Anda di halaman 1dari 7

TUGAS PKWU

BIOGRAFI PENGUSAHA SUKSES DARI


SUMATERA BARAT

OLEH :

LATHIFA AZZAHRA HD
XII.IPS.1

SMA N 1 BATUSANGKAR
TP 2019/2020
A. Basrizal Koto

Basrizal Koto adalah pengusaha besar atau konglomerat Indonesia asal


Sumatra Barat. Basrizal atau yang biasa dipanggil Basko sukses berbisnis di
banyak bidang, diantaranya bisnis media, percetakan, pertambangan,
peternakan, perhotelan, dan properti.
Lahir : 11 Oktober 1959, Kabupaten Padang Pariaman
istri : Mukhniarti Basko
Anak : Zico Putra Basko, Lidya Basko, Deassy Avika
Orang Tua : Djaninar dan Ali Absyar

Meski sempat bersekolah hingga kelas lima SD, Basko akhirnya


berkesimpulan bahwa kemiskinan harus dilawan bukan untuk dinikmati. Atas
seizin ibunya, diapun memilih pergi merantau ke Riau dibanding melanjutkan
sekolah. Sebelum berangkat, ibunya berpesan agar menerapkan 3 K dalam
hidup, yaitu pandai-pandai berkomunikasi, manfaatkan peluang dan
kesempatan, serta bekerjalah dengan komitmen tinggi. 3 K itulah yang dia
terapkan dalam berbisnis.
Hal pertama yang dilakukannya di perantauan adalah datang ke
terminal setelah subuh untuk mencari pekerjaan menjadi kernet. Berkat
kemampuannya berkomunikasi, maka hari pertama dia sudah bisa membantu
sopir oplet. Saat pertama jadi kernet, siang-malam dia bekerja hingga
memungkinkan untuk menyewa rumah kontrakan guna menampung keluarga.
B. Amril Restu Mande

Kehidupan sebagai mahasiswa rantau di Kota Kembang harus dijalani


tak seglamour kebanyakan teman-temannya. Kiriman uang dari orangtua
yang tak seberapa, membuat pria bernama Amril itu mengambil kerja
serabutan selepas kuliah. Salah satunya adalah sebagai tukang cuci piring di
sebuah rumah makan di kawasan Pasar Baru, Bandung. Siapa sangka suatu
hari kelak, pria ini menjadi seorang pengusaha kuliner masakan Sumatra
Barat dengan brand yang mendunia.
Berawal dari Rumah Makan Padang di Bandung yang berdiri tahun
2004, pemilik Amril asal Pariaman, lahir dan besar di Kota Solok, Sumatera
Barat, di bantu oleh istrinya Nenden Rospiani. Sering kali menerima
permintaan konsumen terhadap produk rendang pada Hari Raya, Bulan
Puasa, untuk bekal Ibadah Haji maupun Umroh sehingga termotivasi untuk
membuat rendang dalam bentuk kemasan.
Dengan memakai daging sapi pilihan dan rempah-rempah serta bumbu
berkualitas, pada tahun 2010 setelah melakukan berbagai inovasi agar
mendapatkan hasil produk premium berupa rendang yang terjamin
kualitasnya, terjaga kebersihan kemasannya dan dapat disimpan dalam waktu
yang relatif lebih lama, tanpa harus memakai pengawet kimia buatan dan
rasanya tetap lezat meskipun tanpa memakai MSG. Didapatlah rendang
kemasan yang mempunyai umur simpan 459 hari. Rendang Restu Mande
merupakan Pelopor Rendang Kemasan Vacuum pertama di Indonesia.
C. Gusni Mawarti

Kue Sagon ternyata tidak hanya terdapat di pulau Jawa. Kalau kita ke
toko-toko kue di Padang, Bukittinggi, dan berbagai daerah lain di Sumatera
Barat, banyak terdapat kue sagon ini yang menjadi salah satu kue oleh-oleh
khas Sumatera Barat. Yang membedakan, salah satunya adalah karena kue
sagon ini cara pembuatannya adalah dibakar, maka kemudian disebut sebagai
kue sagun bakar.

Pemilik usaha ini adalah Ibu Gusni Mawarita, atau yang lebih dikenal
dengan Ibu Ani. Ibu lima anak kelahiran Bukittinggi 5 Agustus 1958 ini
sukses mengembangkan usaha pembuatan kue ini berkat kerja keras dan
ketekunannya memulai usaha sejak tahun 1987. Faktor ekonomi menjadi
pendorongnya. Saat suami Ibu Ani sekolah lagi di Jakarta, kebutuhan
keluarga menjadi lebih banyak sehingga membutuhkan pemasukan lebih
besar. Dorongan itulah yang kemudian membuat Ibu Ani mencoba memulai
usaha pembuatan kue.

Perjuangan panjang ibu Ani akhirnya membuahkan hasil. Sekarang ini,


Ibu Ani mempunyai 6 karyawan, yang akan ditambah lagi menjadi 10
karyawan dalam waktu dekat. Permintaan kue memang semakin hari semakin
meningkat dari berbagai toko di sekitar Sumatera Barat (Bukittinggi, Agam,
Payakumbuh, dan tentu saja Padang). Selain itu, ia juga menangani
pemesanan dari Pekanbaru, Jakarta, Kalimantan, bahkan hingga Malaysia.
D. H. Bustaman

Siapa yang tidak kenal dengan Rumah Makan Sederhana? Lepau khas
Minangkabau ini tentu sudah tidak asing lagi bagi Anda bahkan yang gemar
makan makanan Padang. sang pemilik yang bernama H. Bustaman yang lahir
di Tanah Datar, Sumatra Barat.

Bustaman remaja saat itu merantau dari kampungnya ke negeri jiran


Jambi pada tahun1955. Hanya berbekal pendidikan terakhir yaitu kelas 2
Sekolah Rakyat (SR), beliau rela melakukan pekerjaan apapun yang halal
untuk mengais rezeki seperti bekerja di perkebunan karet, penjual koran,
bahkan pencuci piring di sebuah rumah makan di kota itu.

Merasa perlu kemajuan dalam kehidupannya, beliau memutuskan untuk


bertolak ke tanah Jawa khususnya kota Jakarta mengikut adik iparnya dengan
menetap di Matraman, Jakarta Pusat. Di daerah itu, beliau yang baru 2 tahun
menikah dengan Fatimah memiliki ide untuk berdagang rokok dengan
menggunakan gerobak.
Namun apa nyana, ternyata di kawasan tersebut terjadi ancaman
terhadap etnis Minang oleh sekelompok ‘preman’ sehingga beliau beserta
keluarganya terpaksa menyelamatkan diri dengan berhijrah ke kawasan
Pejompongan sekaligus membuka usaha yang sama di sana namun dengan
omzet yang lebih kecil, jerih payah serta cobaan yang dialaminya
mendatangkan kesuksesan dengan mengembangkan rumah makan besar.

Ternyata nama ‘Rumah Makan Padang Sederhana’, yang menjadi merek


dagang sang pemilik, diambil dari nama restoran di Jambi tempat dirinya
dahulu bekerja sebagai pencuci piring dan istrinyalah yang menyarankan
pemberian nama itu karena memang namanya mudah diingat.

Untuk melindungi merek ‘Sederhana’, pada tahun 2000 beliau


membentuk perusahaan berbadan hukum yang diberi nama PT Sederhana
Citra Mandiri. Pada saat ini lebih daripada 70 restoran miliknya tersebar di
berbagai kota di Indonesia dan Malaysia.
E. Rio Vamory

Namanya Rio Vamory, pria kelahiran kota Padang Panjang ini adalah
juragan sate Padang di Zurich, Swiss. Sate yang dijualnya bukan sate daging
melainkan sate ayam.Ia mungkin menjadi satu-satunya orang Indonesia yang
ada di Zurich yang membuka bisnis sate dan berkat usahanya itu koran
terbesar di Swiss yakni Neuer Zurcher Zeitung (NZZ) menerbitkan satu
halaman penuh tentang dirinya.

Sebelum menjadi tukang sate, Rio adalah seorang bankir. Padahal


gajinya sebagai bankir lebih dari cukup untuk membiayai kehidupannya di
Zurich. Ibunya bahkan mendukung pilihannya tersebut.Dialah satu-satunya
pengusaha sate yang memiliki gerobak sate di Zurich, bahkan Swiss. Mantan
bankir inilah yang melakukan terobosan kuliner Indonesia di Zurich yang
berjuluk “Little Big City of Switzerland”.

Soal keluarga, Rio mengatakan masih memiliki keluarga di Sumatera


Barat. Mereka pernah bertemu beberapa tahun lalu dan hingga kini masih
saling berkomunikasi.Meski telah sukses di rantau, Rio tidak lupa dengan
kampung halamannya. Ia mengumpulkan 1 Frank Swiss dari setiap sate yang
terjual untuk membantu pelestarian alam Sumatera.

Anda mungkin juga menyukai