Basrizal Koto (lahir di Kampung Ladang, Pariaman, Sumatra Barat, 11 Oktober 1959; umur
59 tahun) adalah pengusaha besar atau konglomerat Indonesia asal Sumatra Barat. Basrizal
atau yang biasa dipanggil Basko sukses berbisnis di banyak bidang, diantaranya bisnis media,
percetakan, pertambangan, peternakan, perhotelan, dan properti.[1]
H Basrizal Koto
“Saya selalu mengilustrasikan diri saya sebagai seorang Thariq bin Ziyad yang
membakar semua kapal pasukannya untuk menjemput syahid,” katanya.
Haluan Kepri salah satu milik H Basrizal Koto, di Bengkong Garama, Batam,
Selasa 11 Juni 2013. F Suprizal Tanjung
Masih segar dalam ingatan Basrizal, suatu hari sepulang dari sekolah, ia tak menemukan
sebutir pun nasi di meja makannya. Sang Mamak yang kasihan melihat begitu laparnya
dia, kemudian berinisiatif meminjam beras ke tetangga yang masih terbilang saudaranya.
Namun tanpa disangka-sangka, sang tetangga menolak mentah-mentah permintaan
Mamaknya sambil berkata ketus: “Kasih makan batu saja anak kau!”.
Mendengar kata-kata tersebut, tentu saja Basrizal merasa sedih dan kecewa. Tapi itu
dahulu, ketika ia masih seorang bocah kecil yang mungkin berpikiran pendek. Saat ini
ketika menjadi seorang yang sangat terkenal dan sukses, ia menyatakan, “Saya selalu
doakan dia karena saya tahu dia juga orang miskin seperti kami saat itu,” ungkap laki-
laki Minang kelahiran Pariaman 47 tahun silam itu.
Bisnis Basrizal dimulai sejak usia 12 tahun. Dengan tekad hidup mandiri, suatu hari
dirinya yang saat itu masih duduk di kelas 5 SD, bersujud memohon restu sang mamak
untuk pergi merantau ke Pekan Baru. Dengan berat hati dan diiringi linangan air mata
sang bunda, Basrizal pun meninggalkan segala kenangan masa kecilnya di desa tercinta.
”Waktu itu saya berprinsip, saya baru akan pulang kampung dan menjemput keluarga
saya jika sudah bisa mendapatkan seliter beras,” ungkap penikmat setia masakan sambal
balado yang selalu bergaya serius tapi santai itu.
Hari-hari Basrizal di tanah rantau dihiasi dengan mengerjakan apa saja, termasuk
menjajakan pisang goreng di jalanan. Hidup bagi Basrizal adalah pertempuran demi
pertempuran untuk melawan rasa malas dan rasa gengsi yang membuncah.
“Saya selalu mengilustrasikan diri saya sebagai seorang Thariq bin Ziyad yang
membakar semua kapal pasukannya untuk menjemput syahid. Jujur saja saya
mengadopsi sikap seperti. Saya ingin dan harus membangkitkan batang terendam karena
selama ini orang selalu mengecilkan peran kami sebagai keturunan orang miskin,”
katanya penuh semangat.
Namun, jauh di balik suksesnya saat ini, ada hal yang selalu menjadikannya lebih
merasa bangga dan terharu, yakni kenangan akan pengorbanan dan rasa kasih sayang
sang bunda. Ia sangat sadar, tanpa jasa ibunya tak mungkin orang mengenal Basrizal
Koto seperti saat ini. “Dalam kemiskinan, dia bisa membesarkan saya. Sungguh ini
sangat luar biasa,” ungkapnya dalam nada rasa haru yang mendalam. Rasa cintanya yang
mendalam itu juga yang membuat suami Hj. Mukhniarti itu tidak berani sedikit pun
membantah kata-kata sang bunda hingga detik ini.