Anda di halaman 1dari 9

Tari Tradisional

Tari tradisional adalah suatu tarian yang berasal dari masyarakat suatu daerah yang
sudah turun-temurun dan telah menjadi budaya masyarakat setempat.

Ciri-ciri tari tradisional:


Dikembangkan secara turun menurun.
Diiringi dengan menggunakan musik tradisional.
Berkembang dikalangan masyarakat biasa/ rakyat jelata.dll

Tari tradisional dibedakan menjadi 3 jenis tari, yaitu:


1. Tari Klasik
2. Tari Rakyat / folklasik
3. Tari Kreasi Baru

Contoh tari tradisional:


Tari Saman dari Aceh
Tari Baluse dari Sumatera Utara
Tari Piring dari Sumatera Barat
Tari Makan Sirih dari Riau
Tari Jaipong dari Jawa Barat

A. Tari Rakyat
Tari rakyat (tari folklasik) merupakan salah satu jenis tari tradisional yang lahir
dan berkembang dari kebudayaan masyarakat lokal dan ada sejak zaman primitif.
Tari rakyat diturunkan secara turun temurun hingga sampai sekarang ini. Tari
rakyat pada umumnya mempunyai beberapa ciri khasnya antara lain masih kental
dengan nuansa sosial, merujuk pada adat kebudayaan dan kebiasaan masyarakat
lokal, dan mempunyai gerak, rias, serta kostum yang masih sederhana.

Ciri-ciri khas tari rakyat:


Kental dengan nuansa sosial
Merujuk pada adat dan kebiasaan masyarakat
Memiliki gerak, rias, dan kostum yang sederhana.

Contoh tari rakyat:


tari Tayub, tari Piring, Lengger, Orek-Orek, Joget, Ndulalak, Sintren, Angguk,
Kubrasiwa, Buncis, dan tari Rodat. Bahwasannya perlu diketahui juga bahwa tari
rakyat pada umumnya masih sarat dengan nilai magis.
1. Tari Lengger

Tari Lengger yang termasuk kategori Tari Rakyat ini tentunya memiliki filosofi
tersendiri. Lengger artinya tledhek laki-laki. Tarian ini sudah semi tarian
tradisional, yang sudah sangat lama dikenal di tanah jawa tengah. Namun masih
dalam kategori Tarian Rakyat. Lengger sendiri berasal dari kata eling dan ngger.
Eling itu artinya mengingat. Kemudian Ngger itu adalah cara menyapa orang tua
kepada yang lebih muda. Makanya tarian lengger ini memberikan nasehat dan
pesan kepada setiap orang untuk dapat bersikap mengajak dan membela
kebenaran dan menyingkirkan kejelekan. Tarian ini juga memiliki tujuan katarsis
alias penyucian jiwa. Tarian Rakyat ini memang sudah dirintis di Dusun Giyanti
oleh tokoh kesenian dari desa Kecis, Kecamatan Selomerto, yaitu Bapa
Gondowinangun antara tahun 1910. Selanjutnya antara tahun 60-an. Tarian ini
dikembangkan oleh Ki Hadi Soewarno. Tari Rakyat ini sudah selayaknya di
lestariakan sampai sekarang. Walaupun sudah banyak bermunculan Tari
Tradisional dan Tari Kreasi Baru, Namun pelestarian Tari Rakyat tetap harus
dipertahankan.

Tari Lengger ini biasanya tidak lepas dari penutup wajah yang dinamakan Topeng.
Tarian dengan asesoris topeng ini biasannya dipentaskan oleh dua orang, laki-laki
dan perempuan, laki-laki memakai topeng dan perempuan mengenakan baju
tradisional bahkan mereka biasa menggunakan baju kerakyatan yang masih
sangat sederhana. Tarian ini terdiri dari beberapa babak. Durasi menari
biasanya memakan waktu sekitar 10 menit dalam setiap babak. Saat ini sudah
mengalami perkembangan mengenai iringan tari lengger ini. Walaupun masuk
dalam kategori Tari Rakyat, namun Tarian saat ini tarian inibiasanya diiringi
alunan musik gambang, saron, kendang, gong, dan lainnya atau dengan
Seperangkat Gamelan.
Penari perempuan didandani seperti putri keraton jawa zaman dahulu dengan
menggunakan kemben dan selendang. Penari laki-laki tampil menggunakan topeng.
Tari Lengger ini oleh orang sekarang dinamai Tari Topeng Lengger atau Tayub
Topeng.

Bedanya antara Tayub Topeng (Lengger) dengan Tayub. Perbedaanya terletak


pada penarinya. Untuk Tari Tayub, Penari perempuannya biasanya perawan,
namun untuk Tari lengger bisa perempuan bisa laki-laki. Namun seiring
perkembangan zaman, kaidah itu sudah mulai berubah.

2. Tari Orek-orek

Tari yang termasuk Tari Rakyat ini memang tak cukup dikenal di luar daerah.
Tapi di ngawi jenis tari Rakyat ini sangatlah terkenal. Tari orek-orek adalah
satu dari macam-macam tari rakyat yang muncul sekitar tahun 1945. Tari Orek-
orek termasuk bagian dari tari pergaulan sebab tarian ini hanya untuk hiburan
saja. Tapi sekarang jenis tari Orek-Orek telah menjadi tari pertunjukan, dengan
harapan tarian ini bisa dikenal kembali oleh semua masyarakat yang melihatnya.
Tari Orek-orek sebetulnya berasal dari Jawa Tengah, lalu digarap dan juga
dikembangkan lagi di Kabupaten Ngawi.
Tari Orek-orek merupakan tarian khas Kabupaten Ngawi yang dimainkan secara
berpasangan oleh laki-laki dan perempuan. Jenis tari ini adalah salah satu
bentuk kesenian yang menyuguhkan tari kerakyatan dengan iringan alat musik
berupa gamelan. Tanpa hadirnya musik pengiring, maka tarian Rakyat satu ini
kurang semarak. Tari Orek-orek menggambarkan masyarakat sesudah selesai
bekerja, bergotong-royong, menari gembira untuk melepaskan segala rasa lelah
dan juga kepenatan. Gerak dari tari Orek-orek sangatlah sederhana, diulang-
ulang, dan juga monoton, tapi sampai sekarang masih tetap diminati dan eksis.
3. Tari Sintren

Tari Sintren adalah salah satu jenis tari dari banyak macam-macam tari rakyat
yang berasal dari Jawa tengah dan juga Jawa barat. Selain gerakan tarinya,
tarian jenis ini juga populer dengan unsur mistisnya sebab adanya ritual khusus
di dalam tari ini berupa pemangilan roh atau dewa. Tari Sintren telah tersebar
luas di beberapa tempat di Jawa barat dan Jawa tengah seperti di Cirebon,
Indramayu, Majalengka, Brebes, Pekalongan, Pemalang dan Banyumas. Menurut
sejarahnya, jenis tarian ini bermula dari kisah cinta Raden Sulandono dan
Sulasih yang tak memperoleh restu dari orang tua Raden Sulandono. Hal ini yang
membuat Ibunya memerintahkan Raden Sulandono untuk bertapa dan diberikan 1
lembar kain sebagai sarana untuk bertemu dengan kekasihnya Sulasih setelah
menyelesaikan pertapaannya. Sedangkan Sulasih diminta untuk menjadi penari
dalam setiap acara bersih desa sebagai syarat untuk bisa bertemu dengan Raden
Sulandono. Malam itu ketika bulan purnama, Raden Sulandono akhirnya turun dari
pertapaannya dan bersembunyi sambil terus membawa kain dari ibunya. Ketika
Sulasih menari, ia di rasuki oleh kekuatan Dewi Rantamsari. Melihatnya, Raden
Sulandono pun langsung melemparkan kain tersebut dan Sulasih pingsan. Dengan
segala kekuatan yang di punyai oleh Raden Sulandono, Sulasih bisa dibawa kabur
dan keduanya akhirnya bersatu dalam cinta. Semenjak itulah sebutan Sintren
muncul sebagai dasar dari Tari Sintren ini. Istilah Sintren sedniri merupakan
keadaan ketika penari mengalami kesurupan.

B. Tari Klasik
Pengertian tari klasik adalah tari tradisional yang lahir di lingkungan keraton,
hidup dan berkembang sejak zaman feodal, dan diturunkan secara turun temurun
di kalangan bangsawan.
Ciri khas tari klasik:
Berpedoman pada pakem tertentu (ada standardisasi)
Mempunyai nilai estetis yang tinggi dan makna yang dalam
Disajikan dalam penampilan yang serba mewah mulai dari gerak, riasan,
hingga kostum yang dikenakan.
Contoh tari klasik:
Tari Bedhaya
Tari Srimpi
Tari Golek
Tari Bondan
Tari Topeng Klana

1. Tari Topeng Klana dari Cirebon

Tari Topeng Klana Cirebon merupakan salah satu jenis tarian di tatar
Parahyangan. Ini merupakan kesenian khas daerah Cirebon. Di Cirebon,
sendiri tari topeng memiliki banyak jenis, dalam hal gerakan ataupun
cerita yang disampaikan. Biasanya tari topeng dimainkan oleh 1 penari
tunggal, tapi kadang juga dimainkan oleh beberapa orang penari. Tarian ini
adalah bagian lain dari jenis tari topeng yang lainnya yakni Tari Topeng
Kencana Wungu. Tari Topeng Klana adalah serangkaian gerakan tari yang
bercerita mengenai Prabu Minakjingga (Klana) yang tergila-gila akan
kecantikan Ratu Kencana Wungu, dan berusaha untuk mendapatkan cinta
dari pujaan hatinya. Tapi upaya pengejarannya tak membuahkan hasil.
Pada umumnya, bentuk dan juga warna topeng mewakili watak tokoh yang
sedang dimainkan. Klana, biasanya dimainkan dengan topeng dan juga
kostum yang didominasi dengan warna merah mewakili sifat yang
tempramental. Dalam tarian tersebut, Klana adalah orang yang serakah,
tak bisa menjaga keinginan yang menggebu-nggebu dan penuh amarah.
Sebagian gerak tarinya juga menggambarkan seseorang yang gagah,
marah, mabuk, dan tertawa terbahak-bahak.
2. Tari Serimpi dari Yogyakarta

Tari Serimpi merupakan salah satu jenis dari macam-macam tari klasik
yang berasal dari Yogyakarta yang dimainkan oleh beberapa penari wanita
yang cantik. Tarian ini menggambarkan kelemah lembutan dan kesopanan,
yang bisa dilihat dari gerakan yang lembut dan pelan oleh setiap
penarinya. Tari Serimpi ini pada awalnya adalah jenis tarian yang sakral
dan hanya dipertunjukan di lingkungan Keraton Yogyakarta saja. Menurut
sejarahnya, Tari Serimpi sudah ada semenjak masa kejayaan kerajaan
Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung. Karena memiliki sifat yang
sangat sakral, penarinya pun bukan penari yang sembarangan dan dipilih
langsung oleh keluarga Kerajaan. Tapi setelah Kerajaan Mataram terbagi
menjadi dua yakni Kesultanan Yogyakarta dan juga Kesunanan Surakarta,
tarian tersebut mulai mengalami beberapa perubahan dalam gerakan
meskipun inti dari tarian tersebut masih sama.
3. Tari Bedhaya Ketawang dari Surakarta

Tari Bedhaya Ketawang merupakan tarian kebesaran yang hanya dipentaskan


saat penobatan tahta raja di Kasunanan Surakarta yang sering disebut
dengan tarian sakral. Tari itu sendiri menggambarkan hubungan cinta antara
Kangjeng Ratu Kidul dan Raja Mataram. Semua itu diperlihatkan dalam gerak
tarinya. Lalu katakata yang tersirat dalam lagu pengiring tarian ini juga
menggambarkan curahan hati dari Kangjeng Ratu Kidul untuk sang Raja.
Tarian tersebut pada umumnya di mainkan oleh 9 penari wanita. Menurut
kepercayaan yang dianut masyarakat, setiap pementasan Tari Bedhaya
Ketawang dipercaya akan ada kehadiran kangjeng Ratu Kidul yang ikut menari
sebagai penari yang kesepuluh.

C. Tari Kreasi Baru


Pengertian tari kreasi baru adalah tari klasik yang diaransemen dan
dikembangkan sesuai perkembangan zaman, namun tetap mempertahankan nilai-
nilai yang terkandung di dalamnya. Tari kreasi baru umumnya diciptakan oleh
para pakar tari. Beberapa tari kreasi dapat kita lihat pada karya-karya Bagong
Kusudiarjo dan Sauti. Contoh tari kreasi baru misalnya Tari Kupu-Kupu, Tari
Merak, Tari Roro Ngigel, Tari Ongkek Manis, Tari Manipuri, dan Tari Roro Wilis.

1. Tari Merak (Jawa Barat)

Tari Merak merupakan salah satu ragam tarian kreasi baru yang
mengekspresikan kehidupan binatang, yaitu burung merak. Tata cara dan
geraknya diambil dari kehidupan merak yang diangkat ke pentas oleh Seniman
Sunda Raden Tjetje Somantri. Merak yaitu binatang sebesar ayam, bulunya
halus dan dikepalanya memiliki seperti mahkota. Kehidupan merak yang selalu
mengembangkan bulu ekornya agar menarik burung merak wanita
menginspirasikan R. Tjetje Somantri untuk membuat tari Merak ini. Dalam
pertunjukannya, ciri bahwa itu adalah terlihat dari pakaian yang dipakai
penarinya memiliki motif seperti bulu merak. Kain dan bajunya menggambarkan
bentuk dan warna bulu-bulu merak; hijau biru dan/atau hitam. Ditambah lagi
sepasang sayapnya yang melukiskan sayap atau ekor merak yang sedang
dikembangkan. Gambaran merak akan jelas dengan memakai mahkota yang
dipasang di kepala setiap penarinya. Tarian ini biasanya ditarikan berbarengan,
biasanya tiga penari atau bisa juga lebih yang masing-masing memiliki fungsi
sebagai wanita dan laki-lakinya. Iringan lagu gendingnya yaitu lagu Macan Ucul.
Dalam adegan gerakan tertentu terkadang waditra bonang dipukul di bagian
kayunya yang sangat keras sampai terdengar kencang, itu merupakan bagian
gerakan sepasang merak yang sedang bermesraan. Dari sekian banyaknya tarian
yang diciptakan oleh Raden Tjetje Somantri, mungkin tari Merak ini merupakan
tari yang terkenal di Indonesia dan luar negeri. Tidak heran kalau seniman Bali
juga, diantaranya mahasiswa Denpasar menciptakan tari Manuk Rawa yang
konsep dan gerakannya hampir mirip dengan tari Merak.
2. Tari Rara Ngigel

Tari Rara Ngigel adalah sebuah tari yang dikoreografikan oleh Ida Wibowo,
putri guru tari terkenal Bagong Kussudiarjo. Tarian ini menceritakan tumbuhnya
seorang gadis yang beranjak dewasa. Tari Rara Ngigel biasanya ditarikan oleh
wanita, tetapi kadang ditarikan berpasangan dengan pria. Gerak tari yang lembut
diinspirasi dari gerak-gerak tari gaya Yogyakarta, sedangkan gerak-gerak yang
tegas dan patah-patah diinspirasi dari gerak jawa barat an. Sedangkan untuk
pakaian merupakan percampuran dari budaya jawa dan cina, terlihat dari tusuk
konde yang dipake di kepala.
3. Tari Kupu Kupu
Tari kupu-kupu atau tari kupu-kupu tarum adalah salah satu dari sekian banyak
tarian yang berasal dari Bali. Keberadaan Bali dalam sisi seni budaya, keindahan
alam dan religiusitasnya telah diakui dan dikenali oleh masyarakat Internasional.
Maka tak heran jika banyak budayawan dan seniman Bali yang terkenal dalam
pentas dunia seni internasional. Tarian kupu-kupu adalah jenis tarian grup putri
yang dimainkan oleh lima orang perempuan atau lebih. Tarian ini menggambarkan
kupu-kupu berwarna biru tua atau tarum yang sedang terbang dan hinggap dari
satu bunga ke bunga lainnya. Secara filosofis, tarian kupu-kupu adalah
penggambaran keindahan, kedamaian dan eksotoknya pulau Bali. Gerakan yang
gemulai dengan komposisi gerak yang dinamis dan menawan, menjadikan tarian
kupu- sedikit berbeda dengan nuansa yang diciptakan oleh tarian Bali pada
umumnya sehingga lebih terkesan nuansa damai saat menontonya. Serta
perpaduan warna kostum antara kain berwarna gelap dan terang seperti biru,
kuning emas, dan hijau tua serta mahkota yang berkilauan dengan pernak-pernik
keemasan, menggambarkan keindahan dalam kontrasnya perbedaan. Seperti
keindahan alam, kondisi sosial, ragam karya seni, budaya serta keyakinan
masyarakat Bali yang bersatu dalam keharmonisan gerak. Iringan musiknya pun,
meski dengan alat yang sama yakni gamelan Bali, ada harmoni nada dengan birama
yang lembut. Tidak menghentak-hentak seperti tari kecak.

Anda mungkin juga menyukai