Anda di halaman 1dari 3

Biografi Adam Malik

Nama Lengkap : Adam Malik


Alias : No Alias
Agama : Islam
Tempat Lahir : Pematangsiantar, Sumatera Utara
Tanggal Lahir : Kamis, 22 Juli 1971
Zodiak : Cancer
Ayah : Abdul Malik Batubara
Ibu : Salamah Lubis
Pasangan : Nelly Adam Malik(m. 1942-1984)
Anak : Otto Malik, Antarini Malik, Imron Malik, Budisita Malik, Ilham
Malik.
Meninggal : Bandung, 5 September1984

BIOGRAFI

Tokoh Indonesia ini yang dijuluki ”si kancil” ini dilahirkan di Pematang Siantar, Sumatra
Utara, 22 Juli 1917 dari pasangan Haji Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Semenjak
kecil ia gemar menonton film koboi, membaca, dan fotografi. Setelah lulus HIS, sang ayah
menyuruhnya memimpin toko ‘Murah’, di seberang bioskop Deli. Di sela-sela kesibukan
barunya itu, ia banyak membaca berbagai buku yang memperkaya pengetahuan dan
wawasannya.
Ketika usianya masih belasan tahun, ia pernah ditahan polisi Dinas Intel Politik di Sipirok 1934
dan dihukum dua bulan penjara karena melanggar larangan berkumpul. Adam Malik pada usia
17 tahun telah menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar (1934- 1935) untuk ikut aktif
memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada
bangsa mendorong Adam Malik merantau ke Jakarta.
Pada usia 20 tahun, Adam Malik bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armin Pane, Abdul
Hakim, dan Pandu Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor berita Antara tahun 1937
berkantor di JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis
tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional.
Sebelumnya, ia sudah sering menulis antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo.
Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan
kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana,
Adam Malik pernah melarikan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk
memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di
lapangan Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite
Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang
bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan
anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen.
Akhir tahun lima puluhan, atas penunjukan Soekarno, Adam Malik masuk ke pemerintahan
menjadi duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia. Karena
kemampuan diplomasinya, Adam Malik kemudian menjadi ketua Delegasi RI dalam
perundingan Indonesia-Belanda, untuk penyerahan Irian Barat di tahun 1962. Selesai
perjuangan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik memegang jabatan Menko Pelaksana
Ekonomi Terpimpin (1965). Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis
Indonesia, Adam bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution dianggap sebagai musuh
PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.
Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang
berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam
disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia
menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang
masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Sejak 1966
sampai 1977 ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II / Menlu ad Interim dan Menlu RI.
Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam
berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia
peninggalan Orde Lama. Bersama Menlu negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori
terbentuknya ASEAN tahun 1967. Ia bahkan dipercaya menjadi Ketua Sidang Majelis Umum
PBB ke-26 di New York. Ia orang Asia kedua yang pernah memimpin sidang lembaga tertinggi
badan dunia itu. Tahun 1977, ia terpilih menjadi Ketua DPR/MPR. Kemudian tiga bulan
berikutnya, dalam Sidang Umum MPR Maret 1978 terpilih menjadi Wakil Presiden Republik
Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang secara tiba-tiba
menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi.
Beberapa tahun setelah menjabat wakil presiden, ia merasa kurang dapat berperan banyak.
Maklum, ia seorang yang terbiasa lincah dan aktif tiba-tiba hanya berperan sesekali
meresmikan proyek dan membuka seminar. Kemudian dalam beberapa kesempatan ia
mengungkapkan kegalauan hatinya tentang feodalisme yang dianut pemimpin nasional. Ia
menganalogikannya seperti tuan-tuan kebon.
Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, ia seing mengatakan ‘semua bisa diatur”.
Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam
pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan ‘semua bisa diatur’
itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini ‘semua bisa di atur’ dengan uang.
Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di Bandung
pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan
namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai
tanda kehormatan.

Pendidikan:
Hollandsch-Inlandsche School Pematangsiantar
Sekolah Agama Parabek di Bukittinggi,

Karir:
Wakil Presiden Republik Indonesia
Ketua DPR/MPR
Menteri Luar Negeri Indonesia
Duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia
Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin

Penghargaan:
Bintang Mahaputera kl. IV pada tahun 1971
Bintang Adhi Perdana kl.II pada tahun 1973
Pahlawan Nasional pada tahun 1998

Anda mungkin juga menyukai