Anda di halaman 1dari 4

Judul buku : Pohon dalam perut

Pengarang buku : Varuni Dian W.

Penerbit : PT ERA ADICITRA INTERMEDIA

Judul cerpen : Pensiunan guru

Ringkasan cerita:

Memasuki masa pensiun pak Gianto merasa gamang, walapun tinggal di desa ia
tidak memiliki sawah ataupun tabungan. Sedangkan kedua anaknya masiih
membutuhkan biaya pendidikan yang besar. Maka setelah pensiun ia nekat ikut
tetangganya menjadi buruh di Jakarta. Ternyata mencari kerja di Jakarta sangatlah
susah, para mandor lebih senang menerima anak muda untuk menjadi buruh karena
tenaganya yang masih kuat. Namun begitu ia tidak menyerah dan terus mendatangi
beberapa proyek walaupun kesempatan diterimanya kecil.

Pak Gianto hampir pulang untung tetangganya mencegah,” Tadi di manga ada
proyek baru, pak. Kabarnya untuk plaza. Kita besok kesana bareng-bareng.”

Keesokanya pun ia bersama tetangganya pergi ke proyek tersebut sambil


mengenakan manol (topeng untuk ke sawah) ia sengaja mengenakanya agar tak
kelihatan tua. Ternyata siasatnya benar ia pun diterima kerja disana. Setelah beberapa
bulan menjadi buruh ia mulai mempunyai kenalan banyak. Salah satunya pak Surono
yang sudah ikut pemborong selama 10 tahun, malahan ia sudah kenal akrab dengan
pemborong Ir. Adrianus.

“ Dia orang mana pak?” Tanya pak Gianto yang merasa akrab dengan nama
tersebut.

“ Ooo. Dia orang jambi Sumatra pak, walaupun ia orang Sumatra ia akrab sekali
dengan orang jawa pak. Dia sering berbicara dengan kita para kuli.” Balas pak Surono.

“ apa pemborong yang lain tidak dekat dengan para kuli pak?” Tanya pak Gianto
sekadar untuk menyambung pembicaraan.

“wah, setahu saya Cuma pak adrianus saja, pak. Dari beberapa pemborong yang
saya ikuti melihat wajahnya saja tidak pernah apalagi diajak bicara.” Pak Surono terdiam
seperti ingin mengatakan sesuatu.
“ pak Adrianus ini berbeda dari yang lain, pak. Suatu hari saat pak Adrianus
menceritakan gurunya ia menangis. Katanya tanpa guru tersebut ia mungkin sudah
menjadi penakik getah karet atau kuli bangunan.

Pak Adrianus tidak malu dirinya dilahirkan di keluarga miskin. Bapaknya


meninggal saat ia SD. Untung saja wali kelasnya yang saat itu belum dikaruniai anak
mengajaknya. Saat itu sudah ada dua anak yang disekolahkan. Katanya, saat dia dan
temanya masuk kuliah pak guru tersebut mengutang pada bank dan koperasi, padahal
rumahnya masih kontrak.

Ia bahkan menyisihkan gaji pertamanya untuk diberikan pada gurunya tersebut.


Tetapi saat pak Adiranus kembali ke Jambi gurunya itu malah sudah pergi ke Jawa.
Sampai sekarang dia masih mencari gurunya tersebut, dan tidak pernah membuka
amplop tersebut.

“ pak Surono bagaimana dengan pak muslim. Temanya yang sama- sama kuliah di
Jakarta?”. Tanya pak Gianto.

“ Wah, sama-sama jadi orang hebat pak. Dia menjadi manajer di suatu bank
swasta yang besar. Sama nasibnya kayak pak Adrianus, sama-sama menjadi miliuner.

Sejak saya ikut dia, sudah banyak proyek yang diselesaikan. Mulai hotel, plaza,
atau pun perumahan mewah. Kemana-mana banyak orang mengenal, konglomerat,
pejabat, mauapun para kuli bangunan.

Pak Gianto pun ingat bahwa orang yang dicari pak Adrianus adalah dirinya.
Selama 15 tahun di Jambi. Ia belum dikaruniai anak, ia pasrah. Uangnya disisihkan untuk
membiayai muridnya yang tidak mampu. Setelah murid-muridnya wisuda ia meras
bahwa tugasnya sebagi orang tua sudah selesai. Ia sengaja mengirim uang wisuda dan
balik ke Jawa tanpa memberitahu mereka. Itu karena ia ingin muridnya hidup mandiri
tanpa memikirkan hutang budi.

Mungkin semuanya telah ditakdirkan tuhan. Setahun kemudian istrinya hamil.


Dua tahun kemudian lahir anak kedua walaupun umurnya hampur mendekati lima
puluh tahun, namun ia merasa senang masih diberikan momongan. Namun sekarang
kedua anaknya membutuhkan biaya pendidikan. Sedangkan ia merasa tidak berdaya.

Namun pak Gianto tidak gila hormat. Ia ingin pergi setelah menerima gaji. Ia tidak
ingin merepotkkan Adrianus dan muslim. Keesokan harinya pak Gianto memasang
platfon. Walaupun wajahnya sudah ditutupi tetapi ia masih merasa gundah. Dari atas
pak Gianto melihat pak Adrianus yang sedang memerhatiakn tukang yang memasang
platfon. Pak Gianto merasa muridnya melihat dirinya. Seketika tubuhnya menggigil
gemetar dan tanpa disadari tubuhnya terhempas ke lantai.

Pak Gianto tidak sadarkan diri. Secara sepontan Ir Adrianus menolong pak
Gianto. Dibukanya monol pak Gianto. Setelah melihat wajah pak Gianto ia pun
terkesiap. Tahi lalat yang ada di dagunya itu tidak akan pernah dilupakanya. Ia pun
memeluk pak Gianto, sambil menyebut. “Bapak, bapak, bapak!” jeritnya membuat
semua orang kalang kabut.

“Cepat panggil ambulan. Orang ini bapakku. Cepat!” Bentak Ir Adrianus.

Pak Surono yang ikut membantu pak Gianto pun merasa takut krena pak Ir
Adrianus yang selam ini lemah lembut bisa semarah itu.

Sampai rumah sakit seorang dokter spesialis tulang sudah menunggunya. Ir


Adrianus lah yang telah menelepon dokter tersebut. Pak Gianto kembali tergagap
karena dokter tersebut, tak lain adalah latifah salah satu anak angkatnya sama seperti Ir
Adrianus.

“Pak kalau bapak menemui kami hal seperti ini tidak akan terjadi.’

“Maafkan bapak. Sebenarnya bapak tidak ingin merepotkan kalian.” Ujarnya


tulus.

“Lalu kapan kami memiliki kesempatan berbakti?”

“Dengan melaksanakan tugas dengan sebaik mungkin. Itu adalah bakti kalian.”

Keduanya pun menangis. Apalagi saat direktur bank pak muslim datang,
suasananya menjadi tambah haru

 Unsur intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur didalam cerpen yang harus ada saat penciptaan cerpen.
Unsur intrinsik dibedakan menjadi berikut.
1. Tema: Balas budi kepada jasa guru
2. Latar : Tempat, Jambi sumatra, Plaza.
 Selama 15 tahun di Jambi.
 “Pak Gianto hampir pulang untung tetangganya mencegah,” Tadi di manga ada
proyek baru, pak. Kabarnya untuk plaza. Kita besok kesana bareng-bareng.”

Suasana, Tegang, haru.


 “Bapak, bapak, bapak!” jeritnya membuat semua orang kalang kabut.
 Keduanya pun menangis. Apalagi saat direktur bank pak muslim datang,
suasananya menjadi tambah haru

3. Alur : Maju
 Memasuki masa pensiun pak Gianto merasa gamang, walapun tinggal di desa
ia tidak memiliki sawah ataupun tabungan.

4. Penokohan : Bapak Gianto tokoh utama protagonis


 “Maafkan bapak. Sebenarnya bapak tidak ingin merepotkan kalian.” Ujarnya
tulus.

 Unsur ekstrinsik
Unsur ekstrinsik yang ada pada cerpen dari luar cerita.
 Nilai moral: nilai moral yang dapat diambil dari cerita di atas bahwa kita harus
berbakti kepada guru kita yang telah berjasa bagi kita.

Anda mungkin juga menyukai