Anda di halaman 1dari 83

Biografi Kapitan Pattimura Kisah Dibalik Sejarah

Maluku

Pattimura, memiliki nama asli Thomas Matulessy (lahir di Hualoy, Hualoy, Seram Selatan,
Maluku, 8 Juni 1783 meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34
tahun).Ia adalah putra Frans Matulesi dengan Fransina Silahoi. Adapun dalam buku biografi
Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, "Bahwa pahlawan
Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang
bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini
adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam
sebuah teluk di Seram Selatan".

Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda.
Padahal tidak. Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah
dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu
kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio
modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang
mereka takuti.

Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki
seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila
ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah
pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-
temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara
genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya
sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.

Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai
mantan sersan Militer Inggris. Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik
yang berarti Tanah Raja-Raja. mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan

Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan
kemudian Belanda menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente),
pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat
London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus
merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian
tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku
maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk
memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam
pratiknya pemindahn dinas militer ini dipaksakan Kedatangan kembali kolonial Belanda pada
tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat.

Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk
selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan
Kapitan Pattimura Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817,
Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan
panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai
panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya.

Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan
pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun
benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja
Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang
persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang
Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan
kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk
menghadapi Patimura.

Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut
dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior
Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan
pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai
Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan.
Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi
hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri
pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa
dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai PAHLAWAN PERJUANGAN
KEMERDEKAAN oleh pemerintah Republik Indonesia...... Pahlawan Nasional Indonesia.
Ketuhanan yang maha esa Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
kemerdekaan bagi seluruh rakyat indonesia.

Meluruskan sejarah Kapitan Ahmad `Pattimura Lussy

Tokoh Muslim ini sebenarnya bernama Ahmad Lussy, tetapi dia lebih dikenal dengan Thomas
Mattulessy yang identik Kristen. Inilah Salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum
minor atas sejarah pejuang Muslim di Maluku dan/atau Indonesia umumnya.

(Saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah beringin besar dan
setiap beringin besar akan tumbang tapi beringin lain akan menggantinya
(demikian pula) saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah batu
besar dan setiap batu besar akan terguling tapi batu lain akan
menggantinya).

Ucapan-ucapan puitis yang penuh tamsil itu diucapkan oleh Kapitan Ahmad Lussy atau dikenal
dengan sebutan Pattimura, pahlawan dari Maluku. Saat itu, 16 Desember 1817, tali hukuman
gantung telah terlilit di lehernya. Dari ucapan-ucapannya, tampak bahwa Ahmad Lussy seorang
patriot yang berjiwa besar. Dia tidak takut ancaman maut. Wataknya teguh, memiliki kepribadian
dan harga diri di hadapan musuh. Ahmad Lussy juga tampak optimis. Namun keberanian dan
patriotisme Pattimura itu terdistorsi oleh penulisan sejarah versi pemerintah. M Sapija,
sejarawan yang pertama kali menulis buku tentang Pattimura, mengartikan ucapan di ujung
maut itu dengan

Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi kelak Pattimura-Pattimura


muda akan bangkit

Namun menurut M Nour Tawainella, juga seorang sejarawan, penafsiran Sapija itu tidak pas
karena warna tata bahasa Indonesianya terlalu modern dan berbeda dengan konteks budaya
zaman itu. Di bagian lain, Sapija menafsirkan,

Selamat tinggal saudara-saudara, atau Selamat tinggal tuang-tuang

Inipun disanggah Tawainella. Sebab, ucapan seperti itu bukanlah tipikal Pattimura yang patriotik
dan optimis. Puncak kontroversi tentang siapa Pattimura adalah penyebutan Ahmad Lussy
dengan nama Thomas Mattulessy, dari nama seorang Muslim menjadi seorang Kristen.
Hebatnya, masyarakat lebih percaya kepada predikat Kristen itu, karena Maluku sering
diidentikkan dengan Kristen.

Muslim Taat
Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan
(bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Ia bangsawan dari
kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula
dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut
Kasimiliali. Menurut sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara, Pattimura adalah seorang Muslim
yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga seorang ulama. Data sejarah menyebutkan
bahwa pada masa itu semua pemimpin perang di kawasan Maluku adalah bangsawan atau
ulama, atau keduanya. Bandingkan dengan buku biografi Pattimura versi pemerintah yang
pertama kali terbit. M Sapija menulis, Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan
bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy
adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau.
Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di
Seram Selatan.

Ada kejanggalan dalam keterangan di atas. Sapija tidak menyebut Sahulau itu adalah
kesultanan. Kemudian ada penipuan dengan menambahkan marga Pattimura Mattulessy.
Padahal di negeri Sahulau tidak ada marga Pattimura atau Mattulessy. Di sana hanya ada
marga Kasimiliali yang leluhur mereka adalah Sultan Abdurrahman. Jadi asal nama Pattimura
dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sedangkan Mattulessy bukanlah
marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy. Dan Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah
ada di dalam sejarah
perjuangan rakyat Maluku.

Berbeda dengan Sapija, Mansyur Suryanegara berpendapat bahwa Pattimura itu marga yang
masih ada sampai sekarang. Dan semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini
beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu
Pattimura. Masih menurut Mansyur, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan
Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan
sehingga orang Arab menyebut kawasan ini dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan
ini kelak dikenal dengan Maluku. Mansyur pun tidak sependapat dengan Maluku dan Ambon
yang sampai kini diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku Menemukan Sejarah (yang menjadi
best seller) ini mengatakan, Kalau dibilang Ambon itu lebih banyak Kristen, lihat saja dari udara
(dari pesawat), banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid
daripada gereja.

Sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, dari sudut pandang antropologi juga kurang
meyakinkan. Misalnya dalam melukiskan proses terjadi atau timbulnya seorang kapitan.
Menurut Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak. Leluhur bangsa ini,
dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka
terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang
sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan
kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti. Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan
alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima
sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu
adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma.
Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah
memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau
kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan kapitan yang melekat pada diri Pattimura itu
bermula.

Perjuangan Kapitan Ahmad Lussy


Perlawanan rakyat Maluku terhadap pemerintahan kolonial Hindia Belanda disebabkan
beberapa hal. Pertama, adanya kekhawatiran dan kecemasan rakyat akan timbulnya kembali
kekejaman pemerintah seperti yang pernah dilakukan pada masa pemerintahan VOC
(Verenigde Oost Indische Compagnie). Kedua, Belanda menjalankan praktik-praktik lama yang
dijalankan VOC, yaitu monopoli perdagangan dan pelayaran Hongi. Pelayaran Hongi adalah
polisi laut yang membabat pertanian hasil bumi yang tidak mau menjual kepada Belanda.
Ketiga, rakyat dibebani berbagai kewajiban berat, seperti kewajiban kerja, penyerahan ikan
asin, dendeng, dan kopi. Akibat penderitaan itu maka rakyat Maluku bangkit mengangkat
senjata. Pada tahun 1817, perlawanan itu dikomandani oleh Kapitan Ahmad Lussy. Rakyat
berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua. Bahkan residennya yang bernama Van den
Bergh terbunuh. Perlawanan meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.
Perlawanan rakyat di bawah komando Kapitan Ahmad Lussy itu terekam dalam tradisi lisan
Maluku yang dikenal dengan petatah-petitih. Tradisi lisan ini justru lebih bisa dipertanggung
jawabkan daripada data tertulis dari Belanda yang cenderung menyudutkan pahlawan
Indonesia. Di antara petatah-petitih itu adalah sebagai berikut:

Yami Patasiwa
Yami Patalima
Yami Yamaa Kapitan Mat Lussy
Matulu lalau hato Sapambuine
Ma Parang kua Kompania
Yami yamaa Kapitan Mat Lussy
Isa Nusa messe
Hario,
Hario,
Manu rusia yare uleu uleu `o
Manu yasamma yare uleu-uleu `o
Talano utala yare uleu-uleu `o
Melano lette tuttua murine
Yami malawan sua mena miyo
Yami malawan sua muri neyo
(Kami Patasiwa
Kami Patalima
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Semua turun ke kota Saparua
Berperang dengan Kompeni Belanda
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Menjaga dan mempertahankan
Semua pulau-pulau ini
Tapi pemimpin sudah dibawa ditangkap
Mari pulang semua
Ke kampung halaman masing-masing
Burung-burung garuda (laskar-laskar Hualoy)
Sudah pulang-sudah pulang
Burung-burung talang (laskar-laskar sekutu pulau-pulau)
Sudah pulang-sudah pulang
Ke kampung halaman mereka
Di balik Nunusaku
Kami sudah perang dengan Belanda
Mengepung mereka dari depan
Mengepung mereka dari belakang
Kami sudah perang dengan Belanda
Memukul mereka dari depan
Memukul mereka dari belakang)
Berulangkali Belanda mengerahkan pasukan untuk menumpas perlawanan rakyat Maluku,
tetapi berulangkali pula Belanda mendapat pukulan berat. Karena itu Belanda meminta bantuan
dari pasukan yang ada di Jakarta. Keadaan jadi berbalik, Belanda semakin kuat dan
perlawanan rakyat Maluku terdesak. Akhirnya Ahmad Lussy dan kawan-kawan tertangkap
Belanda. Pada tanggal 16 Desember 1817 Ahmad Lussy beserta kawan-kawannya menjalani
hukuman mati di
tiang gantungan. Nama Pattimura sampai saat ini tetap harum. Namun nama Thomas
Mattulessy lebih dikenal daripada Ahmad Lussy atau Mat Lussy. Menurut Mansyur
Suryanegara, memang ada upaya-upaya deislamisasi dalam penulisan sejarah.
?

Log In

SIGN UP

docx

Biografi dan Sejarah Perjuangan Kapitan Pattimura

6 Pages

Biografi dan Sejarah Perjuangan Kapitan Pattimura

Uploaded by

H. Sihombing

Views

36,087

connect to download
Get docx

READ PAPER

Biografi dan Sejarah Perjuangan Kapitan Pattimura


Download

Biografi dan Sejarah Perjuangan Kapitan Pattimura

Uploaded by

H. Sihombing

Loading Preview

scribd. scribd. scribd.


KAPITAN
PATTIMURA
BIOGRAFI
KAPITAN
PATTIMURA
Biografi Kapitan
Pattimura - Pahlawan
Nasional dari Maluku

Nama Lengkap :
Kapitan Pattimura
Nama Asli: Thomas
Matulessy Tanggal
Lahir: Negeri Haria,
Pulau Saparua-Maluku,
tahun 1783 Meninggal:
Benteng Victoria,
Ambon, 16 Desember
1817 Karir Militer:
Mantan Sersan Militer
Inggris
Kapitan Pattimura
yang bernama asli
Thomas Matulessy, ini
lahir di Negeri Haria,
Saparua, Maluku tahun
1783. Perlawanannya
terhadap penjajahan
Belanda pada tahun
1817 sempat merebut
benteng Belanda di
Saparua selama tiga
bulan setelah
sebelumnya
melumpuhkan semua
tentara Belanda di
benteng tersebut.
Namun beliau akhirnya
tertangkap. Pengadilan
kolonial Belanda
menjatuhkan hukuman
gantung padanya.
Eksekusi yang
dilakukan pada
tanggal 16 Desember
1817 akhirnya
merenggut jiwanya.
Perlawanan sejati
ditunjukkan oleh
pahlawan ini dengan
keteguhannya yang
tidak mau kompromi
dengan Belanda.
Beberapa kali bujukan
pemerintah Belanda
agar beliau bersedia
bekerjasama sebagai
syarat untuk
melepaskannya dari
hukuman gantung tidak
pernah menggodanya.
Beliau memilih gugur
di tiang gantung
sebagai Putra Kesuma
Bangsa daripada hidup
bebas sebagai
penghianat yang
sepanjang hayat akan
disesali rahim ibu yang
melahirkannya. Dalam
sejarah pendudukan
bangsa-bangsa eropa di
Nusantara, banyak
wilayah Indonesia
yang pernah dikuasai
oleh dua negara
kolonial secara
bergantian. Terkadang
perpindahtanganan
penguasaan dari satu
negara ke negara
lainnya itu malah
kadang secara resmi
dilakukan, tanpa
perebutan.
Demikianlah wilayah
Maluku, daerah ini
pernah dikuasai oleh
bangsa Belanda
kemudian berganti
dikuasai oleh bangsa
Inggris dan kembali
lagi oleh Belanda.
Thomas Matulessy
sendiri pernah
mengalami pergantian
penguasaan itu. Pada
tahun 1798, wilayah
Maluku yang
sebelumnya dikuasai
oleh Belanda berganti
dikuasai oleh pasukan
Inggris. Ketika
pemerintahan Inggris
berlangsung, Thomas
Matulessy sempat
masuk dinas militer
Inggris dan terakhir
berpangkat Sersan.
Namun setelah 18
tahun pemerintahan
Inggris di Maluku,
tepatnya pada tahun
1816, Belanda kembali
lagi berkuasa. Begitu
pemerintahan Belanda
kembali berkuasa,
rakyat Maluku
langsung mengalami
penderitaan. Berbagai
bentuk tekanan sering
terjadi, seperti bekerja
rodi, pemaksaan
penyerahan hasil
pertanian, dan lain
sebagainya. Tidak
tahan menerima
tekanan-tekanan
tersebut, akhirnya
rakyat pun sepakat
untuk mengadakan
perlawanan untuk
membebaskan diri.
Perlawanan yang
awalnya terjadi di
Saparua itu kemudian
dengan cepat
merembet ke daerah
lainnya diseluruh
Maluku. Di Saparua,
Thomas Matulessy
dipilih oleh rakyat
untuk memimpin
perlawanan. Untuk itu,
ia pun dinobatkan
bergelar Kapitan
Pattimura. Pada
tanggal 16 mei 1817,
suatu pertempuran
yang luar biasa tdrjadi.
Rakyat Saparua di
bawah kepemimpinan
Kapitan Pattimura
tersebut berhasil
merebut benteng
Duurstede. Tentara
Belanda yang ada
dalam benteng itu
semuanya tewas,
termasuk Residen Van
den Berg. Pasukan
Belanda yang dikirim
kemudian untuk
merebut kembali
benteng itu juga
dihancurkan pasukan
Kapitan Pattimura.
Alhasil, selama tiga
bulan benteng tersebut
berhasil dikuasai
pasukan Kapitan
Patimura. Namun,
Belanda tidak mau
menyerahkan begitu
saja benteng itu.
Belanda kemudian
melakukan operasi
besar-besaran dengan
mengerahkan pasukan
yang lebih banyak
dilengkapi dengan
persenjataan yang lebih
modern. Pasukan
Pattimura akhirnya
kewalahan dan
terpukul mundur. Di
sebuah rumah di Siri
Sori, Kapitan
Pattimura berhasil
ditangkap pasukan
Belanda. Bersama
beberapa anggota
pasukannya, dia
dibawa ke Ambon. Di
sana beberapa kali dia
dibujuk agar bersedia
bekerjasama dengan
pemerintah Belanda
namun selalu
ditolaknya. Akhirnya
dia diadili di
Pengadilan kolonial
Belanda dan hukuman
gantung pun dijatuhkan
kepadanya. Walaupun
begitu, Belanda masih
berharap Pattimura
masih mau berobah
sikap dengan bersedia
bekerjasama dengan
Belanda. Satu hari
sebelum eksekusi
hukuman gantung
dilaksanakan,
Pattimura masih terus
dibujuk. Tapi Pattimura
menunjukkan
kesejatian
perjuangannya dengan
tetap menolak bujukan
itu. Di depan benteng
Victoria, Ambon pada
tanggal 16 Desember
1817, eksekusi pun
dilakukan.
Kapitan Pattimura
gugur sebagai
Pahlawan Nasional.
Dari perjuangannya dia
meninggalkan pesan
tersirat kepada pewaris
bangsa ini agar sekali-
kali jangan pernah
menjual kehormatan
diri, keluarga, terutama
bangsa dan negara ini.
Thomas
Mattule
ssy atau
Ahmad
Lussy
(Kontro
versi
Asal-
usul
Pattimu
ra)
Ketika penulis
hendak menulis
tentang sejarah
Pattimura, penulis
mengalami
perasaan dilematis
karena kontroversi
dari Sejarah
Pattimura ini
sendiri. berkali-
kali seminar yang
di adakan untuk
membahas sejarah
Pattimura tetapi
belum
mendapatkan titik
temu yang benar
untuk
mengukuhkan
keabsahan sejarah
ini, tentunya
diperlukan
Penelusuran
terhadap sumber-
sumber yang
dapat di
pertanggungjawab
kan secara baik
untuk
menjelaskan asal-
usul Pattimura.
Karena kita tidak
bisa menerima
begitu saja ketika
asal-usul
Pattimura ini di
usung hanya demi
kepentingan salah
satu Golongan
agama tertentu.
berikut ini adalah
2 versi Sejarah
Patimura yang
menjadi
kontroversi
tersebut

Asal Usul
Pattimura Yang
Selalu Me njadi
Bahan
Perdebata n
(Kontrov ersi)
.
Asal-usul
Pattimura menurut
versi pemerintah
yang di tulis oleh
M Sapija
memaparkan
bahwa Kapitan
Pattimura
Memiliki nama
asli Thomas
Matulessy, ini
lahir di Negeri
Haria, Saparua,
Maluku tahun
1783.
Perlawanannya
terhadap
penjajahan
Belanda pada
tahun 1817
sempat merebut
benteng Belanda
di Saparua selama
tiga bulan setelah
sebelumnya
melumpuhkan
semua tentara
Belanda di
benteng tersebut.
Namun beliau
akhirnya
tertangkap.
Pengadilan
kolonial Belanda
menjatuhkan
hukuman gantung
padanya. Eksekusi
yang dilakukan
pada tanggal 16
Mei 1817
akhirnya
merenggut
jiwanya.
Sementara itu
menurut
sejarawan Ahmad
Mansyur
Suryanegara,
mengatakan
bahwa Patimura
memiliki nama
asli Ahmad Lussy
atau dalam bahasa
Maluku disebut
Mat Lussy, lahir
di Hualoy, Seram
Selatan (bukan
Saparua seperti
yang dikenal
dalam sejarah
versi
pemerintah). Ia
bangsawan dari
kerajaan Islam
Sahulau, yang saat
itu diperintah
Sultan
Abdurrahman.
Raja ini dikenal
pula dengan
sebutan Sultan
Kasimillah
(Kazim
Allah/Asisten
Allah). Dalam
bahasa Maluku
disebut
Kasimiliali.

Perjuangan
Pattimura
Pada tahun 1816
pihak Inggris
menyerahkan
kekuasaannya
kepada pihak
Belanda dan
kemudian Belanda
menetapkan
kebijakan politik
monopoli, pajak
atas tanah
(landrente),
pemindahan
penduduk serta
pelayaran Hongi
(Hongi Tochten),
serta mengabaikan
Traktat London I
antara lain dalam
pasal 11 memuat
ketentuan bahwa
Residen Inggris di
Ambon harus
merundingkan
dahulu
pemindahan koprs
Ambon dengan
Gubenur dan
dalam perjanjian
tersebut juga
dicantumkan
dengan jelas
bahwa jika
pemerintahan
Inggris berakhir di
Maluku maka
para serdadu-
serdadu Ambon
harus dibebaskan
dalam artian
berhak untuk
memilih untuk
memasuki dinas
militer pemerintah
baru atau keluar
dari dinas militer,
akan tetapi dalam
pratiknya
pemindahan dinas
militer ini
dipaksakan.
Kedatangan
kembali kolonial
Belanda pada
tahun 1817
mendapat
tantangan keras
dari rakyat. Hal
ini disebabkan
karena kondisi
politik, ekonomi,
dan hubungan
kemasyarakatan
yang buruk
selama dua abad.
Rakyat Maluku
akhirnya bangkit
mengangkat
senjata di bawah
pimpinan Kapitan
Pattimura. Maka
pada waktu pecah
perang melawan
penjajah Belanda
tahun 1817, Raja-
raja Patih, Para
Kapitan, Tua-tua
Adat dan rakyat
mengangkatnya
sebagai pemimpin
dan panglima
perang karena
berpengalaman
dan memiliki
sifat-sfat kesatria
(kabaressi).
Sebagai panglima
perang, Kapitan
Pattimura
mengatur strategi
perang bersama
pembantunya.
Sebagai pemimpin
dia berhasil
mengkoordinir
Raja-raja Patih
dalam
melaksanakan
kegiatan
pemerintahan,
memimpin rakyat,
mengatur
pendidikan,
menyediakan
pangan dan
membangun
benteng- benteng
pertahanan.
Kewibawaannya
dalam
kepemimpinan
diakui luas oleh
para Raja Patih
maupun rakyat
biasa. Dalam
perjuangan
menentang
Belanda ia juga
menggalang
persatuan dengan
kerajaan Ternate
dan Tidore, raja-
raja di Bali,
Sulawesi dan
Jawa. Perang
Pattimura yang
berskala nasional
itu dihadapi
Belanda dengan
kekuatan militer
yang besar dan
kuat dengan
mengirimkan
sendiri
Laksamana
Buykes, salah
seorang Komisaris
Jenderal untuk
menghadapi
Pattimura.
Pertempuran-
pertempuran yang
hebat melawan
angkatan perang
Belanda di darat dan
di laut dikoordinir
Kapitan Pattimura
yang dibantu oleh
para penglimanya
antara
lain Melchior
Kesaulya,Antho
ni Rebhok, Philip
Latumahina
dan Ulupaha. Pert
empuran yang
menghancurkan
pasukan Belanda
tercatat seperti
perebutan benteng
Belanda Duurstede,
pertempuran di
pantai Waisisil dan
jasirah Hatawano,
Ouw- Ullath,
Jasirah Hitu di
Pulau Ambon dan
Seram Selatan.
Akhir Perjuangan
Pattimura
Di sebuah rumah
di Siri Sori, Kapitan
Pattimura berhasil
ditangkap pasukan
Belanda. Bersama
beberapa anggota
pasukannya, dia
dibawa ke Ambon.
Di sana beberapa
kali dia dibujuk agar
bersedia
bekerjasama
dengan pemerintah
Belanda namun
selalu ditolaknya.
Akhirnya dia diadili
di Pengadilan
kolonial Belanda
dan hukuman
gantung pun
dijatuhkan
kepadanya.
Walaupun begitu,
Belanda masih
berharap Pattimura
masih mau berobah
sikap dengan
bersedia
bekerjasama
dengan Belanda.
Satu hari sebelum
eksekusi hukuman
gantung
dilaksanakan,
Pattimura masih
terus dibujuk. Tapi
Pattimura
menunjukkan
kesejatian
perjuangannya
dengan tetap
menolak bujukan
itu. Di depan
benteng Victoria,
Ambon pada
tanggal 16 Mei
1817, eksekusi pun
dilakukan. Memang
benar bahwa perlu
sebuah kepastian
tentang asal usul
Pattimura dan
untuk hal ini perlu
adanya tindakan
pelurusan sejarah
yang didukung
dengan penelitian
sumber-sumber
yang otentik dan
faktual. Penuturan
sejarah heroik
Kapitan Pattimura
adalah penuturan
secara lisan yang di
sampaikan secara
turun temurun bagi
anak cucu.
gambaran wajah
sang Pattimura itu
pun hanya hasil
imajinasi pelukis
sesuai karakteristik
dan tipe wajah
orang Maluku atau
mungkin ada yang
bisa memberikan
bukti foto dari
Thomas Matulessy
atau Ahmad Lussy
itu sendiri. Sebagai
Anak Pribumi
Maluku penulis
hanya ingin
memaparkan 2
versi asal usul
Pattimura ini
berdasarkan hasil
penelusuran penulis
terhadap sejarah
Pattimura yang
penulis temukan
dari beberapa Blog
yang beberapa
diantaranya
bukanlah blog yang
bersifat independen
melainkan
bertendensi pada
pencintraan suatu
golongan Agama.
Pattimura adalah
milik Maluku tidak
hanya menjadi
milik orang Hualoy
(seram) atau Orang
Haria (Saparua).
Perjuangan
Pattimura adalah
untuk membebaskan
Tanah Maluku
Negeri raja-raja dari
tangan penjajah dan
perjuangan itu
tanpa tendensi
agama atau
golongan.
Sebagai Anak
Pribumi Maluku
penulis hanya ingin
memaparkan 2
versi asal usul
Pattimura ini
berdasarkan hasil
penelusuran penulis
terhadap sejarah
Pattimura yang
penulis temukan
dari beberapa Blog
yang beberapa
diantaranya
bukanlah blog yang
bersifat independen
melainkan Blog
bertendensi pada
pencintraan suatu
golongan Agama
yang kemudian
tidak bisa diterima
sebagai kebenaran
yang mutlak
tentang sejarah
Pattimura
Saksi Bisu
Sejarah
Pattimura

Benteng Duurstede.
Benteng tempat
perjuangan
Pattimura bersama
teman-temannya
Fort Victoria
(sekarang telah
menjadi Markas
KODIM 733
Batalyon Masariku)
sebagai saksi
Sejarah Kegigihan
Pattimura dalam
mengusir penjajah
dari tanah Maluku.
Di depan benteng
ini Pattimura di
jatuhkan hukuman
Gantung kata-kata
terakhirnya yang
terus di turunkan
kepada anak-anak
cucu negeri maluku
yaitu "Pattimura
Tua sudah mati,
tapi Pattimura-
Pattimura muda
akan bangkit".
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the
button above.

GET file

Close

Log In
Log In with Facebook
Log In with Google

or

? Rjlie3afkYFNBMXr

Email:

Password:

/9495697/Biograf www

Remember me on this computer


or reset password

? Rjlie3afkYFNBMXr

Enter the email address you signed up with and we'll email you a reset link.

Email me a link

Need an account? Click here to sign up

Job Board

About

Press

Blog

People

Papers

Terms

Privacy

Copyright

We're Hiring!

Help Center

Find new research papers in:

Physics

Chemistry

Biology

Health Sciences

Ecology

Earth Sciences

Cognitive Science

Mathematics
Computer Science

Academia 2016

Anda mungkin juga menyukai