Anda di halaman 1dari 5

TOKOH PKI MADIUN

1. MUSO 4. MH LUKMAN

2. AMIR SYARIFUDIN 5. LUKMAN NJOTO

3. DN AIDIT
TOKOH PKI MADIUN

1. Muso, anak seorang KH Hasan Muhyi alias Rono Wijoyo, seorang pelarian pasukan
Diponegoro

Negara Republik Soviet Indonesia yang diproklamirkan tokoh komunis Muso di Madiun tak
berumur panjang. Negara yang didirikan tanggal 18 September 1948 itu langsung
dihancurkan pasukan TNI yang menyerang dari Timur dan Barat. Dalam waktu dua minggu,
kekuatan bersenjata tentara Muso dihancurkan pasukan TNI.Muso, Amir Syarifuddin dan
pimpinan PKI Madiun melarikan diri. Di tengah jalan, Amir dan Muso berbeda pendapat.
Muso melanjutkan perjalanan hanya ditemani beberapa pengawal.Tanggal 31 Oktober,
pasukan TNI di bawah pimpinan Kapten Sumadi memergoki Muso di Purworejo. Muso
menolak menyerah dan melarikan diri. Dia bersembunyi di sebuah kamar mandi. Di sana dia
terlibat baku tembak hingga tewas. Beberapa sumber menyebutkan jenazah Muso kemudian
dibawa ke alun-alun dan dibakar. Temuan baru muncul mengungkap siapa sebenarnya
Musso atau Munawar Musso alias Paul Mussote (nama ini tertulis dalam novel fiksi Pacar
Merah Indonesia karya Matu Mona), tokoh komunis Indonesia yang memimpin Partai
Komunis Indonesia (PKI) pada era 1920-an. Nama Musso terus berkibar hingga
pemberontakan Madiun 1948.
Musso dilahirkan di Kediri, Jawa Timur 1897. Sering disebut-sebut, Musso adalah anak dari
Mas Martoredjo, pegawai kantoran di Kediri. Penelusuran merdeka.com mengungkap cerita
lain, bahwa Musso ternyata putra seorang kiai besar di daerah Kecamatan Pagu, Kabupaten
Kediri, Jawa Timur. Kiai besar itu adalah KH Hasan Muhyi alias Rono Wijoyo, seorang
pelarian pasukan Diponegoro. Kabar bahwa Musso diragukan sebagai anak Mas Martoredjo
muncul dari informasi awal Ning Neyla Muna (28), keluarga Ponpes Kapurejo, Pagu, Kediri
yang menyebut Musso itu adalah keluarga mereka.
Sulit untuk dipercayai, jika Musso anak pegawai kantoran biasa di desa, bisa menjadi
pengikut Stalin dan fasih berbahasa Rusia. Bahkan untuk berteman dengan Stalin dan bisa
melakukan aktivitasnya yang menjelajah antarnegara hanya bisa dilakukan oleh orang-orang
kaya di masa itu. Kalau bukan anak orang berpengaruh, sulit pula baginya menjadi pengurus
Sarekat Islam pimpinan H.O.S Tjokroaminoto. Selain di Sarekat Islam, Musso juga aktif di
ISDV (Indische Sociaal-Democratishce Vereeniging atau Persatuan Sosial Demokrat Hindia
Belanda). Saat di Surabaya Musso pernah kos di Jl. Peneleh VII No. 29-31 rumah milik
HOS Tjokroaminoto, guru sekaligus bapak kosnya. Selain Musso di rumah kos itu juga ada
Soekarno, Alimin, Semaun, dan Kartosuwiryo.
Musso, Alimin, dan Semaun dikenal sebagai tokoh kiri Indonesia. Sedangkan nama yang
terakhir, menjelma menjadi tokoh Darul Islam, ekstrem kanan. Mereka dicatat dalam sejarah
perjalanan revolusi di Indonesia.

Saat kos itu, Musso menjadi salah seorang sumber ilmu Bung Karno dalam setiap
percakapan. Seperti misalnya saat Musso menyoal penjajahan Belanda, "Penjajahan ini
membuat kita menjadi bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa."
Merdeka.com menemui KH Mohammad Hamdan Ibiq, pengasuh Ponpes Kapurejo, Pagu
Kediri untuk bertanya tentang siapa Musso. "Saya hanya mengetahui Musso memang
keluarga besar Ponpes Kapurejo, namun yang paham itu adalah KH Muqtafa, paman kami.
Yang saya pahami Musso itu anak gawan (bawaan), jadi saat KH Hasan Muhyi menikahi
Nyai Juru, Nyai Juru sudah memiliki putra salah satunya Musso. Makam keduanya berada di
komplek Pondok Pesantren Kapurejo," kata Gus Ibiq paggilan akrab KH Hamdan Ibiq, akhir
bulan lalu. Penelusuran dilanjutkan ke rumah KH Muqtafa di Desa Mukuh, Kecamatan
Kayen Kidul, Kabupaten Kediri. Tiba di rumah KH Muqtafa, si empunya rumah tampak
sedang asyik mutholaah kitab kuning (membaca dan memahami kitab kuning) tepat di depan
pintu rumahnya. Setelah mengucapkan salam dan dijawab, kemudian Kyai Tafa
mempersilakan masuk. Rumah lelaki pensiunan pegawai Departemen Agama ini tampak
asri, tembok warna putih dan ada bagian gebyog kayu jati yang menandakan pemiliknya
orang lama. Ditambah beberapa hiasan kaligrafi Arab yang ditulis dengan indah menempel
di antara dinding rumahnya. Selanjutnya Kiai Tafa masuk ke rumah induk dan berganti
pakaian yang semata-mata dia lakukan untuk menghormati tamunya.
Lima menit berlalu, Kiai Tafa keluar dan menanyakan maksud kedatangan. Sebelumnya
lelaki yang sudah tampak uzur ini menyatakan meski keturunan keluarga pesantren, dia tak
memiliki santri. Sebab dia harus menjadi pegawai negeri dan berpindah-pindah tempat.
"Mau bagaimana lagi memang harus seperti itu," kata Kiai Tafa membuka perbincangan.
Setelah mengutarakan maksud dan tujuan untuk mengetahui sejarah Ponpes Kapurejo,
kemudian penuh semangat, Kiai Tafa menjelaskan secara gamblang dengan suara yang
sangat berwibawa. Belum membuka pembicaraan tentang Musso, merdeka.com hanya ingin
mengetahui arah pembicaraannya seperti yang disampaikan Gus Ibiq, bahwa Kyai Tafa lah
yang menjadi kunci silsilah keluarga Pondok Pesantren, Kapurejo.
"KH Hasan Muhyi itu orang Mataram, sebenarnya namanya adalah Rono Wijoyo. Beliaulah
pendiri Pondok Pesantren Kapurejo. Beliau menikah sebanyak tiga kali, istri pertamanya
adalah Nyai Juru. Dari pernikahannya yang pertama itu KH Hasan Muhyi diberikan 12
putra. Dan maaf salah satunya mungkin orang mengenal dengan nama Musso," ujar Kiai
Tafa yang sedikit canggung ketika menyebut nama Musso.
Meski canggung, Kiai Tafa kembali menegaskan itulah fakta sejarah. "Mau bagaimana lagi
itulah fakta sejarah," tukasnya.

2. Amir Syarifuddin, Menteri Yang Selingkuhi NASAKOM

Amir Syarifuddin pernah menempati sejumlah posisi penting saat Indonesia baru merdeka.
Dia pernah menjadi Menteri Penerangan, Menteri Pertahanan, bahkan Perdama Menteri
Republik Indonesia. Tapi hasil perjanjian Renville memutar nasib Amir 180 derajat.Saat itu
Amir menjadi negosiator utama RI dalam perjanjian itu. Isi perjanjian Renville memang tak
menguntungkan RI. Belanda hanya mengakui Yogyakarta, Jawa Tengah dan Sumatera.
Maka Amir dikecam kiri-kanan. Kabinetnya jatuh. Dia kemudian bergabung dengan Muso
dalam Negara Republik Soviet Indonesia di Madiun tanggal 19 September 1948.Saat
pemberontakan Madiun dihancurkan TNI, Amir melarikan diri. Dia akhirnya ditangkap TNI
di hutan kawasan Purwodadi. Tanggal 19 Desember 1948, bersamaan dengan Agresri Militer
II, Amir ditembak mati bersama para pemberontak Madiun yang tertangkap. Eksekusi
dilakukan dengan buru-buru. Sebelum meninggal Amir menyanyikan lagu internationale,
yang merupakan lagu komunis. Amir juga sempat menyanyikan lagu Indonesia Raya. Peluru
seorang polisi militer mengakhiri hidupnya.
3. Dipa Nusantara Aidit, Akhiri Hidup Dengan Berondongan AK-47

Dipa Nusantara (DN) Aidit langsung melarikan diri dari Jakarta saat Gerakan 30 September
1965 gagal. Aidit lari ke daerah basis PKI di Yogyakarta. Aidit lalu berkeliling ke Semarang
dan Solo. Dia masih sempat menemui beberapa pengurus PKI di daerah untuk melakukan
koordinasi.Tanggal 22 November 1965, Aidit ditangkap pasukan Brigade Infantri IV
Kostrad di kampung dekat Stasiun Solo Balapan. Aidit bersembunyi dalam sebuah ruangan
yang ditutup lemari. Kepada Komandan Brigif IV, Kolonel Jasir Hadibroto, Aidit minta
dipertemukan dengan Soekarno. Aidit mengaku sudah membuat pengakuan tertulis soal
G30S. Dokumen itu rencananya akan diberikan pada Soekarno. Tapi keinginan Aidit tak
pernah terpenuhi. Keesokan harinya, Jasir dan pasukannya membawa Aidit ke sebuah sumur
tua di belakang markas TNI di Boyolali. Aidit berpidato berapi-api sebelum ditembak.
Berondongan AK-47 mengakhiri hidup Ketua Comite Central PKI itu. Kuburan pasti Aidit
tak diketahui hingga kini.
Dipa Nusantara Aidit pada 1980-an adalah Syu'bah Asa. Seniman dan wartawan ini
memerankan Ketua Umum Comite Central Partai Komunis Indonesia itu dalam film
Pengkhianatan G-30-S/PKI. Setiap 30 September film itu diputar di TVRI. Lalu di depan
layar kaca kita ngeri membayangkan sosoknya: lelaki penuh muslihat, dengan bibir bergetar
memerintahkan pembunuhan itu.
Di tempat lain, terutama setelah Orde Baru runtuh dan orang lebih bebas berbicara, PKI
didiskusikan kembali. Juga Aidit. Pikiran-pikirannya dipelajari seperti juga doktrin-doktrin
Marxisme-Leninisme. Dalam sebuah diskusi di Yogyakarta, seorang penulis muda pernah di
luar kepala mengutip doktrin 151--ajaran dasar bagi kaum kiri dalam berkesenian. Diam-
diam komunisme dipelajari kembali dan Aidit menjadi mitos lain: sang idola.
Dia memulai "hidup" sejak belia. Putra Belitung yang lahir dengan nama Achmad Aidit itu
menapaki karier politik di asrama mahasiswa Menteng 31--sarang aktivis pemuda "radikal"
kala itu. Bersama Wikana dan Sukarni, ia terlibat peristiwa Rengasdengklok--penculikan
Soekarno oleh pemuda setelah pemimpin revolusi itu dianggap lamban memproklamasikan
kemerdekaan. Ia terlibat pemberontakan PKI di Madiun, 1948. Usianya baru 25 tahun.
Setelah itu, ia raib tak tentu rimba. Sebagian orang mengatakan ia kabur ke Vietnam Utara,
sedangkan yang lain mengatakan ia bolak-balik Jakarta-Medan. Dua tahun kemudian, dia
"muncul" kembali.
Aidit hanya butuh waktu setahun untuk membesarkan kembali PKI. Ia mengambil alih partai
itu dari komunis tua--Alimin dan Tan Ling Djie--pada 1954, dalam Pemilu 1955 partai itu
sudah masuk empat pengumpul suara terbesar di Indonesia. PKI mengklaim beranggota 3,5
juta orang. Inilah partai komunis terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan Republik Rakyat
Cina.
Dalam kongres partai setahun sebelum pemilu, Aidit berpidato tentang "jalan baru yang
harus ditempuh untuk memenangkan revolusi." Dipa Nusantara bercita-cita menjadikan
Indonesia negara komunis. Ketika partai-partai lain tertatih-tatih dalam regenerasi kader,
PKI memunculkan anak-anak belia di tampuk pimpinan partai: D.N. Aidit, 31 tahun, M.H.
Lukman (34), Sudisman (34), dan Njoto (27).
Tapi semuanya berakhir pada Oktober 1965, ketika Gerakan 30 September gagal dan
pemimpin PKI harus mengakhiri hidup di ujung bedil. Aidit sendiri tutup buku dengan cara
tragis: tentara menangkapnya di Boyolali, Jawa Tengah, dan ia tewas dalam siraman satu
magazin peluru senapan Kalashnikov serdadu.

4. MH Lukman, Anak Kesayangan Proklamator RI Muhammad Hatta

Muhammad Hatta Lukman, orang kedua di Partai Komunis Indonesia setelah Aidit. Bersama
Njoto dan Aidit, ketiganya dikenal sebagai triumvirat, atau tiga pemimpin PKI. MH Lukman
mengikuti ayahnya yang dibuang ke Digoel, Papua. Sejak kecil dia terbiasa hidup di tengah
pergerakan. Nama Muhammad Hatta diberikan karena Lukman sempat menjadi kesayangan
Mohammad Hatta, proklamator RI.
Tapi seperti beberapa tokoh pemuda Menteng 31 pada tahun 1945, Lukman memilih
komunis sebagai jalan hidup. Setelah pemberontakan Madiun 1948, triumvirat ini langsung
melejit, mengambil alih kepemimpinan PKI dari para komunis tua. Di pemerintahan,
Lukman sempat menjabat wakil ketua DPR-GR.Tak banyak data mengenai kematian
Lukman. Saat itu beberapa hari setelah Gerakan 30 September gagal, Lukman diculik dan
ditembak mati tentara. Mayat maupun kuburannya tak diketahui. Tokoh Politbiro Comite
Central PKI Sudisman di pengadilan menyebut tragedi pembunuhan Aidit, Lukman dan
Njoto, sebagai jalan mati. Karena ketiganya tak diadili dan langsung ditembak mati.

5. Njoto, Orang Kepercayaan Soekarno Untuk Tulis Pidato Kenegaraan

Njoto merupakan Wakil Ketua II Comite Central PKI. Orang ketiga saat PKI menggapai
masa jayanya periode 1955 hingga 1965. Njoto juga kesayangan Soekarno. Aidit sempat
menganggap Njoto lebih Sukarnois daripada Komunis.Njoto menjadi menteri kabinet
Dwikora, mewakili PKI. Dia salah satu orang yang dipercaya Soekarno untuk menulis pidato
kenegaraan yang akan dibacakan Soekarno. Njoto seniman, pemusik, dan politikus yang
cerdas.Menjelang tahun 1965, isu berhembus. Njoto diisukan berselingkuh dengan wanita
Rusia. Ini yang membuat Aidit memutuskan akan memecat Njoto. Menjelang G30S, Njoto
sudah tak lagi diajak rapat pimpinan tinggi PKI.
Kematian Njoto pun simpang siur. Kabarnya tanggal 16 Desember 1965, Njoto pulang
mengikuti sidang kabinet di Istana Negara. Di sekitar Menteng, mobilnya dicegat. Njoto
dipukul kemudian dibawa pergi tentara. Diduga dia langsung ditembak mati. Sama dengan
kedua sahabatnya, Aidit dan Lukman, kubur Njoto pun tak diketahui.

Anda mungkin juga menyukai