Anda di halaman 1dari 3

TARI KIPAS

Sejarah Tari Kipas


Dikutip dari buku Fakta Menakjubkan Tentang Indonesia;
Wisata Sejarah, Budaya, dan Alam milik Navita Kristi,
dkk., konon Tari Kipas berasal dari kisah mengenai
perpisahan di antara penghuni lino atau disebut sebagai
penghuni bumi dengan penghuni boting langi atau
penghuni dari negeri kayangan.
Saat sebelum berpisah, boting langi mengajarkan lino
tentang cara bercocok tanam, beternak, hingga berburu melalui suatu gerakan-gerakan. Pada akhirnya,
gerakan tersebut digunakan sebagai gerakan tari ritual oleh masyarakat penduduk lino.
Ada juga yang menghubungkan tarian kipas ini dengan legenda dari Tumarunung ri Tamalete yang
merupakan raja pertama dari Kerajaan Gowa. Diduga, Tari Kipas ini digunakan sebagai tarian
pengiring dari Raja Tumanurung ri Tamalate.
Tarian kipas Pakarena juga sempat menjadi tarian istana di masa Sultan Hasanuddin, yaitu Raja Gowa
ke-16. Tarian ini bercirikan dengan kipas dan selendang yang dibawa oleh para penarinya.
Tarian ini terus tumbuh dan berkembang dengan cara turun-temurun. Pada saat itu, tarian ini juga
dianggap sebagai tarian yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Meski begitu, tarian ini tetap
dilestarikan oleh masyarakat setempat.
Dilihat dari sejarahnya, Tari Kipas ini bisa dimaknai dari segala sisi. Dihimpun dari buku Ensiklopedi
Seni Tari Nusantara: Kalimantan Barat hingga Maluku karya R. Toto Sugiarto, berikut makna-
maknanya:

 Sebagai tari pengiring raja: Hingga pada saat ini tarian kipas pakarena masih difungsikan sebagai tari
pengiring Raja Gowa.
 Sebagai tari ritual: Tarian ini digelar sebagai bentuk pengucapan terima kasih kepada bumi dan
langit.
 Wujud syukur: Pada awalnya, tarian ini digunakan sebagai wujud dari bersyukur karena pertanian
berjalan dengan baik dan hasil panen melimpah.
 Sarana dakwah: Melalui gerakannya, tari kipas mengajarkan bahwa dalam menjalani kehidupan
manusia haruslah sabar dan tidak mudah putus asa.

Terlepas dari sejarah Tari Kipas ini, setiap gerakan yang dilakukan penarinya memiliki makna
kehidupan bagi masyarakat Gowa. Penari perempuan membawakan gerakan-gerakan yang
menggambarkan ekspresi kesantunan, kelembutan, kepatuhan, kesetiaan, serta sikap menghormati.
Sifat-sifat inilah gambaran dari wanita Gowa.
Sementara itu, para pria yang menabuh alat musik tradisional sekaligus mengiring tarian dengan
gerakan cepat, mencerminkan ketangguhan dan ketangkasan para pria Gowa.
Dapat disimpulkan, selain menjadi hiburan rakyat, makna Tari Kipas Pakarena juga menjadi gambaran
kehidupan sosial masyarakat Gowa secara umum.

Properti Tari Kipas


Para penari kipas menggunakan pakaian tradisional dari
masyarakat Bugis-Makassar, yaitu baju bodo. Baju bodo
ini terbuat dari kain kasa yang transparan dengan lengan
pendek, kemudian dijahit bersambung dengan bagian lengan
dalam.
Baju bodo memiliki bentuk persegi empat dan panjangnya sampai lutut para penarinya. Pada zaman
dahulu, baju bodo terdiri dari berbagai warna tertentu yang berguna sebagai penanda sosial dalam
masyarakat.
Namun, seiring dengan perkembangan waktu, warna dari baju bodo sudah umum hingga bisa terdiri
dari campuran beberapa warna. Bahan kainnya sendiri terbuat dari kain sutra. Selain itu, para penari
juga bisa menggunakan sarung polos ataupun dengan motif tertentu.
Untuk menambah semarak kostum, digunakan properti utama yang menjadi ciri khas Tari Kipas
Pakarena ini. Propertinya di antaranya sebagai berikut:
1. Kipas
Properti yang wajib pada saat pertunjukkan dari Tari Kipas Pakarena ialah kipas. Kipas yang
digunakan memiliki ukuran besar dan jenis kipas lipat.
Biasanya, para penari akan membawa kipas berjumlah dua, yakni pada tangan kanan dan kiri. Kipas
yang digunakan memiliki warna cerah seperti, kuning, ungu, putih, dan merah. Para penari juga harus
memiliki keterampilan dalam memegang kipas.
2. Selendang
Properti selendang biasanya diselempangkan pada pundak
kiri para penari. Warna dari selendang yang digunakan
biasanya disesuaikan dengan kostum para penari.

Pola Lantai Tari Kipas


Para penari harus bekerja sama di setiap posisi pola
lantainya. Mayoritas gerakannya bergeser ke kanan, kiri, depan, dan belakang.
Terdapat pula pola lantai melingkar yang memberi simbol kehidupan manusia. Selain itu, pandangan
dari para penari tertuju pada lantai yang paling jauh, yaitu sekitar 2-3 meter dari ujung kaki para penari.
Gerakan yang dilakukan oleh para penari biasanya gerakan tangan yang terayun ke kanan, kiri, serta
depan secara beraturan dan dalam tempo yang lambat. Gerakan pada tangan hanya terangkat sebatas
bahu.
Menurut buku Pembelajaran Tari dalam Kurikulum PAUD tulisan Dessy Putri Wahyuningtyas, di
dalam penyajian atau pertunjukkan Tari Kipas Pakarena ini gerakannya terbagi menjadi beberapa
bagian, diantaranya:
1. Jangang Leak leak
Jangang leak leak memiliki arti ayam berkokok. Pada jaman dahulu, tarian ini dipertunjukan
semalaman penuh dan ditutup saat subuh, yaitu pada saat ayam berkokok. Tarian ini merupakan bagian
ketiga dalam Tari Kipas Pakarena.
2. Samboritta
Samborita atau berteman merupakan bagian dari gerakan Tari Kipas Pakarena yang dilakukan
semalaman penuh. Bagian ini memiliki arti sebagai bentuk penghormatan kepada para pengunjung.
3. Bisei Ri Lau’
Bagian ini dipertunjukkan saat babak kedua dengan makna bergerak ke arah matahari terbit.

4. Ma’biring Kassi
Bagian ini memiliki arti yaitu mendarat ke pantai. Biasanya bagian ini dipertunjukkan pada saat babak
kedua, agar permohonan yang disampaikan terkabul.
5. Angongkamalino
Tarian ini disajikan pada babak kedua yang memiliki arti angin tidak berhembus dan tidak membawa
kesejukan. Bagian ini menggambarkan perasaan yang kecewa.
6. Anni-anni
Bagian ini juga disajikan pada babak kedua. Anni anni memiliki arti suatu pekerjaan yang dikerjakan
dengan tekun akan membuahkan hasil yang baik.
7. Dalle Tabbua
Bagian ini juga ditarikan pada babak kedua. Maknanya segala sesuatu dilakukan secara berulang dan
tidak boleh mudah putus asa.
8. Iyolle’
Bagian ini memiliki makna kebenaran yang terus dicari, agar hidup menjadi tenang dan tentram.
9. So’nayya
Bagian ini juga disajikan pada babak kedua dan memiliki makna seseorang tidak boleh berharap yang
terlalu tinggi, tanpa adanya usaha dan doa.
10. Lambassari
Bagian ini bermakna apa yang diusahakan tidak melulu berakhir dengan bahagia, melainkan ada yang
berakhir dengan kekecewaan.
11. Sanro Beja’
Bagian ini juga disajikan pada babak kedua. Sanro beja’ memiliki arti mengenai cara merawat diri bagi
perempuan setelah melahirkan.
12. Leko’ Bo’dong
Bagian ini diumpamakan sebagai bulan purnama yang memiliki bentuk sempurna dan sinarnya terang.

Anda mungkin juga menyukai