KELAS :VB
NO : 17
Nama : Sutomo
Lahir : Blauran, Surabaya, 3 Oktober 1920
Wafat : Padang Arafah, Arab Saudi, 7 Oktober 1981
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Gelar : Pahlawan Nasional Indonesia
Ia mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pendamping dekat Pangeran Diponegoro
yang dikebumikan di Malang. Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura. Ia
pernah bekerja sebagai polisi di kotapraja, dan pernah pula menjadi anggota Sarekat Islam,
sebelum ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk perusahaan mesin jahit Singer.
Sutomo dibesarkan dalam keluarga yang sangat menghargai pendidikan. Namun, pada saat usia
12 tahun ia terpaksa meninggalkan pendidikannua di MULO, Sutomo melakukan berbagai
pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu. Kemudian
ia menyelesaikan pendidikan HBS-nya lewat korespondensi namun tidak pernah resmi lulus.
Sutomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia), Sutomo menegaskan
bahwa filsafat kepanduan dan kesadaran nasionalis ia peroleh dari kelompok ini dan dari kakeknya
yang merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya.
Pada usia 17 tahun, Bung Tomo menjadi terkenal karena berhasil menjadi orang kedua di Hindia
Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda. Karena sebelum penduduk Jepang pada 1942,
peringkat ini hanya dicapai oleh tiga orang Indonesia.
Sutomo juga pernah menjadi seorang jurnalis pada Harian Soeara Oemoem di Surabaya pada tahun
1937. Setahun kemudian, ia menjadi Redaktur Mingguan Pembela Rakyat serta menjadi wartawan
dan penulis pojok harian berbahasa Jawa, Ekspres, di Surabaya pada tahun 1939.
Hingga pada tahun 1944, ia terpilih menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang di sponsori
Jepang, hampir tak seorang pun yang mengenal dia. Namun semua ini mempersiapkan Sutomo
untuk perannya yang sangat penting.
ketika bulan Oktober dan November 1945, ia menjadi salah satu pemimpin yang menggerakkan
dan membangkitkan semangat rakyat Surabaya yang ketika itu Surabaya diserang habis-habisan
oleh pasukan Inggris yang mendarat dan melucutkan senjata tentara pendudukan Jepang dan
membebaskan tawanan Eropa.
Meskipun Indonesia kalah dalam pertempuran 10 November, kejadian ini tetap dicatat sebagai
salah satu peristiwa penting dalam sejarah Kemerdekaan Indonesia. Bung Tomo dikenang dengan
seruan-seruan pembukaannya di dalam siaran-siaran radio yang penuh dengan emosi.
Setelah Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1950 Bung Tomo sempat terjun dalam dunia politik
dan kemudian ia menghilang dari dunia politik karena ia merasa tidak bahagia terjun di dunia
politik. Dan pada akhir masa pemerintahan Soekarno dan awal pemerintahan Soeharto yang pada
awlnya di dukungnyam Sutomo kembali muncul sebagai tokoh nasional.
Pada awal tahun 1970. ia kembali dan memiliki pendapat berbeda dengan pemerintahan Orde
Baru. Bung Tomo kemudian berbicara dengan keras terhadap program-progam yang dijalankan
oleh Suharto sehingga pada tanggal 11 April 1978 ia ditahan olem pemerintah Indonesia yang
merasa khawatir dengan kritikan-kritikan keras tersebut dan satu tahun kemudian ia dilepaskan
oleh suharto.
Pada tanggal 7 Oktober 1981. Bung Tomo meninggal di Padang Arafa saat sedang menunaikan
ibadah haji. Berbeda dengan tradisi biasanya, untuk memakamkan para jemaah haji yang
meninggal dalam ziarag ke tanah suci yang harus dimakamkan di tanah suci. Namun jenazah Bung
Tomo dibawa kembali ke tanah air dan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel di
Surabaya, bukan di makamkan di sebuah Taman Makam Pahlawan.
Gelar Pahlawan
Setelah pemerintah di desak oleh gerakan Pemuda (GP) Anshor dan Fraksi Partai Golkar (FPG)
agar memberikan gelar pahlwan kepada Bung Tomo pada tanggal 9 November 2007. Akhirnya
gelar pahlwan nasional diberikan kepada Bung Tomo bertepatan pada peringatan hari Pahlawan
yaitu tanggal 10 November 2008. Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan
Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di
Jakarta