mangompoi jabu, yaitu jambar
niadopan.
D.4. PARTANGIANGAN

Istilah atau kata partangianan dalam rangka memasuki rumah baru acap kali
dipergunakan dengan pengertian dan pelaksanaan yang beragam. Acara memasuki
rumah seperti yang dikemukakan terdahulu disebut juga partangianan atau kata
partangianan dipadu dengan kata memasuki jabu atau mangompoi jabu.

Partangianan yang dimaksud disini adalah murni kebaktian (gereja) atau syukuran
atau selamatan dan acara adat batak tidak dilibatian, kalaupun hula-hula, dongan
tubu serta borunya diundang, statusnya sama sebagai sesama undangan tidak ada
makanan adat, tidak ada pemberian ulos.

Yang berperan pada acara tersebut adalah pemuka gereja atau agama lainnya bagi
yang bukan Kristen.

Akan tetapi dalam prakteknya di Jakarta, acara partangianan ini sering


dikombinasikan dengan acara adat batak memasuki jabu yang disebut Acara
Partangianan Memasuki Jabu. Hal ini terlihat, pihak hasuhuton menyediakan
makanan adat (na margoar) dan pihak hula-hula membawa ikan mas yang dimasak
arsik. Untuk melengkapinya pihak hula-hula memberikan ulos holong kepada
hasuhuton.
E. SULANG - SULANG
Sulang-sulang adalah suatu acara perjamuan yang dilakukan anak-anak dan cucu-
cucu kepada orang tua atau kakek-neneknya. Acara ini ditujukan kepada kakek atau
nenek yang sudah tua dan sudah menunjukkan tanda kurang sehat. Perjamuan ini
merupakan perjamuan terakhir yang diselenggarakan anak-anak dan cucu-cucunya
kepada orang tuanya.

Masyarakat batak mengenal 2 macam sulang-sulang, tetapi belakangan terutama


diperantauan, hari lahir orang tuanya dirayakan sedemikian rupa mirip menyerupai
acara sulang-sulang, sehingga sekarang dikenal 3 macam untuk menghormati orang
tua oleh anak-anak dan cucu-cucunya yaitu : Sulang-sulang hapunjungan
(pangumpolan), Sulang-sulang hariapan, dan Pesta hari ulang tahun.

E.1. SULANG-SULANG HAPUNJUNGAN

Pengertian:

Sulang-sulang hapunjungan adalah suatu perjamuan yang dilakukan oleh anak2 dan
cucu2 kepada seorang orangtua/kakek-neneknya, tanpa melibatkan pihak Hula-hula
atau pihak tulang yang disulangi. Acara ini ditujuan tanda2 kurang sehat.

Peserta:

1. Yang disulangi itu sendiri.

2. Anak laki-laki dan menantu.

3. Anak perempuan dan menantu

4. Segenap cucu.

5. Kakak dan adik laki beserta keluarganya.

6. Kakak dan adik perempuan beserta keluarganya.

7. Bere dan ibebere.

8. Keluarga paman dan keluarga bibi.


Perlengkapan:

Makanan yang dihidangkan adalah makanan kesukaan/keinginan atau yang diminta


orang tua yang akan disulangi. Kalau orang tua tersebut secara specific meminta
sesuatu makanan tertentu, maka pihak keluarga akan sebera mencari makanan dan
arti permintaan itu sebagai sesuatu yang ada hubungannya dengan pesan atau restu
yang akan diberikan kepada anak cucunya.

Tertib Acara:

1. Setelah anak dan cucu beserta sanak saudara yang diundang kumpul, anak
tertua memberikan penjelasan perihal pelaksanaan acara tersebut.

2. Acara menyuapi dimulai dari keluarga anak tertua hingga paling bungsu, lalu
diikuti keluarga boru dan cucu2 yang diiringi dengan kata-kata pengharapan.

3. Kalau ada tudu-tudu ni sipanganon dihadapkan kepada yang disulangi.

4. Makan bersama.

5. Pada waktu makan bersama, sang orangtua menyampaikan piring kepada sanak
saudanya dan ini tidak disebut jambar, sekalipun materi yang diberikan itu
sesuai dengan pembagian jambar.

6. Marhata sigabe : 1. Boru beserta anak-anaknya; 2. Anak laki-laki berserta cucu-


cucunya.

7. Mangampu : orangtua yang disulangi memberkati dan menasehati anak-anaknya


beserta cucunya.

8. Penutup jambaran juhut.

Pembagian jambaran juhut tidak ada.

E.2. SULANG-SULANG HARIAPAN

Pengertian:

Sulang-sulang hariapan adalah suatu upacara perjamuan yang diselenggarakan oleh


keturunan seseorang yang sudah lanjut usia “nagabe” secara besar-besaran.
Upacara seperti ini sangat didambakan oleh orang batak khususnya batak toba,
namun jarang terjadi, karena banyaknya syarat yang harus diikiuti oleh yang
bersangkutan.

Beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain:

1. Semua anak-anaknya sudah berumah tangga dan punya keturunan.

2. Memiliki materi yang cukup.

3. Dengan menerima: sulang-sulang hariapan” berarti yang bersangkuran tidak


diperkenankan lagi menerima dan membayar adat sepanjang hidupnya.

4. Pelaksanaanya sama dengan upacara “pemberkatan seseorang yang meninggal


saurmatua atau saurmatua maulibulung”

Perserta:

Dalam upacara ini pesertanya cukup banyak dan luas yaitu:

1. Sipenerima sulang-sulang hariapan.

2. Segenap keturunannya.

3. Haha anggi dongan tubu, dongan sahuta, ale-ale.

4. Boru/ bere, pariban, raja bius.

5. Kelompok hula-hula.

a. Hula-hula.

b. Tulang.

c. Tulang rorobot.

d. Hula-hulani anak manjae.

e. Hula hula ni namarhaha maranggi.

f. Bona tulang.

g. Bona hula.

h. Bona ni ari.
Perlengkapan:

Dalam hal perlengkapan, terutama sarana konsumsi perlu diperhatikan; bahwa


pengertian sulang-sulang disini hanya simbolik. Sesungguhnya upacara ini adalah
penggenapan adat saur matua atau saur matua maulibulung dari yang bersangkutan,
dan inilah adat terakhit yagn diterima dan dibayar atau dia genapi oleh karena itu
maka, perlengkaapanpun mendapat prioritas.

1. Pihak hasuhuton menyediakan:

 Tutu-tudu ni sipanganon, gaja toba sirumanggas di lading.

 Lauk pauk beberapa ekor namarmiak-miak atau sapi silamlam di rubean.

 Uang + Uangkap hombung/ piso-piso naganjang/pasituak natonggi + untuk


bahon-bahon ulos sampe tua/ saur matua (ulos matua) dan ulos holong.

 Musik atau gondang.

 Makanan atau hidangan lainnya.

 Daging dalam bentuk potongan (pohu) ulak ni tandak dan jambar torop.

2. Pihak hula-hula.

a. Hula-hula tulang:

 Ikan mas arsik.

 Beras (parbue pir).

 Ulos matua/saur matua/ ulos holong.

b. Hula-hula lainnnya.

 Beras (parbue pir).

 Ulos holong.

Tertib Acara:

Perihal acara sangat ditentukan oleh waktu yang tersedia. Oleh karena itu
pelaksanaan, acarapun dapat diefisienkan setelah semua pihak yang berkompeten
hadir, maka acarapun dimulai pada pagi hari.
a. Acara Khusus

1. Kelompok hasuhuton manulangi orangtua (natua tuanai).

2. Kelompok hula-hula menyuapi (mameme) boruna serta menyerahkan ulos


matua/saurmatua-sampetua.

3. Kelompok tulang menyuapi (mameme) berenya serta menyererahkan ulos


matua/saur matua.

4. Kelompok hasutuon menyampaikan bahon-bahon kepada hula-hula dan


tulang.

5. Kelompok hula-hula mangampu.

6. Kelompok hula-hula dan tulang makan.

b. Acara umum.

Hasuhutan maminta Tuah dondang (manjalo tua ni gondang) dengan serangkian


gondang (7 gondang). Setelah selesai meminta tuah gondang hasuhuton
menerima sambil menari para undangan sekligus menyampaikan jambarnya.

Kepada masing-masing kelompok undangan biasanya diberi kesempatan untuk


meminta 3 gondang dengan urut-urutan sebagai berikut:

1. Pangalapa (dongan sabutuha) sekaligus menyampaikan jambar juhut.

2. Panamboli (dongan tubu) sekaligus menyampaikan jambar juhut.

3. Dongan sahuta, sekaligus menyampaikan jambar juhut.

4. Pariban, ale-ale sekaligus menyerahkan jambar juhut.

5. Raja bius sekaligus menyampaikan jambar juhut.

6. Hula-hula anak manjae, sekaligus memberikan bahon-bahon ulos serta


jambar juhut.

7. Hula-hula namarhaha-anggi sekaligus memberikan bahon-bahon ulos sera


jambar juhut

8. Bona ni ari sekaligus memberikan bahon-bahon ulos serta jambat juhut.


9. Bona Hula sekaligus memberikan bahon-bahon ulos serta jambar juhut.

10. Bona tulang sekaligus memberikan bahon-bahon ulos serta jambar juhut.

11. Tulang sekaligus memberikan bahon-bahon ulos serta jambar juhut.

12. Tulang rorobot sekaligus memberikan bahon-bahon ulos serta jambar juhut.

13. Hula-Hula sekaligus memberikan bahon-bahon ulos serta jambar juhut.

Ulaon Sadari

Jika ada kesempatan perihal ulaon sadari, di acara umum maka kesempatan itu
dilaksanakan sebagai berikut:

* Hasuhuton menyambut kedatangan Tulang dan Hula-hula sekaligus menyampaikan


piso naganjang dan ungkap hombung serta pasituak natonggi khusus untuk
menyambut kelompok hula-hula sebaiknya diadakan panggalangon.

Mangampu:

1. Pihak boru/bere hasuhuton.

2. Pihak hasuhuton.

Pembagian Jambar Juhut:

Lihat ulaon meninggal saurmatua.

E.3. PESTA ULANG TAHUN

Modus baru terutama di kota-kota besar, pesta ulang tahun orang tua djadikan
pengganti sulang-sulang hapunjungan atau sulang-sulang hariapan.

Salah satu alasan memilih hari ulang tahun karena acara ini lebih sederhana
persiapan dan pelaksananya. Terurama konsekwensi menerima ulos sampetua atau
ulos matua sebagaimana ditemui pada acara sulang-sulang hariapan, sama sekali
tidak ada lagi dalam acara ulang tahun. Kalaupun Hula-hula memberi ulos kepada
borunya yang berulang tahun itu, adalah mengurangi hak dan kewajibannya
menerima melaksanakan adat setelah dia meninggal. Ulos yang diberikan bukan olos
terakhir tetapi ulos holong.

Pelaksanaan pesta dapat dilakukan di gedung pertemuan atau hotel-hotel, dimana


fasilitas pesta dan terutama udangannya dapat beragam dan tidak terbatas keluarga
dalihan natolu saja.

Selain alasan-alasan diatas, pengaruh agama/gereja tidak sendiri.


F. MENINGGAL DUNIA (MONDING, MARUJUNG NGOLU, MATE)
Pengertian:

Meninggal dunia adalah suatu kenyataan akhir hidup seseorang secara alamiah atau
oleh sebab-sebab lain seperti bunuh diri, dibunuh orang atau kecelakaan.

Masyarakat batak mengenal beberapa nama atau sebutan bagi orang yang
meninggal. Penyebutan atau nama itu ditentukan terutama oleh usia dan hagabeon.
Selain itu kedudukan sosial ekonomi. Seseorang sering dijadikan pertimbangan untuk
menentukan status kematiannya.

Umur atau usia adalah lamanya hidup, sedangkan hagabeon diukur dari jumlah
keturunannya atau anak laki-laki maupun dari anak perempuan hamoraon adalah
kekayaan materi yang dimiliki, sedangkan hasangapon dilihat dari kwantitas dan
kwalitas hubungan kerabat, serta interaksi kehidupan dalam masyarakat yang
sekaligus menempatkan yang bersangkutan pada suatu level/posisi terntentu.

Dengan ukuran dan takaran tersebut diatas, maka dikenal beberapa sebutan bagi
seseorang yang meninggal dunia sebagai berikut:

1. Mate Dibortian.

2. Mate Poso-Poso.

3. Mate Dakdanak.

4. Mate Bulung.

5. Bate Ponggol.

6. Mate Pupur/Diparlangalangan.

7. Mate Punu.

8. Mate Mangkar.

9. Mate Hatungganeon.

10. Mate Sarimatua.

11. Mate Saurmatua.


12. Mate Saurmatua Mauli Bulung.

F.1. MATE DI BORTIAN

Pengertian:

Mate dibortian adalah mati dalam kandungan atau jambang bayi yang sudah
berbentuk manusia meninggal dalam kandungan sebelum dilahirkan.

Peserta:

Suami dan keluarga dekat dekat atau pihak rumah sakit.

Perlengkapan:

Kain lampin sebagai pembungkus mayat, cangkul.

Tertib acara:

1. Mayat bayi dibungkus dalam lampin lengkap dengn ari-arinya.

2. Dikuburkan disamping rumah atau di kebun.

3. Dikota besar penguburan dapat dilakukan oleh pihak RS.

Pembagian jambar juhut : tidak ada.

F.2. MATE POSO-POSO

Mate poso-poso adalah bayi yang meninggal dalam waktu menyusui sampai umur
1.5 tahun.

F.3. MATE DAKDANAK

Mate dakdanak adalah meninggal pada masa anak2 yang berusia dari 1.5 tahun
sampai menjelas remaja atau usia 12 tahun.

F.4. MATE BULUNG

Mate bulung adalah meninggal pada usia masa remaja antara 12-17 tahunm belum
berkeluarga. Pada waktu ini telah ada acara adat sederhana.

Peserta: (sama dengan dakdanak atau mate poso-poso)


Perlengkapan/sarana: (sama dengan dakdanak atau mate poso-poso)

Tertib acara:

Diawali dengan pasada tahi antara hasuhuton dongan tubu, boru/bere dan dongan
sahuta untuk membagi tugas, menentukan waktu, tempat pemkaman dan lain-lain.

Penataan jenazah: kedua belah pihak tangan dipertemukan dengan jari selang seling
di atas ulu hati, sedangkan acara lainnya sama dengn tertib acara waktu mate
dakdanak atau mate poso-poso.

F.5. MATE PONGGOL / MATIPUL

Pengertian:

Mate ponggol adalah seorang yang meninggal pada usia dewasa di atas 17 tahun
tetapi belum menikah.

Peserta: (sama dengan pada mate bulung).

Perlengkapan: (sama dengan mate bulung).

Tertib acara: (sama dengan cacara mate bulung, khusus tulang memberikan ulos
parsirangan sebagai ulos saput).

Pembagian jambar juhut: (tidak ada).

F.6. MATE PUPUR / IPARALANGALANGAN

Pengertian:

Disebut mate pupur bila yang meninggal suami atau istri tetapi belum mempunyai
anak atau keturunan. Usia pernikahan mate pupur lebih lama dari pada yang mate
diparalang-alang.

Bila suami yang meninggal, biasanya Hula-hula mempertanyakan kedudukan


selanjutnya dari borunya apakah masih dipertahankan oleh keluarga laki-laki dalam
keluarganya atau diberikan kebebasan untuk meninggalkan keluarga tersebut.
Pada mate pupur dilaksanakan acara adat. Karena tulang dan Hula-hula sudah
terlibat yaitu memberi ulos saput kepada berenya yang meninggal dan Hula-hula
memberi ulos tujung kepada borunya atau sebaliknya. Kalau istri yang meninggal
ulos saput dari Hula-hula dan ulos Tujung dari tulangnya yang meninggal.

Peserta terdiri dari :

1. Suhut.

2. Dongan sabutuha/tubu.

3. Hula-hula dan tulang.

4. Boru/bere.

5. Dongan sahuta/ale-ale.

6. Pemerintah setempat.

Perlengkapan:

 Peti mati.

 Mobil ambulanze.

 Surat kematian rumah sakit dan kelurahan.

 Tanah pemakaman.

 Makanan ala kadarnya, sebaiknya ada na margoarna tetapi bukan makanan


adat.

Tertib acara:

a. Pasada tahi adalah musyawarah bona hasuhuton dongan tubu yang paham
tentang adat tu na monding, boru/bere, dongan sahuta untuk merencanakan
waktu dan tempat pemakaman, surat-surat yang diperlukan, peti mati, maupun
pemberitahuan kepada sanak keluarga terutama kepada Hula-hula dan tulang
termasuk usul status yang meninggal untuk dibawa dalam acara marrapot.

b. Marrapot
Terlebih dahulu suhut paidua, mengatur tempat duduk sesuai dengan
kedudukan masing-masing dalam dalihan natolu dan sihal-hal.

1. Pembukaan oleh suhut paidua dan meminta kepada haha anggi yang akan
menyampaikan semua rencana acara dan meminta nasehat dari Hula-hula
mengenai pemberangkatan almarhum ke tempat peristiraharan sementara
di dunia ini.

2. Sambutan dan haha doli dan anggi dulu sepakat menetapkan siapa juru
bicara atau parhata ni hasuhuton.

3. Juru bicara hasuhuton menerima kepercayaan itu dan sekaligus meminta


kepada hasuhuton tentang riwayat hidup dan konsep rencana dan hasil
pasada tahi.

4. Suhut paidua menyampaikan riwayat hidup singkat almarhum dan hasil


konsep rencana dari pasada tahi.

5. Juru bicara hasuhuton meminta pedapat dan saran mengenai


pemberangkatan almarhum dari.

a. Boru/bere.

b. Dongan tubu.

c. Dongan sahuta.

6. Juru bicara merangkum pendapat dan sara dari boru/bere, dongan tubu dan
dongan sahuta serta meminta bimbingan dan nasehat dari Hula-hula dan
tulanga dengan permohonan agar :

a. Suami meninggal : ulos saput dari tulang pamupus. Ulos tujung na ina
na mabalu dari Hula-hula tangkas.

b. Istri meninggal : ulos saput dari Hula-hula tangkas, ulos tujung ni ama
namabalu dari tulang pamupus.

7. Sambutan dan bimbingan dari Hula-hula dan tulang.


8. Juru bicara hasuhuton merangkum pendapat dan meminta agar boru yang
menjadi notulos membacakan hasil na marrapot.

9. Setelah selesai dibacakan oleh boru sudah disepakati bersama untuk


dilaksanakan, maka juru bicara hasuhuton mengajak hadirin terutama Hula-
hula dan tulang untuk makan bersama (maendaon pogu)

c. Memasukkan jenazah kedalam peti mati (masuk tu ruma-rumana)

10. Juru bicara hasuhuton meminta kepada hadirin terutama kepada tulang
pamupus/Hula-hula tangkas agar masuk ke rumah untuk mengikuti acara
memasukkan jenazah almarhum ke peti mati.

11. Boru/bere dongan sabutuha yang masih muda memasukkan jenazah ke peti
mati.

12. Juru bicara hasuhuton meminta Hula-hula dan tulang terlebih dahulu
memeriksa letak jenazah apakah sudah baik.

13. Tulang dan Hula-hula menyatakan letak jenazah sudah tepat.

14. Ditutup dengan nyanyian dan doa oleh tulang/Hula-hula.

d. Pasahat Ulos Saput

14. Dilaksanakan pada pagi hari sekitar jam 9 – 10.30

15. Kalau suami yang meninggal, tulang pamupus yang memberikan olos saput.
Kalau istri yang meninggal Hula-hula yang memberikan ulos saput.

16. Rombongan Hula-hula/tulang tiba dirumah duka.

17. Suhut paidua menyambut rombongan Hula-hula/tulang dengan


mengatakan kesediaan hasuhuton menerima Hula-hula/tulang/ Boru
diminta untuk menerima boras sipir ni tondi yang dibawa rombongan
hula/tulang.

18. Diawali dengan bernyanyi dan doa setelah itu.

19. Hula/tulang menyampaikan sepatah dua kata dan menyelimutkan ulos


saput ke jenazah, mulai dari kaki sampai ke dadanya.
20. Sepatah dua kata dari boru/bere.

21. Sepatah dua kata dari dongan tubu ni hula/tulang.

22. Sambutan dari hasushuton.

23. Suhut paidua mengajak rombongan hula/tulang untuk makan bersama


(mardaon pogu).

e. Pasahat Ulos Tujung

24. Penyampaian ulos tujung dilaksanakan setelah selesai pasahat ulos saput.

25. Kalau suami meninggal : Hula-hula tangkas yang memberikan ulos tujung
kepada isteri yang mabalu. Kalau Istri yang meninggal Tulang pamupus yang
memberikan ulos tujung kepada suami yang mabalu.

26. Rombongan Hula-hula/tulang sampai di rumah duka. Suhut paidua


menyambut hula/tulag dengan mengatakan kesediaan hasuhuton
menerima Hula-hula/tulang. Boru meminta untuk menerima boras sipir ni
tondi yang dibawa rombongan Hula-hula/tulang.

27. Diawali dengan bernyanyi dan doa, setelah itu.

28. Hula-hula/tulang meyampaikan sepatah dua kata dan menujungkan ulos


tujung kepada boru/berenya.

29. Sepatah dua kata dari dongan tubu ni Hula-hula/tulang.

30. Sambutan dari hasuhuton.

31. Suhut paidua mengajak rombongan hula/tulang untuk makan bersama


(mardaon pogu).

f. Pemberangkatan ke pemakaman (paborhaton tu udean).

1. Pembukaan (hata huhuasi) dari suhut paidua.

2. Pembacaan riwayat hidup oleh saudara dekat.

3. Kata-kata penghiburan dari :

a. Boru/bere.
b. Dongan tubu.

c. Dongan sahuta.

d. Sahabat/teman sejawat.

e. Pemerintah setempat.

f. Bona Tulang.

g. Tulang rorobot.

h. Hula/tulang.

4. Kata sambutan dari hasuhuton.

g. Acara keagamaan (diatur dan dialaksanakan oleh pemuka agama).

h. Acara dipemakaman.

Acara di pemakaman diatur dan dilaksanakan oleh pemuka agama. Setelah acara
agama dan penguburan selesai maka suhut paidua menyampaikan ucapan
terima kasih dan mengundang hadirin bersama-sama kerumah, terutama Hula-
hula dan tulang untuk melanjutkan acara buka tujung.

i. Acara ungkap tujung.

Setelah kembali dari pemakaman hasuhuton, dongan tubu, boru/bere dan


dongan sahuta, terutama Hula-hula dan tulang dipersilahkan masuk ke rumah,
serta suhut paidua mengatur tempat duduk, kemudian acara dimulai dengan
susunan sebagai berikut:

1. Juru bicara hasuhuton memberitahukan bahwa acara sudah dapat dimulai.

2. Hula-hula/tulang terlebih dahulu meminta kesepakatan atas acara yang


akan dialaksanakan, hanya ungkap tujung saja. Memberi kata-kata
penghiburan sebaiknya pada waktu hari lain, pada saat kita dari masing-
masing kelompok datang memberikan kata penghiburan (mangapuli).

3. Juru bicara hasuhuton menyetujui usul dari Hula-hula/tulang.

4. Hula-hula/Tulang melaksanakan acara ungkap tujung dimulai dengan doa.


5. Juru bicara hasuhuton menyampaian terima kasih, selanjutnya meminta
boru/bere membawa makanan adat untuk dihadapkan kepada Hula-
hula/tulang.

6. Hula-hula/tulang menerangkan bahwa sipanganon na margoar ini adalah


untuk semua, maka diletakkan ditengah-tengah saja.

7. Juru bicara hasuhuton menyetujui dan meminta boru untuk melerakkan di


tengah hadirin. Selanjutnya diminta salah satu seorang dari haha anggi
untuk memanjatkan doa makan.

8. Seusai makan, Hula-hula/tulang mengingarkan kesepakatan tadi bahwa


pada kesempatan ini hanya acara ungkap tujung, maka kata-kata
penghiburan akan dilaksanakan pada waktu lain.

9. Juru bicara hasuhuton menyetui, dan selanjutnya memohon kesediaan


Hula-hula/tulang menutup acara dengan nyanyian dan doa.

10. Hula-hula/tulang menutup dengan nyanyian dan doa.

F.7. MATE PUNU (PONO)

Pengertian:

Disebut mate pono bila suami atau istri yang meninggal hanya mempunyai anak
perempuan saja, tidak mempunyai anak laki-laki sebagai generasi penerus.
Walaupun anak perempuannya sudah kawin semua dan mempunyai cucu dari
putrinya itu, bahkan suda ada nono dari putrinya, tetap tidak dapat merubah
statusnya yaitu mate punu.

Peserta terdiri dari:

a. Hasuhuton.

b. Dongan tubu.

c. Boru/bere.

d. Dongan sahuta/ale-ale.
e. Pemerintah setempat.

f. Hula-hula dan tulang, tulang rorobot dan bona tulang, Hula-hula ni na marhaha
anggi.

Perlengkapan:

 Peti mati.

 Mobil ambulance.

 Surat kematian dari rumah sakit dan kelurahan.

 Tanah pemakaman.

 Makanan ala kadarnya, kalaupun ada na margoar bukan makanan adat.

Tertib Acara:

a. Pasada tahi adalah musyawarah bona hasuhuton, dongan tubu yang paham adat
orang meninggal, boru/bere, dongan sahuta untuk merencakan waktu dan
tempat, pemakaman, surat2 yang diperlukan, peti mati, maupun pemberitahuan
kepada sanak keluarga terutama, Hula-hula dan tulang termasuk status yang
meninggal untuk dibawa dalam acara marrapot.

b. Marrapot

Terlebih dahulu suhut paidua mengatur tempat duduk sesuai dengan kedudukan
Masing-masing dalam dalihan natolu dan sihal-hal, sebagai berikut: Hasuhuton
duduk membelakangi rumah (mayat), berhadapan dengan raja tinonggo
(dongan tubu), Hula-hula duduk disebelah kanan hasuhutuon, boru/bere dan
dongan sahuta duduk di sebelah kiri hasuhuton.

1. Pembukaan oleh suhut paidua dan meminta kepada hah anggi siapa yang
akan menyampaikan semua rencana acara serta meminta arahan dari Hula-
hula mengenai pemberangkatan almarhum ketempat peristirahan
sementara di dunia ini.

2. Sambutan dari haha doli dan anggi doli menyepakati siapa juru bicara atau
perhata ni hasuhuton.
3. Juru bicara hasuhuton menerima kepercayaan itu dan sekaligus meminta
kepada hasuhuton membacakan riwayat hidup dan komsep hasil pasada
tahi dan rencana selanjutnya.

4. Suhut paidua membaca riwayat hidup singkat almarhum dan hasil pasada
tahi.

5. Suhut paidua membaca pendapat dan saran mengenai pemberangkatan


almarhum dari : Boru/bere, dongan tubu, dongan sahuta.

6. Juru bicara merangkum pendapat dan saran dari boru/bere, dongan tubu
dan dongan sahuta serta meminta bimbingan dan nasehat dari Hula-hula
dan tulang dengang permohonan agar :

a. Suami meninggal : Ulos saput dari tulang pamupus, ulos tujung kepada
istrinya (namabalu) dari Hula-hula tangkas.

b. Istri meninggal Ulos saput dari Hula-hula tangkas, ulos tujung kepada
suaminya dari tulang pamupus.

7. Sambutan, bimbingan dan arahan serta nasehat dari Hula-hula dan tulang.

8. Juru bicara hasuhuton merangkum pendapat dan nasehat dari Hula-hula


dan tulang serta meminta agar boru yang menjadi notulis membacakan hasil
na marrapot.

9. Setelah selesai dibacakan oleh boru dan sudah disepakati bersama untuk
dilaksanakan, maka juru bicara hasuhuton mengajak hadirin terutama Hula-
hula dan tulang untuk makan bersama (mardaon pogu).

c. Memasukkan jenazah ke dalam peti mati.

10. Juru bicara hasuhuton meminta kepada hadirin terutama kepada horong
Hula-hula agar masuk ke rumah untuk mengikuti acara memasukkan
jenazah alm ke peti mati.

11. Boru/bere dongan sabutuha memasukkan jenazah ke peti mati.

12. Juru bicara hasuhuton meminta Hula-hula dan tulang terlebih dahulu
memeriksa letak kenhazah apakah sudah baik.
13. Tulang/Hula-hula menyarankan letak jenazah sudah baik.

14. Sebagai penutup acara memasukkan jenazah ke peti mati diadakan doa oleh
Hula-hula/tulang.

d. Acara penyampaian ulos saput.

15. Dilaksanakan pada padi hari sekitar jam 9 – 10.30.

16. Kalau suami yang meninggal, tulang pamupus yang memberikan ulos saput,
kalau istri yang meninggal Hula-hula tangkas yang memberikan ulos saput.

17. Rombongan Hula-hula /tulang tiva di halaman rumah duka sesuai


kesepatanwaktu marrapot semalam.

18. Juru bicara hasuhuton meminta dan mengarahkan kesediaan hasuhuton


menerima Hula-hula/tulang boru diminta untuk menerima boras sipir ni
tondi yang dibawa rombongan Hula-hula/tulang.

19. Diawali dengan bernyanyi dan doa, setelah itu.

20. Hula-hula/tulang menyampaikan sepatah dua kta dan menelimutkan ulos


saput ke jenazah, mulai dari kaki sampai ke dadanya.

21. Sepatah diakata dari boru/bere.

22. Sepatah dua patah kata dari dongan tubu ni Hula-hula/tulang.

23. Sambutan dari hasuhuton.

24. Juru bicara mengajak rombongan Hula-hula/tulang untuk makan bersama


(mardaon pogu).

e. Acara pemyampaian ulos tujung.

25. Acara pasahat ulos tujung dialksanakan setelah selesai acara pasahat ulos
saput.

26. Kalau suami yang meninggal Hula-hula tangkas yang memberikan ulos
tujung kepada istri yang ditinggal mati, tetapi bila istri yang meninggal,
tulang pamupus yang memberikan ilos tujung kepada suami yang ditinggal
mati.
27. Rombongan Hula-hula/tulang sampai dihalaman rumah duka.

28. Juru bicara hasuhuton menyambut dengan mengatakan kesediaan


hasuhuton menerima Hula-hula/tulang. Boru diminta untuk menerima
boras sipir ni tondi yang dibawa rombongan Hula-hula/tulang.

29. Diawali dengan bernyanyi dan doa, setelah itu.

30. Hula-hula/tulang menyampaikan sepatah dua kata dan menujungkan ulos


tujung ke kepala boru/berenya.

31. Sepatah dua kata dri boru/bere ni Hula-hula/tulang.

32. Sambutan dari hasuhuton’Juru bicara hasuhuton mengajak rombongan


Hula-hula/tulang untuk makan bersama (mardaon pogu).

f. Pemberangkatan ke pemakaman.

1. Pembukaan (hata huhuasi) dari paidua ni suhut.

2. Kata-kata penghiburan dari :

a. Boru/bere.

b. Dongan tubu.

c. Dongan sahuta.

d. Sahabat teman sejawat.

e. Pemerintah setempat.

3. Kata hiburan dari :

a. Hula-hula na marhaha anggi.

b. Bona tulang.

c. Tulang rorobot.

d. Hula-hula/tulang.

e. Tulang/Hula-hula.

4. Kata sambutan dari hasuhuton.


g. Acara agama.

Diatur dan dialaksanakan pemuka agama yang bersangkutan.

h. Acara di pemakaman.

Diatur dan dialksanakan pemuka agama yang bersangkutan. Setelah acara


agama dan penguburan selesai maka paidua ni suhut menyampaikan ucapan
terima kasih dan mengundang hadirin bersama-sama ke rumah, terutama Hula-
hula/tulang untuk melanjutkan acara ungkap tujung.

i. Acara ungkap tujung

Setelah kembali dari pemakaman, hasuhuton dongan tubu, boru/bere dan


dongan sahuta, terutama Hula-hula dan tulang dipersilahkan masuk ke rumah,
serta suhut paidua mengatur tempat duduk. Kemudian dimulai dengan susunan
sebagai berikut :

1. Juru bicara hasuhuton memberitahukan bahwa acara sudah dapat dimulai.

2. Hula-hula/tulang terlebih dahulu meminta kesepakatan atas acara yang


akan dialaksanakan, hanya ungkap tujung saja. Memberi kata-kata
pnghiburan sebaiknya pada waktu hari lain, pada saaat kita dari masing-
masing kelompok datang memberikan kata penghiburan (mangapuli).

3. Juru bicara hasuhuton menyetujui usul dari Hula-hula/tulang.

4. Hula-hula/tulang melaksanakan acara ungkap tujung, dimulai dengan doa.

5. Juru bicara hasuhuton menyampaikan terima kasih. Selanjutnya meminta


boru/bere membawa makanan adat untuk dihadapkan kepada Hula-
hula/tulang.

6. Hula-hula/tulang menerangkan bahwa sipanganon na marfgar ini adalah


untuk kita semua, maka supaya diletakkan saja ditengah-tengah

7. Juru bicara hasuhuton menyetujui dan meminta boru/bere untuk


meletakkan di tengah-tengah hadirin. Selanjutnya salah seorang dari haha
anggi untuk memanjatkan doa makan.
8. Seusai makan, Hula-hula/tulang mengingatkan kesepakatan tadi bahwa
pada kesempatan ini hanya acara ungkap tujung, maka kata-kata
penghiburan akan dilaksanakan pada waktu lain.

9. Juru bicara hasuhuton menyetujui, dan selanjutnya memohon kesediaan


Hula-hula/tulang menutup acara dengan nyanyian dan doa.

10. Hula-hula/tulang menutup dengan doa.

F.8. MATE PUNU MANGKAR

Pengertian:

Disebut mate mangkar bila yang meninggal suami atau istri dengan meninggalkan
anak laki-laki dan anak perempuan yang masih kecil2 (sapsap mardum) dan belum
ada anaknya yang berkeluarga,

Peserta terdiri dari:

a. Suhut

b. Dongan tubu/sabutuha.

c. Boru/bere.

d. Dongan sahuta/ale-ale.

e. Pemerintah setempat.

f. Hula-hula, Tulang, tulang rorobot,bona tulang dan Hula-hula na marhaha anggi.

Perlengkapan:

 Peti mati.

 Mobil ambulance.

 Surat kematian dari rumah sakit dan kelurahan.

 Tanah pemakaman.

 Makanan ala kadarnya, kalaupun ada na margoar bukan makanan adat.


Tertib Acara:

Sama dengan mate puno

F.9. MATE HATUNGGANEON

Pengertian:

Mate hatunggaeon adalah bila yang neninggal suami atau istri dengan meninggalkan
anak laki-laki dan perempuan serta sudah ada anak laki-laki yang berumah tangga,
tetapi belum ada cucu dari anaknya itu.

Peserta terdiri dari:

a. Suhut

b. Dongan tubu/sabutuha.

c. Boru/bere.

d. Dongan sahuta/ale-ale.

e. Pemerintah setempat.

f. Hula-hula, Tulang, tulang rorobot,bona tulang dan Hula-hula na marhaha anggi.

Perlengkapan:

 Peti mati.

 Mobil ambulance.

 Surat kematian dari rumah sakit dan kelurahan.

 Tanah pemakaman.

 Makanan ala kadarnya, kalaupun ada na margoar bukan makanan adat.

Tertib Acara:

Sama dengan mate mangkar.


F.10.MATE MATUA DENGAN ADAT PENUH

Pengertian:

Disebut acara adat penuh bila seluruh perangkat dalihan natolu, berperan penuh dan
lengkap. Hula-hula yang turur serta terdiri dari bona ni ari, bona tulang, tulang
rorobot, Hula-hula na marhaha anggi dan Hula-hula anak manjae.

Demikian juga dongan tubu dan borunya yang meninggal, dongan sahuta berperan
penuh sesuai kedudukannya Masing-masing. Segala ketentuan dan syarat2 menurut
adat dilaksanakan sepenuhnya.

Kematian yang masih kategori ini adalah:

1. Mate sarimatua.

Mate sarimatu adalah bila suami atau istri meninggal dunia mempunyai anak
laki-laki dan anak perempuan dan sudah mempunyai cucu dari anak laki-laki,
maupun dari anak perempuan dan semua anaknya sudah kawin.

2. Mate Saurmatua

Mate saurmatua adalah bila suami atau istri meninggal dunia telah mempunyai
anak laki-laki dan anak perempuan dan sudah mempunyai cucu dari anak laki-
laki, maupun dari anak perempuan dan semua anaknya sudah kawin.

3. Mate Saurmatua Mauli Bulung.

Mate saurmatua mauli bulung adalah suamiatau istri meninggal dunia telah
mempunyai anak laki-laki dan anak perempuan semuanya sudah kawin, telah
mempunyai cucu dari anak klaki-laki dan anak perempuan tersebut serta anak-
anaknya tersebut sudah ada yang bercucu dan tidak ada anaknya meninggal
mendahuluinya (tilaha magodang).

Peserta:

a. Suhut.

b. Doingan tubu/sabutuha.

c. Boru/bere.
d. Dongna sahuta/ale-ale.

e. Pemerintah setempat.

f. Hula-hula, tulang, tulang rorobot. Bona ni ari, bona tulang, Hula-hula na


marhaha anggi dan Hula-hula anak manjae serta Hula-hula ni pahompu.

Perlengkapan:

 Peti mati.

 Mobil ambulance.

 Surat kematian dari rumah sakit dan kelurahan.

 Tanah pemakaman.

 Boah (sigagat dukut dan [inahan lobu untuk inkau mangan)

 Kerbau atau sapi (segagat duhut) dan daging untuk hindangan.

Tertib Acara:

a. Pasada tahi

Adalah musyawarah bona hasuhuton, dongan tubu, boru.bere dan dongan


sahuta untuk merencanakan waktu dan tempat pemakaman, surat2 yang
diperlukan, pemesanan peti mati, dan memberitahukan kepada hul2 termasuk
menentukan status dan boan orang yang meninggal dunia itu. Hal-hal tersebut
perlu dibicarakan forum tongggo raja.

b. Martonggo raja

Terlebih dahulu suhut paidua mangatur tempat duduk sesuai dengan kedudukan
Masing-masing dalam dalihan natolu dan sihal-hal. Formasi tempat duduk
adalah sebagai berikut : Hasuhuton duduk membelakangi rumah duka,
berhadapan dengan raja tinonggo (dongan tubu), Hula-hula dudu di sebelah
kanan hasuhuton sedangkan boru/bere dan dongan sahuta duduk disebelah kiri
hasuhuton.

1. Pembukaan oleh paidua ni suhut menerima kepada haha anggi untuk


menetapkan juru bicata (parsinabul-raja parhata) dari hasuhuton yang akan
menyampaikan semua rencana dan meminta arahan dari Hula-hula
mengenai acara adat pemberangkatan almarhum ke tempat peristirahatan
sementara di dunia ini.

2. Sambutan dari haha doli dan anggi doli menyepakati siapa juru bicara atau
parhata ni hasuhuton .

3. Juru bicara hasuhuton menerima kepercayaan itu dan sekaligus meminta


kepada hasuhuton agar dibacakan dahulu riwayat hidup singkat dan
hagabeon almarhum serta mengutarakan konsep hasil pasada tahi dan
rencana selanjutnya.

4. Suhut pidua membacakan riwayat hidup singkat almarhum dan hasil pasada
tahi.

5. Juru bicara hasuhuton meminta pendapat dan saran menganggapi riwayat


singkat dan hagabeon serta konsep hasil pasada tahi mengenai acara adat
pemberangkatan almarhum dari dari boru/bere, dongan tubu dan dongan
sahuta.

6. Juru bicara hasuhuton merangkum pendapat dan saran dari boru/bere,


dongan tubu, dongan sahuta meminta bimbingan dariHula-hula dan tulang
dengan permohonan.

a. Suami meninggal : Ulos saput/ulos saurmatua dari tulang pamupus,


ulos tujung/ulos sampetua kepada ina (namabalu) dari Hula-hula
tangkas

b. Istri meninggal Ulos saput/ulos saurmatua dari Hula-hula tangkas, ulos


tujung/ulos sampetua ni ama na dari tulang pamupus.

7. Sambutan dan bimbingan dari Hula-hula /tulang yang memberi ulos tujung
dan ulos holong.

8. Sambutan dan bimbingan dari tulang/Hula-hula yang akan memberikan ulos


saput dan ulos holong.
9. Sambutan dan bimbingan dari semua horong ni Hula-hula yang akan
memberikan ulos holong.

10. Juru bicara hasuhuton meminta kepada boru yang menjadi notulis
membacakan rangkuman semua keputusan dan kesepakatan yang akan
dilaksanakan oleh semua pihak sebagai hasil dari martonggo raja.

11. Setelah selesai dibacakan oleh boru dan sudah disepakati bersama untuk
dilaksanakan, maka juru bicara hasuhuton mengajak hadirin hadirin
terutama huls2 dan tulang untuk makan bersama (mardaon pogu)

12. Boru membawa makanan adat (sipanganon na maniadopan) dan diletakkan


ditengah2 raja tinonggo dan Hula-hula sebagai sipanganon na mamiadopan.

13. Seorang dari haha anggi membawakan doa makan.

c. Memasukkan jenazah ke dalam peti mati.

14. Juru bicara hasuhuton meminta kepada hadirin terutama kepada horong
Hula-hula agar masuk ke rumah untuk mengikuti acara memasukkan
jenazah alm ke peti mati.

15. Boru/bere dongan sabutuha memasukkan jenazah ke peti mati.

16. Juru bicara hasuhuton meminta Hula-hula dan tulang terlebih dahulu
memeriksa letak jenazah apakah sudah baik.

17. Tulang/Hula-hula menyarankan letak jenazah sudah baik.

18. Doa penutup oleh Hula-hula/tulang.

d. Acara penyampaian ulos saput

19. Dilaksanakan pada padi hari sekitar jam 9.00 – 10.30.

20. Kalau suami yang meninggal, tulang pamupus yang memberikan ulos saput,
kalau istri yang meninggal Hula-hula tangkas yang memberikan ulos saput.

21. Rombongan Hula-hula /tulang tiba di halaman rumah duka sesuai kesepatan
waktu marrapot semalam.
22. Juru bicara hasuhuton menyambut dengan mengarakan kesediaan
hasuhuton menerima Hula-hula/tulang boru diminta untuk menerima boras
sipir ni tondi yang dibawa rombongan Hula-hula/tulang.

23. Diawali dengan bernyanyi dan doa, setelah itu.

24. Tulang/Hula-hula menyampaikan sepatah dua kata dan menyelimutkan ulos


saput ke jenazah, mulai dari kaki sampai ke dadanya. Tulang/Hula-hula
menyampaikan ulos holong.

25. Sepatah dua kata dari boru/bere ni tulang/Hula-hula.

26. Sepatah dua patah kata dari dongan tubu ni Hula-hula/tulang.

27. Sambutan dari hasuhuton.

28. Juru bicara mengajak rombongan Hula-hula/tulang untuk makan bersama


(mardaon pogu)

e. Acara penyampaian ulos tujung (ulos sampetua).

29. Acara pasahat ulos tujung dialaksanakan setelah selesai acara pasahat ulos
saput.

30. Kalau suami yang meninggal Hula-hula tangkas yang memberikan ulos
tujung kepada istri yang ditinggal mati, tetapi bila istri yang meninggal,
tulang pamupus yang memberikan ulos tujung kepada suami yang ditinggal
mati

31. Rombongan Hula-hula/tulang sampai dihalaman rumah duka.

32. Juru bicara hasuhuton menyambut dengan mengatakan kesediaan


hasuhuton menerima Hula-hula/tulang. Boru diminta untuk menerima
boras sipir ni tondi yang dibawa rombongan Hula-hula/tulang.

33. Diawali dengan bernyanyi dan doa, setelah itu.

(1) Hula-hula/tulang menyampaikan sepatah dua kata dan menujungkan


ulos tujung ke kepala boru/berenya.

(2) Sepatah dua kata dri boru/bere ni Hula-hula/tulang.


(3) Sepatah dua kata dari dongan tubu ni Hula-hula/tulang

(4) Sambutan dari hasuhuton

(5) Parhatani hasuhuton mengajak rombongan Hula-hula/tulang untuk


makan bersama (mardaon pogu).

f. Jenazah diturunkan ke halaman.

(Acara maralaman dalam rangka pemberangkatan kepemakaman).

Tertib Acara:

1. Pembukaan (hata huhuasu) dari paidua ni suhut.

2. Pembacaan riwayat hidup oleh saudara terdekat.

3. Kata penghiburan dari :

- bere

- Dongan tubu

- Dongan sahuta

- Sahabat teman sejawat

- Pemerintah setempat.

4. Kata hiburan dari

- Hula-hula ni pahompu (bila sudah ad pahompu laki-laki yang telah


berkeluarga)

- Hula-hula anak manjae

- Hula-hula na marhaha anggi

- Bona ni ari

- Bona tulang

- Tulang rorobot

- Hula-hula/tulang yang memberikan ulos sampetua

- Tulang/Hula-hula yang memberikan ulos saput (ulos saurmatua)


5. Kata sambutan dari hasuhuton, didahulu boru/bere

g. Acara Agama

Disusun dan diatur dan dilaksanakan pemuka agama yang bersangkutan

h. Acara di pemakaman

Diatur dan dilaksanakan pemuka agama yang bersangkutan. Setelah acara


agama dan penguburan selesai maka paidua ni suhut menyampaikan ucapan
terima kasih dan mengundang hadirin bersama-sama ke rumah, terutama Hula-
hula/tulang untuk melanjutkan acara ungkap hombung.

i. Acara ungkap Hombung

Setelah kembali dari pemakaman, hasuhuton dongan tubu, boru/bere dan


dongan sahuta, terutama Hula-hula dan tulang dipersilahkan masuk ke rumah,
dan mangambil tempat duduk Masing-masing sesuai dengan kedudukannya
parhata ni hasuhuton memohon tulang/hula agar masuk ke rumah dan duduk
ditempat yang disediakan (juluan ni jabu) supaya dimulai acara ungkap
hombung.

1. Juru bicara hasuhuton memberitahukan bahwa acara ungkap hombung


sudah dapat dimulai.

2. Hasuhutuon menyampaikan makanan adat dari lomok-lomok dengan na


margoar kepada tulang/Hula-hula sebagai niadopan semua yang hadir.

3. Hula-hula/tulang menyampaikan makanan adat berupa ikan mas yang


dimasak arsip kepada suhut.

4. Doa makan dibawakan dongan tubu ni hasuhuton kemudian makan


bersama.

5. Setelah selesai makan, maka hasuhuton membuka hombung (brankas)


mendiang dan ditunjukkan kepada tulang/Hula-hula secara simbolis, karena
zaman modern ini tidak ada lagi hombung. Sudah biasa dilaksanakan
sebagai hasil ungkap hombung diganti dengan uang yang disebut piso na
ganjang.
6. Kemudian memberikan petuah2 dari tulang/Hula-hula dan hasuhuton
mangampu.

7. Acara ditutup dengan doa oleh tulang/Hula-hula.

Pembagian jambar (lihat parjambaran halaman)

Pelaksanaan pemagian jambar dapat dialksanakan pada saat peberangkatan di


halaman sebagai jambar mangihut atau sesudah kembali dari pemakaman. Semua
itu tergantung kesepakatan pada waktu tonggo raja.

Mangan sipitu dai dan manuan ompu-ompu.

Besok hari, setelah penguburan, keluarga hasuhuton pergi menanam bunga di


makam almarhum.

Setelah pulang dari makam, makan sipitu dari dari kepala sapi atau kerbau uang
menjadi jambar suhut.

Seusai makan diadakan perhitungan biaya, kemudian marhata sigabe2. Ditutup


dengan doa.
G. UDEAN (KUBURAN)
Pengertian:

Udean mempuyai makna sebagai tepat peristirahatan bagi orang yang sudah mati,
tempat di mana yang bersangkutan dikuburkan. Sejumlah atau beberapa orang yang
mati dikuburkan dalam satu areal lokasi terntentu dan dipelihara dengan baik, dapat
juga disebut sebagai kuburan (parbandanan, udean).

Setiap kampung mempunyai kuburan bagiwarganya yang meninggal dan diperlukan


sebagai milik bersama. Tempat atau lokasi kuburan ada yang sifatnya untuk umum
dan ada pula yang sifatnya khusus bagi orang tertentu atas permintaan keluarga atau
permintaan keturunannya.

Orang-orang tertentu dimaksud telah mempunyai kekhususan ditinjau dari berbagai


aspek. Aspek utama ialah, bahwa yang bersangkuran nagabe dan keturunannya
mempunyai kemapuan membiayai pelaksanaan adat nagok yang khusus.

Nagabe ialah seseorang yang telah.mencapai status serimatua/saurmatua.


sayurmatua mauli bulung atau status tersebut dapat disandang mengikuri status
keularga (suami/istri) yang meninggal kemudian pada saat kekhususan itu
dilaksanakan/dilakukan oleh keturunannya.

Persyaratan tersebut antara lain menyangkut usia, habageon, kamoraon dan


hasangapon (telah disinggu ng didepan/meninggal dunia), membedakan status
kematian, sekaligus menungkinkan perlakuan adat yang berbeda pula.

Perbedaa perlakuan/pelaksanaan adat tersebut dapat dilihat secara nyata dalam 2


hal yaitu penentuan status atau nama kematian dan penentuan tempat penguburan
(umum atau khsusus) dilihat dari tempat penguburan maka bentuk-bentuk kuburan
itu bisa berbeda satu sama lain seperti yang akan diuraikan berikut ini:

G.1. BEBERAPA BENTUK KUBURAN

a. Kuburan ganjang merupakan lokasi, tempat penguburan orang-orang yang


meninggal tanpa membedakan status kematian dan perlakuan adat.
Kuburan ganjang tersebut juga kuburan umum (kuburan untuk umum) atau
perbandanan yang berbentuk daratan atau perbukitan yang luas di luat
kampung dipergunakan sebagai tempat penguburan warga desa yang meninggal

Tiap desa mempunyai kuburan ganjang sendiri2 dengan bentuk (motif) yang
hampir sama kecuali berbeda karena factor keragaman. Ada perbandanan
Kristen/Islam, (Keagmaan) dan perbandangan sipelebegu (atheis) dengan
lanbang Masing-masing yang membedakannya.

b. Tambak

Tambak merupakan lokasi penguburan khusus bagi seseorang atau beberapa


orang yang telah mendapat izin dari raja hula/kepala kamponu/kepada desa
yang bersangkutan, karena membangun kuburan di luar kuburan yang telah ada.

Atas izin atau persetujuan tersebut, keluarga yang akan membangun tambak
tersebut harus melaksanana adat tombuk tano atau ada mandege-degei.

Yang mendapat perlakuan khusus seperti ini diberikan kepada


seseorang/beberapa orang yang ada kaitannya seperti saompu, suami istri yang
telah bestatus nagabe atau pengakuan nagabe yang didapat atau disandang
kemudian mengikuti keluarga (istri/suami) yang meninggal kemudian dan telah
mendapat kesepakatan dari keturunan yang menginginkan kekhususan tersebut
dilakukan.

Jadi tambak merupakan satu areal luas tertentu di mana ditemparkan beberapa
orang suami/istei (bersaudara, serurut/satu keturunan tingkat ama atau tingkar
ompu yang sudahh nagabe. Kuburan ini masih dalam tanah denga luas areal
terntentu)

c. Batu napir

Batu napir merupakan bangunan tempat khusus bagi mereka yang meninggal
lama yang suda mendapat izin adat, baik lokasi maupun calon2 penghuninya
sudah ditetapkan sebelumnya. Bentukanya bisa berbeda, tapi ada kesamaan
yaitu tempat bagi yang meninggal sudah lama (saring2 = tulang belulang) berupa
kotak2 dan tempat sementara pembusukan) sebelum tulang belulang bagi yang
meninggal kemudian disebut serapan (pembusukan) yang pada saatnya
dipindahkan kekotak2 seperti yang lainnya setelah 2-3 tahun kemudian. Kuburan
sudah berbentuk batu (simin) sesuai tingkatannya disusun ompu di bawah, di
atas anak/keturunannya dan seterusnya.

Batu napir dibangun dari batu na martindi2, pasir na marribu2 yang ditemparkan
di dolok natimbo (bangunan menjulang tinggi). Simbolik kegemagaan bagi
keturunnya).

d. Tugu

Tugu merupakah symbol persatuan dan kesatuan suatu marga atau satu
keluarga berdasarkan keturunan.

Tugu bagi masyarakat batak ialah tempat, pertanda bagi leluhur satu marga
dengan atau tanpa penguburan/tulang belulang, yang menjadi pertanda
sekaligus sebagai alat pemersatu bagi keturunannya. Proses peresmian (horja)
hampir sama dengan proses horja tambak atau batu napir. Baik tugu napir
maupun tambak, ditunjuk seseorang dari keluarga (intern) sebagai hasuhuton
(bolahan amak) untuk menggerakkan pelaksanaan horga tersebut.

Tugu merupakan bangunan yang diletakkan sedemikian rupa (ditempat tinggi,


mudah dilihat) dan memupunyai unsur kemegahan, sekaligus symbol
kemegahan bagi keturuannya yang lebih luas, sering juga disebut tugu identic
dengan batu napir (simin).

G.2. POKOK POKOK KEGIATAN

A. Pasada Tahi

Pasada tahu prinsipnya musyawarah untuk mufakat tentang gaimana yang


meninggal tersebut diperlakukan, baik penguburan biasa dikuburan ganjang,
maupun di tambak atau di batu napir sebagai tempat khusus.

Kesatuan pendapat perlu untuk dibawakan ke tonggo raja sesuai status yang
bersangkuran/ Apakah yang meninggal itu dapat disebut nagabe atau tidak
nagabe, serta perlakuan adat yang sesuai pula untuk itu.
B. Tonggo raja. Tonggo Hula-hula

Tonggo raja/tonggo Hula-hula memutuskan tentang hasil pasada tahi, baik


status maupun tempat penguburan (umum atau khusus). Status menggabarkan
tingkat perlakuan adat yang pantas diberikan kepada yang meninggal pada saat
pemberangkatan kepemakaman. Status na so gabe, tempatnya dikuburan
ganjang. (dibandingkan dengan pembahasan tentang meninggal, telah
disinggung di depan).

Status nagabe tempat bisa dikuburan ganjang atau ditempat khusus


(tambah/batu napir) sesuai permintaan dan kemauan keturunannya. Bila tidak
mampu, tetap di kuburan ganjang tanpa menyandang status yang dimiliki.
Perlakuan adat sama dengan na sogabe.

 Bagi yang berstatus nagabe ingin ditempatkan dalam tambak/batu napi,


sudah ada kegiatan awal yaitu pemberitahuan sekaligus permohonan
kepada raja ni dongan tubu, raja ni boru, raja dongan sahuta dan para Hula-
hula untuk maksud tersebut, agar holi-holi leluhur dapat ditemparkan di
tempat baru, yaitu tambak atau batu napir.

Kegiatan awal ini disampaikan dengan masipanganon na tabo (martudu-


tudu) dan penyerahan sejumlah uang sebagai togu-toguro, piso-piso atau
izin adat.

Tonggo raja merupakan dua kegiatan yang disatukan karen saling


mendukung untuk satu tujuan yang sama yaitu tombuk tano mengenai
lokasi kepada raja huta dan manulangi Hula-hula mengenai restu
mangongkal holi untuk mengumpulan tulang belulang leluhur.

 Horja (pesta adat) pesta tambak cukuplah 2 sampai 3 hari diramaikan


gondang dan parjuhut atau boan, kerbau jantan serta lauk pauk tambahan
na marmiak-miak. Raja tinonggo dan horong Hula-hula mulai bona ni ari
sampai Hula-hula terdekat, serta hombar huta (tetangga desa)

Horja (pesta) batu napi lebih lama 4 – 7 hari dan biasanya lebih meriah dari
pesta.
H. PROSESI MEMASUKI GEDUNG PADA ULAON UNJUK
Pengertian:

Pada sepuluh tahun terakhir ini, Pesta perkawinan di Jakarta praktis dilaksanakan di
gedung pertemuan atau di hotel. Alasan penggunaan gedung pertemuan antara lain
karena rumah tempat tinggal keluarga pengantin sudah tidak mamadai menampung
undangan yang cenderung semakin bertambah banyak, disampinf masalah
penyediaan makanan membutuhkan pengorganisasian dengan tenaga dan peralatan
yang memadai, masalah parkit kenderaan merupakan alas an lain untuk memilih
gedung2 pertemuan.

Berkaitan dengan penggunaan gedung sebagai “alaman pesta”, prosesi memasuki


gedung oleh pengantin dan atau Hula-hula,kelihatannya beragam, oleh karenanya
perlu diatur dan disepakati kedua hasuhuton yang berpesta bagaimana prosesnya
dilaksanakan.

Beberapa pilihan (alternative) yang dilaksanan dalam berbagai pesta

Alternatif Pertama :

1. Pengantin memasuki ruangan gedung diiringi keluarga pengantin laki-laki dan


pengantin perempuan

2. Setelah pengantin dan keluarga pengantin laki-laki sampai dipelaminan, keluarga


pengantin perempuan (Hula-hula) keluar ruangan untuk bergabung dengan
keluarganya didepan pintu masuk.

3. Setelah Hula-hula siap memasuki ruangan, keluarga pengantin laki-laki datang


kearah pintu menyongsong Hula-hula dan selanjutnya memasuki ruangan
dengan manortor sambil mundur sampai dipelaminan.

Alternatif Kedua :

1. Pengantin memasuki ruangan hanya diringi oleh keluarga laki-laki


2. Setelah pengantin duduk di pelaminan, keluarga pengantin laki-laki menerima
keluarga pengantin perempuan (hula) didepan pelaminan. Dengan demikian
kularga pengantin perempuan yang datang dan tidak dijemput didepan pintu
oleh keluarga laki-laki

3. Selanjutnya kedua pengantin memerima Hula-hula Masing-masing yang dimulai


dengan memrima Hula-hula penyelenggara pesta

Alternatif Ketiga.

Dalam hal pelaksanaan perkawinan dengan “taruhon jual” pengantin laki-laki dan
keluarganya terlebih dahulu memasuki ruangan, kemudian disusul pengantin
perempuan dengan keluarganya memasuki ruangan. Didepan pelaminan kedua
mempelai dipertemukan dan sama-sama naik dan duduk dipelaminan diikuti oleh
kedua keluarga.

Mengingat masalah proses ini merupakan hal baru, yang timbul karena penggunaan
gedung pertemuan sebagai “alaman pesta”, alternative mana yang akan
dipergunakan hendaknya ditentukan oleh kedua keluarga pengantin pada waktu
marhata sinamot setidak-tidaknya oleh para raja parhata kedua belah pihak, satu
dan lain demi kelancaran pelaksanaan pesta.
I. PARJAMBARAN.
Pengertian:

Jambar adalah istilah yang sangat khas bagi orang Batak. Kata jambar menunjuk
kepada hak atau bagian yang ditentukan bagi seseorang (sekelompok orang). Kultur
Batak menyebutkan ada 3 (tiga) jenis jambar. Yaitu: hak untuk mendapat bagian atas
hewan sembelihan (jambar juhut), hak untuk berbicara (jambar hata) dan hak untuk
mendapat peran atau tugas dalam pekerjaan publik atau komunitas (jambar ulaon).

Tiap-tiap orang Batak atau kelompok dalam masyarakat Batak (hula-hula, dongan
sabutuha, boru, dongan sahuta dll) sangat menghayati dirinya sebagai parjambar.
Yaitu: orang yang memiliki sedikit-dikitnya 3 (tiga) hak: bicara, hak mendapat bagian
atas hewan yang disembelih dalam acara komunitas, dan hak berperan dalam
pekerjaan publik atau pesta komunitas. Begitu pentingnya penghayatan akan jambar
itu, sehingga bila ada orang Batak yang tidak mendapatkan atau merasa disepelekan
soal jambarnya maka dia bisa marah besar.

JENIS JEIS PARJAMBARAN

1. JAMBAR HATA

Pertama-tama tiap-tiap orang dalam komunitas Batak (kecuali anak-anak dan


orang lanjut usia yang sudah pensiun dari adat/ naung manjalo sulang-sulang
hariapan) diakui memiliki hak bicara (jambar hata). Sebab itu dalam tiap even
pertemuan komunitas Batak tiap-tiap orang dan tiap-tiap kelompok/ horong
harus diberikan kesempatan bicara (mandok hata) di depan publik. Jika karena
alokasi waktu jambar hata harus direpresentasikan melalui kelompok/ horong
(hula-hula, dongan tubu, boru dll) maka orang yang ditunjuk itu pun harus
berbicara atas nama kelompok/ horong yang diwakilinya. Sebagai simbol dia
harus memanggil anggota kelompoknya berdiri bersama-sama dengannya.
Sekilas mungkin orang luar mengatakan bahwa acara mandok hata ini sangat
bertele-tele dan tidak efisien.

Namun pada hakikatnya jambar hata ini menunjuk kepada pengakuan bahwa
tiap-tiap orang memiliki hak untuk mengeluarkan pendapatnya (baca: hak untuk
didengarkan) di depan publik. Bukankah hal-hal ini sangat demokratis dan
moderen?

2. JAMBAR JUHUT

Selanjutnya jambar juhut menunjuk kepada pengakuan akan hak tiap-tiap orang
untuk mendapat bagian dari hewan sembelihan dalam pesta. Lebih jauh, jambar
juhut ini merupakan simbol bahwa tiap-tiap orang berhak mendapat bagian dari
sumber-sumber daya (resources) kehidupan atau berkat yang diberikan Tuhan.
Sebab itu bukan potongan daging (atau tulang) itu yang terpenting tetapi
pengakuan akan keberadaan dan hak tiap-tiap orang. Sebab itu kita lihat dalam
even pertemuan Batak bukan hanya hasil pembagian hewan itu yang penting
tetapi terutama proses membagi-baginya (acara mambagi jambar).

Sebab proses pembagian jambar itu pun harus dilakukan secara terbuka
(transparan) dan melalui perundingan dan kesepakatan dari semua pihak yang
hadir, dan tidak boleh langsung di-fait accompli oleh tuan rumah atau seseorang
tokoh. Jolo sineat hata asa sineat raut. Setiap kali potongan daging atau juhut
diserahkan kepada yang berhak maka protokol (parhata) harus
mempublikasikan (manggorahon) di depan publik.

Selanjutnya setiap kali seseorang menerima jambar maka ia harus kembali


mempublikasikannya lagi kepada masing-masing anggotanya bahwa jambar
(hak) sudah mereka terima.

Jambar juhut ini menunjuk kepada gaya hidup berbagi (sharing) yang sangat
relevan dengan kehidupan modernitas (demokrasi) dan kekristenan. Sumber
daya kehidupan atau berkat Tuhan tidak boleh dinikmati sendirian tetapi harus
dibagi-bagikan secara adil dalam suatu proses dialog yang sangat transparan.

Inilah salah kontribusi komunitas Batak kepada masyarakat dan negara


Indonesia. Bahwa hasil pembangunan dan devisa Indonesia seyogianya harus
bisa juga dibayangkan sebagai ternak sembelihan yang semestinya dibagi-bagi
kepada seluruh rakyat secara adil dan transparan.
3. JAMBAR ULAON

Jambar ulaon menunjuk kepada pengakuan kultur Batak bahwa tiap-tiap orang
harus diikutsertakan dan dilibatkan dalam pekerjaan publik. Dalam even
pertemuan komunitas Batak tidak ada penonton pasif, sebab semua orang
adalah peserta aktif. Tiap-tiap orang adalah partisipan (parsidohot) dan pejabat
(partohonan). Dari kedalaman jiwanya orang Batak sangat rindu diikutsertakan
dan dilibatkan dalam pekerjaan publik atau komunitas.

Pada dasarnya orang Batak rindu memiliki peran dan kedudukan dalam
komunitas dan masyarakatnya (termasuk gerejanya). Jika ia tidak memiliki peran
dan kedudukan itu, maka kemungkinan yang terjadi cuma dua: si orang Batak ini
akan pergi menjauh atau “menimbulkan keonaran”. Sebaliknya jika dia
disertakan atau dilibatkan, sebagai parsidohot dan parjambar dan partohonan
maka dia akan berusaha memikul dan menanggung pekerjaan itu sebaik-baiknya
dan dengan sekuat tenaganya (termasuk berkorban materi). Mengapa laki-laki
Batak begitu rajin dan betah di pesta adat? Sebab di sana mereka memiliki peran
dan kedudukan!

RUHUT NI PARJAMBARON JUHUT

Ruhut parjambaron juhut godang do variasina taida di ulaon adat-paradaton,


hombar ma i tu rumang ni ulaon, luat ni namarulaon dohot situasi, kondisi, tempat,
songon i nang di panjuhutina.

Didok natua-tua, sai jolo dialap hata asa diseat raut, namar-lapatan do i asa jolo
dialap hata dos ni roha ma asa dibagi parjambaran juhut. Songon i muse nang di hata
ni natua-tua namandok: Asing dolok asing duhutna, asing huta (luat) asing do nang
ruhutna. Sudena i manghorhon tu nauli nadenggan do molo dapot dos ni roha sian
panghataion. Ai mansai arga situtu do hata, jala sasintongna ndang apala jambar
juhut i na gabe motivasi ni si jalo jambar, alai hata na masipaolo-oloan jala
masipasangapan.
Adong do sipata tabege di sada-sada ulaon las ni roha manang arsak ni roha, hurang
denggan ulaon ala ni pambagian jambar juhut.

Molo di hita na di tano parserahan on, khususna Jakarta sekitarna, ndang apala
tapersoalhon be jambar i asalma proses manang ruhut pambagianna suman tu ulaon
i. Gariada tahe adong do sijalo jambar pintor dilehon jambarna tu donganna, dohot
pertimbangan ala so boi be ibana mangallang jagal, manang mabiar basi manang
busuk jambar i ala leleng dope ibana mulak tu jabuna, dohot angka naasing.

Adong do pandohan na jot-jot tabege taringot di ruhut pambagian jambar juhut, ima
hata namandok: “Sidapot solup ma hami.” Sada pandohan na raja ma i tutu di halak
Batak, asalma laos raja sian mula ni panghataion jala hombar tu parhundulna.
Namarlapatan, molo sian horong ni suhut paranak do pintor mandok “si dapot solup
ma hamu” tu hula-hulana, so jolo dialap hata naelek, songon nahurang hormat jala
hurang raja do panghataion i. Alai, molo sian horong ni hula-hula do namandok
“sidapot solup ma hami” tu pamoruonna, mansai uli jala denggan ma begeon.

Ala ni i do sipata di ulaon las ni roha manang ulaon arsak ni roha (ulaon sari-matua
manang saur-matua) dipatupa ulaon martonggo raja. Alana, gabe adong do
panghataion sahat panjuhuti di ualoan las ni roha, ola manang boan ni namonding i
di ulaon Sari Matua suang songoni Saur Matua.

Molo taida di ulaon adat na masa di tano parserahan on, angka si jalo parbagian
jambar juhut di ulaon adat-paradaton i ma:

a. jambar ni hasuhuton dohot namarhaha-maranggi,

b. jambar ni boru/bere,

c. jambar ni dongan sahuta,

d. jambar ni pariban,

e. jambar ni hula-hula (hula-hula ni suhut; namarhaha-anggi, anak manjae)

f. jambar ni tulang (tulang ni ama hasuhuton dohot tulang ni ina hasuhuton)

g. jambar ni bona tulang (tulang ni ompu suhut)

h. jambar ni bona ni ari (hula-hula ni ompu suhut)


Nian adong dope angka si jalo jambar i ma: tu pangula ni huria, punguan dohot
angka naasing dope. Alai, nauli ma saluhutna i jala disesuaihon ma pambagian i tu
bentuk ni ulaon dohot panjuhutina. Saonari porlu ma muse botoonta angka dia ma
jambar sipasahaton tu horong ni si jalo jambar i. Hombar tu si, parjolo ma pinatorang
saotik taringot tu na mang-hasuhuthon, na marhadomuan tu tahapan manang
proses ni namarbagi jambar juhut.

GOAR NI ANGKA JAMBAR JUHUT

A. NAMARMIAK-MIAK (PINAHAN LOBU)

1. Namarngingi (parsanggulan, ulu, kepala bagian atas, tempat otak)

2. Osang (kepala bagian bawah, siloja-loja tingki manglu-ngalu)

3. Aliang-aliang (leher- biasana si seati do on tingki mangan)

4. Somba-somba (rusuk depan di potong melingkar, unang putus)

5. Soit (buhu-buhu dari kaki)

6. Ihur-ihur

B. SIGAGAT DUHUT (LOMBU/HORBO)

1. Namarngingi (parsanggulan, ulu, kepala bagian atas, tempat otak)

2. Osang (kepala bagian bawah, siloja-loja tingki manglu-ngalu)

3. Tanggalan(aliang-aliang molo di pinahan lobu)

4. Panamboli/ungkapan

5. Somba-somba ima rusuk (rusuk galapang, i ma somba-somba na gok, rusuk


na mardomu di jolo)

6. Buhu-buhu (soit molo pinahan lobu)

7. Ihur-ihur

8. Pohu (tanggo-tanggo, jagal)


Molo sian daerah Silindung-Humbang sekitarna do namarulaon (hasuhuton), sai
jumolo do dipasahat jambar taripar tu horong ni hula-hulana dohot tulang. Jadi
parpudi do jambar dibagi tu hasuhuton. Alai, molo namarulaon (hasuhuton) sian
Toba sekitarna, sai jumolo do dibagi nasida jambar tu suhut namarhaha-
maranggi asa mangihut jambar taripar tu hula-hula dohot tulang. Songon i
jambar osang sai tu boruna do i dipasahat. Hape molo di Silindung-Humbang,
jambar osang tu hula-hula do dipasahat. Alai sudena i sai manghorhon tu nauli
nadenggan do molo sian angka dos ni roha.

Pambagian jambar juhut di ulaon pamuli boru/pangolihon anak –alap jual


manang taruhon jual– na masa jala somal taulahon di Jakarta sekitarna, hira
songon on ma.

1. Sibagi dua do tudu-tudu ni sipanganon naung dipasahat Paranak tu Parboru.


Nang pe naung dipasahat Paranak tu Parboru tudu-tudu ni sipanganon i
marhite-hite hata manang pandohan na elek di na pasahathon, alai dung
sidung marsipanganon disungkun suhut manang Raja Parhata ni Parboru do
muse Paranak taringot tu tudu-tudu ni sipanganon i, songon naung
pinatorang di panghataion di ulaon marhata sinamot. Alai, somalna, molo
ihur-ihur sai jambar tu pihak parboru do i, nang pe diulaon taruhon jual, i
ma ulak ni tandok ni parboru.

2. Dung dibagi dua tudu-tudu ni sipanganon i, dipasahat Parboru ma muse


jambar bagian ni Paranak, hombar tu panghataion dohot dos ni roha nasida.
Dung i dibagi Parboru dohot Paranak ma muse jambar i tu angka tuturna be.
Catatan: Masa niida hira dipangido Paranak sian Parboru saotik sian jambar
ihur- ihur di nasida asa adong bagionna tu tuturna (dongan tubuna). Di
ulaon pesta unjuk somalna dipatupa sampe 8 (ualu) soit, asa 4 (opat) soit di
Parboru, 4 (opat) soit di Paranak, jala di deba ulaon osang pe dibagi dua do.
Masa do muse niida dipasahat Parboru jambar juhut tu haha parhundulna
(tulang ni Pangoli), jala nadenggan ma tutu i.

3. Pambagian jambar sipasahataon ni Parboru dohot Paranak hira songon na


adong di table berikut ma:
1. Di ulaon tardidi, malua, manuruk jabu, molo jambar ihur-ihur hot ma i di
hasuhuton. Osang, namarngingi parsiamun, dohot somba-somba tu horong ni
hula-hula dohot tulang. Soit ma tu dongan sahuta dohot pariban. Namarngingi
parhambirang ma dipasahat tu boru/bere.

2. Di ulaon patua hata/marhusip, pasahat ulos mula gabe, paebathon anak buha
baju, ia parjambaron pada prinsipna hira-hira surung-surung ni hula-hula ma i.
Alai somalna, sian hula-hula denggan do marnida situasi. Molo tung pe didok
paranak (pamoruon nasida) jambar surung-surung, boi do i dialap hata muse.
Molo di tingki ulaon i adong angka dongan tubu ni pamoruonna i mandongani
nasida, ingkon adong ma nian tinggal sebagian jambar i sa adong lehononna tu
nasida.

3. Pambagian jambar dohot panjuhuti di ulaon sari-matua dohot saur-matua


saguru tu keputusan ni pangarapoton (tonggo raja) do i. Adong do
namangalehon ihur-ihur tu hula-hulana, ulu ma tu tulang, jala somba-somba tu
horong ni hula-hula naasing termasuk tulang dohot bona tulang.

Alai nasomal muse taulahon di Jakarta sekitarna, molo ihur-ihur hot ma i di


hasuhuton dohot namarhaha-anggi, jala jambar tu horong ni sude hula-hula dohot
tulang dipatupa sian somba-somba. Asa nauli jala denggan ma i sude asalma sian
panghataion tu dos ni roha, jolo diseat hata ma asa diseat raut, jala taingot ma hata
namandok, “Hata do parsimboraan.”
Jambar Juhut Lainnya

1. Juru bicara (raja parhata) – ronsangan (tutuksibuk)

2. Tulang penganting laki-laki – Somba-somba

3. Perkumpulan marga (punguan) – sibuk (pohu)

Horja dan ulaon saur matua

Parjuhutna : Sigagat Duhut Gaja Toba

No. Parjambaran juhut Na manjalo

1. Ihur-ihur Hasuhuton

2. Tulang bona Hula-hula/tulang


3. Tulang tombuk Tulang/Hula-hula

4. Soit Dongan sahuta, pariba, ale-ale

5. Somba-somba orongni Hula-hula

6. Tungkung.tanggalan Boru/bere

7. Ungkapan Panamboli

8. Ulu Bona hasuhuton

Gambar gaja toba (kerbau),sapi na tinutungan dan na marmiak-miak

1. Ihur-ihur 2. Panamboli 3. Aliang 4. Na marngingi siamun 5. Na marngingi


hambirang 6. Osang parsiamun 7. Osang parhambiran
1. Ulu 2. Ihur-ihur 3a. Bunian tondi 3b. Tanggaln rungkung 3c. Lapaan
(pultahan, ungkapan) 4a, 4b, 4c tanggalan 5a. tulang tombuk 5b. tulang
bona 5c, 5d, 5e. tulang panjungkot 5f, 5g, Somba-somba (rusuk)
J. RAGAM ULOS BATAK DAN PENGGUNAANNYA
Zaman dahulu orang batak menggunakan ulos (kain) yang ditenun sendiri sebagai
pakaian sehari-hari, baik laki-laki maupun perempuan sebagai penutup badan dan
sebagai penghangat tubuh dan pelindung tubuh dari terpaan angin, panas matahari,
udara dingin, hujan dll.

Jika ulos dipakai laki-laki, maka bagian atas baju disebut hande-hande, bagian bawah
(dada, perut, pinggul dan paha) disebut singkot dan yang dipakai sebagai penutup
kepala disebut tali-tali, bulang atau detar.

Bila ulos dipakai perempuan, maka yang dipakai dari bagian bawah sampai sebatas
dada disebut haen, untuk penutup punggung disebut hoba-hoba dan dipakai sebagai
selendang disebut sampe-sampe (sabe-sabe) serta yang dipakai sebagai penutup
kepala disebut saong-saong.

Kalau seorang wanita perempuan sedang menggendong anak maka penutup


punggung disebut hohop-hohop dan ulos yang dipakai menggendong anak disebut
parompa.

Seiring dengan perkembangan tehnologi dengan kemajuan zaman, ulos yang ditenun
sendiri tidak lagi digunakan sebagai pakaian sehari2 karena sudah diganti dengan
memakai tekstil hasil tenuan mesin.

Pada daerah-daerah pedalaman terpencil, memang masih ada orang batak yang
memakainya, namun sudah sangat jarang terlihat. Sejak zaman dahulu hingga
sekarang, pemakaian ulos sebagai pakaian, mematuhi aturan-aturan tertentu yang
sudah baku, sehingga tidak semua jenis ulos yang dapat digunakan sebagai pakaian
sehari-hari, dan beberapa diantaranya hanya dapat dipakai pada waktu-waktu
tertentu saja.

Ada beberapa ragam ulos batak yang diberi nama :

1. Ulos jufia atau pinunsaan atau disebut juga ulos nasora pipot/buruk.

2. Ulos ragi idup.

3. Ulos ragi hotang.


4. Ulos sedum.

5. Ulos runjat.

6. Ulos sibolang.

7. Ulos suri-suri ganjang.

8. Ulos mengiring.

9. Ulos bintang maratur.

10. Ulos jungkit.

11. Ulos sitolutuho

12. Jenis ulos langka yang sudah langka al:

Ulos ragi hatirongga, ulos ragi peni, ulos ragi lantar, ulos ragi sapot, ulos ragi siiput
nihirik, ulos bolean, ulos padang rusa, ulos simata, ulos hampu (happu), ulos tungku
(tukku), ulos lobu-lobu dll.

Tata cara pemberian ulos pada seseorang hatus sesuai dengan aturan yang sudah
baku yaitu sesuai dengan kedudukan dan tingkatan pemberi dan penerima ulos
menurut dalihan natolu. Demikian juga pemakaian ulos harus menurut syarat-syarat
tertentu misalnya.

 Pemakaian juga misalnya hanya boleh digunakan dan dipakai oleh mereka yang
disebut “na gabe”, yakni mereka yang secara sempurna saurmatua atau mereka
yang seluruh pitra dan putrinya telah gabe (sudah cucu dari semua putra
putrinya) atau mereka yang dituakan dan dihormati oleh satu marga atau ompu.
Ulos ini bisanya disimpan sebagai pusaka atau “homitan”

 Penggunaan dan pemakaian ulos ragi idup dapat digunakan untuk acara suka cita
dan dapat juga digunakan pada acara duka cita. Pada acara suka cita sering
digunakan sebagai ulos pansamot/ulos pargongon dan dipakai juga oleh orang
yang telah saur matua, sedang pada acara duka cita dipakai sebagai ulos
panggabei atau ulos sampe tua /ulos saurmatua.
 Ulos mangiring meimilki ragi yang saling iring iringan, melambangkan kesuburan
dan persatuan yang teguh, deberikan oleh orang tua kepada cucunya sebagai
ulos parompa. Ulos ini sering juga dipakai para pria sebagai tali-tali atau deta.
Dan juga sering perempuan memakainya sebagai saong-saong atau tudung.

 Ulos bintang maraturt disebut demikian karena raginya menggabarkan deretan


bintang yang teratur yang melambangkan keeratan persatuan keluarga yang
rukun, sama-sama memiliki kekayaan yang setara serta sama-sama orang yang
terpandag dan dihormati masyarakat. Penggunaannya dapar dipakai sebagai
hande-hande/tali-tali oleh pria dan sebagai saong-saong oleh perempuan.

 Ulos itoluntuho biasanya hanya dipakai oleh pria sebagai ikat kepala dan oleh
perempuan dipakai sebagai selendang. Ulos ini dapat juga diberikan dan
digunakan sebagai parompa jika ada bayi yang baru lahir.

 Ulos ragi hotang diberikan dan dignakan sebagai ulos hela dengan harapan agar
suami dan istri terikat dengnaerat dan tefuh dalam ruah tangga, kuat/teguh
seperti hotang.

 Ulos sedum penuh dengan warna warni dan ceria, hingga sangat cocok dipakai
pada saat suka cita dan belakangan ini digunakan juga sebagai ulos substitusi
ragi hotang.

 Ulos runjat biasanya dipakai oleh orang terpandang sebagai ulos ending-endang,
dan dapat juga diberikan kepada pengantin oleh keluarga dekat dari hasuhuton
misalnya tulang, pamarai, simandohon dan pariban serta dapat juga diberikan
pada saat acara suka cita mengUpa-upa.

Sebagai hande-hande pada acara mardongang, ulos ini disebut ulos suri-suri ganjang
karena raginya (motifnya) berbentuk sisir yang memanjang dan disebut juda sebagai
ilos sabe-sabe dan ukurannya melebihi ukuran panjang semua ulos batak.

 Ulosjungkit yang disebut juga ulos na nidongdang atau ulos purada atau
permata karena berhiaskan purada atau permata. Ulos ini dahulu hanya dipakai
anak gadis dari para ningrat atau keturunan raja-raja sebagai hoba-hoba atau
kain yang dipakai dari batas kaki sampai batas dada sebagai lanbang status
pemakainya.

 Ulos lain-lainnya masih ada beberapa jenis lagim akan tetapi seudah jarang
terlihat atau langka, sudah sangat jarang dipakai orang dalam acara-acara adat,
sehingga banyak orang tidak mengenalnya lagi. Penggunaan ulos lobu-lobu
misalnya digunakan dan diberikan untuk keperluan khusus bagi orang yang
seting dirundung kemalangna karena kematian anak (tilahaon).

Jenis ulos yang dipakai dalam berbagai acara adat.

1. Bagi mereka yang dituakan misalnya Ketua marga, Ketua persahutaonn Natutua
na gabe, ulos yang dipakai sebainya :

a. Suami :

- Hoba-hoba : Ulos runjat, ulos pinunsaan, ulos jugia.

- Sampe-sampe : Ulos idup.

- Tali-tali : Padang rusa atau mangiring sirara.

b. Isteri :

- Hoba : Ulos runjat.

- Sampe-sampe : Ulos ragi idup.

2. Bagi mereka yang diakui sebagai “Orang tua atau yang dituakan dalam
lingkungan “, sebaiknya menggunakan ulos sebagai berikut :

a. Suami :

- Sebagai Hoba-hoba : ulos pinunssaan.

- Sampe-sampe : Ulos ragi idup, ulos ragi hotang.

b. Isri :

- Sebagai Hoba-hoba : ulos sibolang.

- Sampe-sampe : ragi idup.

- Tali-tali : Ulos mangiring sirara.


3. Untuk masyarakat umum.

a. Suami :

- sebagai Hoba-hoba : ulos sibolang, ulos ragi hotang.

- Sampe-sampe : Ulos ragi hotang, sitoluntoho.

- Tali-tali : Ulos mangiring sirara.

b. Isri :

- sebagai Hoba-hoba : ulos sibolang.

- Sampe-sampe : ragi idup.

4. Ulos saluran berkat (ulos pasu-pasu) kepada pengantin.

- Ulos pasamot : Ulos ragi idup.

- Ulos hela : Ulos runjat, sibolang, bintang maratur, sitoluntoho nagok.

- Ulos Pamarai : Ulos Sibolang, ulos bintang maratur.

- Ulos dati Tulang : Runjat marsisi, ulos sibolang, pamarai.

- Ulos dari ribotonya : Ulos mangiring, ulos bintang maratur.

- Ulos dari pariban : Ulos sitoluntuhom ulos bintang maratur.

5. Selebihnya, disesuaikan dengan ulos yang diberikan pamarai, tulang, ibotonya


dan pariban sesuai kedudukannya dalam pesta yang dihadiri.
K. MANGUPA
Pengertian:

Mangupa adalah suatu adat yang dilaksanakan dengan latar belakang yang beraneka
ragam, misalnya lepas dari marabayam sembuh dari penyakit, kenaikan pangkat,
tamat dari pendidikan. Pelaksanaannya oleh orang yang berstatus lebih tinggi
terhadap orang yang diupa, misalnya Hula-hula mangupa borunya, orang tua
mangupa anaknya, abang mangupa adiknya.

Peserta:

Peserta pada kegiatan mengupa tergantung kepada latar belakang pangupaon itu
sendiri. Secara umum kegiatan ini melibatkan:

1. Yang akan diupa.

2. Dongan tubu.

Perelengkapan:

Pada dasarnya yang menyediakan materi pangupaon adalah orang yang hendak
mangupa yaitu:

 Ikan mas dimasak arsik.

 Sepiring nasi.

 Segelas air putih (aek sitio2).

 Ulos panghopi.

 Segemgam beras diattas piting (parbue pir dipinggan pasu).

Tertib Acara:

Setelah orang yang mangupa dan yang diupa siap di tempat demikian juga sarana
pangupaon sudah tersedia, maka kegiatan pangupaon segera dilaksanakan dengan
urutan sebagai berikut:
1. Pihak yang mengupa menyuapkan nasi sekaligus dengan ikannya sebanyak 3
suap berturut-turut yang diiringi dengan pepatah petitih yang terkandung pada
hata sidohonon

2. Meminum air putih sebayak 3 teguk diiringi dengan pepatah petitih .

3. Menyampaikan “Ulos pangohopi” diiringi petuah-petuah.

4. Menaburkan beras (parbue pir) diatas kepala orang yang diupa setelah
sebelumnya menaburkan sendiri diatas kepalanya diiringi dengan kata-kata
pengharapan.

5. Makan bersama.

6. Memberikan kata-kata pengharapan.

7. Mangampu dari keluarga yang diupa.

Perlu diingat bahwa hata sidohonon hendaknya disesuaikan dengan posisi


kekerabatan kita pada saat mangupa.
L. GONDANG DAN MUSIK

1. GONDANG.

Gondang adalah seperangkat alat musik tradisional batak yang merupakan


media sakral, yang terdiri dari:

a. Ogung oloan.

b. Ogung ihuta/panglusi.

c. Ogung pandoali.

d. Ogung panggora.

e. Tataganing (5 buah).

f. Odap (2 buah).

g. Gordang.

h. Sarune (1 atau 2 buah).

Pergelaran gondang diadakan pada acara tertentu al:

a. Acara kematian (saur matua).

b. Acara perkawinan.

c. Acara mengangkat kembali tulang-belulang nenek moyang.

d. Pesta marga atau pesta tahun baru.

e. Dan lain acara adat yang dianggap sakral.

2. MUSIK

Pada tahun-tahun terakhir ini, terutama di Jakarta dan kota-kota besat lainnya
diindonesia, music sudah banyak dipergunakan oleh masyarakat batak pada saat
melaksanakan hajatan sebagai pengganti gondang, baik pada pesta perkawinan
maupun pada acara meninggal orang tua dan acara adat lainnya. Alasannya
gondang sudah semakin sulit dicari sementara music disamping biayanya lebih
murah juga lebih mudah dicari. Selain itu, musik lebih lengkap karena dapat
mengikuti irama gondang, lagu-lagu gereja dan lagu-lagu hiburan.

Oleh sebahagian masyarakat, musik belum dapat diterima sebagai pengganti


gondang, satu dan lain Karena sifat magis dan sakralnya tida ada.

Oleh karenanya, untuk acara-acara yang memerlukan kekhusukan, seperti acara


adat mangongkal holi dan acara adat meninggalnya oran tua, gondang adalah
pilihan yang paling tepat. Sedang untuk acara gembira dan hura-hura, kehadiran
musik tidak lagi dipersoalkan.
M. PARTUTURON
1. Amang:

 Amang ; Damang, Damang parsinuan, bapa.

 Amang : Sapaan umum terhadap laki yang dihormati.

 Amanta : Penyebutan terhadap laaki-laki.

2. Amanguda :

 Adik laki-laki bapa.

 Suami adik ibu.

 Suami pariban bapa.

3. Amang tua.

 Abang bapak.

 Suami kakak ibu.

 Suami pariban ibu.

4. Anggi.

 Anggi : adik.

 Anggi doli : Suami dari anggi boru.

 Anggi boru : Istri boru.

5. Angkang.

 Angkang : Angkang doli, abang.

 Angkangboru : istri abang.

 Kakak, putri paman (tulang).

6. Bere :

 Bere : Semua anak (laki/perempuan) dari akak/adik perempuan.

 Semua kakak/adik dari menantu laki.


7. Ibebere :

 Keluarga dari suami bere perempuan.

8. Boru :

 Boru : Keluarga menantu laki.

 Anak kandung perempuan.

 Boru tubu : Semua menantu laki/istrinya dari satu ompu.

 Boru diampuan : Boru na matua, keturunan namboru bapa.

 Boru nagojong : Keturunan namboru ompung.

9. Inang :

 Inang ; Ibu kandung, ibu mertua.

 Inanta : Sebutan kehormatan kepada ibu—ina soripada.

 Inanguda : Adik ibu yang sudah kawin.

 Inangtua : Kakak ibu yang sudah kawin.

 Inang baju : Adik ibu yang belum kawin.

 Inang naposo : IStri dari keponakan (Paraman).

10. Haha :

 Haha : Abang.

 Haha doli : Amang, panggilan istri kepada abang suami.

 PAnggilan terhadap semua abang suami enurut struktur marga.

11. Ompung :

 Ompung suhu, ompung doli t :Ayah dri bapak.

 Ompung bao, daompung : Orang tua dari ibu kandung.

 Ombpung boru : Ibu dari ayah.

12. Tulang :
 Tulang : kakak/adik dari ibu.

 Nntulang : Mertua dar adik laki.

 Tulang ni hela : Paman dri pengantin laki.

 Datulang : Sebutan hrmat khusus kepada paman.

13. Amang na poso :

 Anak saudara laki.

14. Ampara :

 Sapaan dari sesama dongan tubu.

15. Ale-ale :

 Kawan akrab.

16. Ahu :

 Saya.

17. Bona niari :

 Paman dari bapak.

18. Bona tulang :

 Paman dari ayah.

19. Dongan tubu :

 Abang adik serupa marga.

20. Dongan sahuta :

 Persaudaraan karena tinggal dalam satu huta.

21. Eda :

 Kakak/adik ipar antar perempuan.

 Teguran awal antara sesama perempuan.

22. Hulahula :
 Keluarga abang adik dari istri

23. Ito/iboto :

 Kakak/adik perempuan semarga.

 Teguran awal dari laki terhadap pereempuan atau sebaliknya.

 Panggila kepada anak gadis dari namboru.

24. Lae :

 Teguran awal perkenalan antara dua laki.

 Suami dari kaka / adik sendiri.

 Anak laki dari namboru.

25. Maen :

 Anak perempuan dari hula-hula.

26. Marsada inaboru :

 Abang adik (karena ibu kakak beradik).

27. Nasida :

 Mereka.

28. Natoras Natua-tua :

 Orang tua yang dihormati.

29. Nini :

 Anak dari cucu laki.

30. Nono :

 Anak dari cucu perempuan.

31. Namboru :

 kakak atau adik ayah (kawin/belum) .

32. Parumaen :
 Menantu perempuan, istrik anak.

33. Paidua ni suhut :

 orang kedua.

34. Pahompu :

 Cucu, anak dari semua anak.

35. Pamarai :

 Abang/adik dari suhut utama (orang kedua).

36. Parboruon :

 Semua kumpulan namboru atau menantu laki.

37. Parrajaon :

 Semua kumpulan dari hula-hula dan tulang.

38. Pariban :

 Abang Adik, karena istri beradik.

 Semua anak perempuan dari paman.

 Anak perempuan yang sudah kawin dari pariban mertua perepmuan.

39. Simatua doli/simatua boru :

 Mertua laki dan perempuan.

40. Simolhon/simandokhon :

 Iboto, kakak, atau adik laki.

41. Tunggane :

 Semua kakak/adik laki dari istri.


N. KELOMPOK HULA HULA.
Kelompok Hula-Hula terdiri dari :

1. Hula-Hula adalah Saudara laki laki dari istri kita (keluarga dari istri).

2. Tulang adalah Saudara laki laki dari ibu kita (keluarga dari ibu).

3. Bona Tulang adalah Tulangnya bapak kita (keluarga dari opung boru).

4. Tulang robobot adalah Tulangnya istri kita (keluarga ibu dari istri kita).

5. Bona niari adalah Hula hulanya kakeknya kakek (keluarga tulangnya kakek).

6. Hula hula namar haha maranggi adalah Saudara laki laki dari istrinya abang /adik
kita.

7. Hula hula anak manjae adalah Saudara laki laki dari istrinya anak kita.

8. Hula hula pahompu adalah Saudara laki laki dari istriya cucu kita/anak dari anak
kita.

Catatan :

1. Hula hula namar haha maranggi kita undang, harus abang adik se ibu se bapak,
anaknya bapak tua/uda tidak.

2. Hula hula anak manjae kita undang, harus anak kita kandung yang sudah
menikah. Anak abang dan adik bukan anak manjae bagi kita.

3. Lain marga lain adatnya tergantung suhut.

Anda mungkin juga menyukai