Anda di halaman 1dari 3

BIOGRAFI SAYUTI MELIK

Nama asli : Mohamad Ibnu Sayuti.


Nama panggilan : Sayuti Melik.
Lahir : 22 November 1908 Sleman, Yogyakarta, Hindia Belanda.
Meninggal : 27 Februari 1989 (umur 80) Jakarta, Indonesia.
Pasangan : Surastri Karma Trimurti.
Anak : Moesafir Karma Boediman dan Heru Baskoro.
Pekerjaan : Wartawan dan Politisi.
Partai politik : Golongan Karya.

Sejak kecil, rasa nasionalisme yang ada pada diri Sayuti telah ditanamkan oleh
ayahnya. Ayahnya yang bernama Abdul Mu'in sering kali menentang
kebijaksanaan pemerintah Belanda yang menggunakan sawahnya untuk ditanami
tembakau. Tidak hanya dari ayahnya, ia juga mempelajari nasionalisme dari
gurunya di sekolah yang berkebangsaan Belanda, bernama H.A. Zurink. Dalam
sebuah buku yang berjudul "Riwayat hidup anggota-anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat hasil pemilihan umum 1971" dijelaskan kehidupan
Sayuti Melik, mulai dari pendidikan hingga riwayat pekerjaannnya

1. Pendidikan
Pendidikan Sayuti dimulai dari Sekolah Ongko Loro (Setingkat SD) di desa
Srowolan, sampai kelas IV dan diteruskan sampai mendapat Ijazah di
Yogyakarta. Beliau lalu melanjutkan studinya di fakultas publisistik.

2. Riwayat Pekerjaan
Sayuti dikenal memiliki riwayat pekerjaan, yakni:
 Seorang pejuang.
 Wartawan.
 Pembantu pribadi Presiden Soekarno.
 Mewakili Gubernur Jawa Tengah di bidang politik kerakyatan (1945-1946).

3. Riwayat Organisasi dan Jabatan


 Tahun 1920-1924: Organisasi Pelajar Sekolah Guru.
 Tahun 1923-1926: Serikat Rakyat IPKI.
 Tahun 1934-1936: Liga Anti Imperialisme Asia Tenggara di Singapura dan
Malaya.
 Tahun 1938-1942: Parindra dan Gerakan Bawah Tanah.
 Tahun 1953: Organisasi Angkatan 45.
 Tahun 1954-1964: PNI.
 Tahun 1971: Golongan Karya.
 Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan.
 Anggota Komite Nasional Pusat.
 Tahun 1960: Anggota DPR-GR.

Riwayat Perjuangan Sayuti Melik


Perjuangan Sayuti dalam Kemerdekaan Indonesia tidaklah mudah. Beliau
bersama istrinya bahkan harus keluar masuk penjara karena hal tersebut. Berikut
riwayat perjuangan dari Sayuti Melik.

1. Masuk Penjara Berulang Kali


Tulisan-tulisan Sayuti mengenai politik menyebabkan beliau ditahan berkali-kali
oleh Belanda. Pada tahun 1926 Sayuti ditangkap Belanda karena dituduh
membantu PKI dan dibuang ke Boven Digul (1927-1933). Lalu pada tahun 1936
ditangkap Inggris, dan dipenjara di Singapura selama setahun. Setelah diusir dari
wilayah Inggris Sayuti ditangkap kembali oleh Belanda dan dibawa ke Jakarta,
dan dimasukkan sel di Gang Tengah (1937-1938).

2. Mengkritik Pemerintahan Hindia Belanda


Sepulangnya dari pembuangan, Sayuti berjumpa dengan Surastri Karma Trimurti,
dan terlibat dalam berbagai kegiatan pergerakan secara bersama. Akhirnya pada
19 Juli 1938 mereka menikah. Di tahun pernikahan mereka, keduanya mendirikan
Koran Pesat di Semarang yang terbit tiga kali seminggu.
Karena penghasilannya yang masih kecil, pasangan suami istri tersebut terpaksa
melakukan berbagai pekerjaan, dari redaksi hingga urusan percetakan, dari
distribusi dan penjualan hingga langganan. Trimurti dan Sayuti Melik bergiliran
masuk keluar penjara akibat tulisan mereka mengkritik tajam pemerintah Hindia
Belanda.

3. Berada di Sisi Bung Karno


Di masa Jepang menjajah Indonesia, Koran Pesat pun ditutup oleh pemerintahan
Jepang, dan istri Sayuti pun ditangkap karena dianggap sebagai komunis.
Setelah didirikannya PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), Trimukti pun dibebaskan
atas perintah Soekarno. Sejak saat itu, Sayuti dan Trimurti dapat hidup dengan
tenteram dan selalu berada di sisi Soekarno.4. Menjadi Anggota PPKI Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dibentuk 7 Agustus 1945 dan diketuai
oleh Ir. Soekarno. Anggota awalnya adalah 21 orang. Selanjutnya tanpa
sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 orang termasuk didalamnya
Sayuti Melik.
5. Termasuk Tokoh dalam Penculikan Peristiwa Rengasdengklok
Sayuti Melik termasuk dalam kelompok Menteng 31, yang berperan dalam
penculikan Soekarno dan Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945. Penculikan
dilakukan dengan tujuan agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang,
dan segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.

6. Mengetik Teks Proklamasi


Konsep naskah proklamasi disusun oleh Bung Karno, Bung Hatta, dan Achmad
Subardjo. Pada awalnya, naskah proklamasi yang masih dalam bentuk tulisan
tangan tersebut tidak disetujui oleh para pemuda karena dianggap seperti buatan
Jepang. Sayuti pun mengusulkan agar Bung Karno dan Bung Hatta membubuhi
tanda tangan pada naskah tersebut. Sayuti juga mengetik naskah proklamasi tadi
dengan menggunakan mesin ketik, serta mengubah kalimat "Wakil-wakil bangsa
Indonesia" menjadi "Atas nama bangsa Indonesia".

7. Sayuti Melik Setelah Kemerdekaan


Setelah Indonesia Merdeka Sayuti menjadi anggota Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP). Pada tahun 1946 atas perintah Mr. Amir Syarifudin, beliau
ditangkap oleh Pemerintah RI karena dianggap sebagai orang dekat Persatuan
Perjuangan serta dianggap bersekongkol dan turut terlibat dalam "Peristiwa 3 Juli
1946. Setelah diperiksa oleh Mahkamah Tentara, beliau dinyatakan tidak
bersalah. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda II, Sayuti kembali ditangkap
Belanda dan dipenjarakan di Ambarawa. Setelah selesai KMB, beliau pun
akhirnya dibebaskan. Pada tahun 1950 Sayuti diangkat menjadi anggota MPRS
dan DPR-GR sebagai Wakil dari Angkatan '45 dan menjadi Wakil Cendekiawan.
Setelah sejak awal diketahui telah menentang penjajahan, beberapa tahun
setelah kemerdekaan, Sayuti pada akhirnya juga menentang Soekarno. Sayuti
menentang pengangkatan Bung Karno sebagai presiden seumur hidup oleh
MPRS. Tulisannya yang berjudul "Belajar Memahami Sukarnoisme" dimuat di
sekitar 50 koran dan majalah dan kemudian dilarang untuk diedarkan. Setelah
memasuki orde baru, nama Sayuti berkibar lagi di kancah politik. Ia menjadi
anggota DPR/MPR, mewakili Golkar hasil Pemilu 1971 dan Pemilu 1977. Pada
akhirnya di tanggal 27 Februari 1989 setelah setahun sakit, Sayuti pun meninggal
dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Anda mungkin juga menyukai