Anda di halaman 1dari 7

Home Adat Asal Usul Tari Tari Piring, Mengenal Asal Usul, Sejarah, dan Gerakannya

Tari Piring, Mengenal Asal Usul, Sejarah, dan Gerakannya Administrator Add Comment Adat,
Asal Usul, Tari Senin, 07 September 2015 Selain rumah gadang dan rasa masakannya yang
nikmat, Sumatera Barat juga dikenal sebagai provinsi dengan tingkat kebudayaan yang tinggi
pada masa lampau. Berbagai peninggalan budaya terdapat di sana, salah satu yang unik misalnya
tari piring. Tari piring merupakan tarian yang berasal dari adat khas suku Minangkabau yang
sudah begitu terkenal di seantero dunia. Keunikan tersendiri yang membedakan tarian ini dengan
jenis tarian lain di nusantara telah berhasil mengundang decak kagum. Bagi Anda yang mungkin
ingin mengenal tarian adat yang atraktif satu ini lebih dalam, simaklah pemaparan penulis Blog
Kisah Asal Usul mengenai asal usul, sejarah, gerakan, kostum, dan makna tari piring berikut ini.
Tari Piring Asal Usul dan Sejarah Tari Piring Asal Usul dan Sejarah Tari Piring Tari piring
dipercaya telah ada sejak sekitar abad ke 12 Masehi, terlahir dari kebudayaan asli masyarakat
Minangkabau di Sumatera Barat. Tarian ini dulunya merupakan tarian persembahan bagi para
dewa yang telah mengkaruniakan hasil panen yang berlimpah selama setahun. Perlu diketahui
bahwa sebelum masuknya Islam, masyarakat Minangkabau mayoritas masih memeluk agama
Hindu, Budha, dan sebagian Animisme. Masuknya Islam ke tanah Sumatera pada abad ke 14
secara tidak langsung ikut mempengaruhi perkembangan tari piring. Semenjak ajaran Islam
mulai dianut oleh mayoritas masyarakat, peruntukan tari piring pun berubah. Tari piring bukan
lagi ditujukan sebagai tari persembahan bagi para dewa, melainkan hanya sebagai tontonan bagi
masyarakat. Tarian ini dipertunjukan setiap kali ada acara hajatan sebagai hiburan semata. Dalam
perjalanan sejarahnya, tari piring kontemporer mengalami banyak pembaruan, mulai dari musik
yang mengiringinya, gerakan, koreografi, hingga komposisi pemain. Adalah Huriman Adam,
seorang seniman tanah Minang yang telah berkontribusi besar pada kepopuleran tari ini di masa
kini. Gerakan Tari Piring Gerakan Tari Piring Berbagai gerakan dalam Tari Piring adalah
perpaduan yang laras antara seni tari yang indah, gerakan akrobatis, dan gerakan bermakna
magis. Gerakan tarian yang dibawakan secara berkelompok oleh 3-5 personil ini sangat beragam.
Gerakan-gerakan tersebut secara keseluruhan sebetulnya menceritakan tentang tahapan-tahapan
kegiatan dalam budidaya tanaman padi yang menjadi mata pencaharian masyarakat adat Minang
tempo dulu. Kostum Penari Piring Sedikitnya ada 20 gerakan tari piring yang harus dibawakan
para penari untuk dapat mempertunjukan tari piring yang sempurna. Keduapuluh gerakan
tersebut antara lain: Gerak pasambahan; gerakan yang dibawakan oleh para penari pria ini adalah
gerakan pembuka tari piring. Gerakan ini memiliki makna sebagai wujud syukur kepada Allah
swt dan bentuk permohonan penari pada para penonton yang menyaksikan, supaya tidak
merusak jalannya pertunjukan. Gerak singanjuo lalai; gerakan yang dibawakan oleh para penari
wanita ini sangat lemah lembut melambangkan suasana pagi yang sejuk. Gerak mencangkul;
gerakan tari piring yang menceritakan sekumpulan petani yang tengah mengolah tanah
sawahnya. Gerak menyiang; gerakan ini menceritakan aktivitas para petani saat tengah
menyiangi atau membersihkan rerumputan di sawah mereka. Gerak membuang sampah; gerakan
ini menceritakan kegiatan para petani yang tengah membuang sisa-sisa sampah hasil menyiangi
yang ia lakukan sebelumnya. Gerak menyemai; gerakan ini menceritakan para petani yang
tengah menyemai benih padi yang akan ditanam. Selain keenam gerakan tersebut, ada 14
gerakan lain yang harus dilakukan oleh para penari. Gerakan-gerakan tersebut antara lain gerak
memagar, gerak mencabut benih, gerak bertanam, gerak melepas lelah, gerak mengantar juadah,
gerak menyabit padi, gerak mengambil padi, gerak manggampo padi, gerak menganginkan padi,
gerak mengirik padi, gerak menumbuk padi, gotong royong, gerak menampih padi, dan gerak
menginjak pecahan kaca. Keseluruh gerakan tersebut dapat dilihat pada video berikut ini. Iringan
Musik Tari Piring Keduapuluh gerakan tari piring di atas dilakukan dengan tempo cepat dengan
diiringi iringan musik berirama syahdu yang menggambarkan rasa kebersamaan, kegembiraan,
dan semangat. Iringan Musik Tari Piring Iringan musik dalam tari piring sendiri berasal dari 2
alat musik, yaitu talempong dan saluang. Talempong adalah alat musik pukul yang terbuat dari
kayu, kuningan, atau batu. Bentuknya mirip seperti bonang, sedangkan saluang adalah alat musik
tiup yang terbuat dari bambu tipis mirip seperti suling. Selain dengan iringan kedua alat musik
tersebut, tari piring juga diiringi dengan suara gemerincing cincin yang dikenakan para
penarinya. Kostum Penari Piring Ketika menari, para penari wajib mengenakan kostum khusus.
Kostum tari piring untuk pria dan wanita ini dijelaskan seperti pada tabel berikut. Kostum Penari
Pria Kostum Penari Wanita Busana rang Mudo, berupa baju berlengan lebar yang dihiasi dengan
renda emas. Saran galembong, celana berukuran besar di bagian tengahnya khusus untuk tari
piring. Sisamping, kain songket yang dililitkan di pinggang hingga lutut. Cawek pinggang, ikat
pinggang yang terbuat dari kain songket. Deta atau destar, yaitu penutup kepala berbentuk
segitiga yang dibuat dari kain songket khas pria Minangkabau. Baju kurung yang terbuat dari
kain beludru dan kain satin. Kain songket. Selandang songket yang dipasang di badan bagian
kiri. Tikuluak tanduak balapak yaitu penutup kepala khas wanita Minangkabau yang terbuat dari
bahan songket dengan bentuk menyerupai tanduk kerbau. Aksesoris lain berupa anting, kalung
gadang, dan kalung rambai. Nah, demikianlah pemaparan mengenai asal usul tari piring,
gerakan, kostum, serta maknanya bagi masyarakat Minangkabau. Cukup terta

Sumber: http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/09/tari-piring-asal-usul-sejarah-kostum-
gerakan.html
Disalin dari Blog Kisah Asal Usul.

Tarian Mangaru di Buton, Tarian Mistis Para Lelaki Kebal


La Yusrie 16:05 Tradisi Budaya
Matahari turun condong ke barat mendekati terbenamnya. Orang-orang berlalu lalang dengan

bersongkok dan sajadah disampirkan meliliti leher. Ini baru usai salat Asar di sebuah masjid

kampung desa Nepa Mekar. Sore ini di halaman samping masjid akan ada pagelaran tari yang

telah puluhan tahun tari ini tidak ditarikanTari Mangaru

Sejak seorang peserta tari terburai keluar usus perutnya karena tikaman lawan tarinya, tari ini

memang kemudian dihentikan. Setelah puluhan tahun lamanya bunyi gendang tari mangaru tak

terdengar di tabuh, tari budaya itu sepertinya terus hidup dalam ingatan kolektif mereka. Dua

puluh tahun berlalu, kini kaum muda desa itu kemudian menginisiasi dihidupkannya lagi

kembali tari tradisi budaya mereka itu.

Maka bunyi gendang tari mangaru bertalulah lagi dalam irama cepat beratur yang memancing

nyali. Orang-orang kemudian datang merubungi muasal datang suara gendang itu. Hanya ada
tiga orang pemukul gendang di sana, tak ada penari. Ini gendang ditabuhkan untuk siapa, kemana

para penari?

Kami ini hanya memukulkan gendang, mungkin mereka sedang Makanu, sebentar lagi akan

keluar mereka itu Begitu kata La Mbia seorang tua penabuh gendang ketika saya tanyai kemana

para penari. Rupanya karena tari ini bukan tari biasa, maka para penari memerlukan pula

persiapan yang luarbiasa, persiapan lahir batin yang memerlukan ritual rapal mantera yang

sakral, ritual samadi meminta berkah agar dilindungi. Persiapan inilah yang oleh orang Buton

dinamai Makanu

Tak lama berselang, ketika Makanu telah dirasai sempurna, tiba-tiba saja seseorang berjingrak

dengan sebelah kaki ditekuknya agak menaik. Setengah berlari ia memutari lingkaran yang

dibuat penonton. Ia memakai sarung dengan peci menenggeri kepalanya. Tampak sebilah pisau

badik berlekuk yang oleh orang-orang di sana dinamai Lolabi, gagah ia selipkan di dadanya. Ia

terus berjingkrak mengeluarkan suara-suara aneh yang tak saya mengerti. Ia tampaknya sedang

mengundang lawan.

Tak berselang lama seorang tua bersongkok peci pula, telah bongkok badannya melompat turun

dalam arena meladeni. Ia seperti kesurupan. Mereka berdua itu lalu saling unjuk gemulai dan

lentur gerak badan. Dalam posisi saling berhadapan salah seorang menarik keluar pisau badik

Lolabi dari sarung nya. Ia hunus telanjangkan badik Lolabi itu dan menuding-nudingkannya

pada seseorang lainnya di mukanya sebagai menantang beradu kuat ilmu kebal.
Seseorang di muka yang lawannya menyambut tudingan itu dengan erangan mistis. Ia

menghunus pula badik Lolabi nya. Ia keluarkan badik Lolabi nya itu dari sarungnya sehingga

tampak telanjang. Ia ayun-ayunkan badik Lolabi itu di udara sebagai isyarat menerima tantangan.

Ia berjalan menyusur lingkar arena sembari berjingkrak-jingkrak memutari lawannya. Mereka

berdua kemudian tampak seperti ayam yang dijerembab disabungkan, mereka bergumul adu

kuat saling serang menikam.

Mereka bergantian memberi badan untuk ditikami. Jika yang seorang menarik tangan hendak

menikam, pasangan tarinya membaca gerak itu dengan segera menadahkan badannya.

Bergantian mereka seperti itu sebelum kemudian irama gendang yang dipukul bertalu memberi

isyarat pada mereka untuk saling menghujamkan tikaman. Maka masing-masing dari mereka

saling berganti menikami badan lawan. Mata pisau Lolabi ditusukan memutar seperti diborkan

di badan para penari itu tetapi tak ada darah yang tumpah, tak ada kulit yang sobek, kebal

mereka semua penari itu.

Banyak penonton menutup mata, atau membuang pandangnya ke tempat lain. tak kuat nyali

melihat mata badik Lolabi yang datang hendak menusuk badan para penari itu. Tetapi pisau

badik Lolabi itu malah mental mengenai badan para penari itu. Badan para penari tak tertembusi

badik besi itu, ia lantak seperti terpental dan majal segan mendekati kulit daging para penari.

Kulit mereka keras menembaga, alot sebagai baja. Baru sekali ini saya melihat di muka mata

kepala sendiri pisau besi takut melempem, kalah melawan kulit daging manusia.
Inilah tari Mangaru, tari bukan sembarang tari. Tari yang ditarikan oleh para lelaki kesatria. tari

adu uji nyali dan ilmu kebal badan. Ini tarinya kaum lelaki sebagai pelambang jantannya. Adat

tradisi melihat tari ini sebagai ungkapan tanda syukur dan kemakmuran juga tentu kejantanan.

Dahulu tari ini rutin diadakan setiap kali usai musim panen dalam ritual yang dinamai Bongka a

Ta U atau usai lebaran Idul Fitri.

Tari ini adalah tari persembahan terima kasih kepada Tuhan Maha Kuasa atas karunia rahmat

dan rezeki-Nya. Orang-orang Buton meyakini jika dalam ritual tari ini ada peserta tak terlukai itu

pertanda panen akan meningkat baik dan berhasil, tetapi jika sebaliknya ada terluka ditembusi

badik badannya maka itu pertanda hal buruk bakal terjadi, benih tak berubah buah, panen bisa

gagal.

Silahkan datang di desa Lolibu atau di Wanepa-nepa (sekarang Nepa Mekar) kecamatan Lakudo

kabupaten Buton. Pada setiap kali ritual Bongka a Ta U atau usai Lebaran Idul Fitri tarian ini

rutin dilaksanakan. Hanya saja gerak saling menikamnya tidak lagi sevulgar dan seagresif
dahulu, tetapi bagi yang tidak biasa melihat ayunan pisau badik Lolabi dihunus telanjang tanpa

sarung, kulit dagingnya masih akan bergidik merasai ngeri.

Belakangan oleh Pemerintah Daerah Tarian Mangaru dipakai sebagai tari persembahan

menyambut tamu kehormatan. Tentu tidak dengan gerak menikam yang agresif, tidak dengan

saling tikam menusuk badan yang frontal. Ia hanyalah pertunjukan budaya seni gerak berperang

yang diaktualisasi dalam tarian. Mungkin serupa tarian Cakalele di Maluku, Velabhea di Papua,

atau tari-tari perang lainnya di Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai