Anda di halaman 1dari 7

Tata Cara Perkawinan Adat Suku Sikka - Nusa Tenggara Timur

21:43 Unknown 1 Comments

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuat kita mudah untuk mengakses berbagai macam informasi

dari belahan dunia lain melalui berbagai macam media. Kita dapat berkomunikasi sekaligus dapat belajar mengenai

budaya-budaya dunia luar. 

Jika kita mau belajar akan budaya orang lain tentu lah tak ada soal jika kita juga mau belajar akan budaya daerah

kita masing-masing. Sebagai seorang anak bangsa yang lahir di sebuah pulau kecil di tenggara Indonesia, yakni

pulau flores, saya merasa perlu untuk mengangkat sebuah postingan bertemakan  budaya dari tanah kelahiran saya.

Bahasan dalam postingan kali ini mengulas tentang tahapan perkawinan dalam adat Sikka. Berikut ulasannya yang

saya kutip dari beberapa sumber sebagai berikut.

Busana Adat Pengantin Suku Sikka

Salah satu suku di NTT terdapat peradaban suku Sikka, berikut ini tersaji upacara pernikahannya, sebagai bentuk

kepedulian bangsa dalam melestarikan suku budaya dalam konteks perkawinan. Agar nilai nilai luhur budaya dapat

diwariskan kepada generasi secara utuh.


 Urusan perkawinan antara pria dan wanita merupakan pertalian yang tidak dapat dilepaskan. Hubungan yang

menyatu itu terlukis dalam ungkapan Ea Daa Ribang, Nopok, Tinu daa koli tokar (Pertalian kekrabatan antara

kedua belah pihak akan berlangsung terus menerus dengan saling memberi dan menerima sampai kepada turun

temurun).

Norma-norma yang mengatur perkawinan ini dlam bahasa hukum adat yang disebut Naruk

dua - moang dan kleteng latar yang tinggi nilai budayanya.

Ungkapannya antara lain :

- Dua naha nora ling, nora weling

- Loning dua utang ling labu weling

- Dadi ata lai naha letto -wotter

Artinya:

Setiap wanita mempunayi nilai, punyai harga, sedangkan sarung dan bajunya juga

mempunyai nilai dan harga, sehingga setiap lelaki harus membayar.

Ine io me tondo

Ame io paga saga

Ine io kando naggo

Ame io pake pawe 

Artinya:

Ibulah yang memelihara dan membesarkannya

Ayah yang menjaga dan mendewasakannya

Dan ibu pula yang memberikannya perhiasan

Ayah memberikannya sandang.

Ungkapan ini memberi keyakinan bahwa martabat wanita sangat dihargai, oleh karena itu

maka pihak klen penerima wanita (Ata lai) harus membayar sejumlah belis (mahar/mas

kawin)  kepada klen pemberi wanita (ata dua) sesudah itu baru dinyatakan perkawinan

seluruh prosesnya syah.


 

Di Sikka /Krowe umumnya bentuk perkawinan adalah patrilineal, sedangkan yang

matrilineal hanya terjadi di wilayah suku Tanah Ai di kecamatan Talibura.

Tahap-tahap perkawinan dapat dilakukan seraya memperhatikan incest dan perkawinan

yang tidak dilarang itu maka ditempulah beberapa tahapan:

(1) Masa pertunangan

 semua insiatif harus datang dari pihak laki-laki, kalau datang dari pihak wanita maka selalu

disebut dengan unkapan waang tota jarang atau rumput cari kuda atau tea winet (menjual

anak/saudari). Seorang gadis dibelis dalam 6 bagian: Kila (belis cincin kawin); Djarang

sakang (pemberian kuda); wua taa wa gete (Sirih Pinang dan bagian belis yang paling

besar dan mahal); inat rakong (belis lelah untuk mama); bala lubung, (belis jasa untuk

nenek); ngororemang (penghargaan untuk mereka yang menyiapkan pesta).

Keluarga dari pihak laki-laki tengah bersiap-siap membawakan belis/mahar menuju ke kediaman pihak wanita

(2) Perkawinan

 Sebelum abad 16 di desa Sikka/Lela perkawinan biasanya hanya diresmikan di Balai oleh

raja atau pun kadang-kadang di rumah wanita, setelah semuanya sudah siap maka acara

perkawinan ditandai dengan mendengar kata-kata pelantikan dari raja, wawi api - ara

pranggang, kata-kata yang diucapkan adalah:

Ena tei au wotik weli miu,  hari ini ku beri kamu makan
wawi api ara pranggang, daging rebus dan nasi masak

miu ruang dadi baa wai nora lai, jadilah kamu istri dan suami  

lihang baa nora lading, dan terikatan seluruh keluarga

gea weu (eung) miu ara pranggang, makanlah kamu nasi ini 

dadi baa wai nora lai, agar jadilah kamu suami dan isteri

minu eung wawi api, Minumlah saus daging ini

genang lihang nora ladang, agar eratlah seluruh keluarga  

Ucapan itu diiringi penyuapan daging dan sesuap nasi oleh tuan tanah/raja kepada kedua

mempelai.

Pada waktu masuk agama Katolik, maka ungkapan-ungkpan di atas tetap dipakai namun

proses penikahan sesuai dengan aturan agama Katolik dan diberkati oleh Pastor.

Ada beberapa tahap dari acara perkawinan secara adat Sikka/Krowe:

(1) Kela narang, pendaftaran nama calon pengantin di kantor Paroki yang dihantar oleh

orang tua masing-masing bersama dengan keluarga

(2) A Wija/A Pleba, keluarga ata lai melaukan kegiatan mengumpulkan mas kawin secara

bersama-sama dengan keluarga

(3) Dipihak ata dua terjadi pengumpulan bahan-bahan pesta untuk membuat sejenis kue

tradisional yaitu bolo pagar dan mendirikan tenda pesta.

(4) Sebelum ke gereja keluarga berkumpul di rumah mempalai wanita. Keluarga penerima

wanita atau ata lai bertugas menjaga kamar pengatin.

(5) Tung /tama ola uneng, acara masuk kamar pengantin jam 21.00-22.00 malam diiringi

kedua ipar masing-masing. Pengatin pria/wanita di hantar ke kamar oleh Age gete dengan

nasehat kalau sudah ada di kamar bicara perlahan-lahan

(6) Weha bunga sekitar jam 05.00 pagi para pengawal kamar pengantin, ae gete dari
Keluarga ata lai menaburkan bunga pada kamar pengantin sebagai lambang harum

semerbak bagi kedua pengantin.

Pengantin wanita tengah bersiap menyambut kedatangan mempelai pria

Pengantin pria diarak menuju kediaman mempelai wanita


Kedual mempelai diangkat sumpahnya dan diberi pemberkatan di gereja. Keduanya dipersatukan oleh kasih
Tuhan

Bolo Pagar, kue tradisional suku Sikka


Kedua mempelai bersama keluarga dari masing-masing pihak diikat dalam kebersamaan dengan acara menari
bersama

Anda mungkin juga menyukai